• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI MORAL DALAM SERAT PEDHALANGAN LAMPAHAN BABAD WANAMARTA KARYA PURWADI. M. Makrus Hidayatullah Universitas Muhammadiyah Purworejo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI MORAL DALAM SERAT PEDHALANGAN LAMPAHAN BABAD WANAMARTA KARYA PURWADI. M. Makrus Hidayatullah Universitas Muhammadiyah Purworejo"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 1 NILAI MORAL DALAM SERAT PEDHALANGAN LAMPAHAN BABAD

WANAMARTA KARYA PURWADI M. Makrus Hidayatullah

Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK

Tujuan yang akan dicapai penulis dalam penelitian ini, yaitu (1) mendeskripsikan nilai moral dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta karya Purwadi dan (2) mendeskripsikan relevansi isi cerita wayang Lampahan Babad Wanamarta karya Purwadi.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro yang mengemukakan pembagian jenis ajaran moral, yaitu ajaran moral hubungan manusia dengan Tuhan, ajaran moral hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam, Serta ajaran moral hubungan manusia dengan diri sendiri. Sumber data penelitian ini berupa naskah Babad Wanamarta karya Purwadi yang ditulis dalam buku Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta dengan tebal 168 halaman. Selanjutnya, instrumen yang digunakan berupa buku-buku acuan tentang teori sastra, teori moral, dan Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta karya Purwadi. Instrumen penelitian ini dibantu dengan buku sebagai pencatat data. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak catat. Teknik analisis data menggunakan metode Conten Analysis atau teknik analisis isi. Teknik penyajian hasil analisis dengan metode penyajian informal.

Hasil penelitian yang berjudul Nilai Moral dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta adalah sebagai berikut: 1) Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan yaitu percaya adanya Tuhan. 2) nilai moral hubungan manusia dengan sesama yaitu nilai moral seorang Raja yang bertanggung jawab, moralitas abdi kepada raja, moralitas orang tua terhadap anak, moralitas anak terhadap orang tuanya, moralitas terhadap masyarakat, moralitas suami-istri. 3) moralitas terhadap alam yaitu memanfaatkan lahan, 4) moralitas terhadap diri sendiri yaitu menepati perkataan, tekad yang kuat, memiliki kesempurnaan ilmu, keteguhan hati seorang istri. Relevansi nilai moral Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta dengan kehidupan jaman sekarang adalah sebagai berikut: 1) hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu percaya dengan adanya Tuhan. 2) relevansi hubungan manusia dengan sesama yang meliputi a) relevansi kewajiban seorang raja terhadap rakyat, relevansi rakyat yang bekerja keras demi kemajuan negara, relevansi hubungan orang tua terhadap anak, relevansi kewajiban seorang anak terhadap orang tua, relevansi kewajiban kepada masyarakat, relevansi kewajiban suami istri. 3) relevansi hubungan manusia terhadap alam, yaitu dengan memanfaatkan alam. 4) relevansi hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi menepati perkataan, tekad yang kuat, memiliki kesempurnaan ilmu, dan d)keteguhan hati seorang istri.

Kata kunci: Nilai Moral Dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta karya Purwadi.

A. PENDAHULUAN

(2)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 2 Lakon Babad Wanamarta merupakan lakon dalam epos Mahabarata, yang mengisahkan cobaan hidup Pandhawa yang silih berganti, namun semuanya berhasil dilampaui dengan rasa pasrah, optimis, gigih berjuang, pantang menyerah, dan berpedoman pada dharma. Lakon Babad Wanamarta menceritakan kekuasaan, kehidupan keluarga, masalah sosial. Cerita tersebut menarik karena visualisasinya menggunakan bahasa pedalangan dengan bahasa Sansekerta, Jawa Kuna, dan Jawa Baru. Penggunaan bahasa Sansekerta, Jawa Kuna dan Jawa Baru mempunyai daya tarik tersendiri oleh pembaca untuk menambah kosa kata. Contoh yang menggunakan bahasa sansekerta seperti kata eka marang sawiji, dan masih banyak lagi kata-kata yang menggunakan bahasa sansekerta tersebut. Penyusunan materinya lengkap sesuai dengan urutan dalam pagelaran wayang sebenarnya. Serat Pedhalangan tersebut menyajikan materi yang lengkap. Di dalamnya terdapat janturan, antawacana, suluk, ada-ada, pathet, sendhon, dan greget.

