4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peneltian Terdahulu
Andriana dan Sayidah (2018) melakukan penelitian pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Bojonegoro menyatakan bahwa Baznas belum sepenuhnya menerapkan PSAK No 109 dalam hal pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan. Dalam penyajian dan pelaporan Baznas belum membuat laporan keuangan dan hanya menyajikan laporan penerimaan dan penyaluran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah pada Baznas Bojonegoro belum menerapkan jurnal dan mencatat tanggal transaksi penerimaan dalam hal pengakuan serta penyajian masih menggunakan laporan penerimaan dan penyaluran bukan memakai laporan keuangan.
Di sisi lain Murniati dan Ikhsan (2020) meneliti pada Baitul Mal Aceh telah melakukan penerapan PSAK 109 yang dipresentasekan sebesar 94%
menunjukkan bahwa Baitul Mal Aceh telah melakukan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah dengan baik sesuai dengan PSAK yang berlaku. Sisa dari persentase tersebut belum diterapkan meliputi belum menyajikan laporan perubahan aset kelolaan dikarenakan sampai saat ini Baitul Mal Aceh belum memiliki aset kelolaan. Walau demikian, dapat dikatakan bahwa Baitul Mal Aceh telah menyajikan laporan keuangan berdasarkan PSAK 109 walaupun belum diterapkan secara sepenuhnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah Baitul Mal aceh tidak mengambil bagian dana amil dari dana zakat, belum menyajikan laporan perubahan aset kelolaan, menggunakan studi komparatif, data primer menggunakan kuesioner.
Kemudian Hadijah (2019) melakukan penelitian pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Majene tahun 2014-2016 menunjukkan bahwa untuk pengelolaan keuangan yang di dalamnya terdapat pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan belum sepenuhnya mengarah pada implementasi yang sesuai dengan aturan yaitu PSAK 109 yang mengatur tentang Akuntansi zakat dan Infaq/ sedekah. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah BAZNAS Kab. Majene pada penyajian masih menggunakan laporan sederhana yaitu laporan penerimaan dan pengeluaran (belum menggunakan laporan yang sesuai dengan PSAK 109).
Adapun Mayangsari dan Puspitasari (2019) telah melakukan penelitian pada Lembaga Amil Zakat BMH Kabupaten Bondowoso. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laporan keuangan yang terdapat pada Baitul Maal Hidayatullah (BMH) kabupaten Bondowoso masih belum sesuai dengan PSAK No.109 karena laporan keuangan yang dibuat oleh BMH hanya neraca dan laporan perubahan dana. Pada penelitian ini jenis dan sumber data yaitu kualitatif deksriptif dan data primer serta sekunder.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah BMH Kabupaten Bondowoso masih belum menerapkan PSAK 109 karena laporan keuangan hanya neraca dan laporan perubahan dana, merekontruksi data laporan keuangan BMH.
Pertiwi et al. (2015) telah melakukan penelitian pada LAZISMU Kabupaten Malang mengatakan bahwa perlakuan akuntansi Zakat dan Infak di LAZISMU Kabupaten Malang ada beberapa poin yang sudah sesuai dengan PSAK 109 yaitu pengakuan dan penyaluran. Namun, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan Zakat dan Infak/sedekah belum sesuai dengan PSAK 109. Selain itu LAZISMU juga tidak memisahkan dana zakat dan dana amil, dimana keseluruan dana yang diterima sebagai zakat diakui sebagai dana zakat tanpa menyisihkannya sebagai dana amil, sedangkan dana operasional diambil dari dana infak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah LAZISMU tidak memisahkan dana zakat dan dana amil, dimana keseluruan dana yang diterima sebagai zakat
diakui sebagai dana zakat tanpa menyisihkannya sebagai dana amil, sedangkan dana operasional diambil dari dana infaq.
Wiraswati et al. (2020) melakukan penelitian pada LAZNAS Yatim Mandiri Surabaya menunjukkan bahwa Semua prosedur pengelolaan dan pengendalian Arus Kas di Laznas Yatim Mandiri sudah menggunakan standart ketentuan akuntansi syariah no.109. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah hanya meneliti laporan arus kas saja.
Nasution et al. (2020) melakukan penelitian pada LAZIS Muhammmadiyah Kota Medan menunjukkan bahwa pelaporan dana zakat, infaq/sedekah yang dilakukan oleh LAZIS tidak sesuai dengan PSAK 109.
