• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tingkat Kecemasan Dental pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) dengan Memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Gambaran Tingkat Kecemasan Dental pada Anak Usia Sekolah (6-12 Tahun) dengan Memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN DENTAL PADA ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) DENGAN

MEMODIFIKASI CORAH’S DENTAL ANXIETY SCALE (CDAS)

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

PUJI AVELDA INSKAZILLA NIM: 170600109

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2022

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak

Tahun 2022

Puji Avelda Inskazilla

Gambaran tingkat kecemasan dental pada anak usia sekolah (6 – 12 tahun) dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

xiii + 43 halaman

Kecemasan dental merupakan suatu kecenderungan merasakan cemas dan serangkaian perasaan negatif lainnya terhadap perawatan gigi dan mulut. Kecemasan dental banyak dialami setiap orang baik itu anak-anak maupun dewasa dan menempati urutan kelima dalam situasi yang dianggap menakutkan. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kecemasan dental, salah satunya yaitu Corah’s Dental Anxiety Scale. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan dental pada anak usia sekolah di praktek dokter gigi dan klinik gigi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan data menggunakan metode wawancara dengan kuesioner yang dilakukan pada anak usia 6- 12 tahun. Uji Chi-square digunakan untuk menganalisis tingkat kecemasan dental berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi kunjungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 110 responden diperoleh hasil paling banyak anak mengalami kecemasan tingkat sedang yaitu sebanyak 46 orang anak (41,8%), tingkat kecemasan rendah sebesar 38,2%, tingkat kecemasan tinggi sebesar 19,1% dan paling sedikit mengalami phobia (0,9%). Terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara tingkat kecemasan dental dengan jenis kelamin (p=0,953) dan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan dental dengan frekuensi kunjungan (p=0,033). Kesimpulan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberi gambaran tingkat kecemasan dental pada anak usia sekolah sehingga membantu dokter gigi dalam menangani perawatan gigi dan mulut pasien anak dengan kecemasan dental.

Daftar Pustaka: 29 (1982-2020)

Kata kunci: kecemasan dental, pasien anak, tingkat kecemasan dental

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 14 Juli 2022

Pembimbing: Tanda tangan:

Luthfiani, drg., MDSc ………...

NIP: 198112052008122003

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 21 Juli 2022

TIM PENGUJI

KETUA : Siti Salmiah, drg., Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Zulfi Amalia Bachtiar, drg., MDSc 2. Luthfiani, drg., MDSc

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunia-Nya serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Dr. Essie Octiara, drg, Sp. KGA selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA., M. Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG USU atas bimbingan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

3. Siti Salmiah, drg., Sp. KGA selaku dosen pembimbing akademis dan ketua penguji yang telah memberikan motivasi, nasihat, dan arahan selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Luthfiani, drg., MDSc selaku dosen pembimbing skripsi yang bersedia meluangkan waktu dan tenaga serta memberi ilmu dan arahan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Zulfi Amalia Bachtiar, drg., MDSc selaku dosen penguji atas bimbingan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKG USU terutama di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Universitas Sumatera Utara atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta penulis, Ibunda Hasmaini dan Ayahanda Deno Komara atas segala doa, kasih sayang, semangat, dan dukungan selama ini yang tiada henti baik secara moril dan materil kepada penulis.

(6)

8. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak, yaitu Grecia, Kurnia, dan Martha atas saran, doa, bantuan, serta dukungan selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

9. Sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan masukan, doa, dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena kelemahan dan keterbatasan ilmu yang dimiliki penulis sehingga skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik yang membangun. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 14 Juli 2022 Penulis,

(Puji Avelda Inskazilla) NIM: 170600109

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.2.1 Rumusan Masalah Umum ... 3

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.5.2 Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan ... 5

2.2 Kecemasan Dental ... 7

2.2.1 Defenisi Kecemasan Dental ... 7

2.2.2 Etiologi Kecemasan Dental ... 8

2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah ... 12 2.4 Metode Pengukuran Kecemasan Dental dengan Corah’s Dental Anxiety

(8)

Scale ... 16

2.5 Kerangka Teori ... 19

2.6 Kerangka Konsep ... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 20

3.2.2 Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel... 20

3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel ... 20

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 22

3.4.1 Variabel Penelitian ... 22

3.4.2 Definisi Operasional ... 22

3.5 Alat dan Bahan Penelitian... 25

3.6 Cara Pengambilan Data ... 25

3.7 Pengelolaan dan Analisis Data ... 25

3.7.1 Pengolahan Data ... 25

3.7.2 Analisis Data ... 26

3.8 Etika Penelitian ... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden ... 27

4.2 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kecemasan Dental ... 28

4.3 Distribusi Jumlah dan Persentase Berdasarkan Tingkat Kecemasan Dental ... 30

4.4 Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Anak ... 31

4.5 Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Anak ... 31

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Tingkat Kecemasan Dental ... 34

5.2 Distribusi Jumlah dan Persentase Berdasarkan Tingkat Kecemasan Dental ... 36

5.3 Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Anak ... 37

5.4 Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Anak ... 38

(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 39 6.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional... 22 2. Karakteristik Umum Responden Penelitian ... 27 3. Distribusi Jawaban Responden mengenai Tingkat Kecemasan Dental

Berdasarkan Frekuensi Kunjungan... 28 4. Distribusi Jumlah dan Persentase Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Dental... 31 5. Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31 6. Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Frekuensi

Kunjungan... 32 7. Gambaran Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Frekuensi Kunjungan ... 32

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Faktor etiologi kecemasan dental... 9 2. Corah’s dental anxiety scale... 18

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian

2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 3. Lembar Kuesioner Penelitian

4. Lembar Hasil Uji Validitas dan Realibilitas 5. Lembar Analisis Data

6. Lembar Ethical Clearance 7. Lembar Surat Izin Penelitian 8. Lembar Dokumentasi Penelitian

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan merupakan respon normal yang sering terjadi dan dialami hampir semua orang ketika menghadapi suatu hal yang dianggap mengancam dan juga dapat mempengaruhi perilaku serta persepsi rasa nyeri yang biasanya berlangsung tidak lama.1 Kecemasan dapat ditandai dengan adanya perasaan yang tidak enak, tidak berdaya, dan serangkaian reaksi emosi negatif lainnya seperti frustasi, ketakutan, kemarahan, menarik diri dan depresi, dan juga terjadi perubahan fisik seperti peningkatan tekanan darah dan denyut nadi atau berkeringat.2–4

Kecemasan dapat terlihat melalui tiga sistem respons yang saling terkait yaitu sistem fisik, sistem kognitif dan sistem perilaku. Sigmund Freud membagi kecemasan menjadi 3 jenis yaitu kecemasan realistis, kecemasan neurosis dan kecemasan moral.

