• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Kesepian Dengan Problematic Internet Use Pada Dewasa Awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hubungan Antara Kesepian Dengan Problematic Internet Use Pada Dewasa Awal"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

INTERNET USE AMONG YOUNG ADULTS

Hanifah Azzahra Diah Pitaloka, Rahma Widyana2

12 Universitas Mercu Buana Yogyakarta

1218081637@student.mercubuana-yogya.ac.id

12 0851-5905-5108

Abstrak

Teknologi Informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang terus berkembang tiap tahunnya, perkembangan tersebut memberikan kemudahan pada kehidupan manusia.

Situasi ini kemudian mendorong manusia menjadi terbiasa dan bergantung pada internet sehingga memberikan dampak positif maupun dampak negatif pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan problematic internet use pada individu dewasa awal. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 227 orang yang dipilih melalui teknik purposive sampling. Karakteristik subjek penelitian ini yaitu warga negara Indonesia, individu dengan usia 18-40 tahun, dan individu yang aktif menggunakan internet setidaknya sejak setahun terakhir. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala GPIUS (Generalized Problematic Internet Use Scale)-2 dan skala UCLA Loneliness Scale Version 3. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi product moment, hasilnya menunjukkan korelasi positif antara kesepian dan problematic internet use dengan koefisien korelasi (rs) sebesar 0,000 dengan r = 0,362 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Variabel kesepian memberikan sumbangan sebesar 13,1% terhadap problematic internet use pada dewasa awal, sedangkan 86,9% dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak diteliti pada penelitan ini.

Kata Kunci: problematic internet use, kesepian, dewasa awal Abstract

Information and communication technology continues to grow every year, these developments provide ease for human’s life. These circumstances encourages people to become accustomed and dependent on the internet that gives a positive and negative impact on humans. The purpose of this study is to investigate the relationship between loneliness and problematic internet use among young adults. There are 227 subjects in this study which were selected through purposive sampling method. The characteristics of these subjects are Indonesian citizens, individuals aged 18-40 years old, and individuals who have been actively using the internet for at least a year. The data collected in this study uses GPIUS (Generalized Problematic Internet Use)-2 scale and UCLA Loneliness Scale Version 3. The data analysis in this study uses product-moment correlation, the result showed a positive correlation between loneliness and problematic internet use with a correlation coefficient of 0,000 and r = 0,362 (p<0,01). The findings showed that the hypothesis was accepted. Loneliness variable contributed 13,1% to problematic internet use in young adults, while the rest of 86,9% was influenced by other factors which were not inspected in this study.

Keywords: problematic internet use, loneliness, young adults

1

(2)

PENDAHULUAN

Teknologi Informasi dan komunikasi mengalami kemajuan yang terus berkembang tiap tahunnya. Perkembangan secara konstan ini mendorong teknologi informasi dan komunikasi memiliki peran esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan berbagai manfaat ke dalam hampir semua bidang kehidupan manusia. Hal tersebut menjadikan manusia perlahan senangtiasa untuk terbiasa dan bergantung dengan kehadiran teknologi informasi yang ada. Rasa terbiasa dan bergantung itu muncul dari teknologi informasi dan komunikasi yang pada dasarnya dirancang untuk mempermudah pekerjaan serta aktivitas manusia. Salah satu bukti dari Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat serta konstan tersebut adalah internet (Rosana, 2010).

Kemudahan dalam mengakses internet membuat individu merasa nyaman berada di dunia maya, hal ini dikarenakan internet memberikan banyak hal-hal positif, seperti misalnya memberikan peluang hiburan, memberikan pengetahuan tentang berbagai kejadian di dunia secara daring, bahkan dapat menyediakan fasilitas untuk pembelajaan secara daring dan sebagainya. Pada survei yang dilakukan peneliti dengan 33 subjek, aktivitas online yang paling sering digunakan oleh para subjek adalah penggunaan applikasi chatting dan media sosial, keduanya mencapai presentase 87,9%. sedangkan di bawahnya terdapat hiburan dengan presentase 81,8% dan aktivitas online sebagai bagian dari pekerjaan mencapai presentase 75,8%.

