Design of Precast Concrete Column for Earthquake Resistant and Fast-Build House
with Infill Frame System
RECKY TIRTAJAYA1,TAVIO2,KURDIAN SUPRAPTO2, AMAN SUBAKTI
Jurusan Teknik Sipil, ITS
email: [email protected], [email protected]
AbstractThe main goal of this research is to arrange a guideline to build an earthquake-resistant house with precast system in order to help and support government and local resident to rebuild safe-housing in short time, especially for the damage caused by earthquakes. The specific purpose of this research is to find out the most effective dimension and reinforcement of precast concrete column as the main object of this study, suitably to the design of house that have been determined. This research was started by created a model of simple single-story house and two-story house. Infill Frame Structural System is considered to the house, which consider both the stiffness of infill wall and frame to absorb lateral force. Connection between two precast column used steel bar connector (dry-joint system) in order to accelerate the construction time. This connection seemed to indicate fully-ductile behavior. It makes possible to design the house structure with seismic reduction factor (R) 8,5. This research obtained the optimal results: 150x150 cm2 (4D13 for singe- story and 200x200 cm2 (8D13 for two-story house both in Zone 4 and 6. The requirements of seismic design for building such as strong column weak beam and displacement control have been considered.
Keywords— Earthquake-resistant house, infill frame, precast concrete column I. PENDAHULUAN
Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Indonesia disibukkan dengan masalah penanggulangan korban bencana, terutama akibat gempa yang paling banyak menyebabkan kerugian materi dan korban jiwa. Tercatat lebih dari 5 gempa besar terjadi dalam kurun waktu kurang dari 6 tahun telah menyebabkan banyak keluarga kehilangan rumah atau tempat tinggal sebagai penunjang utama aktifitasnya. Hal ini membuat pemerintah perlu segera merelokasi para korban bencana ke suatu lokasi hunian baru yang layak agar mereka dapat segera kembali beraktifitas dengan normal. Ini berarti perlu untuk membangun kembali rumah-rumah bagi penduduk dalam waktu cepat dan dalam jumlah yang banyak.
Untuk membangun rumah penduduk dengan cepat dan dalam jumlah yang besar maka diperlukan suatu pedoman untuk membangun rumah tinggal sederhana tahan gempa cepat bangun. Pedoman-pedoman pembuatan rumah tahan gempa yang ada di Indonesia selama ini hanyalah pedoman rumah dari kayu dan pedoman rumah dari beton cor in-situ. Dua pedoman ini sudah cukup baik tetapi dirasa perlu untuk dikaji ulang karena memiliki beberapa kelemahan.
Sebagai inovasi untuk mengatasi hal ini maka diusulkan suatu model rumah tahan gempa dari beton pracetak. Keunggulan menggunakan pracetak antara lain kekuatannya terjamin (karena dicetak di pabrik), dapat mempercepat waktu pelaksanaan (mudah pemasangannya), dapat memperindah struktur dan dapat diproduksi massal (dalam jumlah besar) sehingga dapat diaplikasikan untuk membangun rumah dalam jumlah banyak (David, Philips & Wiliam, 1978). Karena bisa mempercepat waktu pelaksanaan, maka dipastikan akan
berpengaruh langsung terhadap penghematan biaya (Alfred, 2001).
Perencanaan kolom sebagai penopang utama struktur perlu diperhatikan dengan seksama untuk menjamin stabilitas struktur bila gempa terjadi lagi.
Dalam penelitian ini akan digunakan sistem struktur infill frame, yaitu suatu sistem struktur yang memperhitungkan kekakuan dinding pengisinya (infill wall) sebagai pembantu rangka (frame) dalam menahan beban lateral (B. S. Smith, 1963). Sistem struktur ini dipilih karena banyak konstruksi rangka gedung pada abad ke-20 ini yang dindingnya (cladding) sengaja didesain untuk menambah kestabilan dan kekakuan struktur terhadap beban lateral (D. V. Malick, 1967), sehingga dapat membantu rangka bahkan mengoptimalkan dimensi rangka.
