• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JUAL BELI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II JUAL BELI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat, karena dalam setiap pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini.1Menjual menurut bahasa artinya memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan tertentu), sedangkan menjual menurut istilah adalah pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (ijab qabul) dengan cara yang dibolehkan.2

Menurut istilah fiqh disebut dengan al-ba’i (عيبلا) yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal alba’i (عيبلا) dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-ba’i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.3 Jual beli adalah kontrak, yang dibuat berdasarkan pernyataan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dinyatakan dengan jelas baik dengan lisan maupun lainnya yang bermakna sama.4 Adapun beberapa definisi jual beli yang dikemukakan ‘ulama fiqih adalah sebagai berikut:

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

b. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara’.

1 Dimyauddin Djuwaini, Fiqih Muamalah, hlm... 69

2 Taqiyuddin ad-Damisqy, Kifayatul Ahyar, (Jeddah: Al-hadmin, tt), hlm. 239

3 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Utama, 2007), hlm. 111

4 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar, hlm... 124

(2)

c. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara’.

d. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

e. Tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan).

f. Akad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.5

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dikemukakan bahwa jual beli adalah sesuatu persetujuan dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.6 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati.7

2. Dasar Hukum Jual Beli

Pada prinsipnya hukum jual beli dalam Islam adalah halal. Adapun prinsip hukum ini sebagaimana ditegaskan di dalam himpunan firman- firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu Al-Qur’an, dan di dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Adapun ayat yang secara spesifik membahas permasalahan jual beli adalah antara lain:

a. Landasan dalam Al-Qur’an

1) Firman Allah SWT, Q.S Al-Baqarah ayat 275:

5 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm... 67-68

6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT.

Pradinya Paramita, 1992), hlm. 302

7 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm... 69

(3)

ُناَطْيَّشلا ُهُطَّبَخَتَي يِذَّلا ُموُقَي اَمَك َّلاِإ َنوُموُقَي َلا اَبِّرلا َنوُلُكْأَي َنيِذَّلا َمَّرَحَو َعْيَبْلا ُ هاللّ َّلَحَأَو اَبِّرلا ُلْثِم ُعْيَبْلا اَمَّنِإ ْاوُلاَق ْمُهَّنَأِب َكِلَذ ِّسَمْلا َنِم َّر نِّم ٌةَظِع ْوَم ُهءاَج نَمَف اَبِّرلا ىَلِإ ُهُرْمَأَو َفَلَس اَم ُهَلَف َىَهَتناَف ِهِّب

َنوُدِلاَخ اَهيِف ْمُه ِراَّنلا ُباَحْصَأ َكِئـَلْوُأَف َداَع ْنَمَو ِ هاللّ

Artinya:

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.8

Dalam tafsir Al Kanz Q.S Al-Baqarah ayat 275 menjelaskan bahwa, maksudnya, barang siapa yang sampai kepadanya ayat-ayat hukum yang melarang dan mengharamkan memungut riba atau memakannya, lalu ia hentikan dengan segera tanpa mengulanginya kembali karena mematuhi larangan Allah, maka ia tidak dibebani untuk mengembalikannya kepada orang dari siapa ia pernah memungut riba.yang telah terlanjur dipungut pada masa jahiliah itu, ya sudah tidak ada persoalan lagi, terserah kepada Allah.9

2) Firman Allah SWT, Q.S An-Nisa ayat 29:

َنوُكَت نَأ َّلاِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْيَب ْمُكَلاَوْمَأ ْاوُلُكْأَت َلا ْاوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّيَأ اَي ِحَر ْمُكِب َناَك َ هاللّ َّنِإ ْمُكَسُفنَأ ْاوُلُتْقَت َلاَو ْمُكنِّم ٍضاَرَت نَع ًةَراَجِت ي

ًام

Artinya:

8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Hilal, 2010) Q.S Al-Baqarah:

275

9 Bachtiar Surin, Al Kanz, (Bandung: Titian Ilmu, 2002), hlm.158

(4)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.10

Dalam tafsir Ibnu Katsier Q.S An-Nisa ayat 29 menjelaskan bahwa, Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at, tetapi Allah SWT mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari si pelaku untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syari’at Allah. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas s.r.

menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya.

Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan perniagaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Bersandar pada ayat ini, Imam Syafi’i berpendapat bahwa jual beli tidak sah menurut syari’at melainkan jika disertai dengan kata-kata yang menandakan persetujuan, sedang menurut Imam Malik, Abu Hanifah dan Imam Ahmad cukup dengan dilakukannya serah terima barang yang bersangkutan.karena perbuatan yang

10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Hilal, 2010) Q.S An-Nisa: 29

(5)

demikian itu sudah dapat menandakan persetujuan dan suka sama suka.11

b. Landasan dalam As-Sunnah 1) Hadits Rifa’ah ibnu Rafi

ىلص ِّيِبَّنا َّنَا ٍعِفاَر ِنْب ةَعاَفِر ْن َع سسكلا يأ ْمَّلَسَو ِهْيَلَع اللّ

ب

بيطأ روربم عيب لكو هديب لجرلا لمع لاق

Artinya:

“Dari Rifaah ibnu Rafi bahwa Nabi ditanya usaha apakah yang paling baik? Nabi Menjawab Usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur”.

(Diriwayatkan Oleh Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Al-hakim) 3. Rukun dan Syarat Sah Jual Beli

Jual beli merupakan suatu akad, dan dipandang sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat jual beli.12 Rukun jual beli ada tiga, yaitu:

a. Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli

Penjual dan pembeli, yaitu seorang yang melakukan jual beli. Penjual adalah orang yang menawarkan atau menjual barang yang ia miliki, sedangkan pembeli adalah seseorang yang mengiginkan suatu barang yang dimiliki orang lain yang diperjualbelikan.

b. Objek transaksi, yaitu uang dan barang

Uang merupakan alat pembayaran yang digunakan untuk memebeli suatu barang yang seseorang inginkan. Benda dibeli merupakan yang dimiliki penjual.

c. Akad (transaksi)

Akad (transaksi), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua belah pihak yang menunjukan mereka sedang melakukan transaksi.13 Dalam akad ini terdiri dari dua perkara, yaitu:

11 Salim Bahreisy, Said Bahreisy, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid II, (Surabaya: PT Bina Ilmu, t.t), hlm. 361-362

12 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 67

13 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 102

(6)

1) Perkataan dan apa yang dapat menggantikannya, seperti seorang utusan atau sebuah surat, maka apabila seseorang kirim surat kepada orang yang lain, dan dia berkata dalam suratnya:

“Sesungguhnya saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian.” Atau dengan mengutus seorang utusan kepada temannya, kemudian temannya menerima jual beli ini dalam majelis, maka sah akad tersebut.