Keseluruhannya merupakan bagian pokok penyajian wayang. Unsur pokok tersebut memberikan daya pengikat bagi pencinta wayang. Tanpa unsur tersebut penyajian cerita wayang kurang menarik dan menyebabkan hilangnya nilai keindahan atau estetika.Khasanah karya sastra Jawa, khususnya karya sastra wayang, di dalamnya mengandung nilai moral.

Adanya nilai moral yang disampaikan secara tersirat maupun tersurat, hal tersebut menunjukan nilai moral merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Nilai moral tersebut dapat dijadikan pedoman hidup, baik pada masa sekarang, ataupun masa yang akan datang.Nilai moral merupakan hal yang sangat penting sebagai pedoman kehidupan manusia. Dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta yang ditulis Purwadi terdapat nilai moral yang sangat berguna bagi pembentukan jati diri bangsa, contoh tersebut tercermin pada tokoh Bratasena, yang siap berkorban untuk membela kebenaran. Apalagi saat ini muncul berbagai permasalahan yang timbul dari dalam negeri, seperti korupsi, tawuran remaja, dan perang politik.

Pengaruh dari luar negeri seperti masuknya budaya Barat yaitu kebebasan dalam berprilaku. Hal tersebut sangat berpengaruh pada jati diri bangsa, yaitu kurangnya sikap kepedulian individu terhadap kemajuan bangsa. Pengaruh

(3)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 3 tersebut secara otomatis menurunkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (umumnya) dan masyarakat Jawa (khususnya). Penelitian ini akan mendeskripsikan persoalan yang ada dengan judul Nilai Moral dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Sastra.

a. Sastra

Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu akar kata “sas”

yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi dan akhiran “tra” yang artinya alat atau sarana. Dengan demikian pengertian sastra adalah alat untuk mengajar (Purwadi, 2009: 1).

Welek dan Werren (1995: 9) mengartikan sastra sebagai suatu kegitan kreatif sebuah karya seni, masih menurut mereka menjelaskan bahwa karya sastra bersifat umum dan bersifat khusus atau lebih tepatnya lagi: individual dan umum sekaligus. Jadi pada dasarnya karya sastra memiliki ciri-ciri yang khas tetapi juga memiliki karya seni lain.

b. Kesusastraan Jawa

Kesusastraan berasal dari kata sastra. Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu akar kata “sas” yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, akhiran “tra” yang artinya alat atau sarana. Dengan demikian pengertian sastra adalah alat untuk mengajar. Pengertian kesusatraan sendiri adalah alat untuk mengajarkan ilmu dan merupakan sebuah karya yang disusun dengan bahasa yang baik (Purwadi, 2009: 1).

Menurut Subalidinata (dalam Sutardjo, 2008: 94) kasusastran terbentuk dari awalan ka–susastra dan akhiran -an , kata susastra berasal dari su + sastra. Kata sastra berasal dari akar kata sas yang artinya mengajar, mengarahkan, atau memberikan ilmu. Tambahan tra yang artinya benda, alat atau sarana. Kata sastra berasal dari Jawa Kuna castra yang artinya hukum. Pada Jawa Baru kata sastra memiliki arti alat untuk mengajar. Kata su memiliki arti baik ati indah, jadi susastra artinya sastra yang baik. Kesusasteraan adalah sebuah karya manusia yang berwujud

(4)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 4 sebuah karya tulis dan lesan dari hasil imajinasi dan pemikiran yang memiliki nilai keindahan.

c. Nilai dan moral dalam Karya Sastra 1) Nilai dalam Karya Sastra

Nilai dalam bahasa Inggris berarti sesuatu yang abstrak, tidak konkret, dapat dipikirkan, dihayati, dijiwai, dan berhubungan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, hal-hal yang bersifat batiniyah. Nilai merupakan ukuran tertinggi bagi perilaku manusia akan tetapi nilai bergantung pada subjek atau orang yang menilainya, karena objek yang sama dapat memiliki nilai yang berbeda. Begitu pula perilaku manusia dalam masyarakat, nilai baik atau buruknya dapat berbeda dari penilai subjek (Abubakar dalam Ningrum, 2011: 20).