Dalam penelitian ini akan dianalisa sebuah sistem sambungan dry joint yang menggunakan batang baja yang dibaut, yang digunakan sebagai sambungan antar kolom beton pracetak. Kelebihan dry joint adalah untuk mempercepat waktu pelaksanaan, sekitar 25%-40% bila dibandingkan dengan in situ concrete joint (Noorhidana, 2002). Sambungan antar kolom ini memegang peranan penting dalam menentukan performa struktur, terutama dalam aspek daktilitas yang sangat dibutuhkan dalam desain bangunan tahan gempa.
II. DASAR TEORI
A. Definisi Rumah Tinggal
Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, dan tempat awal pengembangan
kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur (UU No 4/1992 Pasal 1 ayat 1).
B. Konsep Rumah Tahan Gempa
Taraf keamanan minimum untuk bangunan gedung dan rumah tinggal yang masuk dalam kategori bangunan tahan gempa, yaitu yang memenuhi berikut ini:
a. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali.
b. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-struktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur.
c. Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat: bangunan tersebut tidak boleh runtuh baik sebagian maupun seluruhnya; bangunan tersebut tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki;
bangunan tersebut boleh mengalami kerusakan tetapi kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan cepat sehingga dapat berfungsi kembali.
(Mulyanto, 2007) C. Dasar Teori Kolom
Perencanaan kolom sebagai penopang utama struktur perlu diperhatikan dengan seksama untuk menjamin stabilitas struktur bila gempa terjadi lagi. Walaupun balok dan plat di atasnya sangat kuat dan kaku, namun bila kolom tidak kuat menahan beban maka struktur secara keseluruhan akan runtuh (Wiryanto, 2005).
Diagram interaksi merupakan salah satu parameter yang dapat mengevaluasi kapasitas penampang kolom yang terbebani aksial dan lentur.
Gbr. 1. Hubungan P-M pada keruntuhan kolom beton bertulang (Wiryanto, 2005)
D. Acuan Desain Kolom
Gunakan Sesuai persyaratan bangunan tahan gempa SNI 2847-2002, kolom didesain sebagai berikut:
- Syarat strong column weak beam harus dipenuhi:
e g
M M ≥ ∑
∑ 5 6
(1) Yang artinya penjumlahan kekuatan momen pada kolom lebih besar daripada penjumlahan kekuatan momen pada balok.
- Rasio tulangan lentur (ρg):
0,01 < ρg < 0,06 (2) Rasio tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 0,01 dan tidak boleh lebih dari 0,06 dan pada daerah sambungan tidak boleh lebih dari 0,08.
- Pengekangan kolom:
Total luas penampang tulangan sengkang persegi tidak boleh kurang dari:
 −
 
=0,3 1
'
c g yh c c
sh A
A f h f s A
(3)
 
= 
yh c c
sh f
h f s A
'
09 , 0
(4) Dimana:
Ash = luas penampang total tulangan transversal (termasuk sengkang pengikat) dalam rentang spasi s dan tegak lurus terhadap dimensi h, mm2
hc = dimensi penampang inti kolom diukur dari sumbu ke sumbu tulangan pengekang, mm s = spasi tulangan struktur, mm
fc = kuat tekan beton yang disyaratkan, MPa f yh = kuat leleh tulangan transversal yang
disyaratkan, MPa
Ag = luas bruto penampang, mm2
Ac = luas penampang komponen struktur dari sisi luar ke sisi luar tulangan transversal, mm2 - Besarnya jarak tulangan geser kolom:
s yh v
V d f s=A
(5) dengan
c u
s V V
V = φ − (6)
n
u
u l
V =M
(7)
d f b A
V N c w
g u
c 
 +
= 1 14 6
'
(8) Dimana jarak sengkang dibatasi:
s < h/4
< 6 kali diameter tulangan longitudinal < 150 mm
- Untuk daerah tidak berpotensi sendi plastis, sengkang tetap harus dipasang sejarak:
s < 6 kali diameter tulangan longitudinal < 150 mm
III. METODOLOGI PENELITIAN
Gbr. 2. Diagram alir penelitian
Gambar sambungan dan proses erection elemen pracetak diperlihatkan oleh Gambar 4. Pertama, elemen kolom pracetak bagian bawah siap pada posisinya, kemudian batang penyambung dimasukkan pada lubang yang terletak pada elemen kolom pracetak bagian bawah, kemudian memasangkan mur. Selanjutnya kolom pracetak bagian atas dipasangkan tepat dengan elemen kolom pracetak bagian bawah, dan dilakukan pengencangan mur, baik mur bagian atas maupun bagian bawah melalui lubang yang tersedia. Setelah mur-baut sudah benar-benar kencang, selanjutnya dilakukan growting untuk mengisi lubang-lubang yang ada agar permukaan terlihat rata dan rapi.