2) Serah terima, yaitu menerima dan menyerahkan dengan tanpa disertai sesuatu perkataan pun. Misalnya seseorang membeli suatu barang yang harganya sudah dimaklumi, kemudian ia menerimanya dari penjual dan ia menyerahkan harganya kepadanya, maka dia sudah dinyatakan memiliki barang tersebut lantaran dia telah menerimanya.14

Adapun syarat-syarat sahnya dalam jual beli, diantaranya yaitu:

a. Pelaku akad (Penjual dan Pembeli) adalah orang yang dibolehkan melakukan akad. Adapun syarat-syarat bagi penjual dan pembeli, yaitu:

1) Berakal, orang yang bodoh atau gila tidak sah jual belinya. Setiap orang yang hendak melakukan kegiatan tukar menukar barang hendaknya memiliki akal pikiran yang sehat.

2) Dengan kehendak diri sendiri (bukan paksaan). Dengan niat penuh kerelaan bagi setiap pihak untuk melepaskan hak miliknya dan memperoleh takaran hak orang lain harus diciptakan suka sama suka.

3) Baligh (berumur 15 tahun keatas/ dewasa). Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anak anak yang sudah mengerti tetapi belum

14 Abdurrahman al-Zajairy, Kitab al-Fiqh ‘Ala Madzhabil Arba’ah, Juz II, (Beirut: Al- Maktabah Al-Tijarah, tt), hlm. 155-156

(7)

sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka diperbolehkan berjual beli barang yang kecil-kecil.15

b. Syarat Uang dan Barang yang akan dibeli, yaitu:

1) Suci, barang yang diperjualbelikan harus suci dari najis besar maupun kecil. Dan tidak diperbolehkan uang sebagai barang yang diperjualbelikan karena uang merupakan salah satu alat pembayaran yang sah. Rasulullah saw, bersabda:

ُهَل ْوُسَرَو َاللّ َّنِا :َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُاللّ ىَّلَص ِاللّ َلْوُسَر َّنَأ ٍرِباَج ْنَع ْيَب َمَّرَح ْلا َع

هيراخبلا هاور( ِماَنْصَلااَو ِرْيِزْنِخْلاَو ِةَتْيَمْلاَوِرْمَخ

)ملسمو

Artinya:

Dari Jabir r.a. Rasulullah saw. Bersabda: sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi, dan berhala. (Riwayat Bukhari dan Muslim).16

2) Ada manfaat dari barang yang akan diperjualbelikan menurut syara’. Barang yang diperjualbelikan dapat bermanfaat terhadap orang yang hendak membelinya.

3) Tidak boleh digantungkan dengan hal-hal yang lainnya.

4) Tidak dibatasi waktunya. Barang yang diperjualbelikan tidak dibatasi kurun waktu tertentu.

5) Keadaan barang yang diperjulabelikan dapat diserahterimakan kapanpun kepada pembeli, baik cepat maupun lambat.

6) Barang merupakan kepunyaan dari penjual bukan kepunyaan dari orang lain.

7) Barang yang diperjualbelikan diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, ataupun ukuran-ukuran lainnya.

c. Shighat atau ijab qabul, hendaknya diucapkan oleh penjual dan pembeli secara langsung dalam suatu majelis dan juga bersambung,

15 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, tt), hlm. 279

16 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm... 69

(8)

maksudnya tidak boleh diselang oleh hal-hal yang mengganggu jalannya ijab qabul tersebut.17 Syarat-syarat sahnya ijab qabul, yaitu:

1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.

2) Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul.

3) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu. Misalnya, seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam. Sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin.18

4. Macam-Macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut syara’ dan batalmenurut syara’, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.19 Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu:20

ُع ْوُيُبْلا ٍنْيَع ُعْيَب ٌةَث َلاَث

ٍنْيَع ُعْيَبَو ِةَّمَّذلا ىِف ٍفْوُص ْوَم ٍءْيَش ُعْيَبَو ٍةَدَهاَشُم

ْدِهاَشُت ْمَل ٍةَبِءاَغ

“Jual beli itu ada tiga macam: 1) jual beli benda yang kelihatan, 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, 3) jual beli benda yang tidak ada.”

Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad, benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan pembeli.

Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti

17 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm... 68-70

18 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm... 71

19 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm... 75

20 Taqiyuddin, Kifayat al-Akhyar, (Bandung: Alma’arif, t.t), hlm. 329

(9)

membeli beras di pasar. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam jual dilakukan untuk jual beli yang tidak tunai (kontan).

Salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.21 Dalam salam, berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya sebagai berikut:

a. Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang, maupun diukur.

b. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi dan memperendah harga barang itu, umpamanya benda tersebut berupa kapas, sebutkan jenis kapas saclarides nomor satu, nomor dua, dan seterusnya, jika kain, sebutkan jenis kainnya. Pada intinya, sebutkan semua identitas yang dikenal oleh orang-orang ahli di bidang yang menyangkut kualitas barang tersebut.

c. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapatkan di pasar.

d. Harga hendakya dipegang di tempat akad berlangsung.22

Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat, ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam, karena barangnya tidak tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kecurigaan salah satu pihak. Sementara itu, merugikan dan menghancurkan harta benda

21 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm... 71

22 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, hlm... 178-179

(10)

seseorang tidak diperbolehkan.23 Seperti yang dijelaskan oleh Muhammad al-Syarbini Khatib24 bahwa penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada di dalam tanah adalah batal sebab hal tersebut merupakan perbuatan gharar, Rasulullah Saw. bersabda:

ِبَنلا َّنِا َّدُشَي ىَّتَح ِّبَحلا ِنَعَوَّدَوْسَي ىَّتَح ِبَنِعْلا ِعْيَب ْنَع ىَهَن م ص َّى

“Sesungguhnya Nabi Saw. melarang penjualan anggur sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras.”25

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli terbagi menjadi tiga bagian, yaitu dengan lisan, dengan perantara, dan dengan perbuatan.

Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat, karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan.26

Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab qabul dengan ucapan, misalnya via Pos dan Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara’. Dalam pemahaman sebagian Ulama, bentuk ini hampir sama dengan bentuk jual beli salam, hanya saja jual beli salam antara penjual dan pembeli saling berhadapan dalam satu majelis akad, sedangkan dalam jual beli via Pos dan Giro antara penjual dan pembeli tidak berada dalam satu majelis akad.

Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu’athah, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab dan qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertulisakan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang

23 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm... 72

24 Muhammad al-Syarbini Khatib, al-Iqna’ fi Hall al-Alfadz Abi Syuja’, (Indonesia: Dar al- Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.t), hlm. 6

25 Al-Kahlani, Subul al-Salam, (Bandung: Dahlan, t.t), hlm. 47

26 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), hlm. 127

(11)

pembayarannya kepada penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa sighat ijab qabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian Syafi’iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab qabul sebagai rukun jual beli.

Tetapi sebagian Syafi’iyah lainnya, seperti Imam Nawawi membolehkan jual beli barang kebutuhan sehari-hari dengan cara yang demikian, yakni tanpa ijab qabul terlebih dahulu.27 Jual beli juga ada yang dibolehkan dan ada yang dilarang. Juga ada yang batal, adapula yang terlarang tetapi sah.

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:28 a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi,

berhala, bangkai dan khamar, Rasulullah Saw. bersabda:

ِرْمَخلا َعْيَب َمَّرَح ُهَلْوُسَرَو َللهاَّنِا َلاَق م ص ِاللّ َلْوُسَر َّنَا ضر ٍرِباَج ْنَع اخبلا هاور( ِماَن ْصَ ْلاو ِرْيِزْنِخْلاَو ِةَتْيَمْلاَو )ملسمو ىر

“Dari Jahir r.a, Rasulullah Saw. bersabda, sesuangguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

b. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan. Jual beli ini haram hukumnya karena Rasulullah Saw. bersabda:

ا ِنَع اَق ضر َرَمُع ِنْب ُل ْوُسَر ىَهَن َل

هاور( ِل ْحَفلا ِبْسَع ْنَع م ص ِاللّ

)ىراخبلا

“Dari Ibnu Umar r.a., berkata: Rasulullah Saw. telah melarang menjual mani binatang” (Riwayat Bukhari).

c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya. Jual beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak, juga Rasulullah Saw. bersabda:

هاور( ِةَلْبَحلا َلْبَح ِعْيَب ُنَع ىَهَن م ص ِاللّ ُلْوُسَر َّنَا ضر َرَمُع ِنْبا ِنَع )ملسمو ىراخبلا

27 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm...77-78

28 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...72-73

(12)

“Dari Ibnu Umar r.a Rasulullah Saw. telah melarang penjualan sesuatu yang masih dalam kandungan induknya” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

d. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud muhaqallah disini adalah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah. Hal ini dilarang agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.29

e. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil, dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.

f. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

g. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar, seperti seseorang berkata, “lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”.

Setelah terjadi lempar-melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul.30

h. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering. Hal ini dilarang oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya:

29 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm...79-80

30 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm...79-80

(13)

ِةَرَضاَحُمْلاَو ِةَلَقاَحُملا ِنَع ِاللّ ُل ْوُسَر ىَهَن َلاَق ضر ٍسَنَا ِنَع )ىراخبلا هاور( ِةَنَباَزُمْلاَو ِةَذَباَنُمْلاَو ِةَسَمَلاُمْلاَو

“Dari Anas r.a, ia berkata; Rasulullah Saw. melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabazah dan muzabanah” (Riwayat Bukhari).

i. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan menurut Syafi’i penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang pertama seperti seseorang berkata “Kujual buku ini seharga $ 10,- dengan tunai atau $ 15,- dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti seseorang berkata. “Aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu harus menjual tasmu padaku.” Rasulullah Saw. bersabda:

ُهَلَف ٍةَعْيِب ىِف ِنْيَتَعْيَب َعاَب ْنَم م ص ِاللّ ُلْوُسَر َلاَق ضر َةَرْيَرُه ىِبَا ْنَع ُهَسَك ْوَا )دوادوبا هاور( اَبِّرلاِوَا اَم

“Dari Abi Hurairah, ia berkata; Rasulullah Saw. bersabda, barangsiapa yang menjual dengan dua harga dalam satu penjualan barang maka baginya ada kerugian atau riba.” (Riwayat Abu Dawud).31

j. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jual beli seperti ini, hampir sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja di sini dianggap sebagai syarat, seperti seseorang berkata, “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu padaku”. Lebih jelasnya, jual beli ini sama dengan jual beli dengan dua harga arti yang kedua menurut al-Syafi’i.32

k. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi di

31 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...73-74

32 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...74

(14)

bawahnya jelek. Penjualan seperti ini dilarang, karena Rasulullah Saw. bersabda:

ا ىِف َكَمَّسلاا ْوُرَتْشَتَلا اَمل

)دمحأ هاور( ٌرَرَغ ُهَّنِإَف ِء

“Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti ini termasuk gharar, alias nipu” (Riwayat Ahmad).

l. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual, seperti seseorang menjual sesuatu dari benda itu ada yang dikecualikan salah satu bagiannya, misalnya A menjual seluruh pohon-pohonan yang ada dikebunnya, kecuali pohon pisang. Jual beli ini sah sebab yang dikecualikannya jelas. Namun, bila yang dikecualikannya tidak jelas (majhul), jual beli tersebut batal. Rasulullah Saw. bersabda:

َمَلْعُت ْنَأ َّلاِإ اَيْنُثلاَو ِةَنَباَزُمْلاَو ِةَلَقاَحُملا ِنَع ىَهَن م ص ِاللّ َلْوُسَر َّنَأ )ءىاسَنلا هاور(

“Rasulullah Saw. melarang jual beli dengan muhaqallah, mudzabanah, dan yang dikecualikan, kecuali bila ditentukan”

(Riwayat Nasai)

m. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.

Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang yang membeli sesuatu dengan takaran dan telah diterimanya, kemudian ia jual kembali, maka ia tidak boleh menyerahkan kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama sehingga ia harus menakarnya lagi untuk pembeli yang kedua itu. Rasulullah Saw. melarang jual beli makanan yang dua kali

(15)

ditakar, dengan takaran penjual dan takaran pembeli (Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni).33

Ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya, tetapi orang yang melakukannya mendapat dosa.

Jual beli tersebut antara lain sebagai berikut:34

a. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya. Perbuatan ini sering terjadi di pasar-pasar yang berlokasi di daerah perbatasan antara kota dan kampung. Tetapi bila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual seperti ini tidak apa-apa. Rasulullah Saw. bersabda:

)ملسموىراخبلا هاور( ٍداَبِلٌرِضاَح ُعْيِبَيَلا م ص ِاللّ ُلْوُسَر َلاَق

“Tidak boleh menjualkan orang hadir (orang di kota) barang orang dusun (baru datang)” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, seperti seseorang berkata, “Tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli dengan harga yang lebih mahal”. Hal ini dilarang karena akan menyakitkan orang lain. Rasulullah Saw. bersabda:

)ملسمو ىراخبلا هاور( ِهْيِخَأ ِمْوَس ىلَع َلُجَّرلا ُم ْوُسَيَلا

“Tidak boleh seseorang menawar di atas tawaran saudaranya”

(Riwayat Bukhari dan Muslim)35

c. Jual beli dengan Najasy, ialah seseorang menambah atau melebihi harga temannya dengan maksud memancing-macing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya. Hal ini dilarang agama.