Kecemasan dapat terjadi dalam berbagai situasi dan kondisi, salah satunya yaitu kecemasan dental.1,2 Kecemasan dental merupakan suatu kecenderungan merasakan cemas dan serangkaian perasaan negatif lainnya terhadap perawatan gigi dan mulut.5 Kecemasan dental banyak dialami setiap orang baik itu anak-anak maupun dewasa dan menempati urutan kelima dalam situasi yang dianggap menakutkan bagi individu.6 Prevalensi dari kecemasan dental yang dilaporkan pada anak-anak dan dewasa di beberapa negara berkisar 5 hingga 33%.5

Studi oleh Locker dkk (1999) mengungkapkan bahwa sekitar setengah dari koresponden yang diteliti melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan dental selama masa kanak-kanak.4 Anak yang belum pernah melakukan perawatan gigi dan mulut lebih cenderung mengalami kecemasan dental. Kecemasan dental ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, baik itu faktor eksogen maupun endogen, seperti memiliki pengalaman buruk atau trauma, mendengarkan dan meniru pengalaman orang lain, kepribadian anak, usia dan jenis kelamin.1,4

(14)

Klingberg dan Broberg (2007) melaporkan bahwa prevalensi kecemasan dental pada anak bervariasi dari 6 hingga 19% dengan prevalensi rata-ratanya 10%. Penelitian ini dilakukan pada anak usia antara 4-18 tahun di negara maju yang mayoritas berasal dari Amerika Utara dan Eropa Utara.4 Survei lain yang dilakukan di Inggris pada anak usia 11-16 tahun menunjukkan bahwa kecemasan dental tertinggi terjadi pada anak usia 12 tahun yaitu sebesar 12% dan pada anak usia 15 tahun sebesar 10%.2 Penelitian yang dilakukan oleh Marwansyah dkk (2018) terhadap 80 anak yang melakukan perawatan gigi dan mulut, menunjukkan bahwa 81,25% anak mengalami kecemasan dalam tingkat sedang, 16,25% mengalami tingkat kecemasan tinggi dan 2,5%

mengalami phobia.1 Ni Putu dkk (2019) juga melaporkan dalam penelitiannya bahwa dari 11 anak yang berusia 7-12 tahun sebanyak 64% mengalami kecemasan tingkat rendah dan kecemasan tingkat sedang sebesar 36%.2

Anak usia 6-12 tahun merupakan anak usia sekolah, dimana kecemasan dental sering terjadi pada masa ini, hal tersebut sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Al-Sarheed dan Hertanto.2,7 Hasil survei tentang ansietas pada kedokteran gigi ditemukan bahwa 19,5% anak-anak usia sekolah takut dengan dokter gigi.8 Hasil penelitian Sanger dkk juga menunjukkan bahwa tingkat kecemasan tinggi paling banyak ditemukan pada usia 6-8 tahun (20,48%) dan tingkat kecemasan rendah ditemukan pada usia 9-12 tahun (47,74%).7 Anak usia 7-12 tahun berada pada tahap perkembangan operasional konkret menurut teori kognitif Jean Piagett, dimana anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika dan mampu mengklasifikasikan objek sehingga sudah dapat mengenal stimulus yang menyebabkan rasa cemas.2,9

Banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kecemasan dental.

Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) adalah salah satu metode alat pengukuran kecemasan yang banyak dipakai untuk mengukur tingkat kecemasan seseorang.

Metode CDAS dikembangkan oleh Corah dan Pantera pada tahun 1968 dan dipublikasikan pada tahun 1969.1,10 Metode ini dapat mengukur tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi pada anak usia 5-15 tahun dengan menggunakan kuesioner

(15)

dalam pengukurannya.1,11 Pengukuran CDAS meliputi 4 pertanyaan dengan 5 jawaban alternatif yang memiliki rentang nilai 1-5.1,5,10–12

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat kecemasan anak usia sekolah (6-12 tahun) dengan memodifikasi metode Corah Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini dapat dibedakan menjadi:

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Bagaimana gambaran tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) laki-laki dan perempuan dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan?

2. Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) berdasarkan frekuensi kunjungannya dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) laki-laki dan perempuan dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

(16)

2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) berdasarkan frekuensi kunjungannya dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) laki-laki dan perempuan dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

2. Ada perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun) berdasarkan frekuensi kunjungannya dengan memodifikasi Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) di Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, khusus di bidang kedokteran gigi.

b. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai gambaran tingkat kecemasan dental pada anak usia sekolah (6 – 12 tahun) sehingga dapat menjadi landasan untuk penelitian lain yang terkait dengan kecemasan dental.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi tentang gambaran tingkat kecemasan dental pada anak usia sekolah (6 – 12 tahun) sehingga dapat membantu dokter gigi dalam menangani perawatan gigi dan mulut pasien anak dengan kecemasan dental.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

Kecemasan merupakan salah satu emosi utama yang diperoleh segera setelah lahir. Kecemasan adalah emosi yang mirip dengan ketakutan tetapi muncul tanpa sumber bahaya yang objektif atau reaksi terhadap bahaya yang tidak diketahui sumbernya. Kecemasan juga sering didefinisikan sebagai keadaan dengan perasaan yang tidak menyenangkan bergabung dengan perasaan akan datangnya malapetaka atau bahaya dari dalam daripada dari luar.4,13,14

Kecemasan merupakan respon normal yang sering terjadi dan dialami hampir semua orang ketika menghadapi suatu hal yang dianggap mengancam dan juga dapat mempengaruhi perilaku serta persepsi rasa nyeri yang biasanya berlangsung tidak lama.1 Kecemasan juga merupakan proses yang dipelajari sebagai respon terhadap suatu lingkungan, ini dapat terlihat melalui tiga sistem respons yang saling terkait yaitu sistem fisik, kognitif dan perilaku. Kecemasan ditandai dengan adanya rasa takut, gelisah, disertai dengan perasaan tidak berdaya, tidak dapat menemukan solusi dari masalahnya dan serangkaian reaksi emosi negatif lainnya, dan juga terjadi perubahan fisiologis seperti peningkatan tekanan darah, denyut nadi atau berkeringat.2–4

Kecemasan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe:13 a. Trait anxiety

Suatu pola kecemasan seumur hidup sebagai suatu sifat bawaan. Anak-anak ini umumnya gugup, gelisah dan hipersensitif terhadap stimulus.

b. State anxiety

Episode kecemasan akut yang tidak berlangsung lama diluar situasi yang merangsangnya.

c. Free floating anxiety

Kondisi cemas terus-menerus dimana penyebab emosi tidak diketahui dan banyak pikiran lain atau peristiwa lainnya yang memicu kecemasan.

(18)

d. Situational anxiety

Hanya ditemukan pada situasi atau objek tertentu.

e. General anxiety

Individu mengalami perasaan cemas kronis yang dapat menyebar apapun keadaan yang terjadi.

Karakteristik keadaan mental yang tidak nyaman dari kecemasan, pada waktunya dapat menjadi kecemasan umum “free-floating”, dimana anak-anak mengalami ketakutan yang ringan dalam setiap situasi yang dianggapnya sebagai ancaman.1,15 Kecemasan juga dapat dibedakan menjadi beberapa subtipe, yaitu:13

a. Association

Proses pengondisian klasik dimana rangsangan yang awalnya bersifat netral menjadi penyebab kewaspadaan dan kecemasan dengan menggabungkannya dengan rasa sakit atau pengalaman buruk orang lain.

b. Attribution

Keadaan yang sangat waspada dalam lingkup biologis.

c. Appraisal

Kecemasan ini berkaitan dengan pemahaman dan cara kita berpikir. Ini melibatkan ingatan akan pengalaman buruk daripada kejadian-kejadian positif yang nantinya menimbulkan kecemasan.

Sigmund Freud juga membagi kecemasan menjadi 3, yaitu:16 a. Kecemasan realistas/objektif

Kecemasan yang disebabkan karena adanya ketakutan terhadap bahaya yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan ini menuntut kita untuk berperilaku bagaimana menghadapi bahaya.

b. Kecemasan neurosis

Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil dan pada konflik antara pemuasan instingtual dan realitas. Ketakutan yang terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting tersebut, tetapi ketakutan atas apa yang akan terjadi bila insting tersebut dipuaskan.