(a)
(b)
Gbr. 3. Sambungan dry joint, (a) Detail sambungan; (b) Proses erection elemen pracetak.
Sambungan dianalisa menggunakan program Lusas 13.5.7, untuk mengetahui kemampuan leleh dan putusnya. Kolom dimodelkan sebagai balok kantilever sederhana yang mengalami beban luar. Gaya dalam yang terjadi pada lokasi sambungan kemudian diaplikasikan pada model.
Gbr. 4. Idealisasi kolom menjadi kantilever
Sambungan dimodelkan salah satu sisi terjepit dan sisi lainnya bebas bergerak (akibat beban luar).
Gbr. 5. Model sambungan dengan Lusas 13.5.7
IV. HASIL PENELITIAN
Leleh pertama pada batang penyambung dicatat perpindahannya (∆y), begitu juga pada saat putus (∆u).
Penentuan kapan baja leleh dan putus adalah berdasarkan kemampuan material baja tersebut. Baja dengan fy 240 MPa akan leleh pertama pada saat tegangan mencapai 240 MPa (regangan leleh 0.02), dan akan putus pada tegangan 370 MPa.
(a) (b)
Gbr. 6. Distribusi tegangan, (a) Pada saat leleh pertama (faktor pembesaran beban = 3 kali); (b) Pada saat putus (faktor pembesaran
beban = 5 kali)
(a) (b) Gbr. 7. Titik leleh, (a) Pada saat faktor pembesaran beban = 3 kali; (b)
(a) Pada saat faktor pembesaran beban = 5 kali.
Dari Gbr. 6 dan Gbr. 7 terlihat bahwa leleh batang penyambung pertama kali terjadi pada saat beban diperbesar 3 kali. Putus akan terjadi pasa saat beban diperbesar 5 kali, yaitu pada saat regangan batang penyambung mencapai 0.08.
Displacement yang terjadi pada ujung sambungan:
- Pada saat leleh, ∆y = 3,4 mm - Pada saat putus, ∆u = 31 mm
Sehingga daktilitas displacementnya adalah : µ∆ = ∆y/∆u = 31/3,4 = 9,11
Sesuai Tabel 2. SNI 1726-2002, untuk µ∆ > 5,3 maka nilai R = 8,5 (daktilitas penuh). Dengan nilai R = 8,5 ini, gaya gempa untuk rumah sederhana kemudian dianalisa dengan SAP2000.
TABEL I
Kontrol Kinerja Batas Layan
TABEL II
Kontrol Kinerja Batas Ultimate
Gbr. 8. Analisa struktur rumah 1 dan 2 lantai dengan sistem Infill Frame.
Dari hasil analisa struktur, kolom kemudian didesain dimensi dan kebutuhan tulangannya, kemudian dikontrol persyaratan Strong column weak beam-nya dan juga Kenerja batas layan dan Kinerja batas ultimate- nya. Semua desain yang diperoleh memenuhi syarat.
Berikut ini salah satu contoh perhitungan syarat strong column weak beam untuk kolom Rumah 2 Lantai Wilayah Gempa 6. Hasil perhitungan sebagai berikut:
B = H = 200 mm
Tulangan = 8 D 13 (equal to 4 sides)
ρt = 2,5% (syarat maksimun & minimum OK) 6/5 ΣMg = 31193892 Nmm
Bacaan = 2200000 Nmm (Dari diagram interaksi kolom).
Gbr. 9. Diagram interaksi kolom 200x200 mm2 (Rumah 2 lantai WG 6)
ΣMe = 3384615 Nmm
Karena ΣMe > 6/5 ΣMg, maka syarat Strong Column Weak beam OK. Pengecekan daktilitas kurvatur (µφ) kolom dengan diagram momen-kurvatur penampang
menggunakan program EXTRACT.