Rasulullah Saw. bersabda:

)ملسمو ىراخبلا هاور( ِشَجَّنلا ِنَع م ص ِاللّ ُلْوُسَر ىَهَن

“Rasulullah Saw. telah melarang melakukan jual beli dengan najasyi” (Riwayat Bukhari dan Muslim).

33 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...74

34 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm...82

35 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...75

(16)

d. Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata:

“Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu. Rasulullah Saw.

bersabda:

ْيِبَيَلاَو م ص ِاللّ ُلْوُسَر َلاَق َأ ِعْيَب ىَلَع َلُجَّرلا ُع

ىراخبلا هاور( ِهْيِخ

)ملسمو

“Rasulullah Saw. bersabda; seseorang tidak boleh menjual atas penjualan orang lain” (Riwayat Bukhari dan Muslim).36

Demikianlah macam-macam jual beli dan hal-hal yang dilarang oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai pegangan kaum muslimin, agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang hakiki, jika mampu meraih dua kebaikan, yaitu memadukan antara mencari rizki dengan ibadah kepada Allah SWT., melangsungkan akad jual beli pada waktunya, dan menghadiri shalat pada waktunya.

5. Khiyar dalam Jual Beli

Makna khiyar berarti boleh memilih antara dua, apakah akan meneruskan jual beli atau mau menggugurkannya (membatalkannya).37 Menurut ulama fiqih seperti dikutip oleh Rachmat Syafi’i, pengertian khiyar adalah: “Suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya (menjadikan atau membatalkannya) jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, aib, atau ru’yah, atau hendaknya memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yin”.38

Fungsi khiyar menurut Syara’ adalah agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan dampak positif negatif masing-masing dengan pandangan ke depan supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian hari yang disebabkan merasa tertipu atau tidak adanya kecocokkan dalam membeli barang yang telah dipilih.

36 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...75

37 A. Munir dan Sudarsono, Dasar-Dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm.

219

38 Rachmat Syafi’i, Al-Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 103

(17)

Khiyar terbagai menjadi tiga, yaitu khiyar majlis, khiyar syarat, dan khiyar ‘aib, berikut adalah uraiannya:

a. Khiyar Majlis

Khiyar majlis adalah antara penjual dan pembeli boleh memilih akan mlanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada dalam satu tempat (majlis). Khiyar majlis boleh dilakukan dalam berbagai jual beli, Rasulullah Saw. bersabda:

ْمَلاَم ِراَيِخْلاِب ِناَعْيَبْلَا )ملسم و ى راخبلا هاور( اَقَّرَفَتَي

“Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum terpisah.”

(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiyar majlis tidak berlaku lagi, atau batal. Menurut Ulama fiqih, khiyar majlis adalah: “Hak bagi semua pihak yang melakukan akad untuk membatalkan akad, selagi masih berada di tempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.39

b. Khiyar Syarat

Khiyar syarat, yaitu penjualan yang didalamnya disyaratkan sesuatu, baik oleh penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata, “Saya jual rumah ini dengan harga Rp. 100.000.000,00. dengan syarat khiyar selama tiga hari. Rasulullah Saw. bersabda:40

)ىقهيبلا هاور( ٍلَيَل َث َلاَث اَهَتْعَتْبِا ٍةَعْلِس ِّلُك ىِف ِراَيِخْلاِب َتْنَأ

“Kamu boleh khiyar pada setiap yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam.” (Riwayat Baihaqi)

Pengertian khiyar syarat menurut ulama fiqih adalah suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang berakad atau masing-masing yang berakad atau selain kedua pihak yang berakad memiliki hak atas pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.41

39 Rachmat Syafi’i, Al-Hadits, hlm... 103

40 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm...83-84

41 Rachmat Syafi’i, Al-Hadits, hlm... 104-105

(18)

Misalnya, seorang pembeli berkata: “ Saya beli dari Anda barang ini, dengan catatan saya ber-khiyar (pilih-pilih) selama sehari atau tiga hari”.

c. Khiyar ‘Aib

1) Arti dan landasan khiyar ‘aib

Arti khiyar ‘aib (cacat) menurut ulama fiqih adalah keadaan yang membolehkan salah seorang yang berakad memiliki hak untuk membatalkan akad atau menjadikannya ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah satu yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad. Dengan demikian, penyebab khiyar ‘aib adalah adanya cacat pada barang yang dijualbelikan (ma’qud ‘alaih) atau harga (tsaman), karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud, atau orang yang akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad berlangsung.

2) ‘Aib mengharuskan khiyar

Ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat, bahwa ‘aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang menunjukkan adanya kekurangan dari aslinya. Misalnya, berkurang nilainya menurut adat, baik berkurang sedikit atau banyak.

Menurut ulama Syafi’iyah, khiyar adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud atau tidak adanya barang yang dimaksud, seperti sempitnya sepatu, potongannya tidak sesuai, atau adanya cacat pada bina yang hendak dipotong.

3) Syarat tetapnya khiyar

Disyaratkan untuk tetapnya khiyar ‘aib setelah diadakan penelitian yang menunjukkan hal-hal berikut ini:42

42 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...78

(19)

a) Adanya ‘aib setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni

‘aib tersebut telah lama ada. Jika adanya setelah penyerahan atau ketika berada di tangan pembeli, ‘aib tersebut tidak tetap.

b) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad berlangsung dan penerimaan barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahi adanya cacat ketika menerima barang, maka tidak ada khiyar, sebab ia dianggap telah ridha.

c) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkannya, gugurlah hak khiyar. Jika pembelimembebaskannya, gugurlah hak dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama Hanafiyah.

Ulama Syafi’iyah, Malikiyah serta salah satu riwayat dari Hanabilah berpendapat bahwa seorang penjual tidak sah minta dibebaskan kepada pembeli kalau ditemukan ‘aib, apabila ‘aib tersebut sudah diketahui oleh keduanya, kecuali jika ‘aib tidak diketahui oleh pembeli, maka boleh komplain kepada penjual.43

B. Harga

1. Pengertian Harga

Harga adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan; unsur-unsur lainnya menghasilkan biaya.