Internet yang semakin berkembang pesat tiap tahunnya membuat jumlah pengguna internet turut meningkat. Bahkan menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2019-2020), penetrasi pengguna internet 2019-2020 adalah 196,71 juta jiwa pengguna internet dari total populasi 266,91 juta jiwa penduduk Indonesia, yang mana berarti 73,7% dari total populasi. sedangkan di tahun 2018, tercatat sekitar 64,8% dari total populasi. Hal ini berarti sudah meningkat 8,9% dalam kurun waktu 1-2 tahun.

Jones dan Fox (dalam Puteri, 2018) menyatakan bahwa sebagian besar individu yang melakukan aktivitas online adalah individu pada usia dewasa awal yang berusia 18 hingga 32 tahun. Selain itu, hal ini didukung survey APJII (2019-2020) yang memaparkan bahwa pengguna internet di Indonesia kebanyakan berasal dari rentang umur 20-24 tahun dengan 14,1%, diikuti dengan rentang umur 25-29 tahun dengan 13,1%, rentang umur 30-34 tahun dengan 10,6%, rentang umur 35-39 tahun dengan presentase 9,8% dan yang terakhir 15-19 tahun dengan presentase 9,6%. Berdasarkan

(3)

pernyataan tersebut, hal ini menunjukkan bahwa individu-individu pada dewasa awal seringkali melakukan aktivitas online di mana bahwasanya segala aktivitas online berkaitan erat dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Hurlock menyatakan bahwa usia individu dewasa awal berkisar antara 18 hingga 40 tahun.

Menurut Rinaldi (2020), kemudahan dalam menggunakan internet dapat memicu problematic internet use atau penggunaan internet bermasalah. Hal ini turut didukung oleh Laconi (Dalam Dalton & Cassidy, 2020) yang memaparkan bahwa perkembangan tren dalam problematic internet use merupakan hal yang disebabkan oleh perkembangan pesat dan akses internet yang mudah. Dari hasil penelitian Cheng dan Li (2014) juga menunjukkan bahwa situasi penggunaan internet yang bermasalah dialami sekitar 182 juta jiwa pengguna internet. Hal ini membuktikan bahwa kemudahan akses internet yang dibuktikan dengan semakin banyak penetrasi penggunaan internet akan mengarah pada problematic internet use.

Pada tanggal 5 Oktober 2021 sampai dengan tanggal 7 Oktober 2021, peneliti melakukan survei dengan membagikan kuesioner untuk mengenal fenomena problematic internet use (untuk selanjutnya akan disingkat PIU) pada dewasa awal yang menggunakan internet secara aktif setidaknya sebulan terakhir. Responden yang terkumpul sebanyak 43 individu yang berusia 18-40 tahun. Dari hasil kuesioner dapat disimpulkan bahwa responden memiliki permasalahan PIU. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar responden menunjukkan gejala-gejala dari PIU. Pada gejala Preference for online social Interaction (Selanjutnya akan disebut dengan POSI), 27 dari 43 responden merasa bahwa interaksi sosial secara online lebih terasa aman daripada saat melakukan interaksi secara tatap muka. Kemudian untuk gejala mood regulation, seluruh 43 responden mengaku bahwa pernah menggunakan internet untuk membuat perasaan individu yang semula buruk menjadi lebih baik. Lalu untuk gejala deficient self regulation, 36 dari 43 responden pernah merasa bahwa ketika responden sedang online, responden pernah menunda diri untuk berhenti menggunakan internet. Sedangkan untuk gejala negative outcome, 28 dari 43 responden pernah menunda pekerjaan karena aktivitas online.

Menurut Caplan (2007) problematic internet use atau yang dapat juga disebut sebagai penggunaan internet yang bermasalah merupakan sindrom multidimensional yang terdiri dari gejala-gejala kognitif dan perilaku yang menghasilkan efek sosial negatif, akademis, dan konsekuensi professional. Problematic internet use juga terdiri dari perilaku pada saat online yang menyebabkan individu kesulitan dalam mengatur

(4)

kehidupannya pada saat offline. Terkadang di beberapa literatur, ada istilah internet addiction yang sering berkaitan dengan problematic internet use. Hanya saja menurut Caplan, problematic internet use lebih condong pada kompilasi dari pikiran, perilaku, keluaran lainnya dibanding mengarah pada suatu gangguan atau kecanduan (Dalam Rini, 2020). Tokunaga (2015) menyatakan bahwa PIU berada di situasi middle range dari kontinum atau segi keparahan masalah yang disertai dengan sifat yang lebih ‘jinak’, sementara internet addiction dianggap berada di paling atas dari kontinum tersebut, internet addiction membutuhkan pengalaman dampak negatif kehidupan yang lebih serius.