Selain di atas, nilai mengandung pengertian sesuatu yang berharga, sesuatu yang bernilai apabila memiliki guna (memiliki keindahan, kebenaran atau kebaikan). Nilai itu sesuatu yang abstrak, tidak kongkrit dapat dipikirkan, dipahami, dihayati, atau dijiwai dan berhubungan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, hal- hal yang bersifat ideal bahkan faktual. Juga dijelaskan nilai merupakan patokan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat (Fatimah, 2006: 120).

Nilai dalam karya sastra juga berarti ukuran dalam memberi, pendapat, membandingkan, dan menentukan keindahan suatu karya. Menentukan nilai karya sastra bukan dari hal-hal di luar dirinya, melainkan mutu yang terkandung di dalamnya. Sebuah karya sastra dikatakan indah, harus didasarkan pada alasan-alasan tertentu yang ditarik dari dalam karya sastra itu sendiri (Rusydi, 1996: 55).

Karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan manusia sering kali bercerita tentang pikiran-pikiran terbaik manusia.

Dikatakan pula sastra bercerita tentang perasaan dan hati manusia, tentang kehendak, impian, cita-cita manusia, kebahagiaan, kasih

(5)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 5 sayang, dan keadilan. Karya sastra mengandung nilai-nilai keluhuran moral yang di dalamnya memuat pemikiran-pemikiran tentang pengajaran moral secara baik. Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dalam kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia. Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia iu dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dan lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Jenis hubungan-hubungan tersebut masing-masing dapat dirinci ke dalam detil-detil wujud yang lebih khusus (Nurgiyantoro, 1994: 323).

2) Moral dalam Karya Sastra

Istilah moral berasal dari bahasa latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos, sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika maka secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan adat. Dengan kata lain, kalau arti kata moral sama dengan kata etika maka rumusan kata arti kata moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa latin (Zuriah, 2007: 17).

Pengertian lainnya moral berasal dari kata mores, bentuk jamak dari kata mos yang berarti adat-istiadat atau kebiasaan, watak, kelakuan, tabiat, dan cara hidup. Arti moral keseluruhan adalah nilai atau norma yang mengatur atau merupakan pedoman tingkah laku manusia dalam masyarakat untuk menyelenggarakan hidupnya berdasarkan pengertian istilah, moral mempunyai

(6)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 6 pengertian yang dekat dengan etika. Kata etika berasal dari bahasa Yunani ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak, kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaan atau kelakuan dan perbuatan yang baik (Poesporodjo, 1999: 18).

Moral yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan dapat berwujud ketaatan dan keingkaran manusia terhadap Tuhan, keimanan manusia kepada Tuhan dan percaya terhadap takdir Tuhan. Moral yang menyangkut hubungan manusia dengan sesama dalam lingkup sosial termasuk dalam lingkungan alam, misalnya kesetian, kekeluargaan, persahabatan, menjaga kelestarian alam, dan lain-lain.

Lebih lanjut, moral yang menyangkut hubungan manusia dengan diri sendiri, misalnya menjaga kesehatan, pola makan, rasa percaya diri, rindu, malu, takut, sayang, dendam, dan lain-lain yang bersifat melihat ke dalam diri dan kejiwaan seseorang.

