• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi merupakan suatu proses yang telah mengarahkan bangsa- bangsa di seluruh dunia kepada homogenisasi dalam sistem internasional, hal ini menyebabkan batasan-batasan antar negara seakan memudar. Castells (1996) dalam Mubah (2011: 252) menjelaskan bahwa “Hubungan antar masyarakat di seluruh dunia berjalan secara cepat dan dekat menimbulkan dilema antara tetap bertahan dalam karakter asli (The Self) atau ikut melebur dalam karakter masyarakat yang mengidentifikasi diri sebagai masyarakat jaringan global (The Net)”. Dilema peleburan karakter dari the self ke dalam the net banyak dialami oleh negara-negara berkembang, padahal karakter yang serta merta dibawa oleh globalisasi terkadang tidak sesuai dengan karakter bangsa dari negara-negara berkembang tersebut, sehingga hal ini sering menimbulkan degradasi karakter pada bangsa tersebut.

Fenomena memudarnya karakter kewarganegaraan ini pada akhirnya menimbulkan krisis multidimensi dan dalam jangka panjang dapat membawa sebuah bangsa menuju kehancuran.

Lickona (2012: 13-18) telah menjelaskan sepuluh ciri sebuah bangsa sedang menuju kehancuran, yakni:

1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja; 2) Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk; 3) Pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan; 4) Meningkatkan perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas; 5) Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; 6) Menurunnya etos kerja; 7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; 8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; 9) Membudayanya ketidak jujuran; 10) Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Konsep karakter kewarganegaraan diperkenalkan oleh Margaret Bronson pada saat menguraikan komponen dasar kewarganegaraan yakni watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition) yang mengisyaratkan pada karakter privat maupun karakter publik yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Budimansyah (2010: 31-32) secara singkat menjelaskan bahwa karakter privat dan publik itu dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(2)

Menjadi anggota masyarakat yang independen, menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu, berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana, mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat, memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik.

Mulai lunturnya karakter tanggung jawab personal kewarganegaran di bidang ekonomi dan politik dapat dilihat dari masih kurangnya tingkat partisipasi politik dalam pemilihan umum. Tingkat partisipasi politik warga negara yang masih kurang salah satunya terjadi pada pemilihan gubernur Jawa Tengah tahun 2018.

Pada pemilihan gubernur Jawa Tengah total keseluruhan angka partisipasi hanya 67,64%, tidak sesuai target yaitu 77,5%, dengan suara tidak sah mencapai 4,23%

(Wibisono, 2018: 1). Sedangkan untuk Kabupaten Sukoharjo berdasarkan data KPU Kabupaten Sukoharjo (2018: 1) angka partisiasi hanya 74,50% saja. Tingkat partisipasi masyarakat tertinggi pada Pilgub Jateng 2018 terdapat di Kabupaten Temanggung dengan 90,90%, sedangkan Kabupaten Demak tercatat dengan tingkat partisipasi terendah yakni 59,42% (KPU Provinsi Jawa Tengah, 2018: 1).

Membangun watak atau karakter kewarganegaraan merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga eksistensi suatu bangsa atau negara. Maka tidaklah mengherankan jika diawal kemerdekaan, Presiden Soekarno telah menekankan prinsip berdaulat politik, berdiri di kaki sendiri (berdikari) dalam ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan. Akan tetapi hingga saat ini karakter warganegara belum menunjukkan karakter yang baik, seperti banyaknya perilaku warganegara yang menyimpang dari nilai-nilai moral dan norma yang sesuai dengan kepribadian bangsa ini. Penelitian Putra (2017: 116) menunjukkan bahwa penguatan nilai-nilai karakter penting dilakukan karena terjadi fenomena pergeseran nilai-nilai pada warga negara yang mengarah kepada nilai individualis, apatis kepada bangsa, tidak jujur (korupsi), menurunnya tanggung individu di bidang ekonomi maupun politik, rendahnya etos kerja, menurunnya kesantunan dan budi pekerti, sehingga tanpa penguatan nilai-nilai karakter maka warga negara Indonesia akan kehilangan karakter sebagai bangsa Indonesia.

Pendidikan politik dijelaskan oleh Surbakti (1999: 150) bahwa, pendidikan politik merupakan suatu proses dialogis di antara pemberi dan penerima pesan,

(3)

“Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah dan partai politik”.