Pada tanggal 23 Juni 2022 hingga 24 Juni 2022, peneliti melakukan wawancara secara online untuk mengetahui fenomena PIU pada dewasa awal lebih lanjut.

Wawancara dilakukan terhadap 10 orang dewasa awal. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa 9 dari 10 subjek cenderung memiliki permasalahan PIU, hal ini dapat dilihat dari bagaimana subjek memenuhi empat gejala PIU yang dikemukakan oleh Caplan (2010). Pada gejala POSI yaitu interaksi online lebih terasa aman daripada interaksi offline karena tidak perlu merasa khawatir dengan kemampuan sosial yang dimiliki individu, tidak perlu merasa khawatir identivitas individu dan dapat mengontrol interaksi tanpa takut timbal balik dari interaksi tersebut. Pada gejala mood regulation yaitu subjek menggunakan internet untuk menjadi pelarian atau coping atas perasaan- perasaan buruk yang subjek rasakan, dengan mengekspresikan perasaan tersebut di sosial media maupun dengan berselancar di internet. Pada gejala deficient self regulation yaitu subjek menggunakan internet tanpa kontrol yang pasti hingga kurang mengenal waktu, subjek juga merasa ketergantungan karena mudahnya akses internet, subjek pun juga merasa tertinggal sesuatu di internet ketika sedang offline sehingga membuat subjek kesulitan menahan keinginan untuk online kembali. Pada gejala negative outcomes yaitu subjek merasakan pengaruh-pengaruh negatif seperti penundaan pekerjaan, pengabaian kebutuhan makan, dan merasakan efek negatif pada kesehatan individu.

Mengingat PIU memiliki gejala negative outcomes tentunya membuktikan bahwa PIU memberikan dampak-dampak negatif pada kehidupan individu. Menurut Caplan dan High, 2011 (dalam Puteri, 2018), secara individu, PIU berdampak buruk terhadap kondisi fisik dan kesehatan psikologis. Davis, R. A. (2001) menyatakan bahwa individu dengan healthy internet use mengacu pada penggunaan internet untuk tujuan yang jelas dalam waktu yang wajar tanpa menunjukkan kognitif atau perilaku yang tidak nyaman. Padahal seharusnya kemudahan dalam mengakses internet tidak mutlak membuat individu

(5)

terjatuh dalam PIU. Kemudahan dalam mengakses internet semestinya tidak membuat seseorang berpotensi mengalami PIU. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Morahan-Martin dan Schumacher (Dalam Rini, 2020) yang menunjukkan adanya perbedaan penggunaan internet secara interpersonal dari pengguna yang penggunaan nya bermasalah dan pengguna yang penggunaannya kurang bermasalah. Artinya seharusnya pengguna internet dapat menjadi pengguna yang penggunaannya kurang bermasalah sehingga tentunya tidak memberikan konsekuensi negatif pada individu dan tetap memberikan kemudahan untuk kehidupan individu dalam beraktivitas yang membutuhkan kegunaan internet. Namun melihat fenomena PIU yang merupakan permasalahan yang aktual, hal ini tentunya menunjukkan kesenjangan antara realita yang terjadi dan harapan.

Dalam penelitian Kim, LaRose dan Peng (2009) dipaparkan bahwa faktor psikososial seperti depresi dan kesepian (loneliness) dapat memengaruhi proses terjadinya PIU. Kesepian membuat individu merasa lebih memilih untuk melakukan interaksi daring demi memenuhi kuantitas maupuan kualitas dalam hubungan individu dan merasa aman untuk memenuhi rasa yang kurang dalam hubungan sosialnya.

Khususnya, saat situasi tidak memungkinkan untuk berinteraksi secara langsung.

Kemudian dari data di lapangan yang diperoleh peneliti, kesepian secara tersirat menyebabkan PIU. Pada wawancara yang dilakukan oleh peneliti tanggal 23 Juni 2022 hingga tanggal 24 Juni 2022, 7 dari 10 subjek menunjukkan kesepian di dalam diri subjek ketika menggunakan internet. Oleh karena itu, berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini berfokus pada kesepian sebagai variabel bebas. Russel (Dalam Lou dkk., 2012) memapakarkan bahwa kesepian telah didefinisikan sebagai hubungan sosial yang terasa kurang dari yang diinginkan atau yang dicapai individu, didalamnya terkandung perasaan tak nyaman, distress, dan pandangan kurangnya hubungan sosial pada diri individu.