Harga adalah unsur bauran pemasaran yang paling mudah disesuaikan;

ciri-ciri produk, saluran, bahkan promosi membutuhkan lebih banyak waktu. Harga juga mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan tersebut kepada pasar tentang produk dan mereknya.44

Harga juga dapat diartikan sebagai jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan

43 Sohari Sahrani, dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, hlm...78

44 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (edisi ke sebelas) Jilid 2, hlm...139

(20)

sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya”.45 Menurut Rachmat Syafei, harga hanya terjadi pada akad, yakni sesuatu yang direlakan dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang.

Biasanya, harga dijadikan penukar barang yang diridai oleh kedua pihak yang akad.46

Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa harga merupakan sesuatu kesepakatan mengenai transaksi jual beli barang/jasa di mana kesepakatan tersebut diridai oleh kedua belah pihak. Harga tersebut haruslah direlakan oleh kedua belah pihak dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang/ jasa yang ditawarkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli.

Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi:

“Penentuan harga mempunyai dua bentuk; ada yang boleh dan ada yang haram. Tas’ir ada yang zalim, itulah yang diharamkan dan ada yang adil, itulah yang dibolehkan.”Selanjutnya Qardhawi menyatakan bahwa jika penentuan harga dilakukan dengan memaksa penjual menerima harga yang tidak mereka ridai, maka tindakan ini tidak dibenarkan oleh agama.

Namun, jika penentuan harga itu menimbulkan suatu keadilan bagi seluruh masyarakat, seperti menetapkan Undang-undang untuk tidak menjual di atas harga resmi, maka hal ini diperbolehkan dan wajib diterapkan.

Menurut Qardhawi, jika pedagang menahan suatu barang, sementara pembeli membutuhkannya dengan maksud agar pembeli mau membelinya dengan harga dua kali lipat harga pertama. Dalam kasus ini, para pedagang secara suka rela harus menerima penetapan harga oleh pemerintah. Pihak yang berwenang wajib menetapkan harga itu. Dengan demikian, penetapan harga wajib dilakukan agar pedagang menjual harga yang sesuai demi tegaknya keadilan sebagaimana diminta oleh Allah.47 Sedangkan

45 Basu Swastha dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, (Yogyakarta: Liberty, 2005), hlm. 241

46 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 87

47 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1997), hlm. 257

(21)

menurut Ibnu Taimiyah ” Harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran”.48

Dari definisi tersebut jelaslah bahwa yang menentukan harga adalah permintaan produk/jasa oleh para pembeli dan pemasaran produk /jasa dari para pengusaha/pedagang, oleh karena jumlah pembeli adalah banyak, maka permintaan tersebut dinamakan permintaan pasar. Adapun penawaran pasar terdiri dari pasar monopoli, duopoli, oligopoli, dan persaingan sempurna. Apapun bentuk penawaran pasar, tidak dilarang oleh agama Islam selama tidak berlaku zalim terhadap para konsumen.

Jadi harga ditentukan oleh permintaan pasar dan penawaran pasar yang membentuk suatu titik keseimbangan. Titik keseimbangan itu merupakan kesepakatan antara para pembeli dan para penjual yang mana para pembeli memberikan ridha dan para penjual juga memberikan ridha. Jadi para pembeli dan para penjual masing-masing meridhai. Titik keseimbangan yang merupakan kesepakatan tersebut dinamakan dengan harga.

Harga memiliki dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu peranan alokasi dan peranan informasi.

a. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.

48 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, hlm...224

(22)

b. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi di mana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor produk atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah bahwa harga yang mahal mencerminkan kualitas yang tinggi.49

2. Tujuan Penetapan Harga

a. Tujuan Berorientasi pada Laba

Asumsi teori ekonomi klasik menyatakan bahwa setiap perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan laba paling tinggi.

Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba. Dalam era persaingan global yang kondisinya sangat kompleks dan banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan.

Maksimisasi laba sangat sulit dicapai, karena sukar sekali untuk dapat memperkirakan secara akurat jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu. Dengan demikian, tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum.

b. Tujuan Berorientasi pada Volume

Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harga-harga berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objectives. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan (dalam ton, kg, unit, m³, dan lain-lain), nilai penjualan (Rp) atau pangsa pasar (absolut maupun relatif). Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan penerbangan, lembaga pendidikan, perusahaan tour and travel, pengusaha bioskop dan

49 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, hlm...152

(23)

pemilik bisnis pertunjukan lainnya, serta penyelenggaraan seminar- seminar.

c. Tujuan Berorientasi pada Citra

Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga. Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.

Pada hakikatnya, baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.

d. Tujuan Stabilisasi Harga

Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu yang produknya sangat terstandarisasi (misalnya minyak bumi).

Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).50

e. Tujuan-tujuan Lainnya

Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah. Organisasi non- profit juga dapat menetapkan tujuan penetapan harga yang berbeda,

50 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, hlm...152-153

(24)

misalnya untuk mencapai partial cost recovery, full cost recovery, atau untuk menetapkan social price.51

3. Metode Penetapan Harga

Di dalam menetapkan harga, terdapat berbagai macam metode.

Metode mana yang digunakan, tergantung kepada tujuan penetapan harga yang ingin dicapai. Penetapan harga biasanya dilakukan dengan menambah persentase di atas nilai atau besarnya biaya produksi bagi usaha manufaktur, dan di atas modal atas barang dagangan bagi usaha dagang.

Sedangkan dalam usaha jasa, penetapan harga biasanya dilakukan dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dan pengorbanan tenaga dan waktu dalam memberikan layanan kepada pengguna jasa. Menurut Fandy Tjiptono, metode penetapan harga dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan basisnya, yaitu berbasis permintaan, biaya, laba, dan persaingan.

a. Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan

Metode ini lebih menekankan faktor-faktor yang mempengaruhi selera dan preferensi pelanggan daripada factor-faktor biaya, laba dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada berbagai pertimbangan, di antaranya yaitu; kemampuan para pelanggan untuk membeli (daya beli), kemauan pelanggan untuk membeli, posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan, harga produk-produk substitusi, pasar potensial bagi produk tersebut, sifat persaingan non-harga, perilaku konsumen secara umum, segmen-segmen dalam pasar. Adapun metode penetapan harga berbasis permintaan terdiri dari; skimming

51 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, hlm...152-153

(25)

pricing, penetration pricing, prestige pricing, price lining pricing, odd-even pricing, demand-backward pricing, dan bundle pricing.52

b. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya

Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biaya-biaya langsung, biaya overhead, dan laba. Termasuk dalam metode ini adalah :standard markup pricing, cost plus percentage of cost pricing, cost plus fixed fee pricing dan experience curve pricing.

c. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba

Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi. Termasuk dalam metode ini:target profit pricing, target return on sales pricing dan target return on investment pricing.

d. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan

Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya, permintaan, atau laba, harga juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan pesaing. Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri atas empat macam, yaitu customary pricing, above, at, or below market pricing, loss leader pricing, dan sealed bid pricing.53

52 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, hlm...157-164

53 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, hlm...157-164

(26)

C. Air

1. Pengertian Air

Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.54 Sedangkan pengertian air minum adalah air yang diperlukan untuk kebutuhan hidup rumah tangga, yang meliputi air untuk masak dan minum, air mandi, air cuci, dan air untuk membersihkan rumah.55

2. Manfaat Air bagi Kehidupan Manusia

Adapun berbagai macam manfaat air yang dapat dirasakan dalam aktivitas sehari-hari antara lain manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu:

a. Membantu Pekerjaan Rumah Sehari-hari

Kita tidak dapat membayangkan apabila tidak ada air dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin hanya beberapa hari saja hidup akan terasa sangat repot. Air sangat mempunyai fungsi yang dibutuhkan dan juga fungsi yang banyak. Jika dilihat dalam kehidupan dalam rumah, maka contohnya perihal kebersihan.

b. Menjaga Kesehatan Tubuh

54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

55 L. Widarto, Membuat Alat Penjernih Air, (Yogyakarta, Kanisius, t.t) hlm, 9

(27)

Bagaimanapun juga, air juga dapat menjaga kondisi kesehatan pada tubuh manusia. Maka dari itulah air sangat berguna untuk menjaga kesehatan tubuh. Orang yang kurang minum akan terlihat lebih pucat daripada orang yang cukup minum air. Selain itu, dengan banyak mengkonsumsi air, maka badan kita akan lebih tahan terhadap virus sehingga penyakit yang sedang mendera kita pun menjadi mudah untuk hilang.

c. Memenuhi Kebutuhan Cairan dalam Tubuh

Salah satu dari tubuh yang harus dijaga dan dipelihara adalah bahwa tubuh tidak boleh sampai kehabisan cairan. Jika tubuh tidak mempunyai cairan sama sekali maka tubuh akan mengalami dehidrasi, lemas, pingsan atau bahkan kematian. Oleh karena itulah, tubuh sangat membutuhkan adanya cairan ini. Selama ini kita memenuhi kebutuhan cairan sehari-hari melalui air minum.

d. Membersihkan Badan

Selain digunakan untuk membersihkan perabotan rumah tangga, air juga dapat digunakan untuk membersihkan badan. Kebersihan akan anggota badan merupakan hal sangat penting. Hal ini dikarenakan badan merupakan bagian dari tubuh manusia. Apabila kebersihan badan tidaklah dirawat dengan baik, maka hal ini akan menyebabkan kesehatan jasmani akan terganggu.

e. Menjaga Kelestarian Lingkungan

Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia yang bersifat intern, air juga mempunyai manfaat ekstern. Salah satu contohnya adalah menjaga kelestarian lingkungan yang ada di sekitar manusia.

Misalnya, dengan adanya air yang cukup maka akan banyak

(28)

pepohonan yang tumbuh subur mengelilingi rumah. Dengan demikian, udara yang ada di sekitar rumah pun menjadi sejuk dan terhindar dari polusi udara.

f. Membantu Kesuksesan Bercocok Tanam

Masyarakat Indonesia sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani maupun di sektor perkebunan. Maka dari itulah kehidupan ekonomi mereka ditopang oleh keberhasilan bercocok tanam. Dan dalam hal ini peranan air sangat dibutuhkan. Air menjadi kebutuhan pokok bagi para petani, karena tanpa adanya air maka petani tidak akan pernah bisa berhasil bercocok tanam.56

g. Melancarkan Perekonomian Masyarakat

Air juga bermanfaat untuk dapat melancarkan perekonomian masyarakat. Karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pekerjaan sebagai penggarap lahan di bidang cocok tanam yang ditopang oleh ketersediaan air. Dan tidak hanya bagi penggarap lahan saja, namun juga profesi lainnya. Pekerjaan lainnya membutuhkan air seperti di bidang industri produksi maupun pengolahan. Di pabrik- pabrik yang menggunakan mesin besar pun, air sangat berfungsi untuk dapat mendinginkan mesin setelah digunakan.57

3. Dasar Hukum Air

a. Landasan dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 10

َنوُميِسُت ِهيِف ٌرَجَش ُهْنِمَو ٌباَرَش ُهْنِّم مُكَّل ًءاَم ِءاَمَّسلا َنِم َلَزنَأ يِذَّلا َوُه

Artinya:

Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.58

56 http://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/manfaat-air-bagi-kehidupan-manusia.html Di askes pada tanggal 11/02/2017 Pukul 20:00 WIB

57 http://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/hidrologi/manfaat-air-bagi-kehidupan-manusia.html Diaskes pada tanggal 11/02/2017 Pukul 20:00 WIB

58 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: Hilal, 2010) Q.S An-Nahl: 10

(29)

Dalam tafsir Ibnu Katsier Q.S An-Nahl ayat 10 menjelaskan bahwa, setelah Allah SWT menyebutkan tentang hewan ternak dan binatang lainnya sebagai karunia-Nya buat mereka, maka hal itu diiringi-Nya dengan menyebutkan nikmat lainnya yang Dia limpahkan kepada mereka, yaitu penurunan hujan, nikmat yang datang dari atas. Hujan dapat memberikan bekal hidup dan kesenangan bagi mereka, juga bagi ternak mereka. Dan air hujan itu dijadikan oleh Allah berasa tawar dan mudah diminum oleh kalian, Dia tidak menjadikannya berasa asin. Dari pengaruh air hujan itu Allah menjadikan tumbuh- tumbuhan sehingga dapat kalian jadikan sebagai tempat untuk menggembalakan ternak kalian.59

b. Landasan dalam As-Sunnah

Dalam Hadits Rasulullah SAW bersabda:

َر ٍدْبَع ِنْب ِساَيإ ْنَع ىَهَن َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُاللّ ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ( ,ُهْنَع ُاللّ َيِض

إ ُةَسْمَخْلا ُهاَوَر )ِءاَمْلا ِلْضَف ِعْيَب ْنَع ُّيِذِم ْرِّتلا ُهَحِّحَصَو ْهَجاَم َنْبا َّلا

“dari Iyas bin Abdin r.a, bahwa Nabi SAW melarang jual beli kelebihan air.” (HR. Khamsah, kecuali Ibnu Majah. Dan hadits ini di shahihkan oleh Imam Tarmidzi)

Hadits riwayat Khamsah artinya, hadits diriwayatkan oleh 5 Imam Hadits, mereka adalah: Imam Ahmad, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Imam Syaukani mengemukakan, bahwa hadits di atas menggambarkan tentang “haramnya” menjual kelebihan air, yaitu kelebihan air dari kebutuhan si pemiliknya. Disebut sebagai kelebihan air, maksudnya adalah bahwa pemiliknya lebih berhak terhadap air yang terdapat dalam sumber air tersebut, namun ketika ia telah memenuhi kebutuhannya dan dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang membutuhkannya, maka ia tidak boleh menjualnya kepada mereka.