Sementara itu, M.Rush (1992) dalam Budiardjo (2008: 407) mengartikan pendidikan politik sama dengan sosialisasi politik.

Pendidikan politik atau sosialisasi politik merupakan suatu proses yang dilalui seseorang untuk memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada.

Sosialisasi politik adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban.

Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, menjelaskan bahwa “Pendidikan politik ialah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara”.

Penelitian Ashar (2011: 96) menyebutkan bahwa pendidikan politik itu penting dilakukan partai politik karena sebagai upaya dalam penguatan dan peningkatan kualitas kader. Pendidikan politik sebagai sebuah kegiatan pendidikan terencana tentunya memiliki perangkat pendidikan atau kurikulum, yang berisi tentang apa-apa saja yang harus disampaikan dalam pendidikan politik. Kurikulum pendidikan politik dijelaskan oleh Khoiron (1999: 51-99) sebagai berikut:

Pendidikan politik harus berisi 3 aspek yang meliputi, aspek kognitif pendidikan yang arahnya adalah membangun pengetahuan politik warga negara (civic knowledge), aspek afektif pendidikan yang arahnya ialah membangun karakter dan keberpihakan warga negara (civic disposition), aspek psikomotorik pendidikan yang arahnya adalah membangun kecakapan warga negara (civic skill).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa melalui pendidikan politik, diadakan transfer pesan nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik suatu negara, yang akan menentukan sikap dan orientasi politik seseorang beberapa diantaranya adalah sikap terkait nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi serta hak dan kewajiban. Penelitian tentang pendidikan politik untuk membentuk karakter juga dilakukan oleh Sanusi pada tahun 2016 di Gerakan Pemuda Ansor

(4)

Jawa Barat. Dikemukakan oleh Sanusi dan Cecep (2016: 38) bahwa, penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pendidikan politik merupakan salah satu upaya yang efektif untuk membentuk karakter pada generasi muda, khususnya karakter kepemimpinan lintas budaya.

Selanjutnya, Cogan (1999) dalam Winarno (2014: 7) berpendapat bahwa pendidikan politik atau Political Education merupakan salah satu dimensi dari citizenship education, sehingga apabila menempatkan kerangka berpikir citizenship education seperti pendapat Cogan, maka pendidikan politik merupakan bagian dari pendidikan kewarganegaraan. Oleh sebab itu, pendidikan politik sebagai bagian dari citizenship education merupakan salah satu sarana untuk pembentukan karakter, terutama dalam memperkuat karakter kewarganegaraan.

Pelaksanaan pendidikan dapat dilakukan melalui berbagai macam metode diantaranya ialah metode pendidikan formal, metode pendidikan informal mapun metode pendidikan non-formal. Metode pendidikan yang ditekankan untuk menunjang keberhasilan pendidikan politik bagi warga negara lebih ditekankan kepada metode pendidikan non-formal. Metode non-formal ialah pendidikan non- formal yang biasanya dimainkan secara efektif oleh LSM atau organisasi non pemerintah. Karena menekankan pada proses dan otonomi individual, metode pendidikan non-formal ini dilakukan dengan memberikan ruang yang cukup kepada warga untuk berekspresi dan mencurahkan pendapat. Menurut Khoiron (1999: 128- 130) “Unsur-unsur dan beberapa metode yang seharusnya ada dalam pendidikan politik antara lain: 1) Brainstorming; 2) Studi kasus; 3) Debat; 4) Diskusi terbuka;

4) Bermain peran (Role Play); 5) Buzz group; 6) Pengharapan; 7) Forum Melingkar”.

Berdasarkan observasi awal, Komunitas Juang PDI-P Kabupaten Sukoharjo merupakan sebuah organisasi yang dibentuk oleh partai politik PDI-P, dengan kata lain Komunitas Juang PDI-P Kabupaten Sukoharjo merupakan organisasi sayap dari partai politik PDI-P. Sebagai organisasi sayap dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Komunitas Juang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pendidikan politik. Berdasarkan observasi awal penyelenggaraan pendidikan politik oleh Komunitas Juang ini dilakukan melalui berbagai metode yang sering

(5)

dilakukan oleh agen pendidikan politik lain diantaranya ialah brainstorming, studi kasus, debat, diskusi terbuka, maupun bermain peran (role play).