(19)

c. Kecemasan moral

Hasil konflik antara Id dan superego. Singkatnya, ini merupakan ketakutan akan suara hati individu itu sendiri.

2.2 Kecemasan Dental

2.2.1 Definisi Kecemasan Dental

Terminologi kecemasan dan ketakukan sering kali tertukar penggunaannya dalam literatur. Ketakutan itu sendiri dideskripsikan sebagai reaksi terhadap bahaya yang terjadi secara langsung, sedangkan kecemasan adalah reaksi terhadap potensi bahaya. Respons terhadap kecemasan meliputi adanya rasa cemas, waspada yang berlebih, distorsi kognitif, terangsangnya sistem saraf otonom dan perilaku menghindar.2–4

Ketakutan dental dalam kedokteran gigi dideskripsikan sebagai reaksi terhadap stimulus yang dianggap sebagai ancaman seperti pemakaian bur, sedangkan kecemasan dental dideskripsikan sebagai keadaan ketakutan seperti pikiran akan sesuatu yang menakutkan akan segera terjadi, yang mana ini terjadi sebelum kunjungan perawatan gigi. Perbedaan utama dari kecemasan dan rasa takut yaitu pada stimulus yang akan memicu reaksi dan seberapa kuat reaksi terhadap stimulus yang diberikan. Sulit untuk membedakan antara ketakutan dan kecemasan dental secara klinis. Istilah ‘dental fear and anxiety’ atau DFA telah digunakan untuk menggambarkan perasaan negatif yang berhubungan dengan kedokteran gigi.2,4

Kecemasan dental merupakan suatu kecenderungan merasakan cemas dan serangkaian perasaan negatif lainnya terhadap perawatan gigi dan mulut.5 Kecemasan dental banyak dialami setiap orang baik itu anak-anak maupun dewasa, serta menempati urutan kelima dalam situasi yang dianggap menakutkan bagi individu.6 Prevalensi dari kecemasan dental yang dilaporkan pada anak-anak dan dewasa di beberapa negara berkisar 5 hingga 33%.5

Klingberg dan Broberg (2007) melaporkan bahwa prevalensi kecemasan dental pada anak bervariasi dari 6 hingga 19% dengan prevalensi rata-ratanya 10%. Prevalensi ini didapatkan setelah mereka melakukan penelitian pada literatur-literatur yang

(20)

diterbitkan antara tahun 1982 dan 2006. Penelitian ini dilakukan pada anak usia antara 4-18 tahun di negara maju yang mayoritas berasal dari Amerika Utara dan Eropa Utara.4

Penelitian yang dilakukan oleh Marwansyah dkk (2018) terhadap 80 anak usia sekolah 6-12 tahun yang melakukan perawatan gigi dan mulut, menunjukkan bahwa 81,25% anak mengalami kecemasan dalam tingkat sedang, 16,25% mengalami tingkat kecemasan tinggi dan 2,5% mengalami phobia.1 Ni Putu dkk (2019) juga melaporkan dalam penelitiannya bahwa dari 11 anak yang berusia 7-12 tahun sebanyak 64%

mengalami kecemasan tingkat rendah dan kecemasan tingkat sedang sebesar 36%.2 Pramila M dan Murthy AK (2010) juga melaporkan prevalensi kecemasan dental yang tinggi pada anak sekolah usia 12-15 tahun yaitu 23,4%.15 Survei lain yang dilakukan di Inggris pada anak usia 11-16 tahun menunjukkan bahwa kecemasan dental tertinggi terjadi pada anak usia 12 tahun yaitu sebesar 12% dan pada anak usia 15 tahun sebesar 10%.2

Kecemasan dental pada pasien anak sendiri dapat berdampak negatif bagi kesehatan rongga mulutnya dikarenakan rasa cemas dan takut yang dimiliki sehingga perawatan harus ditunda. Kecemasan dental juga akan berdampak pada dokter gigi dalam melakukan perawatan. Perawatan gigi dan mulut pada pasien yang cemas dan takut dapat menyebabkan berbagai tekanan, kesulitan dan tantangan bagi dokter gigi dalam menjalankan profesinya.2,4

2.2.2 Etiologi Kecemasan Dental

Banyak anak yang menganggap kunjungan ke dokter gigi sebagai suatu stress.

Stress ini diduga terjadi sejak membuat temu janji dengan dokter gigi (dental appointment) termasuk beberapa hal yang dapat memicu terjadinya stress seperti bertemu orang dewasa yang tidak dikenal, adanya suara dan rasa yang aneh, harus berbaring di kursi dental, rasa tidak nyaman dan bahkan rasa sakit. Perilaku dan reaksi ketakutan atau kecemasan ini merupakan hal umum yang ditemui di situasi klinik dokter gigi.17

Kecemasan dental dan masalah manajemen perilaku pada anak merupakan fenomena multifaktorial dan kompleks. Tiga kelompok utama faktor etiologinya dapat

(21)

dibagi menjadi: faktor personal, faktor eksternal dan faktor dental. Waktu merupakan variabel yang penting. Setiap kelompok memiliki berbagai komponen/faktor yang berbeda dan bervariasi kepentingannya dari waktu ke waktu, sehingga kecemasan pasien serta perilaku selama perawatan gigi dapat bervariasi.17

Gambar 1. Faktor etiologi kecemasan dental17

Faktor Personal

Faktor personal merupakan faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan yang berasal dari diri sendiri, seperti usia, tingkat kecemasan individu, tempramen dan masalah psikis. Faktor penting dalam menjelaskan terjadinya kecemasan dental dan masalah manajemen perilaku ini adalah usia. Kedua masalah ini sering terjadi pada anak-anak, yang mana ini dipengaruhi oleh perkembangan psikologisnya. Anak yang usianya lebih muda mungkin mengalami dan memahami situasi dental yang berbeda dibandingkan dengan anak-anak yang usianya lebih tua. Alasan utamanya yaitu proses pemahaman dan motivasi dalam perawatan gigi yang berbeda pada anak. Alasan lain yaitu kemampuan kognitif anak juga menjadi berkembang seiring dengan bertambahnya usia sehingga anak menjadi lebih paham dan sadar akan perawatan gigi, oleh karena itu, kecemasan dental lebih sering terjadi pada anak yang usianya lebih muda dan menurun seiring bertambahnya usia anak. Beberapa penelitianlain tidak menemukan adanya perbedaan dalam tingkat keparahan kecemasan dental antara kelompok usia. Rajwar dan Goswami (2017) dalam penelitiannya dapat diamati bahwa kelompok usia 9-11 tahun menunjukkan nilai rata-rata kecemasan dental tertinggi, namun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik terlihat diantara kelompok

(22)

usia.18 Penelitian tertentu lainnya menyimpulkan bahwa kecemasan dental meningkat seiring bertambahnya usia, yang mana ini dapat dijelaskan oleh kemungkinan adanya faktor lain yang muncul, seperti pengalaman yang menyakitkan sebelumnya.17,19

Faktor personal lainnya yaitu jenis kelamin. Anak perempuan umumnya memiliki tingkat kecemasan dental yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh Kumar et al menunjukkan bahwa anak perempuan menunjukkan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, yang mana ini ditunjukkan dari rata-rata perolehan skor MDAS yaitu 18,32 dan 16,16.20 Alaki et al (2011) dalam penelitiannya juga menyatakan hal yang sama bahwa anak perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dari anak laki-laki.2 Alasan mengapa tingkat kecemasan dental pada anak perempuan lebih tinggi begitu tidak jelas.