59 www.ibnukatsironline.com/2015/06/tafsir-surat-nahl-ayat-10-11.html Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 Pukul 16:00 WIB

(30)

Adapun air yang sudah ada “usaha” dari pemiliknya, seperti air yang sudah dikemas dalam botol, atau sudah diisikan ke dalam galon, atau diangkut dengan menggunakan gerobak lalu diantar ke rumah-rumah, maka hukumnya adalah boleh untuk diperjualbelikan.

Karena sudah ada “usaha” dari pemiliknya dalam memprosesnya dan atau mengantarkannya ke rumah-rumah penduduk. Adapun jika ia menjual air untuk kemudian orang-orang mengambil sendiri di dalam sumur, di sungai atau di danau, maka hukumnya tidak boleh.60

D. Monopoli

1. Pengertian Monopoli

Monopoli adalah suatu keadaan dimana di dalam pasar hanya ada satu penjual, sehingga tidak ada pihak lain yang menyainginya.61 Ciri-ciri monopoli adalah:62

a. Produsen sebagai price maker;

b. Adanya hambatan untuk masuk (barries to entry);

c. Produk yang dihasilkan oleh produsen adalah mempunyai ciri khas yang tidak terdapat pada produk lain.

d. Produksi produsen bagian besar dari volume transaksi total.

Menurut M.N. Siddiqi (1992), monopoli adalah “...as a firm producing as product whose cross-elasticity of demand is small”.63 Sementara, Qardhawi (1997) mengartikan monopoli adalah menahan

60www.dakwatuna.com/2015/03/09/65336/hukum-jual-beli-air.html Diakses pada tanggal 11/02/2017 Pukul 21:03 WIB

61 Boediono, Ekonomi Mikro Cet. Ke-18, hlm... 125

62 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi Cet. Ke-18, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 266

63 M.N. Siddiqi, Monopoly and Monopolistic Competition dalam Sayid Tahir, et.al.cd, Reading in Microeconomics: an Islamic Perspective, (Selangor: Longman Malaysia, 1992), hlm. 167

(31)

barang untuk tidak berardar di pasar supaya naik harganya. Dari definisi ini terlihat bahwa tindakan monopoli dilakukan atas dorongan untuk mendapatkan laba maksimal.64

Pada dasarnya Islam menghendaki harga pasar timbul sebagai akibat keseimbangan harga yang terjadi di pasar. Namun, jika dalam suatu kasus terjadi, maka boleh jadi berlaku pasar monopoli. Meskipun Qardhawi (1997) menegaskan bahwa tindakan monnopoli adalah haram jika dilihat dari pandangan Islam. Sebab, monopoli merupakan salah satu dari unsur penopang kapitalisme selain riba.65

Lebih khusus, M.A. Mannan (1997) menguraikan masalah monopoli dilihat dari aspek harga monopoli sebagai akibat dari perilaku pasar yang tidak sempurna. Menurut Mannan, meskipun ada kompetisi potensial, kemungkinan konsumsi dari barang pengganti dan risiko dari campur tangan negara, namun menurut pendapat umum harga monopoli lebih tinggi daripada harga harga kompetisi. Sementara itu, hasil yang diperoleh seorang yang melakukan monopoli lebih rendah daripada yang dibuat apabila pada kondisi persaingan sempurna. Oleh karena itu, produksi monopoli akan lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi kompetitif dan harga monopoli lebih tinggi daripada harga kompetisi.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa akan ada situasi yang menyebabkan terjadinya struktur pasar monopoli.66

Dalam Islam, siapa pun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual (monopoli) atau ada penjual lain. Struktur pasar yang bersifat monopoli bukanlah suatu hal yang haram apabila situasi dan

64 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robani Press, 1997), hlm. 321

65 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, hlm...322

66 M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik, (Jakarta: Intermasa, 1992), hlm. 153

(32)

kondisi perekonomian mengarah pada struktur pasar monopoli seperti pada kasus monopoli alamiah. Namun, yang tidak diperkenankan adalah perilaku monopolistik (monopolistic behaviour) seperti menetapkan harga di atas harga pasar demi menarik keuntungan yang sebanyak-banyaknya atau menurunkan kuantitas produksi agar dapat menaikan harga yang tinggi.

Yang dilarang adalah ihtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya disebut monopoly’s rent. Jadi, dalam Islam, monopoli boleh, sedangkan monopoly’s rent tidak boleh.67 Ada diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak menimbun melainkan pendosa”. Terutama sekali monopoli atas bahan makanan atau barang kebutuhan sehari-hari, semuanya itu dilarang oleh Islam. Barang dan jasa yang menjadi kebutuhan rakyat banyak tidak pernah dibenarkan untuk dimonopoli. Barang-barang penting yang dibutuhkan oleh setiap orang seharusnya ditaruh di dalam pemilikan masyarakat. Dengan demikian, kepentingan konsumen dan pekerja menjadi terlindungi dan ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi tak pernah dibiarkan.68

2. Faktor-Faktor yang Memungkinkan Terjadinya Monopoli

Suatu perusahaan dapat memperoleh keadaan seperti ciri-ciri di atas disebabkan oleh banyak hal. Hal-hal yang memungkinkan timbulnya pasar monopoli pada umumnya adalah:69

a. Produsen mempunyai hak paten untuk output yang dihasilkan. Seperti hak pengarang, merk dagang, nama dagang.

b. Produsen memiliki salah satu sumber daya yang penting dan merahasiakannya atau produsen memiliki pengetahuan yang lain daripada yang lain tentang teknis produksi.