Kesepian terbagi menjadi tiga aspek menurut Rusell (Dalam Krisnawati &

Soetjiningsih, 2017), yaitu trait loneliness, social desirability loneliness, dan depression loneliness. Trait loneliness merupakan aspek yang menggambarkan adanya pola yang lebih stabil dari perasaan kesepian atau kepribadian individu yang mendorong individu mengalami kesepian. Kemudian social desirability loneliness merupakan aspek yang menggambarkan kehidupan sosial yang tidak sesuai oleh harapan individu pada lingkungan kehidupannya. Lalu untuk aspek despression loneliness, aspek ini menggambarkan perasaan individu yang terganggu seperti merasa sedih, murung, dan sebagainya.

(6)

Menurut Mohan dan Ravindran (2020) kesepian kemudian menjadi suatu permasalahan di mana kebutuhan memiliki dan kesejahteraan individu tidak terpenuhi.

Berdasarkan hal tersebut, penting bagi individu untuk merasa terhubung dan tidak kesepian, hal ini mendorong individu untuk berusaha memenuhi kebutuhan tersebut di dunia maya, berkomunikasi dengan cara yang dianggap termudah serta nyaman untuk merasa terhubung adalah melalui internet, khususnya media sosial. Hal ini dikarenakan mengakses internet menjadi suatu hal yang mudah dan membuat individu merasa nyaman.

Individu yang terbiasa dengan internet merasa lebih memilih berinteraksi lewat daring daripada luring, di mana keadaan tersebut menurut Weiten dan Lyod (Dalam Rini, 2020) nantinya menyebabkan individu mengurangi kesempatan untuk berinteraksi sosial secara tatap muka. Menurut Rini (2020) kesempatan dalam berinteraksi sosial yang kurang dapat menyebabkan seseorang mempunyai persepsi negatif terhadap keterampilan sosial yang dimiliki oleh diri individu. Selaras dengan hal tersebut. Menurut Morahan- Martin (Dalam Rini, 2020) seseorang akan lebih cenderung menggunakan internet secara berlebihan ketika memiliki persepsi negatif terkait keterampilan sosial dan komunikasi, hal ini dikarenakan individu akan menggunakan internet untuk menghindari interaksi sosial secara langsung. Apalagi individu dapat menggunakan identitas anonim ketika menggunakan internet.

Ketika individu merasa terbebani dengan perasaan kesepian tersebut, individu kemudian menjadikan media sosial atau internet sebagai bentuk pelarian atau cara mengatasi emosi-emosi tersebut. Individu pun kemudian merasakan dampak atau hasil negatif di kehidupan individu karena terlalu bergantung pada internet. Berdasarkan penggunaan internet seperti yang diuraikan, penggunaan internet seperti itu mengarah pada problematic internet use. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ceyhan (2008) yang menyatakan bahwa kesepian memiliki hubungan dengan problematic internet use. Oleh karena itu, kesepian akan membuat individu pada usia dewasa awal cenderung menggunakan internet dan mengalami problematic internet use.

Di beberapa literatur, lebih banyak yang telah membahas hubungan antara kesepian dengan problematic internet use di usia remaja. Selain itu, penelitian hubungan antara kesepian problematic internet use yang telah dilakukan Odaci dan Celik (2013) memperoleh hasil dimana tidak adanya hubungan antara kesepian dan problematic Internet Use, sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rinaldi (2020) menjelaskan bahwa kesepian dan problematic internet use pada mahasiswa memiliki

(7)

hubungan positif. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan kesepian dengan problematic internet use pada individu dewasa awal. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan,, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara kesepian dengan problematic internet use pada dewasa awal.

METODE

Variabel pada penelitian ini terdiri dari variabel tergantung dan variabel bebas.

Variabel tergantung yang merupakan problematic internet use dan variabel bebas yang merupakan kesepian. Lebih lanjut, responden dalam penelitian ini berkisar 227 individu dewasa awal pengguna internet di Indonesia yang berumur 18-40 tahun dan aktif menggunakan internet setidaknya sejak setahun yang lalu. 227 individu dewasa awal terbagi menjadi 183 orang perempuan dan 44 orang laki-laki.