Menurut penulis moral adalah suatu peraturan atau tatanan hidup yang berlaku untuk pedoman tingkah laku manusia dalam bertindak. Moral sangat menentukan tingkah laku manusia dalam bertindak. Ketika dia bertindak baik maka ia dapat dikatakan bermoral. Sebaliknya ketika ia bertindak negatif dapat dikatakan tidak bermoral.

d. Pedalangan

Menurut Mulyono (1975: 12) dalang adalah orang yang mempertunjukan wayang. Kata dalang dapat dianggap sebagai bentuk pengulangan dengan disimilasi bentuk akar kata lang. Bahasa melayu lalang berarti “berkeliling, memutari, mengelilingi”, sesuai dengan kata Jawa lalang. Hal ini mengingatkan kita pada peribahasa amabarang wayang yang secara teknis dijalankan oleh dalang dengan pengertian berkeliling (dari rumah ke rumah) untuk mempertunjukan wayang disana-sini. Dengan demikian dalang merupakan seseorang yang berkeliling kesana kemari untuk mempertunjukan wayang.

(7)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 7 Pengertian lainnya, dalang dalam dunia pewayangan diartikan sebagai seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan boneka wayang. Keahlian ini biasanya diperoleh dari bakat turun-temurun dari leluhurnya. Kata dalang ada yang mengartikan berasal dari kaya

“dahyang”, yang berarti juru penyembuh berbagai macam penyakit.

Dalang dalam “jarwo dhosok” diartikan pula sebagai “ngudhal piwulang” (membeberkan ilmu), untuk memberikan pencerahan kepada para penontonnya (Nanda, 2010: 17).

Menurut Suharso dan Retnoningsih (2009: 115) pedalangan merupakan segala sesuatu yang berkenaan dan berhubungan dengan penuturan cerita dan pertunjukan wayang pengetahuan, atau seni dalang.

Pengertian dalang sendiri yaitu orang yang memainkan wayang.

Berdasarkan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing individu dalang, dalang dapat diklasifikasikan yaitu:

dhalang apik, dhalang wasis, dhalang pinter, dan dhalang sabet.Dhalang apik adalah wujud pakelirannya mengutamakan nilai estetis dan menyampaikan isi lakon secara mantap. Dhalang wasis adalah wujud pakelirannya menonjolkan garap sanggit catur (dramatik).

Dhalang pinter adalah wujud pakelirannya menonjolkan ajaran mistik.

Dhalang sabet adalah lebih menonjolkan gerak wayang yang berlebihan (Soetarno dan Sarwanto, 2010: 191).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalang adalah orang yang memiliki keahlian dalam memainkan wayang.

Dalang merupakan pelaku seni wayang yang memiliki keahlian yang sangat istimewa, karena dalang dalam memainkan wayang selain untuk tontonan wayang ia juga menyampaikan suatu ajakan kebaikan kepada penonton atau dapat dikatakan ia menyampaikan suatu ajaran kepada penonton untuk berbuat kebaikan.

e. Sastra Wayang

(8)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 8 Menurut Suharso dan Retnoningsih (2009: 638) wayang merupakan gambar atau boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional, yang dimainkan oleh seorang dalang.

Selain itu, wayang merupakan kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di pulau Jawa. Kesenian itu hadir di tengah masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu. Pendapat itu dapat dikuatkan dengan kehidupan masyarakat Jawa, yang hampir keseluruhannya mengerti tentang wayang. Pada zaman sekarang banyak orang yang mengatakan, bahwa wayang kulit merupakan kesenian yang tinggi martabatnya dan merupakan kesenian klasik adiluhung (Mulyono, 1975: 2).

Pandangan hidup masyarakat pendukung budaya Jawa telah diejawantahkan dalam bentuk seni pertunjukan wayang. Kita sadari bahwa cerita wayang berasal dari India, tetapi terdapat perbedaan yang hakiki dalam pertunjukan wayang. Cerita Mahabarata di India dianggap benar-benar terjadi dalam jalur mitos, legenda dan sejarah, sedangkan di Indonesia cerita Mahabarata atau Ramayana mengisahkan perilaku watak manusia dalam mencapai tujuan hidup, baik lahir maupun batin.

Pertunjukan wayang kulit purwa Jawa tetap eksis dalam era globalisasi karena tidak dilihat dari visualnya saja atau dari aspek estetis, tetapi dibalik pertunjukan wayang itu terdapat makna yang dalam, sehingga wayang bagi masyarakat Jawa berfungsi sebagai tontonan, tuntutan dan tatanan (Soetarno dan Sarwanto, 2010: 3).