Berdasarkan teori yang disampaikan Sunaryo (2004) bahwa umumnya seorang laki- laki mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu yang mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan.1 Penjelasan lain yang memungkinkan yaitu secara sosial, anak perempuan lebih menerima dan mengakui bahwa mereka takut dan khawatir daripada anak laki-laki dan ini juga berhubungan dengan rasa sakit saat perawatan.

Penting bagi dokter gigi untuk menyadari bahwa anak laki-laki biasanya tidak mengakui secara sukarela kecemasan mereka tanpa adanya keterampilan dan dorongan dari dokter gigi. Casamassimo et al menyatakan bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan kecemasan dental, melainkan dipengaruhi oleh norma-norma budaya seperti kebiasaan, adat istiadat, serta perilaku.21 Beberapa penelitian lain juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki.4,10,19

Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi kecemasan dental berasal dari luar diri dan biasanya berhubungan dengan faktor keluarga dan sosial. Kecemasan dental orang tua dapat mempengaruhi kecemasan dental pada anak, yang mana hal ini berhubungan dengan peran orang tua sebagai role model bagi anak-anaknya sehingga hal tersebut dipelajari dan ditiru oleh si anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Anak juga dapat memperoleh kecemasan dental akibat pembelajaran sosial dari saudara kandung, kerabat lain dan teman. Penelitian yang dilakukan oleh Berggren dan

(23)

Meynert serta Moore dkk melaporkan bahwa perilaku negatif keluarga terhadap perawatan dental menjadi alasan umum berkembangnya kecemasan dental. Kecemasan dental pada kebanyakan pasien dewasa telah dimulai sejak masa kanak-kanak, bahkan seringkali sebelum kunjungan pertama, namun, ada pendapat bahwa ini hanya mempengaruhi kunjungan pertama dan setelah itu, pengalaman anak sendiri dan pengaruh dokter gigi saat perawatan akan lebih berperan dalam berkembangnya kecemasan dental.4,17,19

Kecemasan dental juga telah dilaporkan berhubungan dengan pengalaman atau dental experience sebelumnya. Tingkat kecemasan dental yang tinggi diperkirakan terjadi pada anak saat kunjungan pertama mereka ke dokter gigi. Kecemasan dental pada anak-anak ini kemudian akan berkurang dengan lebih banyak kunjungan ke dokter gigi, sehingga mereka memiliki lebih banyak pengalaman perawatan dental dan sudah terbiasa dengan situasi tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Marwansyah dkk (2018) menunjukkan bahwa pada pasien anak dengan kunjungan 1 didapatkan 2 anak dikategorikan phobia atau kecemasan sangat tinggi, sedangkan pada kunjungan lebih dari 1 tidak didapatkan anak dengan kategori phobia.1 Ni Putu dkk (2019) juga melaporkan bahwa dari 11 anak yang berkunjung ke RSGM Maranatha didapati pada kunjungan pertama sebanyak 1 anak (20%) memiliki tingkat kecemasan rendah; 4 anak (80%) memiliki tingkat kecemasan sedang; tidak ada anak dengan tingkat kecemasan tinggi, sedangkan pada kunjungan kedua dan lebih dari dua kali didapati masing- masing sebanyak 3 anak (100%) memiliki tingkat kecemasan rendah dan tidak ada anak yang memiliki tingkat kecemasan sedang maupun tinggi.2 Alasan yang memungkinkan yaitu karena fakta bahwa pengalaman dental sebelumnya membangun kepercayaan dokter gigi-pasien dan anak-anak menjadi lebih matang dengan kunjungan berikutnya.

Anak yang pernah mengalami perawatan dental tertentu kemungkinan akan menjadi kurang cemas terhadap perawatan tertentu tersebut dan kunjungan yang jarang serta interval yang lama antar kunjungan berkorelasi positif dengan kecemasan dental.10,19

Keadaan sosial seperti tingkat pendidikan orang tua dan status sosial keluarga juga dapat menjadi salah satu faktor eksternal yang berperan dalam terjadinya kecemasan dental. Anak yang berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi rendah dan

(24)

tingkat pendidikan rendah cenderung lebih banyak mengalami kecemasan dental.

Kecemasan ini disebabkan oleh karena kurangnya kesadaran akan perawatan gigi sehingga kejadian kecemasan dental meningkat. Penelitian oleh Busato et al (2017) juga melaporkan bahwa tingkat pendidikan tinggi juga berkaitan dengan tingkat kecemasan dental yang parah, hal ini dihubungkan dengan anak-anak dari keluarga sosial-ekonomi tinggi dapat lebih mudah mengakses informasi tentang prosedur perawatan gigi.17,19,22

Faktor Dental

Faktor dental merupakan faktor yang dapat dikendalikan oleh dokter gigi beserta tim dental. Penyebab kecemasan dental dan masalah manajemen perilaku saat perawatan gigi salah satunya adalah rasa sakit yang ditimbulkan dari perawatan. Rasa sakit menurut International Association for Study of Pain didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan yang sebenarnya ataupun potensi kerusakan jaringan.

Penting untuk diketahui bahwa sensasi tidak selalu bergantung pada kerusakan jaringan, hal tersebut juga dapat disebabkan karena adanya stimulus lain seperti suara bur dan jarum. Dokter gigi harus dapat melakukan manajemen dan pengkondisian yang tepat untuk mencegah dan meminimalisir rasa sakit dan tidak nyaman saat perawatan dental serta membentuk hubungan psikologis yang baik dengan anak, orang tua dan juga tim dental.17

2.3 Perkembangan Anak Usia Sekolah

Perkembangan anak (child development) merupakan suatu proses pertumbuhan yang unik meliputi aspek dalam diri anak tersebut. Perkembangan anak paling sering digambarkan menggunakan pendekatan berbasis variabel atau perseorangan.

Pendekatan berbasis variabel membagi perkembangan anak menjadi beberapa aspek seperti kognitif, fisik, psikologis, sosial-emosional dan lainnya yang menggambarkan perkembangan setiap aspek melalui masa anak-anak sampai dewasa. Pendekatan berbasis perseorangan menggambarkan perkembangan suatu ciri khas pada anak usia tertentu, baik itu anak prasekolah, usia sekolah, remaja dengan menggunakan sejumlah

(25)

aspek secara bersamaan. Usia sekolah berlangsung antara usia 6-12 tahun dan disebut juga sebagai late childhood atau‘gang age’. Masa ini merupakan masa terjadinya kehilangan gigi, masa perubahan fisik yang cepat, masa meraih identitas individu, teman sebaya dan latensi pertumbuhan seksual. Masa ini juga masa dimana anak sudah dapat berpikir realistik, mempelajari percakapan dan dapat merefleksikan, menalar serta memahami hubungan logis. Beberapa ahli telah mengelompokan fase-fase perkembangan pada anak serta mengelompokannya ke dalam rentang usia tertentu yang dianggap mewakili fase perkembangan tersebut.14,17,23