Terdapat dua faktor yang menyebabkan tidak diterapkannya PSAK 109 pada LAZIS yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang berusia lanjut dan tidak memahami PSAK 109 serta tidak adanya sanksi dan reward dari pihak LAZIS Muhammadiyah pusat. perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah LAZIS Muhammadiyah Kota Medan hanya berupa daftar pencatatan penerimaan penghimpunan dan pengeluaran/penyaluran yang dicatat berdasarkan kuitansi-kuitansi yang dimiliki.
Hidayat et al. (2018) melakukan penelitian pada Yayasan Rumah Yatim Arrohman menunjukkan bahwa hasil penelitian Rumah Yatim Arrohman sebagai salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) sudah sepenuhnya menerapkan penggunaan PSAK 109 dalam menyajikan laporan keuangan. Faktor utama Rumah Yatim Arrohman mampu menyajikan laporan keuangan sesuai PSAK 109 adalah karena memiliki manajemen organisasi pengelola zakat yang profesional dan telah memiliki software khusus untuk laporan keuangan, sehingga hal itu sangat memudahkan dalam praktik penyusunan laporan keuangan. Sedangkan perbedaaan dengan peneliti adalah menggunakan 1 jenis data, metode analisis, dan tujuan penelitian.
Sedangkan Angraeni et al. (2016) melakukan penelitian pada Badan Amil Zakat Kota Bitung hasil penelitian menunjukkan bahwa BAZNAS Kota Bitung belum menerapkan pencatatan lapora keuangan sesuai dengan PSAK 109. Sebaiknya pimpinan BAZNAS Kota Bitung segera menerapkan PSAK 109 dalam penyajian laporan keuangannya agar BAZNAS Kota Bitung memiliki laporan keuangan yang berkualitas guna menunjang transparansi dan akuntabilitas. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah ini menunjukkan bahwa BAZNAS Kota Bitung belum menerapkan pencatatan laporan keuangan sesuai dengan PSAK 109.
Kasalo et al. (2020) melakukan penelitian pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) Kementerian Agama Kabupaten Malang (BAZNAS) hasil penelitian menunjukkan bahwa BAZNAS Kabupaten Malang belum sepenuhnya sesuai karena proses akuntansinya telah sesuai dengan akuntansi yang diterapkan secara umum, pengakuan dan pengukuran dana zakat tidak mengakui penurunan nilai aset nonkas zakat sebagai kerugian dana amil ataupun pengurang dana zakat, pengakuan dan pengukuran dana infak/sedekah tidak mengakui penurunan nilai aset nonkas infak/sedekah sebagai kerugian dana amil ataupun pengurang dana infak, pengungkapannya tidak membuat catatan atas laporan keuangan, akan tetapi dalam penyajiannya telah sesuai dengan PSAK 109. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu ialah BAZNAS Kabupaten Malang belum sepenuhnya sesuai karena proses akuntansinya telah sesuai dengan akuntansi yang diterapkan secara umum, pengakuan dan pengukuran dana zakat tidak mengakui penurunan nilai aset nonkas zakat sebagai kerugian dana amil ataupun pengurang dana zakat,
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Zakat, Infaq dan Shadaqah
Dari segi bahasa, zakat memiliki kata dasar “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, suci, bersih dan baik. Sedangkan secara terminologi berarti akivitas memberikan harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT dalam jumlah dan perhitungan tertentu untukdiserahkan kepada orang-orang yang berhak (Nurhayati dan Wasilah, 2013).
Ada dua jenis zakat yaitu:
1. Zakat Fitrah, adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim setelah matahari terbenam akhir bulan Ramadhan.
2. Zakat Harta, adalah zakat yang boleh dibayarkan pada waktu yang tidak tertentu, mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi) yang masing-masing memiliki perhitungan sendiri.
Terdapat 8 golongan mustahik yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam surat at-taubah ayat 60 :
“Sesungguhnya zakat itu, hanyalah untuk yang berhak menerima zakat sesuai untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus - pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Infaq adalah membelanjakan, sedangkan menurut terminologi artinya mengeluarkan harta karena taat dan patuh kepada Allah SWT.
Pengeluaran infaq dapat dilakukan oleh seorang muslim sebagai rasa syukur seperti menerima rezeki dari Allah dan menurut kebiasaan yaitu untuk memenuhi kebutuhan dengan jumlah sesuai kerelaan dan kehendak muslim tersebut. Jenis infaq dibagi menjadi dua yaitu: infaq wajib dan infaq sunah.
Shadaqah adalah segala pemberian/kegiatan untuk mengharap pahala dari Allah SWT, yaitu maksudnya ibadah atau amal shalih.