Data penelitian dikumpulkan melalui dua instrument penelitian, yakni skala GPIUS (Generalized Problematic Internet Use Scale)-2 dan skala UCLA Loneliness Scale Version 3. Pada skala GPIUS-2 terdapat 25 aitem yang diujikan pada 32 subjek, hasil dari koefisien reliabilitas pada skala ini adalah 0,914 dengan 22 aitem yang valid.

Sedangkan pada skala UCLA Loneliness Scale Version 3 terdapat 20 aitem yang diujikan pada 32 subjek, hasil dari koefisien reliabilitas pada skala ini adalah 0,924 dengan 19 aitem yang valid.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi product moment, uji korelasi product moment merupakan data analisis yang menentukan hubungan antara dua variabel. Dua variabel yang dimaksud adalah problematic internet use sebagai criterion variable dan kesepian sebagai predictor variable. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 26 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang terkumpul, dilakukan perhitungan skor hipotetik dan skor empirik dari variabel kesepian dan problematic internet use (selanjutnya akan disebut dengan PIU), perhitungan ini terdiri dari skor minimal, skor maksimal, rata-rata, dan standar deviasi. Data hipotetik didapatkan dengan rumus, sedangkan data empiric diolah dengan menggunakan aplikasi software analisis statistk. Berikut ii disajika table deksripsi pada data penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 1.

(8)

Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian Variabel N

Data Hipotek Data Empirik

Mean Skor SD Mean Skor SD

Min. Max. Min. Max.

PIU 227 66 22 11 14,7 69,47 40 101 11,714

Kesepian 227 47,5 19 76 9,5 45,89 25 69 8,922

Keterangan:

N : Jumlah Subjek

Mean : Rerata

Min : Skor minimal atau terendah Max : Skor maksimal atau tertinggi

SD : Standar Deviasi

KESIMPULAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kesepian dengan problematic internet use pada individu dewasa awal. Hal tersebut terlihat dari hubungan antara variabel kesepian dan PIU yang signifikan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh peneliti diterima, yaitu terdapat hubungan antara kesepian dan problematic internet use pada individu dewasa awal.

Sementara itu, korelasi antara kesepian dan problematic internet use pada individu dewasa awal memiliki arah hubungan yang positif, artinya semakin tinggi tingkat kesepian pada individu dewasa awal, maka problematic internet use pada individu dewasa awal juga semakin tinggi. Adapun sumbangan efektif kesepian terhadap problematic internet use adalah sebesar 13,1% sedangkan 86,9% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian ini.

Berdasarkan hasil kategorisasi dapat disimpulkan bahwa individu dewasa awal sebagian besar mengalami kesepian dalam kategori sedang dan memiliki kecenderungan problematic internet use dalam kategori sedang. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rerata kelompok laki-laki maupun perempuan terhadap problematic internet use.

DAFTAR PUSTAKA

(9)

Afrizawati (2014). Hubungan antara Penyesuaian Sosial dengan Kesepian Mahasiswa tahun pertama Fakultas Psikologi. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau.

Agusti, R. D. C. W., & Leonardi, T. (2015). Hubungan antara kesepian dengan problematic internet use pada mahasiswa. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 4(1), 9-13.

Andangsari, E. W., Djunaidi, A., Fitriana, E., & Harding, D. (2019, March).

Indonesia Problematic Internet Use Scale. In Journal of Physics:

Conference Series (Vol. 1175, No. 1, p. 012239). IOP Publishing.

Anggunani, A. R., & Purwanto, B. (2018). Hubungan antara problematic internet use dengan prokrastinasi akademik. Gadjah Mada Journal of Psychology, 4(1), 1-10.

APJII. (2020). Laporan survei internet APJII 2019-2020 (Q2). Diakses dari 3SPJVr7CG0dQpwuBTIK6qg8kEHLfjX.pdf pada tanggal 24 April 2021.

APJII. (2022). Laporan survei internet APJII 2021-2022 (Q2). Diakses dari 3SPJVr7CG0dQpwuBTIK6qg8kEHLfjX.pdf pada tanggal 01 Agustus 2022.

Ardiansyah, M. I. (2018). Hubungan antara Self Esteem dan Problematic Internet Use (PIU) pada Mahasiswa Universitas Islam Indonesia. Skripsi, Universitas Islam Indonesia.