Sigmund Freud merupakan seorang bapak psikiatri modern yang mengemukakan suatu teori yang dikenal sebagai “Psychoanalytical Theory/Psychosexual Theory”. Freud mengatakan bahwa apa yang kita lakukan dan mengapa kita melakukan itu, siapa kita dan bagaimana kita menjadi seperti ini, semuanya terkait pada perbedaan dorongan seksual dalam kepribadian kita sejak masa kecil. Freud membagi perkembangan ini menjadi lima fase yaitu fase oral stage (0-1,5 tahun), anal stage (1,5-3 tahun), phallic stage (3-6 tahun), latency stage (7-12 tahun) dan genital stage (>12 tahun). Fase latency (7-12 tahun) ini merupakan fase dimana perasaan seksual ditekan untuk memungkinkan anak-anak memfokuskan energi mereka pada aspek kehidupan lainnya. Sebagian besar energi anak disalurkan untuk mengembangkan keterampilan baru, memperoleh pengetahuan baru dan umumnya bermain dengan teman-teman sesuai jenis kelamin masing-masing.14,15,23

Jean Piaget pada tahun 1952 juga mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan secara kognitif atau disebut juga sebagai “Piaget’s theory of cognitive development”. Piaget menggambarkan perkembangan kognitif menjadi empat tahap, yang masing-masing tahapan dicirikan oleh kapasitas unik dalam mengatur dan menafsirkan suatu informasi. Teori ini berhubungan dengan sifat alami pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia memperolehnya, membangunnya dan menggunakannya secara bertahap. Keempat tahapan perkembangan kognitif tersebut adalah: sensorimotor period (0-2 tahun), preoperational period (2-7 tahun), concrete operational period (7-11 tahun) dan formal operation period (>11 tahun). Setiap memasuki tahapan baru, kompetensi terhadap tahapan sebelumnya tidaklah hilang,

(26)

melainkan berintegrasi menjadi pendekatan kualitatif baru untuk berpikir dan memahaminya. 14,15,17

Anak usia sekolah berdasarkan teori Piaget dapat digolongkan perkembangan kognitifnya dalam tahap ketiga dimana anak sudah dapat berpikir secara logis dan tidak lagi membuat penilaian semata-mata hanya dari tampaknya saja, serta mampu membandingkan dan menoleransi sudut pandang yang berbeda. Kecerdasan selama periode ini ditunjukkan melalui manipulasi simbol-simbol yang logis dan sistematis yang berkaitan dengan benda-benda yang konkret. Pemikiran anak lebih stabil, cenderung mulai berpikir secara konkret dengan penalaran yang lebih baik terhadap masalah dan kejadian sekitarnya, serta telah mengerti konsep sebab akibat. Pemikiran anak pada tahap ini masih terbatas pada konsep konkret saja, belum mampu berpikir secara abstrak. Instruksi yang diberikan dokter gigi dalam perawatan dental hendaklah bersifat konkret seperti melibatkan anak dalam perawatan yang dilakukan. Anak dapat memahami bahwa prosedur tertentu dapat menyebabkan rasa sakit sesuai dengan pengetahuannya.14,15,17

Erik Erickson juga mengemukakan teori perkembangan anak yaitu

“Psychosocial Theory” yang merupakan modifikasi dari teori Freud. Erikson menggabungkan faktor internal psikologis dan faktor sosial eksternal untuk menjelaskan perkembangan psikologis sepanjang kehidupan individu. Erikson dalam teorinya menjelaskan bahwa terdapat 8 tahapan yang dilalui manusia sepanjang hidup dengan 5 pertamanya dilalui selama masa kanak-kanak dan remaja, yaitu: development of basic truth (0-1 tahun), development of autonomy (2-3 tahun), development of initiative (4-6 tahun), mastery of skills (6-12 tahun) dan development of personal identity (12-18 tahun). Sesuai teori ini, anak usia sekolah masuk ke dalam tahapan ketiga, dimana anak cenderung menjadi lebih sadar diri sebagai seorang individu dan mereka bekerja keras untuk bertanggung jawab, menjadi baik dan melakukan sesuatu dengan benar. Anak-anak pada tahap ini mungkin mengekspresikan kemandirian mereka dengan menjadi tidak patuh, membalikan pembicaraan dan menjadi memberontak. Erikson memandang tahap ini sebagai masa kritis untuk pengembangan kepercayaan diri. Kunci dalam penanganan perilaku anak usia ini yaitu dengan

(27)

menetapkan tujuan yang dapat dicapai, kemudian menguraikan bagaimana cara mencapainya dan selanjutnya memberi penghargaan atas pencapaian tersebut.14,15,23

Perkembangan anak usia sekolah dilihat dari teori-teori diatas mempunyai masa peralihan karena merupakan fase perkembangan dari masa kanak-kanak atau usia presekolah menuju masa remaja. Anak usia 6 tahun secara kualitatif berbeda dengan anak usia 4 hingga 5 tahun, yang mana anak akan lebih bertanggung jawab dan lebih mampu memahami ide-ide kompleks. Penilaian menyeluruh tentang harga diri pertama kali muncul pada usia sekitar 7 atau 8 tahun jika dilihat dari hal konsep diri. Pemisahan gender menjadi suatu aturan pada sebagian budaya, terutama dalam persahabatan individu, terjadi pada usia 6 atau 7 tahun. Pengalaman anak pada usia ini berasal dari interaksi sosial dengan teman sebayanya. Hubungan sosial ini memberikan anak tuntutan yang unik, baik kognitif maupun interaktif dan memiliki konsekuensi unik bagi fungsi sosial dan emosional anak.17

Anak pada usia ini juga sudah memiliki perkembangan motorik dan koordinasi mata, tangan dan otot halus yang lebih baik. Perkembangan motorik ini tergantung pada maturasi saraf dan otot pada sumsum tulang belakang dan otak. Kontrol koordinasi yang lebih baik setelah usia 5 tahun melibatkan kelompok otot yang lebih kecil seperti menggenggam, melempar, menangkap bola, menulis dan menggunakan alat-alat. Perkembangan motorik ini berhubungan dengan pertumbuhan otak kecil yang mengontrol keseimbangan pada tahun-tahun awal serta otak besar yang mengontrol gerakan terampil, yang mana keduanya mengalami maturasi pada usia 5 tahun.23

Aspek dental pada anak usia sekolah ditandai dengan terjadinya perubahan susunan pada gigi geligi anak yaitu perubahan dari gigi sulung (primary dentition) menjadi masa gigi bercampur (mixed dentition) dan akhinya gigi permanen (permanent dentition) yang diikuti dengan adanya kehilangan gigi. Erupsi gigi permanen dimulai dengan erupsinya gigi molar pertama dan insisivus sentralis rahang bawah pada usia 6 tahun dan diakhiri dengan erupsi gigi molar kedua rahang atas pada usia 12 tahun.17

Pemahaman tentang pertumbuhan dan perkembangan sangat penting untuk melihat perkembangan anak baik dari segi psikologis, sosial, kognitif dan fisik.