2.2.2 Organisasi Pengelola Zakat
Dalam peraturan perundang - undangan No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terdapat dua jenis organisasi pengelola zakat, yaitu:
1. Badan Amil Zakat (BAZ)
Badan Amil Zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 adalah organisasi pengelola zakat nasional yang dibentuk oleh pemerintah.
Badan amil zakat ini di bentuk oleh presiden atas usulan menteri agama. Tugas badan amil zakat adalah melakukan pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan zakat, pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Badan Amil Zakat di bentuk di tingkat nasional dengan nama BAZNAS selain itu Badan Amil Zakat juga di bentuk di tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kecamatan.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat dalam UU No. 23 tahun 2011 adalah organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola bidang pendidikan dakwah dan sosial yang di bentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Lembaga amil zakat bertanggungjawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya dan berkewajiban melaporkan pelaksanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat yang telah di audit secara berkala kepada BAZNAS. Dalam UU No. 23 Tahun 2011 pembentukan lembaga amil zakat wajib mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial.
b) Berbentuk lembaga berbadan hukum.
c) Mendapat rekomendasi dari BAZNAS.
d) Memiliki pengawas syariat.
e) Memiliki kemampuan teknis administratif dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya.
f) Bersifat nirlaba.
g) Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat.
h) Bersedia di audit syariah dan di audit keuangan secara berkala.
2.2.3 Mekanisme Penerimaan Zakat
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat sendiri artinya adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Menurut UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengumpulan atau Penerimaan ZIS:
Pasal 21
1. Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
2. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal 22
1. Pasal zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
1. BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
2. Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal 24
1. Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2.2.4 Mekanisme Penyaluran Zakat
Sistem penyaluran zakat memiliki sasaran serta tujuan.
Sasarannya merupakan pihak- pihak yang berhak menerima zakat.
Sebaliknya tujuannya merupakan suatu yang sanggup dicapai dari alokasi hasil zakat dalam kerangka sosial ekonomi, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bidang perekonomian sehingga bisa memperkecil kelompok masyarakat miskin yang pada akhirnya hendak meningkatkan kelompok (Wiraswati et al., 2020).
Dalam penyaluran zakat terdapat beberapa prinsip yang harus diikuti dan ditaati agar penyaluran itu dapat berhasil guna sesuai dengan yang diharapkan:
a. Prinsip keterbukaan
Dalam penyaluran zakat hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar Lembaga Amil Zakat sebagai pengelola zakat dapat dipercaya oleh umat.
b. Prinsip sukarela
Dalam pemungutan dan penyaluran zakat, Lembaga Amil Zakat hendaknya senantiasa berdasar pada prinsip sukarela dari umat Islam yang menyerahkan harta zakat, dan tidak boleh ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dapat dianggap sebagai suatu pemaksaan.
c. Prinsip keterpaduan
Lembaga Amil Zakat sebagai organisasi yang pada awalnya berasal dari masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya mesti dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponennya dengan melakukan tugas dan fungsinya secara kompak dan
berupaya menghindarkan diri dari konflik yang bisa menghambat berjalannya tugas dan fungsi masing-masing.
d. Prinsip profesionalisme
Dalam penyaluran zakat harus dilakukan oleh mereka yang ahli dalam bidangnya, baik dalam administrasi, keuangan dan lain- lain.
e. Prinsip kemandirian
Prinsip ini merupakan kelanjutan dari prinsip profesionalisme pada gilirannya Lembaga Amil Zakat diharapkan menjadi lembaga Swadaya Masyarakat yang mandiri dan mampu melaksanakan tugas serta fungsinya sendiri tanpa perlu menunggu bantuan dari pihaklain.
Pada prinsipnya pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut:
a. Hasil pendapatan dan penelitian kebenaran mustahik delapan ashnaf,
b. Mendahulukan orang-orang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi, dan sangat memerlukan bantuan,
c. Memerlukan mustahik dalam wilayah masing-masing.
Sistem pendistribusian zakat harus mampu mengangkat dan meningkatkan taraf hidup umat Islam, terutama para penyandang sosial. Bank syariah yang bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Nasional memiliki misi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat dapat dilakukan dalam dua pola yaitu pola produktif dan konsumtif.
Para amil zakat diharapkan mampu melakukan pembagian porsi hasil pengumpulan zakat misalnya 60% untuk zakat konsumtif dan 40% untuk zakat produktif. Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
dasar ekonomi para mustahik melalui pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakir miskin, panti asuhan maupun tempat-tempat ibadah yang mendistribusikan zakat kepada masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil zakat secara produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah, pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa dan pelayanan kesehatan gratis.