67 Muhammad Nur Rianto Al-Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta: Kencana, 2010) hlm.243

68 Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar, hlm... 358-359

69 Tati Suhartati Joesron, Teori Ekonomi Mikro, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 174

(33)

c. Pemberian ijin khusus oleh pemerintah pada produsen tertentu untuk mengelola suatu usaha tertentu pula. Contoh kongkrit adalah hak pengusahaan hutan, perusahaan kereta api, bis, listrik, dan PDAM.

d. Ukuran pasar begitu kecil untuk dilayani lebih dari satu perusahaan yang mengoperasikan skala perusahaan optimum. Dalam kenyataannya kadang-kadang didapatkan pasar yang hanya mungkin untuk dilayani oleh suatu perusahaan saja yang mengoperasikan skala produksi optimum. Contohnya, dalam bidang transportasi, listrik dan komunikasi. Pasar monopoli yang muncul sering disebut dengan monopoli alami (natural monopoli).

e. Produsen mengetrapkan kebijaksanaan pembatasan harga (limit pricing policy). Kebijaksanaan pembatasan harga (penetapan harga sampai pada satu tingkat yang serendah mungkin) dimaksudkan agar supaya perusahaan baru tidak ikut memasuki pasar.kebijaksanaan harga biasanya dibarengi juga dengan kebijaksanaan promosi penjualan secara besar-besaran dan juga kebijaksanaan diferensiasi output.

3. Macam-Macam Monopoli

Pada umumnya pengelompokkan diperolehnya monopoli oleh suatu organisasi atau perusahaan adalah sebagai berikut:70

a. Monopoli Menurut Kenyataan

Dalam hal ini perusahaan memperoleh monopoli karena untuk memperoleh suatu barang tertentu diperlukan peralatan yang mahal, sehingga masuknya perusahaan lain dihalangi oleh kebutuhan modal dan investasi yang sangat besar.

b. Monopoli Alamiah

Maksudnya adalah monopoli tercipta karena menguasai bahan dasar tertentu.

c. Monopoli Yuridis

70 Tati Suhartati Joesron, Teori Ekonomi Mikro, hlm... 174-175

(34)

Dalam hal ini, monopoli tercipta karena adanya penetapan oleh pemerintah. Bisa disebabkan oleh pemerintah menginginkan mensukseskan program tertentu yang lebih menekankan pada mementingkan kepentingan rakyat atau karena alasan lainnya.

d. Monopoli Buatan

Dalam hal ini, monopoli tercipta karena memang dibuat menjadi monopoli. Pada umumnya banyak timbul di negara maju, seperti dalam bentuk Kartel, Concern, majpun Trust.71

4. Aspek-Aspek Monopoli

Adapun monopoli dapat terjadi pada beberapa aspek, diantaranya yaitu:

a. Monopoli Usaha

Yaitu, monopoli yang dilakukan perusahaan karena menguasai produksi dan penjualan suatu produk atau jasa secara sendir atau tanpa saingan di suatu pasar.

b. Monopoli Perusahaan

Yaitu, monopoli yang dilakukan oleh satu kelompok usaha yang terdiri atas beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang relatif sama.

c. Monopoli Pangsa Pasar

Yaitu, monopoli yang dilakukan oleh perusahaan yang telah menguasai pangsa pasar di atas 50% dan perusahaan tersebut menjadi pemimpin harga untuk produk yang sama dihasilkan dan dijual di pasaran.72

5. Dampak Negatif dan Positif dari Monopoli

71 Tati Suhartati Joesron, Teori Ekonomi Mikro, hlm... 174-175

72 Muhammad Nur Rianto Al-Arif dan Euis Amalia, Teori Mikroekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, hlm... 233

(35)

Monopoli juga terdapat dampak positif dan negatifnya terhadap implikasi kesejahteraan masyarakat yang perlu diperhatikan. Berikut kebaikan dan keburukan dari monopoli, antara lain:73

a. Dampak Negatif Monopoli

1) Hilang atau berkurangnya tingkat kesejahteraan konsumen, hal ini terjadi karena volume produksi lebih kecil dari volume output yang optimum, efisiensi ini menimbulkan kesejahteraan konsumen yang semakin berkurang.

2) Menimbulkan eksploitasi terhadap konsumen dan pemilik faktor produksi. Konsumen dirugikan karena harga jual di atas harga keseimbangan yang seharusnya terjadi bila berdasarkan mekanisme pasar. Sementara bagi pemilik faktor produksi dirugikan oleh dengan dibayarnya faktor produksi dengan harga yang lebih rendah dari nilai pasar dari output yang dihasilkan.

3) Memburuknya kondisi mikroekonomi nasional, sebab jumlah output riil industri lebih sedikit daripada kemampuan sebenarnya.

Karena tidak seluruh faktor produksi terpakai sesuai dengan kapasitas produksi, maka akan menimbulkan pengangguran maupun faktor-faktor produksi yang lain. Selanjutnya hal ini akan berdampak buruk bagi perekonomian secara keseluruhan.

4) Memburuknya kondisi perekonomian internasional, hal ini terjadi karena munculnya inefisiensi. Sebab sesuai dengan tuntutan dalam perdagangan bebas dimana efisiensi adalah faktor penentu.

Maka monopoli yang menimbulkan inefisiensi adalah buruk bagi kondisi perekonomian internasional.74

b. Dampak Positif Monopoli75

73 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi Cet. Ke-18, hlm... 293

74 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi Cet. Ke-18, hlm... 293

75 Zubair Hasan, Introductions to Microeconomics: An Islamic Perspective, (Selangor: Prentice Hall, 2007), hlm. 215

Referensi

Dokumen terkait

Derajat keeratan hubungan variabel usia dengan persalinan lama dilihat dari nilai OR = 3.159, yang artinya ibu yang usia berisiko mempunyai risiko 3.159 kali

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, Pengelolaan pengajian Mujahadah Al-Mustajabah Wal Muraqabah kabupaten Brebes (Perspektif manajemen dakwah) di dalamnya

Sedangkan perbedaan pokok antara jaringan syaraf dengan model regresi adalah kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk menghitung bobot setiap data dalam layar yang

• Kebaikan dan Kemurahan Ilahi : Allah telah belas kasihan yang lebih besar kepada orang-orang tidak percaya yang ada dalam perjanjian eksklusif dengan Dia daripada kepada

Kelengkapan koleksi yang ada di Pepustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta dari hasil penelitian adalah 73,08% artinya bahwa koleksi jurnal yang

Seperti kawin usia dini ini memang betul banyak sudah yang terjadi di Desa Kekayap ini, melihat dari tanggapan masyarakat kami ada juga yang peduli dengan adanya perkawinan

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ada hubungan antara higiene dan sanitasi dengan nilai Angka Lempeng Total (ALT), hal tersebut menunjukkan higiene dan

Media online sebagai salah satu penyedia sarana media informasi merupakan bagian yang tak terpisah- kan untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang terbaru tentang