Masih menurut Soetarno dan Sarwanto kesenian wayang kulit terdapat makna yang bersentuhan dengan merasa, berpikir, dan bertindak manusia, baik pada tataran realitas personal maupun realitas sosiokultural. Rasa hayatan penulis pada setiap sajian wayang kulit yang menampilkan lakon tertentu harus menyampailkan nila-nilai. Petunjukan wayang yang baik hendaknya mengacu pada nilai-nilai kehidupan, dan bentuk pakeliran yang bermutu bukanlah tiruan langsung kehidupan, melainkan merupakan interpretasi terhadap kehidupan yang kemudian

(9)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 9 diaktualisasikan lewat media seni pedhalangan. Dengan demikian garapan pakeliran tidak lain adalah kehidupan dalam keseluruhannya.

Dalam kesenian wayang dijumpai sekumpulan nilai, baik yang terkait dengan berbagai hal yang terwujud nyata maupun yang terkait dengan kebiasaan atau adat-istiadat masyarakat. Di samping itu setiap sajian wayang diharapkan dapat menyampaikan pesan yang dapat memotivasi timbulnya pengalaman estetis yang memuaskan, di samping tujuan-tujuan lain seperti untuk penerangan, propaganda, kritik sosial, hiburan dan sebagainya.

Nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan wayang, merupakan nilai esensial dalam kehidupan manusia dengan harapan bahwa nilai itu dapat diresapi serta diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pertunjukan wayang kulit purwa yang mengambil cerita dari Mahabarata bukan bernilai historis, tetapi lebih bernilai etis atau merupakan ajaran moral. Dengan demikian dalam pertunjukan wayang kulit purwa Jawa selalu bermaksud menyampaikan pesan kepada penghayat atau penonton, apakah itu bersifat moral, etis, gagasan pikiran, politis, keagamaan dan sebagainya.

Pesan atau message yang disampaikan dalam pakeliran tidak berujud rumusan ilmiah, tetapi merupakan suatu pesan yang menghimbau yang dapat mempengaruhi para penonton atau penghayat wayang.

Dalam cerita wayang dengan bermacam-macam karakter figur di dalamnya dapat dijadikan sebagai tuntunan ajaran budi pekerti dan tingkah laku yang baik dan terpuji, serta bisa menyimak dan membedakan mana yang baik dan dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari menuju jalan tawaqal serta kebajikan. Hal terpenting, kita harus ingat bahwa selamanya tidak akan habis dipedebatkan, bila karya sastra, sebagai perwujudan sesuatu keindahan seni dalam bentuk tulisan maupun karangan, diothak-athik serta dihubungkan, ataupun dipadukan dengan fakta sejarah (Setyowibowo, 1990: 17).

(10)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 10 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wayang adalah sebuah karya sastra Jawa yang agung. Cerita wayang merupakan sebuah gambaran kehidupan manusia. Kenyataan tersebut dapat dilihat dalam setiap cerita wayang yang disajikan. Penyajian di dalamnya menyampaikan cerita yang dapat diambil nilai positifnya dan dapat sebagai pedoman manusia dalam bertindak.

C. METODE PENELITIAN

Sumber data dalam penelitian ini berupa naskah Lampahan Babad Wanamarta karya Purwadi yang di ditulis dalam buku Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta oleh Purwadi terbitan Cendrawasih Sukoharjo- Surakarta tahun 1993. Cerita tersebut mengandung nilai moral atau data yang dimaksud berupa isi cerita atau kehidupan para tokoh dalam wayang yang mengandung nilai moral. Adapun data penelitian ini berupa nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita wayang Babad Wanamarta.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik simak dan teknik catat. Data yang diambil dengan teknik simak yaitu mengadakan penyimakan terhadap data yang relevan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penyimakan dilakukan dengan cermat, teliti, dan kritis.

Setelah dilakukan penyimakan kemudian diteruskan dengan pencatatan terhadap data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada tahap selanjutnya dilakukan pemahaman untuk menemukan nilai moral yang terdapat dalam Serat Pedhalangan lampahan Babad Wanamarta.