Asmarany, A. I., & Syahlaa, N. S. (2019). Hubungan Loneliness dan Problematic Internet Use Remaja Pengguna Sosial Media. Sebatik, 23(2), 387-391.

Azwar, S. (2011). Sikap dan perilaku dalam: sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar. (2012). Metode Penelitian: Yogyakarta. Pustaka pelajar.

Azwar, Saifuddin. (2016). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Caplan, S. E. (2007). Relations Among Loneliness, Social Anxiety, and Problematic Internet Use. CyberPsychology & Behavior, 10(2), 234–242.

doi:10.1089/cpb.2006.9963

Caplan, S. E. (2010). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: A two-step approach. Computers in Human Behavior, 26(5), 1089–1097. doi:10.1016/j.chb.2010.03.012

Çelik, Ç. B., & Odacı, H. (2013). The relationship between problematic internet use and interpersonal cognitive distortions and life satisfaction in university students. Children and Youth Services Review, 35(3), 505-508.

Ceyhan, A. A. (2008). Predictors of Problematic Internet Use on Turkish University Students. CyberPsychology & Behavior, 11(3), 363–366.

doi:10.1089/cpb.2007.0112

Cheng, C., & Li, A. Y. (2014). Internet Addiction Prevalence and Quality of (Real) Life: A Meta Analysis of 31 Nations Across Seven World Regions.

Cyberpsychology, Behavior, & Social Networking, 17(12),755-760.

Demetrovics, Z., Király, O., Koronczai, B., Griffiths, M. D., Nagygyörgy, K., Elekes, Z., … Urbán, R. (2016). Psychometric Properties of the Problematic Internet Use Questionnaire Short-Form (PIUQ-SF-6) in a Nationally Representative Sample of Adolescents. PLOS ONE, 11(8), e0159409.

doi:10.1371/journal.pone.0159409

(10)

Gámez-Guadix, M. (2014). Depressive symptoms and problematic Internet use among adolescents: Analysis of the Longitudinal relationships from the cognitive–behavioral model. CyberPsychology, Behavior, and Social Networking, 17, 714–719.

Garvin, G. (2019). Hubungan Antara Kesepian Dengan Problematic Internet Use Pada Remaja. Psikostudia: Jurnal Psikologi, 8(1), 15-19.

Harlendea, C. Z., & Kartasasmita, S. (2021, August). The Relationship Between Loneliness and Problematic Internet Use Among Young Adults Who Are Social Media Users. In International Conference on Economics, Business, Social, and Humanities (ICEBSH 2021) (pp. 365-370). Atlantis Press.

Hidayat, P. (2020). Interaksi sosial online dan kecemasan sosial sebagai prediktor kecanduan internet pada remaja. Jurnal Ilmiah Psyche, 14(2), 83-92.

Huan, V. S., Ang, R. P., Chong, W. H., & Chye, S. (2014). The impact of shyness on problematic internet use: the role of loneliness. The Journal of psychology, 148(6), 699-715.

Hurlock, Elizabeth B. (2011). Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta : Erlangga

Kim, J., Larose, R., & Peng, W. (2009). Loneliness as the Cause and the Effect of Problematic Internet Use: The Relationship between Internet Use and Psychological Well-Being. Cyberpsychology & Behavior, Vol.12, No.4 Krisnawati, E., & Soetjiningsih, C. H. (2017). Hubungan antara kesepian dengan

selfie-liking pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 16(2), 122-127.

Maslim, R. (2000). Buku saku Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT. Nuh Jaya

Mohan, A., & Ravindran, S. K. (2020). Loneliness and Problematic Internet Use Among Young Adults. International Journal of Cyber Behavior, Psychology and Learning (IJCBPL), 10(2), 19-30.

Morahan-Martin, J. (1999). The relationship between loneliness and Internet use and abuse. CyberPsychology & Behavior, 2(5), 431-439.

Moretta, T., & Buodo, G. (2020). Problematic Internet Use and Loneliness: How Complex Is the Relationship? A Short Literature Review. Current Addiction Reports. doi:10.1007/s40429-020-00305-z

Mulyani, R. D. (2018). Hubungan antara Depresi dan Kecanduan Online game Pada Mahasiswa di Yogyakarta. Skripsi, Universitas Islam Indonesia.

Natanael, Y. (2021). Analisis Rasch model Indonesia Problematic Internet Use Scale (IPIUS). Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 10(1), 167-186.