Gbr. 10. Momen kurvatur kolom 200x200 mm2 (Rumah 2 lantai WG 6)
Sehingga µφ = φu/φy = 0,42/0,02 = 21
Sesuai syarat SNI 1726, daktilitas kurvatur penampang > 16 untuk menjamin daktilitas penuh (berarti penampang OK).
V. KESIMPULAN
Sambungan dry joint berupa batang penyambung yang diusulkan mampu menghasilkan perilaku daktilitas penuh, dengan R=8,5. Namun demikian perlu dilakukan peninjauan ulang pada pemodelan sambungannya, yaitu perlu dilakukan pemodelan secara menyeluruh sebuah kolom termasuk didalamnya sambungan dan kolom beton sendiri. Pemodelan secara utuh ini diharapkan dapat menghasilkan displacement yang lebih akurat.
Hasil desain kolom rumah sederhana tahan gempa menghasilkan dimensi dan penulangan optimal sebagai berikut:
Rumah 1 lantai Wilayah Gempa 4 & 6:
~ Dimensi kolom = 150 x 150 mm2
WG Lt. h (m)
Drift (mm)
drift antar tingkat
(mm)
∆s (mm)
∆m (mm)
Syarat
∆s (mm) Syarat ∆m
(mm) ket
4 1 3.2 0.16 0.16 0.16 0.95 11.29 64 ok
6 1 3.2 0.21 0.21 0.21 1.25 11.29 64 ok
WG Lt. h (m)
Drift (mm)
drift antar tingkat
(mm)
∆s (mm)
∆m (mm)
Syarat
∆s (mm) Syarat ∆m
(mm) ket
4
2 6.4 0.792 0.282 0.282 1.68 22.59 128 ok
1 3.2 0.51 0.51 0.51 3.03 11.29 64 ok
6
2 6.4 0.98 0.33 0.33 1.96 22.59 128 ok
1 3.2 0.65 0.65 0.65 3.87 11.29 64 ok
~ Tulangan longitudinal = 4 D 13
~ Tulangan geser = φ8-75 mm (sendi plastis) φ8-100 mm (diluar sendi plastis) Rumah 2 lantai Wilayah Gempa 4 & 6:
~ Dimensi kolom = 200 x 200 mm2
~ Tulangan longitudinal = 8 D 13
~ Tulangan geser = φ8-75 mm (sendi plastis) φ8-100 mm (diluar sendi plastis)
Kalau diperhatikan, kebutuhan tulangan rumah pada Wilayah Gempa 4 dan 6 tidak terlalu banyak perbedaan, karena gaya gempa antara keduanya tidak terlalu jauh beda karena sama-sama dirancang dengan R yang sama (daktilitas penuh). Sebenarnya ada sedikit perbedaan, namun desain rumah untuk WG 4 agak berlebih, karena harus dilakukan pembulatan ke atas, maka diperoleh dimensi yang sama dengan desain rumah WG 6.
Kontrol Strong Colomn Weak Beam telah dicek dan memenuhi syarat disemua lokasi kolom. Demikian juga syarat Kinerja Batas Layan (KBL) dan Kinerja Batas Ultimate (KBU) telah memenuhi syarat.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] B.S. Smith (1963), Infilled Frames, Tesis Ph.D., University of Bristol.
[2] D.V. Mallick, dan R.T. Severn (1967), "The Behaviour of Infilled Frames Under Static Loading", Institution of Civil Engineering, Vol. 38, hal. 639-956.
[3] Mulyanto, (2007), Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.
[4] Noorhidana, V.A., Sugiri, S.M. dan Soemardi, B.W., “Analisis Eksperimental Kolom Pracetak Dry Joint Akibat Beban Siklik Lateral,” Jurnal Teknik Sipil, Vol. 8, Juni 2002, hal. 40-50.
[5] Purwono, Rachmat (2005), Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa (Sesuai SNI-1726 dan SNI-2847 Terbaru), ITS Press, Surabaya.
[6] SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Bandung.
[7] SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Badan Standarisasi Nasional, Bandung.
[8] Wiryanto Dewobroto, (2005), Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan Visual Basic 6.0 (Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang sesuai SNI 03-2847-2002), PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
[9] Yee, Alfred A., “Structural and Economic Benefits of Precast/Prestressed Concrete Construction,” PCI Journal, Vol.
46, No.4, Juli 2001, hal. 34-42.