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis, sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2010: 203).

Penelitian ini bersifat kualitatif, dengan menggunakan instrumen berupa buku-buku acuan tentang teori sastra, teori moral, artikel-artikel dari internet dan Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta yang di tulis oleh Purwadi. Instrumen penelitian ini juga dibantu dengan buku sebagai

(11)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 11 pencatat data. Buku pencatat data digunakan untuk mencatat nilai moral cerita wayang lakon Babad Wanamarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode Content Analisys atau teknik menganalisis isi.

Analisis konten adalah strategi untuk menangkap pesan karya sastra. Tujuan analisis konten adalah membuat inferensi. Inferensi juga berdasarkan konteks yang melingkupi karya sastra (Endraswara, 2011: 161). Dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta yang di tulis Purwadi, kajian ini adalah analisis konten sastra.

Langkah-langkah dalam menganalisis data sebagai berikut:

a. Membaca Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta berulang- ulang;

b. Mengumpulkan data berupa kutipan-kutipan langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan nilai moral;

c. Mengklasifikasikan data-data nilai moral dan relevansi;

d. Menganalisis data yang telah diklasifikasikan.

Teknik penyajian hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik informal. Teknik informal yaitu penyajian hasil analisis yang berupa deskriptif dari hasil analisis data. Teknik informal yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan judul skripsi dan metode penelitian. Hasil penelitian yang disajikan berupa tabel dan pemaparan nilai moral serta relevansinya dengan kehidupan zaman sekarang.

D. PEMBAHASAN DATA

Hasil penelitian yang berjudul Nilai Moral dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta adalah sebagai berikut: 1) Nilai moral hubungan manusia dengan Tuhan yang meliputi mohon perlindungan kepada Tuhan, memohon anugerah kepada Tuhan, percaya kepada kekuasaan Tuhan, mendekatkan diri kepada Tuhan, percaya kepada takdir Tuhan, dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. 2) nilai moral hubungan manusia dengan sesama yaitu, a) nilai moral seorang Raja, yang bertanggung jawab. Tanggung jawab tersebut meliputi (1) memikirkan kepentingan rakyat;

(2) menegakkan hukum; (3) rendah hati; (4) penyesalan seorang raja; (5)

(12)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 12 sabda Raja; (6) mengembalikan kekuasaan tidak sepenuhnya; (7) memberikan wilayah sebagai ganti negara yang dikuasai, b) moralitas abdi kepada raja, meliputi (1) patih yang tidak jujur, (2) patih dan pangeran yang tidak berpikir jernih, (3) kepicikan seorang patih, (4) rakyat yang bekerja keras demi kemajuan negara, (5) nasihat abdi pada majikannya, (6) menyampaikan amanat majikannya, c) moralitas orang tua terhadap anak, meliputi (1) nasihat orang tua pada anaknya, (2) nasihat orang tua pada anaknya untuk berhati- hati dalam mengambil tindakan, (3) kepercayaan orang tua pada anaknya yang selalu menjalankan kebaikan, (4) menasihati anak tentang bekal nikah, (5) orang tua yang percaya pada kemampuan anaknya, (6) ketulusan hati orang tua dalam memberikan perhatian anaknya, (7) nasihat orang tua supaya anaknya menjadi orang baik, (8) bantuan orang tua pada anak menantunya, (9) kekhawatiran seorang ibu pada anaknya, (10) menasihati anak menantunya tentang cobaan hidup, (11) menasihati anak untuk mengikuti perkataan orang tua, (12) memberi restu pada calon menantunya, d) moralitas seorang anak meliputi (1) tidak mau menerima pemberian kekuasaan karena tidak sepenuhnya, (2) hati-hati dalam mengambil keputusan, (3) mohon doa restu orang tua, (4) minta dinikahkan karena baru menginjak remaja, (5) membantu menasihati adik, e) moralitas terhadap masyarakat meliputi (1) memberi bantuan kepada masyarakat, (2) rendah hati dalam bergaul, (3) menyerahkan urusan kepada ahlinya, f) moralitas istri kepada suami meliputi (1) kesetiaan seorang istri, (2) ketulusan cinta seorang wanita, g) moralitas suami terhadap istri meliputi (1) menasihati istri, (2) kasih sayang seorang suami, (3) mohon doa restu istri, 3) moralitas terhadap alam meliputi memanfaatkan lahan, 4) moralitas terhadap diri sendiri meliputi a) menepati perkataan, b) tekad yang kuat, c) memiliki kesempurnaan ilmu, d) keteguhan hati seorang istri.