Pemahaman akan perkembangan dan perilaku pada kelompok usia tertentu akan

(28)

membantu dokter gigi dalam memahami kecemasan dental pada anak serta penanganannya pada usia tersebut. Pemahaman ini dapat memungkinkan dokter gigi untuk mendeteksi penyimpangan dalam pola-pola tersebut yang dapat mengganggu proses perawatan. Pemahaman tersebut juga diperlukan dokter gigi agar dapat membangun komunikasi yang baik dengan pasien anak supaya perawatan berjalan dengan lancar dan sukses.15

2.4 Metode Pengukuran Kecemasan Dental dengan Corah’s Dental Anxiety Scale

Corah’s Dental Anxiety Scale (CDAS) merupakan salah satu metode pengukuran kecemasan dental yang paling banyak digunakan dan dikembangkan untuk mengukur stres psikologis. Metode CDAS dikembangkan oleh Corah dan Pantera pada tahun 1968 dengan menggunakan kuesioner. CDAS dapat mengukur tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi pada anak usia 5-15 tahun.1,15

CDAS terdiri dari 4 pertanyaan dimana responden ditanya tentang 4 situasi terkait perawatan gigi dan diminta untuk menunjukkan opsi mana yang paling menggambarkan respon mereka terhadap situasi tersebut. Keempat pertanyaan tersebut juga bervariasi dalam hal apa yang mereka ukur. Dua pertanyaan awal berkaitan dengan kecemasan secara umum, sedangkan dua pertanyaan akhir tampak berhubungan dengan ketakutan yang diantisipasi terhadap rangsangan tertentu seperti alat bur dan alat lainnya. Setiap opsi memiliki 5 jawaban alternatif dengan rentang skor 1 (tidak cemas) sampai 5 (sangat cemas sekali). CDAS memiliki rentang skor total 4 – 20 dan dapat dikategorikan menjadi kecemasan dental rendah (skor dibawah 9), sedang (skor 9 – 12), tinggi (skor 13 – 14) dan phobia (skor 15 – 20).5,15

Kelebihan CDAS yaitu dapat membantu dokter gigi untuk menyadari apa yang diharapkan dari si pasien dan dapat mengambil tindakan untuk membantu mengurangi kecemasan pasien. Kelebihan lainnya yaitu dapat dikerjakan sendiri oleh pasien di ruang tunggu dalam waktu kurang lebih 2 menit. CDAS terutama dikembangkan untuk mengukur kecemasan dental pada orang dewasa, tetapi ini juga berhasil digunakan dalam banyak penelitan dengan anak-anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

(29)

CDAS dapat digunakan dengan sukses untuk penilaian kecemasan dental pada anak usia 10-15 tahun. Beberapa penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa CDAS dapat digunakan pada anak-anak yang lebih kecil jika item tertentu dari instrumen dijelaskan dengan baik kepada anak-anak.11,15

CDAS ini digunakan secara luas, tetapi telah dikritik karena menunjukkan rentang skor yang terlalu sempit untuk digunakan secara efektif dalam studi klinis.15 Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi pada kuesioner CDAS dengan menambahkan 4 pertanyaan yang berhubungan dengan perawatan dental yang umum dilakukan seperti pemeriksaan gigi, penyuntikan, penambalan dan pencabutan gigi.

Rentang skor total yang dipakai pada penelitian ini adalah 8 – 40, dimana pengkategoriannya disesuaikan proporsionalnya dengan kategori skor pada CDAS, yaitu kategori kecemasan dental rendah (8 – 16), sedang (17 – 24), tinggi (25 – 32) dan phobia (33 – 40). Peneliti juga juga melakukan modifikasi dengan menambahkan penggunaan facial image scale (FIS) untuk memudahkan anak dalam memahami opsi jawaban pada kuesioner. Facial image scale (FIS) adalah skala gambar alternatif yang cepat digunakan dan cocok digunakan pada anak kecil mulai usia 3 tahun, terdiri dari 5 kategori ekspresi wajah yaitu wajah yang sangat tidak senang hingga wajah yang sangat senang. Skor berkisar dari 1 – 5 (senang sampai sangat tidak senang) sesuai dengan opsi jawaban pada kuesioner CDAS. Anak-anak nantinya diminta untuk memilih satu wajah dari deretan lima wajah yang paling sesuai dengan apa yang mereka rasakan saat itu. FIS juga telah digunakan sebagai format respon dalam pengukuran kecemasan dental dengan metode lain seperti Smiley Face Programme, Revised Smiley Faces Programme dan Modified Child Dental Anxiety Scale face version.4

(30)

Gambar 2. Corah's dental anxiety scale15

(31)

2.5 Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep

Anak usia sekolah (6-12 tahun)

Corah’s Dental Scale Anxiety (CDAS)

Tingkat kecemasan dental Kecemasan Dental

Etiologi:

1. Faktor personal 2. Faktor

eksternal 3. Faktor dental

Anak usia sekolah (6-12 tahun) Metode pengukuran

kecemasan dental Perkembangan

psikologis

Perkembangan kognitif

Perkembangan sosial-emosional

Tingkat kecemasan

dental Corah’s Dental

Anxiety Scale

(32)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk melihat gambaran tingkat kecemasan dental pada anak usia sekolah (6 – 12 tahun).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Januari – Maret 2022.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi penelitian ini adalah pasien anak yang datang ke praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah anak usia sekolah (6 – 12 tahun) di praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik simple random sampling.

Besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus estimasi proporsi.

𝑛 =𝑍

21−/2 . 𝑃(1 − 𝑃) 𝑑2

(33)

Keterangan:

n : Besar sampel

z : Nilai z pada interval kepercayaan 95% (𝑍1−/2= 1,96) P : Perkiraan proporsi dari penelitian sebelumnya24 (7%) d : Presisi/simpangan yang masih dapat ditolerir (5% atau 0.05)

𝑛 =1,962 . 0,07(1 − 0,07) (0,05)2

𝑛 =1,962 . 0,07(0,93) 0,0025 𝑛 =0,25008816

0,0025 𝑛 = 100,035264

𝑛 ≈ 100

Besar sampel yang dibutuhkan dari hasil perhitungan yaitu 100 orang pasien anak. Penambahan jumlah sampel minimum 10% dilakukan untuk menghindari drop out sehingga jumlah sampel minimum menjadi 110 orang.

Kriteria inklusi sampel:

1. Pasien anak yang datang ke praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan

2. Pasien anak usia sekolah (6 – 12 tahun)

3. Pasien anak yang akan diberikan perawatan gigi dan mulut 4. Bersedia ikut dalam penelitian

Kriteria ekslusi sampel:

1. Anak berkebutuhan khusus

2. Anak yang memiliki neuropsychiatric disorder

(34)

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah anak usia sekolah.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kecemasan dental.

3.4.2 Defisini Operasional Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur 1. Anak usia

sekolah

Anak berusia 6 – 12 tahun.

Wawan cara

Kuesioner Anak usia sekolah (6–12 tahun)

Nominal

2. Tingkat kecemasan dental

Perasaan ketidaknyamana

n dan

ketegangan yang diukur

menggunakan Corah’s Dental Anxiety Scale yang

dimodifikasi meliputi:

1. Bagaimana perasaan adik

kemaren saat mengetahui akan ke dokter gigi untuk

dilakukan perawatan?

2. Ketika adik sedang menunggu giliran di

Wawan cara

Kuesioner Untuk

pertanyaan 1 diberi pilihan jawaban:

- Senang (Saya melihatny a sebagai pengalam an yang menyena ngkan) (1)

- Biasa saja (Saya tidak terlalu peduli) (2) - Gelisah

(Saya merasa sedikit gelisah

- Renda h (skor

< 9) - Sedan

g (skor 9–12) - Tinggi

(skor 13–14) - Phobia

(15–

20)

Ordinal

(35)

No Variabel Definisi Operasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur ruang tunggu

dokter gigi untuk

melakukan perawatan gigi, bagaimana perasaan adik?

3. Ketika adik berada diatas kursi dental sambil menunggu dokter gigi menyiapkan alat

pengebur untuk melakukan perawatan gigi, bagaimana perasaan adik?