Odacı, H., & Kalkan, M. (2010). Problematic Internet use, loneliness and dating anxiety among young adult university students. Computers & Education, 55(3), 1091-1097.

Pratiwi, M., & Asih, A. N. (2019). Hubungan Rasa Malu dengan Kesepian pada Mahasiswa Baru Perantau yang Tinggal di Apartemen. INQUIRY: Jurnal Ilmiah Psikologi, 10(2), 74-83.

Puteri, R. (2018). Hubungan regulasi emosi dengan problematic internet use pada

mahasiswa pengguna media sosial di Universitas Andalas. R (Doctoral

dissertation, Universitas Andalas).

(11)

Putri, A. A. (2020). Literature Review: Hubungan Problematic Internet Use Pada Social Anxiety dan Loneliness. In Seminar Dies Natalis FKIK 2019.

Reynaldo, R., & Sokang, Y. A. (2017). Mahasiswa dan internet: Dua sisi mata uang? Problematic internet use pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 43(2), 107-120.

Rinaldi, M. R. (2020). Kesepian dan Problematic Internet Use Pada Mahasiswa.

Jurnal RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang), 11(2), 128- 238.

Rini, E. S. (2020). Hubungan Antara Kesepian Dengan Problematic Internet Use Pada Mahasiswa. Naskah Publikasi Program Studi Psikologi.

Rosana, A. S. (2010). Kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Industri Media di Indonesia: vol. 05 no. 02 2010. Gema Eksos, 5(02), 144- 156.

Santrock, John W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Sharifpoor, E., Khademi, M. J., & Mohammadzadeh, A. (2017). Relationship of internet addiction with loneliness and depression among high school students. International Journal of Psychology and Behavioral Sciences, 7(4), 99-102.

Supratiknya, Augustinus (2014) Pengukuran psikologis. Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. ISBN 978-602-9187-75-5

Surya, D. B. (2021). Hubungan Antara Keterlibatan Orang Tua Dengan Kesepian Pada Remaja Yang Tinggal Bersama Orang Tua Tunggal. Skripsi, Universitas Islam Indonesia.

Thakrar, S. S., & Cheruiyot, S. K. (2021) Psychological Factors of Problematic Internet Use among University Students of Kenyatta University Kenya.

DOI: 10.29322/IJSRP.11.01.2021.p10924

http://dx.doi.org/10.29322/IJSRP.11.01.2021.p10924

Tokunaga, R. S. (2015). Perspectives on Internet Addiction, Problematic Internet Use, and Deficient Self-Regulation: Contributions of Communication Research. Annals of the International Communication Association, 39(1), 131–161. doi:10.1080/23808985.2015.1167917

Wardayanti, F. (2019). Hubungan antara kesepian dengan Problematic Internet Use pada mahasiswa pengguna Facebook. (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Zeigler-Hill, V., & Shackelford, T. K. (Eds.). (2020). Encyclopedia of Personality

and Individual Differences. doi:10.1007/978-3-319-24612-3

(12)

101

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan hasil angket dari uji coba perorangan mendapat persentase 97,8%, uji coba kelompok kecil 95,6%, uji coba kelompok besar 89,1% yang termasuk dalam kategori sangat baik,

Kecenderungan dari adaptasi linguistik yang terkait dengan kuat-kurangnya pengaruh bahasa Sasak terhadap bahasa Bajo pada enklave Tanjung Luar berkategori sedang dan

Sedangkan literasi informasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses,

Gambar 4.16 Grafik Preventive maintenance Governor 103-J Dari grafik preventive maintenance pada gambar 4.16 dapat dilihat garis biru adalah garis nilai reliability

Visi dan misi dari penelitian ini menjadi sebuah konteks kebijakan dari strategi komunikasi politik yang dikaji dan dikemas ke dalam bentuk wacana yang dimunculkan melalui video

Apakah keunggulan dari proses produksi atau pemberian jasa anda jika dibandingkan dengan Apakah keunggulan dari proses produksi atau pemberian jasa anda jika dibandingkan

Akan tetapi hasil penelitian yang berbeda (pada pengujian hipotesis 7) menunjukkan bahwa secara tidak langsung pengembangan (X2) dapat berpengaruh signifikan

1) Pengintegrasian filosofis, yakni bila tujuan fungsional mata pelajaran umum sama dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama. Misalnya: Islam mengajarkan