Relevansi nilai moral Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta dengan kehidupan zaman sekarang adalah sebagai berikut: 1) hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu percaya dengan adanya Tuhan tersebut meliputi (1) mohon perlindungan Tuhan; (2) memohon anugerah Tuhan; (3) percaya kepada kekuasaan Tuhan; (4) selalu mendekatkan diri

(13)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 13 kepada Tuhan; (5) percaya kepada takdir Tuhan; (6) bersyukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. 2) relevansi hubungan manusia dengan sesama yang meliputi a) relevansi kewajiban seorang raja terhadap rakyat. kewajiban tersebut meliputi (1) memikirkan kepentingan rakyat; (2) menegakkan hukum, b) relevansi rakyat yang bekerja keras demi kemajuan negara, c) relevansi hubungan orang tua terhadap anak. kewajiban tersebut meliputi (1) Nasihat orang tua pada anaknya supaya mandiri; (2) nasihat orang tua pada anaknya untuk berhati-hati dalam mengambil tindakan; (3) menasihati anak tentang bekal nikah; (4) ketulusan hati orang tua dalam memberikan perhatian anaknya; (5) nasihat orang tua supaya anaknya menjadi orang baik; (6) kekhawatiran seorang ibu pada anaknya; (7) menasihati anak untuk mengikuti perkataan orang tua, d) relevansi kewajiban seorang anak. kewajiban tersebut meliputi (1) hati-hati dalam mengambil keputusan; (2) mohon doa restu orang tua; (3) gejolak hati anak remaja, e) relevansi kewajiban kepada masyarakat meliputi (1) memberi bantuan kepada masyarakat (2) rendah diri dalam bergaul (3) menyerahkan urusan kepada ahlinya, f) relevansi kewajiban suami istri, kewajiban tersebut meliputi (1) kesetiaan seorang istri; (2) ketulusan cinta seorang wanita, (3) Menasihati istri; (4) Kasih sayang seorang suami;

(5) mohon doa restu istri. 3) relevansi hubungan manusia terhadap alam, yaitu dengan memanfaatkan alam. 4) relevansi hubungan manusia dengan diri sendiri meliputi (1) menepati perkataan; (2) tekad yang kuat; (3) memiliki kesempurnaan ilmu; (4) keteguhan hati seorang istri.

E. Saran

Karya sastra yang berwujud Serat Pedhalangan sangat berharga dalam kebudayaan Jawa, karena di dalamnya terdapat sebuah cerita wayang yang mengandung nilai luhur. Selain itu juga mengandung nilai moral yang mengajarkan tentang kehidupan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan hidup. Oleh karena itu, karya sastra yang berwujud Serat Pedhalangan sangat perlu dikaji isinya untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya.

Saran bagi pembaca, dengan membaca sebuah karya sastra dapat menambah wawasan dalam memahami makna kehidupan, serta mengetahui

(14)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 14 nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Untuk itu marilah kita lebih giat dan tekun dalam membaca dan mengkaji isi Serat Pedhalangan.

Di dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dalam menguraikan nilai moral dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta tewrsebut, untuk itu penulis berharap kepada pembaca yang berminat mengetahui isi nilai moral yang terdapat dalam Serat Pedhalangan Lampahan Babad Wanamarta lebih lengkap, untuk bersedia mengkaji kembali Serat Pedhalangan tersebut. Supaya isi yang terkandung di dalamnya dapat dikupas tuntas seluruhnya.

DAFTAR

PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Baribin, Raminah. 1985. Teori dan Apresiasi Prosa Fiksi. Semarang: IKIP Semarang Press.