2.2.5 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan sarana utama bagi suatu perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini menyediakan informasi mengenai sejarah perusahaan yang diukur dalam bentuk uang. Setiap laporan keuangan akan memberikan data keuangan yang relevan kepada manajemen, pemilik maupun pihak lainnya (Weygandt dan Kimmel, 2014).
Menurut Weygandt dan Kimmel (2014) Laporan keuangan terdiri dari:
1. Laporan laba rugi menyajikan pendapat dan beban serta laba atau rugi bersih yang dihasilkan selama satu periode waktu tertentu.
2. Laporan ekuitas pemilik merangkum perubahan yang terjadi pada ekuitas pemilik selama suatu periode waktu tertentu.
3. Neraca melaporkan aset, kewajiban, dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu.
4. Laporan arus kas merangkum seluruh informasi mengenai arus kas masuk (penerimaan) dan arus kas keluar (pembayaran) untuk periode waktu tertentu.
Ciri agar dapat berguna untuk semuanya laporan keuangan dalam penyusunannya meberikan informasi keuangan yang ciri khasnya sebagai berikut:
1. Dapat dipahami
Kemudahan dalam penyusunan laporan keuangan agar segera untuk difahami oleh penggunnaya menjadi bagian penting
dalam penyajian informasinya. Dalam artian bahwa, para pengguna diartikan memiliki kemampuan yang baik dalam aktivitas yang berkaitan dengan keuangan, serta keinginan untuk menggali keingin tahuan dengan kesungguhan. Akan tetapi pemberitahuan yang sulit yang seyogyanya diadakan dalam penyusnan laporan keuangan tidak bisa dikeluarkan atas pertimbangan cukup komplek untuk dapat difahami bagi pengguna tertentu.
2. Relevan
Kebutuhan bagi pengguna laporan keuangan untuk pengambilan keputusan maka harus isajikan informasi yang relevan agar bermanfaat. Karena informasi yang relavan ini sangat mempengaruhi terhadap keputusan pengguna sehingga membantu mereka untuk melakukan penilaian terhadap 5 waktu lampau, waktu sekrang atau waktu masa depan, menegaskan atau menilai, hasil penilaian mereka dimasa yang lama.
3. Keandalan
Agar bisa digunakan, informasi juga harus andal (reliable).
Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi ters ebut secara potensial dapat menyesatkan
4. Dapat Diperbandingkan
Pengguna harus membandingkan laporan keuangan entitas syariah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat dibandingkan adalah bahwa pengguna harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut.
2.2.6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 109 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan pada perlakuan zis didasarkan pada PSAK 109 menurut IAI (2019) bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi zakat, infaq dan shadaqah.
1. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN Zakat
Penerimaan Zakat
1) Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset nonkas diterima.
2) Zakat yang diterima dari muzaki diakui sebagai penambah dana zakat sebesar:
a) Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas;
b) Nilai wajar, jika dalam bentuk non kas.
3) Penentuan nilai wajar aset non kas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan SAK yang relevan.
4) Jika muzaki menentukan mustahik yang menerima penyaluran zakat melalui amil, maka tidak ada bagian amil atas zakat yang diterima. Amil dapat memperoleh ujrah atas kegiatan penyaluran tersebut. Ujrah ini berasal dari muzaki, diluar dana zakat. Ujrah tersebut diakui sebagai penambah dana amil.
5) Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, maka jumlah kerugian yang ditanggung diperlakukan sebagai pengurang dana
zakat atau pengurang dana amil bergantung pada penyebab kerugian tersebut.
6) Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai:
a) Pengurang dana zakat, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil;
b) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
Penyaluran Zakat
1) Zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil, diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar:
a) Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
b) Jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
2) Efektivitas dan efisiensi pengelolaan zakat bergantung pada profesionalisme amil. Dalam konteks ini, amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya operasional dalam rangka melaksanakan fungsinya sesuai dengan kaidah atau prinsip syariah dan tata kelola organisasi yang baik.
3) Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-masing mustahik ditentukan oleh amil sesuai dngan prinsip syariah, kewajaran, etika, dan ketentuan yang berlaku yang dituangkan dalam bentuk kebijakan amil.
4) Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. Amil dimungkinkan untuk meminjam dana zakat dalam rangka menghimpun zakat. Pinjaman ini sifatnya jangka pendek dan tidak boleh melebihi satu periode (haul).
5) Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil.