4. Bayangkan adik berada diatas kursi dental untuk membersihk an gigi. Saat Anda

menunggu, dokter gigi atau perawat gigi

mengeluarka n alat yang akan

digunakan untuk membersihk

tentang hal itu) (3)

- Takut (Saya merasa takut kalu hal

tersebut akan tidak menyena ngkan dan menyakit kan) (4) - Sangat

takut (Saya sangat takut akan apa yang dokter gigi lakukan) (5) Untuk

pertanyaan 2 – 8 diberi pilihan:

- Santai (1) - Agak

gelisah (2) - Tegang

(3) - Cemas

(4) - Sangat

cemas (Sangat cemas

(36)

No Variabel Definisi Operasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur an gigi adik

di sekitar gusi,

bagaimana perasaan adik?

5. Setelah gigi adik

diperiksa, bagaimana perasaan adik?

6. Bagaimana perasaan adik jika dilakukan penyuntikan di gusi?

7. Bagaimana perasaan adik jika dilakukan penambalan pada gigi?

8. Bagaimana perasaan adik jika dilakukan pencabutan gigi?

sehingga terkadang sampai berkering at atau merasa sakit secara fisik) (5)

3. Jenis kelamin

Perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan

Wawan cara

Kuesioner Laki-laki dan perempua n

Nominal

4. Frekuensi kunjungan

Banyaknya jumlah

kunjungan yang sudah pernah dilakukan pasien

Wawan cara

Kuesioner - Belum pernah (kunju ngan 1 kali) - Sudah

pernah

Ordinal

(37)

No Variabel Definisi Operasional

Cara

Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur (kunju

ngan lebih dari 1 kali) 3.5 Alat dan Bahan Penelitian

1. Lembar persetujuan (informed consent) 2. Kuesioner Corah’s Dental Anxiety Scale 3. Papan tulis

4. Alat tulis

3.6 Cara Pengambilan Data

Prosedur penelitian adalah sebagai berikut:

1. Meminta surat pengantar perizinan penelitian dari fakultas.

2. Mengajukan surat izin penelitian ke praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan.

3. Pengambilan data dilakukan di praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan setelah mendapat persetujuan menjadi objek penelitian kepada responden (informed consent).

4. Peneliti melalukan wawancara terhadap pasien anak di praktek pribadi dokter gigi dan klinik gigi rumah sakit di Kota Medan.

5. Peneliti mencatat hasil penelitian yang telah dilakukan dan dimasukkan ke dalam kuesioner yang tersedia.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Pengolahan data meliputi:

a. Editing (pengeditan data). Editing adalah memeriksa dan meneliti kembali kelengkapan kuesioner.

(38)

b. Coding (pengkodean data). Pengisian kotak dalam daftar pertanyaan untuk pengkodean yang berdasarkan jawaban yang telah diiisikan dalam kuesioner.

c. Entry data (pemasukan data). Data yang telahs elesai di coding selanjutnya dimasukkan dalam tabulasi untuk dianalisis.

d. Cleaning data (pembersihan data). Data yang ditandai diperiksa kembali untuk mengoreksi kemungkinan kesalahan yang ada.

3.7.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisa statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel. Untuk melihat perbedaan tingkat kecemasan dental pada pasien anak berdasarkan jenis kelamin dan frekuensi kunjungan digunakan chi-square.

3.8 Etika Penelitian Etika penelitian mencakup:

a. Lembar Persetujuan (informed consent). Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada responden kemudian menjelaskan lebih dulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini.

b. Ethical Clearance. Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi Etik Penelitian FK USU berdasarkan ketentuan etika yang ada.

(39)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, jumlah responden yang diteliti sebanyak 110 responden.

Penelitian dilakukan pada anak usia 6 – 12 tahun dengan mayoritas responden berusia 6 tahun yaitu sebanyak 29 responden (26,4%), diikuti dengan usia 7 tahun sebanyak 23 responden (20,9%), usia 9 tahun sebanyak 18 responden (16,4%), usia 8 tahun sebanyak 15 responden (13,6%), usia 10 tahun sebanyak 12 responden (10,9%), usia 11 tahun sebanyak 8 responden (7,3%) dan usia 12 tahun sebanyak 5 responden (4,5%).

Hasil penelitian ini menunjukkan persentase responden laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 49,1% dan 50,9%, serta frekuensi kunjungan paling banyak yaitu sudah pernah ke dokter gigi sebanyak 65 responden (59,1%), diikuti dengan belum pernah sebanyak 45 responden (40,9%).

Tabel 2. Karakteristik umum responden penelitian

Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%) Umur:

6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun

29 23 15 18 12 8 5

26,4 20,9 13,6 16,4 10,9 7,3 4,5

Total 110 100

Jenis kelamin:

Laki-laki Perempuan

54 56

49,1 50,9

Total 110 100

Frekuensi kunjungan:

Belum pernah Sudah pernah

45 65

40,9 59,1

Total 110 100

(40)

4.2 Distribusi Jawaban Responden mengenai Tingkat Kecemasan Dental Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden merasa biasa saja saat mengetahui akan datang ke dokter gigi untuk dilakukan perawatan gigi dengan persentase 45,5%. Sebanyak 53 responden (48,2% ) merasa santai saat sedang menunggu giliran di ruang tunggu dokter gigi. Saat berada diatas kursi dental sambil menunggu dokter gigi menyiapkan alat, sebanyak 35 responden (31,8%) merasa agak gelisah, serta sebanyak 37 responden (33,6%) merasa tegang saat dokter gigi dan perawat gigi mengeluarkan alat dan membersihkan gigi responden menggunakan alat tersebut. Lebih dari separuh responden merasa santai setelah gigi mereka diperiksa yaitu sebanyak 68 responden (61,8%). Sebanyak 35 responden (31,8%) merasa cemas jika dilakukan penyuntikan di gusi, 30 responden (27,3%) merasa agak gelisah jika dilakukan penambalan pada gigi mereka, serta mayoritas responden merasa cemas jika dilakukan pencabutan gigi yaitu sebesar 30%, diikuti dengan rasa tegang (27,3%).

(Tabel 3)

Tabel 3. Distribusi Jawaban Responden mengenai Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Frekuensi Kunjungan

No. Pertanyaan

Frekuensi Kunjungan

Total Belum Pernah Sudah Pernah

n % n % n %

1 Bagaimana perasaan adik kemaren saat mengetahui akan ke dokter gigi untuk dilakukan perawatan?

Senang Biasa saja Gelisah Takut Sangat takut

11 20 4 8 2

33,3 40 36,4 61,5 66,7

22 30 7 5 1

66,7 60 63,6 38,5 33,3

33 50 11 13 3

30 45,5

10 11,8

2,7

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

2 Ketika adik sedang menunggu giliran di ruang tunggu dokter gigi untuk melakukan perawatan gigi, bagaimana perasaan adik?

Santai Agak gelisah

18 18

34 56,2

35 14

66 43,8

53 32

48,2 29,1

(41)

No. Pertanyaan

Frekuensi Kunjungan

Total Belum Pernah Sudah Pernah

n % n % n %

Tegang Cemas Sangat cemas

5 3 1

33,3 37,5 50

10 5 1

66,7 62,5 50

15 8 2

13,6 7,3 1,8

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

3 Ketika adik berada diatas kursi dental sambil menunggu dokter gigi menyiapkan alat pengebur untuk melakukan perawatan gigi, bagaimana perasaan adik?