Endraswara, Suwardi. 2008. Pengantar Pengkajian Sastra.Yogyakarta: Sewon Press.

___________________. 2011. Metodologi Penelitian Sastra.Yogyakarta:CAPS.

Erawati, Anik. 2010. Nilai Pendidikan Moral dalam Panyandra Pengantin.

Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Fatekhah, Umi. 2010. Nilai Pendidikan Moral dalam Tembang Dolanan Tradisional Jawa. Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).

Bandung: CV Pustaka Setia.

Hildayani, Rini dkk. 2005. Pendidikan Ketrampilan Berbahasa. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Mardiwarsito. 1981. Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.

Mulyono, Sri. 1975. Wayang Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. Jakarta:

BP.Alda.

Nanda M.H. 2010. Ensiklopedi Wayang. Yogyakarta: Absolut.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Transformasi Unsur Pewayangan dalam Fiksi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press.

. 1999. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwadarminta. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters Uitgevers, Maatschappij N.V.

Poespoprodjo. 1999. Filsafat Moral. Bandung: Pustaka Grafika.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2011. Prinsip-prinsip Kritik Sastra Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

268

269

(15)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 15 Purwadi. 1993. Serat Pedhalangan Lampahan Babat Wanamarta. Surakarta: CV

Cendrawasih.

Rusydi. 1996. Kritik Sastra. Surakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Universitas Sebelas Maret.

Semi, Atas. 1984. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Setyowibowo, Wijanarko. 1990. Pustaka Wayang Purwa Gaya Yogyakarta Membuka Tabir Misteri Tokoh-tokoh Kurawa Lengkap dengan Ilustrasi Gambarnya. Yogyakarta: Toko Buku SG/SR.

Subalidinata, 1974. Sarining Kasusastran Jawa. Yogyakarta: Percetakan Teladan.

Suhariyanto,S. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.

Suharso dan Retnoningsih, Ana. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Semarang: Widya Karya.

Sutardjo, Imam. 2006. Mutiara Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

Suyati. 2003. Tinjauan Nilai Moral Novel La Barka karya Nh. Dini. Skripsi, tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Suyitno.1986. Sastra Tata Nilai dan Eksegesis. Yogyakarta: PT. Hanindita.

Soetarno dan Sarwanto. 2010. Wayang Kulit dan Perkembanganya. Surakarta: ISI Press Solo.

Widyawati, Wiwien R. 2010. Etika Jawa. Yogyakarta: Pura Pustaka.

Zuriah, Nurul. 2011. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan Menggagas Plalform Pendidikan Budi Pekerti secara Kontekstual dan Futuristik. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait

Kartu pos yang bergambar Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 6 (UU Ruzhanul Ulum dan Ade Sugianto) dan foto yang bergambar Bapak Bupati dengan

Pada gambar 3 perbandingan antara fluktuasi data variasi harian komponen H dari stasiun pengamat geomagnet Biak dibandingkan terhadap data gangguan geomagnet global indeks Dst

Apabila manajemen tidak memiliki rencana yang dapat mengurangi dampak kondisi atau peristiwa atas kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka

Untuk itu JPN baik sebelum maupun sesudah melak- sanakan tindakan atau kegiatan dalam rangka proses penyelesaian suatu kasus/perkara, harus terus berkon- sultasi dan

 Arah aliran air tanah pada kondisi hujan dan tidak hujan mengalir dari titik 5 (pemukiman) menuju titik 1 (TPA), sehingga TPA Rasau Jaya tidak mempengaruhi

Perbaikan metode kerja dan perancangan fasilitas kerja dapat menurunkan kategori resiko kerja operator mesin laminasi menjadi kategori resiko 1 (satu) yaitu posisi

Pemberian punishment bagi pegawai di kantor Kelurahan Marga Mulya Bekasi Timur adalah sesuatu yang tidak diharapkan, hal tersebut sebagai bentuk penghukuman atau

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai duga heritabilitas beberapa varietas kentang terhadap lalat penggorok daun L. huidobrensis , sehingga diharapkan