6) Zakat telah disalurkan kepada mustahik non amil jika sudah diterima oleh mustahik non amil. Zakat yang disalurkan melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh mustahik non amil, belum memenuhi pengertian zakat telah disalurkan. Amil lain tersebut
tidak berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujrah dari amil sebelumnya. Dalam keadaan tersebut, zakat yang disalurkan diakui sebagai piutang penyaluran, sedangkan bagi amil yang menerima diakui sebagai liabilitas penyaluran. Piutang penyaluran dan liabilitas penyaluran tersebut akan berkurang ketika zakat disalurkan secara langsung kepada mustahik nonamil.
7) Dana zakat yan diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk mengembalikannya kepada amil, belum diakui sebagai penyaluran zakat.
8) Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap (aset kelolaan) misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain, diakui sebagai:
a) Penyaluran zakat seluruhnya jika aset tetap tersebut diserahkan untuk dikelola kepada pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
b) Penyaluran zakat secara bertahap jika aset tetap tersebut masih dalam pengendalian amil atau pihak lain yang dikendalikan amil. Penyaluran secara bertahap diukur sebesar penyusutan aset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya.
Infak/Sedekah
Penerimaan Infak/Sedekah
1) Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai penambah dana infak/sedekah atau tidak terikat sesui dengan tujuan pemberi infak/sedekah sebesar:
a) Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk as;
b) Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.
2) Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat
menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan SAK yang relevan.
3) Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas atau aset nonkas.
Aset nonkas dapat berupa aset lancar atau tidak lancar.
4) Aset tidak lancar yang diterima dan diamanahkan untuk dikelola oleh amil diukur sebesar nilai wajar saat penerimaan diakui sebagai aset tidak lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana infak/sedekah terikat jika penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan oleh pemberi.
5) Amil dapat pula menerima aset nonkas yang dimaksudkan oleh pemberi untuk segera disalurkan. Aset seperti ini diakui sebagai aset lancar. Aset ini dapat berupa bahan habis pakai, seperti bahan makanan; atau aset yang memiliki umur ekonomi panjang, seperti mobil untuk ambulan.
6) Aset nonkas lancar dinilai sebesar nilai perolehan, sedangkan aset nonkas tidak lancar dinilai sebesar nilai wajar sesuai dengan SAK yang relevan.
7) Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai:
a) Pengurang dana infak/sedekah, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil;
b) Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
8) Dalam hal amil menerima infak/sedekah dalam bentuk aset nonkas tidak lancar yang dikelola oleh amil, maka aset tersebut dinilai sesuai dengan SAK yang relevan.
9) Dana infak/sedekah belum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Hasil dana pengelolaan diakui sebagai penambah dana infak/sedekah.
Penyaluran Infak/Sedekah
1) Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar:
a) Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas;
b) Nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset nonkas.
2) Bagian dana infak/sedekah yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil.
3) Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk para penerima infak/sedekah ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran, dan etika yang dituangkan dalam bentuk kebijakan amil.
4) Penyaluran infak/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi dana infak/sedekah jika amil ttidak aakan menerima kembali aset infak/sedekah yang disalurkan tersebut.
5) Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infak/sedekah.
2. PENYAJIAN
1) Amil menyajikan sana zakat, dana infak/sedekah, dan dana amil secara terpisah dalam laporan posisi keuangan.
3. PENGUNGKAPAN
1) Amil mengungkapan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada:
a) Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran zakat dan mustahik nonamil;
b) Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
c) Metode penentuan nilai wajar yang yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas;
d) Rincian jumlah penyaluran dana zakat untuk masing- masing mustahik;
e) Penggunaan dana zakat dalam bentuk aset kelolaan yang masih dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan amil, jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase terhadap seluruh penyaluran dana zakat serta alasannya;
dan
f) Hubungan pihak-pihak yang berelasi antara amil dan mustahik yang meliputi:
(i) sifat hubungan;
(ii) jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
(iii) presentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran zakat selama periode.
Infak/Sedekah
(1) Amil mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah, tetapi tidak terbatas pada:
a) Kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran infak/sedekah dan penerima infak/sedekah;
b) Kebijakan penyaluran infak/sedekah untuk amil dan nonamil, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan;
c) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infak/sedekah berupa aset nonkas.
d) Keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya;
e) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara terpisah;
f) Penggunaan dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat; dan
g) Rincian dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat; dan
h) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan penerima infak/sedekah yang meliputi:
(i) sifat hubungan;
(ii) jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan
(iii) presentase dari setiap aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran infak/sedekah selama periode.
2) Selain membuat pengungkapan diparagraf 39 dan 40, amil mengungkapkan hal-hal berikut:
a) Keberadaan dana nonhalal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan penyaluran dana, alasan, dan jumlahnya; dan
b) Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infak/sedekah.