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa ternyata fenomena lunturnya karakter tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik tidak hanya terjadi pada warga negara usia muda melainkan telah menyebar hampir ke segala aspek kehidupan warga negara di Indonesia, termasuk pada kader-kader partai politik, salah satunya adalah yang terjadi pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Kader-kader PDI-P tidak luput dari permasalahan degradasi karakter kewarganegaraan. Berdasarkan wawancara dengan salah satu asisten mentor Komunitas Juang Sukoharjo mengemukakan bahwa

Anggota Komunitas Juang Sukoharjo pada awal ketika ikut bergabung dengan komunitas ini juga masih memiliki kesadaran politik yang kurang, bahkan ada yang sama sekali tidak tertarik pada dunia politik. Banyak yang masih tidak menggunakan hak pilihnya atau golput saat pemilihan umum, mereka hanya menggunakan hak pilihnya ketika diberikan uang (politik uang), dan mereka semua cenderung bersikap apatis terhadap politik.

Kemudian, ada pula kejadian salah seorang anggota Komunitas Juang yang membawa minuman keras saat mengikuti acara yang diselenggarakan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Akan tetapi lama kelamaan setelah mengikuti kegiatan dalam komunitas kesadaran politiknya mulai dibangun (Senin, 7 Januari 2019).

Penelitian dari Putra (2017: 83) juga semakin memperkuat bahwa degradasi karakter tidak hanya terjadi pada kader Komunitas Juang PDI-P di Kabupaten Sukoharjo saja, akan tetapi kader Komunitas Juang PDI-P di Kabupaten Wonogiri juga mengalami degradasi nilai-nilai karakter kebangsaan yang ditandai dengan semakin meningkatnya individualisme, apatis kepada bangsa, tidak jujur (korupsi), rendahnya etos kerja, menurunnya kesantunan dan budi pekerti.

Berdasarkan latar belakang di atas maka, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penyelenggaraan pendidikan politik yang dilakukan oleh Komunitas Juang Sukoharjo untuk memperkuat karakter kewarganegaraan para kader di Kabupaten Sukoharjo khususnya karakter tanggung jawab personal kewarganegaran di bidang ekonomi dan politik.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana strategi Komunitas Juang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam menyelenggarakan pendidikan politik untuk memperkuat karakter kewarganegaraan kader di Kabupaten Sukoharjo?

2. Apa sajakah faktor penghambat dan faktor pendukung pelaksanaan strategi Komunitas Juang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam menyelanggarakan pendidikan politik untuk memperkuat karakter kewarganegaraan kader di Kabupaten Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai, antara lain:

1. Untuk mengetahui strategi Komunitas Juang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam menyelenggarakan pendidikan politik untuk memperkuat karakter kewarganegaraan kader di Kabupaten Sukoharjo.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung pelaksanaan strategi Komunitas Juang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam menyelenggarakan pendidikan politik untuk memperkuat karakter kewarganegaraan kader di Kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan informasi yang rinci, akurat, dan dapat memberikan manfaat dalam menjawab permasalahan yang sedang di teliti. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis:

a. Hasil penelitian ini memberikan masukan dan pemikiran ilmiah bagi ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan pendidikan politik dalam bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan.

(7)

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan kajian tentang penguatan karakter kewaraganegaraan melalui pendidikan politik.

2. Manfaat Praktis:

a. Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi salah satu problem solving dalam menghadapi fenomena krisis karakter kewarganegaraan di Indonesia dan di Sukoharjo pada khususnya.

b. Bagi Komunitas Juang PDI-P, penelitian ini dapat memberikan sedikit masukan ilmiah terhadap kemajuan pendidikan politik Komunitas Juang PDI- P Kabupaten Sukoharjo.

c. Bagi bidang penelitian, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai titik tolak ataupun referensi untuk melaksanakan penelitian sejenis secara mendalam.

d. Bagi peneliti, penelitian ini menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap penerapan konsep pendidikan politik di dalam ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan.

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

Berdasarkan pengamatan kemampuan berbahasa siswa pada siklus 1 telah mengalami peningkatan dari pratindakan walaupun belum mencapai persentase KKM yang telah ditentukan.

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan yang wajib ditempuh oleh mahasiswa S1 UNY program kependidikan karena orientasi utamanya adalah kependidikan. Dalam

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Hasil penelitian yang menunjukan nilai ekonomi air total resapan hutan lindung Gunung Sinabung dan hutan lindung TWA Deleng Lancuk di Desa Kuta Gugung dan Desa Sigarang