Santai Agak gelisah Tegang Cemas Sangat cemas

11 12 12 10 -

37,9 34,3 46,2 52,6 0

18 23 14 9 1

62,1 65,7 53,8 47,4 100

29 35 26 19 1

26,4 31,8 23,6 17,3 0,9

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

4 Bayangkan adik berada diatas kursi dental untuk membersihkan gigi. Saat adik menunggu, dokter gigi atau perawat gigi mengeluarkan alat yang akan

digunakan untuk

membersihkan gigi adik di sekitar gusi, bagaimana perasaan adik?

Santai Agak gelisah Tegang Cemas Sangat cemas

10 10 18 6 1

34,5 35,7 48,6 46,2 33,3

19 18 19 7 2

65,5 64,3 51,4 53,8 66,7

29 28 37 13 3

26,4 25,5 33,6 11,8 2,7

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

5 Setelah gigi adik diperiksa, bagaimana perasaan adik?

Santai Agak gelisah Tegang Cemas Sangat cemas

20 17 5 3 -

29,4 60,7 62,5 50

0

48 11 3 3 -

70,6 39,3 37,5 50

0

68 28 8 6 -

61,8 25,5 7,3 5,5 0

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

(42)

No. Pertanyaan

Frekuensi Kunjungan

Total Belum Pernah Sudah Pernah

n % n % n %

6 Bagaimana perasaan adik jika dilakukan penyuntikan di gusi?

Santai Agak gelisah Tegang Cemas Sangat cemas

6 6 11 14 8

40 35,3 40,7 40 50

9 11 16 21 8

60 64,7 59,3 60 50

15 17 27 35 16

13,6 15,5 24,5 31,8 14,5

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

7 Bagaimana perasaan adik jika dilakukan penambalan pada gigi?

Santai Agak gelisah Tegang Cemas Sangat cemas

7 14 10 14 -

25,9 46,7 38,5 53,8 0

20 16 16 12 1

74,1 53,3 61,5 46,2 100

27 30 26 26 1

24,5 27,3 23,6 23,6 0,9

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

8 Bagaimana perasaan adik jika dilakukan pencabutan gigi?

Santai Agak gelisah Tegang Cemas Sangat cemas

6 7 13 13 6

33,3 46,7 43,3 38,4 42,9

12 8 17 20 8

66,7 53,3 56,7 60,6 57,1

18 15 30 33 14

16,4 13,6 27,3 30 12,7

Total 45 40,9 65 59,1 110 100

4.3 Distribusi Jumlah dan Persentase Berdasarkan Tingkat Kecemasan Dental

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 110 responden diperoleh hasil paling banyak anak mengalami kecemasan tingkat sedang yaitu sebanyak 46 responden (41,8%), diikuti dengan tingkat kecemasan rendah sebesar 38,2%, tingkat kecemasan tinggi sebesar 19,1% dan paling sedikit mengalami phobia (0,9%).

(43)

Tabel 4. Distribusi Jumlah dan Persentase Berdasarkan Tingkat Kecemasan Dental Tingkat Kecemasan Dental Jumlah (n) Persentase (%)

Rendah 42 38,2

Sedang 46 41,8

Tinggi 21 19,1

Phobia 1 0,9

Total 110 100

4.4 Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 54 responden dengan jenis kelamin laki-laki didapati diantaranya 20 responden dengan tingkat kecemasan dental rendah (37%), 23 responden dengan tingkat kecemasan dental sedang (42,6%), 11 responden dengan tingkat kecemasan dental tinggi (20,4%) dan tidak ada yang mengalami phobia, sedangkan dari 56 responden dengan jenis kelamin perempuan didapati diantaranya 22 responden dengan tingkat kecemasan dental rendah (39,3%), 23 responden dengan tingkat kecemasan dental sedang (41,1%), 10 responden dengan tingkat kecemasan dental tinggi (17,9%) dan 1 responden mengalami phobia (1,8%).

Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Tingkat Kecemasan

Total

p Rendah Sedang Tinggi Phobia

n % n % n % n % n %

Laki-laki 20 37 23 42,6 11 20,4 0 0 54 100

0,953

Perempuan 22 39,3 23 41,1 10 17,9 1 1,8 56 100

Keterangan: Uji Chi-square

4.5 Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Pasien Anak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 45 responden yang belum pernah berkunjung ke dokter gigi ataupun mendapat perawatan gigi didapati 11 responden

(44)

dengan tingkat kecemasan dental rendah (24,4%), 25 responden dengan tingkat kecemasan dental sedang (55,6%), 9 responden dengan tingkat kecemasan dental tinggi (20%) dan tidak ada yang mengalami phobia, sedangkan dari 65 responden yang sudah pernah berkunjung ke dokter gigi dan mendapat perawatan gigi didapati diantaranya 31 responden dengan tingkat kecemasan dental rendah (47,7%), 21 responden dengan tingkat kecemasan dental sedang (32,3%), 12 responden dengan tingkat kecemasan dental tinggi (18,5%) dan 1 responden mengalami phobia (1,5%).

Tabel 6. Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Frekuensi

Kunjungan

Tingkat Kecemasan

Total

p Rendah Sedang Tinggi Phobia

n % n % n % n % n %

Belum pernah 11 24,4 25 55,6 9 20 0 0 45 100

0,033*

Sudah pernah 31 47,7 21 32,3 12 18,5 1 1,5 65 100

Keterangan: Uji Chi-square

* p<0,05 (signifikan)

Tabel 7. Gambaran Perbedaan Tingkat Kecemasan Dental Berdasarkan Jenis Kelamin dan Frekuensi Kunjungan

Kategori skor

Jenis kelamin

Total Laki-laki Perempuan

n % n % n %

Rendah

Frekuensi kunjungan

Belum pernah

5 45,5 6 54,5 11 24,4 Sudah

pernah

15 48,4 16 51,6 31 47,7

Total 20 37 22 39,3 42 38,2

Sedang

Frekuensi kunjungan

Belum pernah

12 48 13 52 25 55,6

Sudah pernah

11 52,4 10 47,6 21 32,3

Total 23 42,6 23 41,1 46 41,8

Tinggi Frekuensi kunjungan

Belum pernah

5 55,6 4 44,4 9 20

Sudah pernah

6 50 6 50 12 18,5

(45)

Kategori skor

Jenis kelamin

Total Laki-laki Perempuan

n % n % n %

Total 11 20,4 10 17,9 21 19,1

Phobia

Frekuensi kunjungan

Belum pernah

- 0 - 0 - 0

Sudah pernah

- 0 1 100 1 1,5

Total - 0 1 1,8 1 0,9

Total

Frekuensi kunjungan

Belum pernah

22 48,9 23 51,1 45 40,9 Sudah

pernah

32 49,2 33 50,8 65 59,1 54 49,1 56 51,9 110 100

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional, yang dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan tajam

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan angka

Bahan dan metode: Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif observasional dengan rancangan potong lintang (cross sectional) terhadap 32 orang anak pasien

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan analitik kuantitatif, karena penelitian dilakukan dengan cara melakukan

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional dan uji bivariat menggunakan spearman pada mahasiswa bidikmisi

Desain penelitian cross sectional dan bersifat deskriptif analitik dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi ibu balita dalam

Penelitian ini menggunakan desain survey analitik dengan pendekatan cross sectional study, dimana tujuannya untuk melihat pengaruh terapi bermain terhadap tindakan kooperatif anak

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik, dengan metode cross sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak pra sekolah berusia 3-5 tahun di Tk