REHABILITASI & SUBSTITUSI PADA KETERGANTUNGAN NAPZA
DOSEN POZK
Pendahuluan
➢ Tingginya prevalensi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia
➢ 86% penyalahguna Narkoba berada pada usia produktif
➢ Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba bersifat komprehensif
➢ Bagi pecandu atau penyalahguna, Undang-Undang telah memberikan hak-hak bagi mereka untuk mendapatkan rehabilitasi medis dan sosial.
➢ Jumlah pecandu NAPZA yang menjalani rehabilitasi masih sangat rendah.
➢ Berdasarkan hasil pengumpulan data Pusat Terapi dan Rehabilitasi BNN, jumlah pecandu yang mengakses layanan terapi baik rawat jalan maupun rawat inap pada tahun 2009 sebesar 0,5% sedangkan sekitar 99,5% pecandu lainnya berada di masyarakat (keluarga, sekolah, tempat kerja, dan komunitas lainnya).
Berdasarkan laporan RSKO tahun 2013, sebagian besar (65,17%) pasien rawat jalan dan
rawat inap penyalah guna narkoba di RSKO adalah pasien penyalah guna narkoba dengan
status pengguna lama dan kambuhan. Kambuh atau relapse akan narkoba merupakan
suatu tantangan yang tak terpisahkan dari proses panjang menuju kesembuhan penuh.
Pada tahun 2014 pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bersama tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi. Merujuk pada Undang-Undang no 35 tahun 2009 tentang narkotika dan Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, inilah dasar hukum untuk upaya dan langkah menyelamatkan pengguna narkoba.
Upaya ini diperkuat dengan penetapan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) pada tahun 2011 dan pencanangan tahun 2014 sebagai Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba. Seluruh IPWL mampu melaksanakan rehabilitasi medis, baik terapi simtomatik maupun konseling adiksi Napza. Sedangkan, IPWL berbasis rumah sakit mampu memberikan rehabilitasi medis dalam bentuk rawat inap yang bersifat jangka pendek dan yang bersifat jangka panjang.
Tujuan tahun penyelamatan pecandu dan korban penyalah guna narkoba
1. Mendorong pengguna narkoba dan keluarganya secara sukarela melaporkan diri kepada
Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk memperoleh perawatan atau rehabilitasi sehingga dapat pulih dan tidak kambuh kembali;
2. Mendorong aparat penegak hukum dalam memproses pengguna narkoba lebih berorientasi pada penghukuman rehabilitasi (maatregel);
3. Meningkatnya jumlah penyalah guna dan/atau pecandu narkoba yang memperoleh
perawatan atau rehabilitasi medis dan sosial, selanjutnya melalui program pasca rehabilitasi mantan penyalah guna dan/atau pecandu narkoba minimal selama 2 (dua) tahun tidak kambuh kembali;
4. Meningkatnya jumlah tersangka dan/atau terpidana yang mengikuti Program Rehabilitasi, dilanjutkan Program Pasca Rehabilitasi.
✓ Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan pasien gangguan penggunaan NAPZA baik dalam jangka waktu pendek ataupun
panjang yang bertujuan mengubah perilaku mereka agar siap kembali ke masyarakat (Kemenkes, 2010).
✓ Pada tahun 2016 BNN telah memberi layanan rehabilitasi sebesar 22.485
pecandu dan layanan pasca rehabilitasi sebanyak 70182 mantan pecandu dan
penyalahguna narkotika (Kemenkes, 2017).
Lanjutan…
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, rehabilitasi dibedakan dua macam:
1. Rehabilitasi Medis, adalah suatu proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
2. Rehabilitasi Sosial, adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Tujuan terapi pada penderita NAPZA
• Abstinensia (pantangan) atau menjauhi NAPZA , dan ini yang paling ideal, tapi
dalam kenyataannya sebagian besar pasien tidak mampu untuk manjahuinya atau tidak termotivasi untuk menjauhinya.
• Pengurangan keseringan pemakaiannya (frekuensinya dikurangi) dan pengurangan keparahan kekambuhan. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencapai keadaan tersebut,dimana yang paling banyak adalah pemberian suatu ketrampilan untuk
mencegah pengulangan pemakaian NAPZA.
• Memperbaiki fungsi psikologis/jiwa, dan fungsi adaptasi sosial. Untuk tujuan ini pemerintah memberikan fasilitas, yaitu dengan diberikannya pelayanan di Rumah Sakit yang di tunjuk, seperti yang tercantum dalam UU Narkotika no 35 Thn. 2009 pasal 56, yaitu Rumah sakit akan melakukan terapi rumatan (pengobatan) dengan Metadon.
KONSEP DASAR TERAPI :
• Tidak ada satu-satunya bentuk terapi yang sesuai untuk semua individu.
• Fasilitas terapi harus selalu tersedia sepanjang waktu, karena kapan kebutuhan diperlukan tidak dapat ditentukan.
• Terapi yang efektif adalah, harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, untuk menghentikan penggunaan NAPZA.
• Rencana terapi harus sering dievaluasi, kontinu dan disesuaikan dengan kebutuhan korban.
• Korban ketergantungan harus bertahan dalam satu periode waktu yang cukup lama.
• Konseling dan psikoterapi merupakan suatu komponen yang sangat penting.
Lanjutan…
• Medikasi juga penting, namun diperlukan kombinasi dengan konseling dan terapi perilaku.
• Kesehatan baik fisik maupun mentalnya harus diobati bersama-sama dan saling berhubungan.
• Detoksifikasi (menetralkan racun) hanya awal terapi, dan banyak dilaporkan kegagalannya jika menggunakan terapi tunggal.
• Pengobatan tidak hanya selalu secara sukarela, tapi juga kadang-kadang harus dipaksa.
• Dalam proses terapi, korban ketergantungan sering menggunakan zat lain tanpa sepengetahuan dokter, sehingga perlu selalu dimonitor.
• Akibat dari kelainan fisik, juga harus mendapatkan pengobatan, dan penyembuhan membutuhkan waktu pengobatan yang panjang.
Tahapan Perubahan (Stage of Change)
Tahapan Terapi Rehabilitasi
1) Fase Penilaian (assesment phase)
Pada tahap ini perlu dilakukan evaluasi psikiatri yang komprehensif. Termasuk yang perlu dinilai adalah (Husin & Siste, 2015) :
• Penilaian yang sistematis terhadap tingkat intoksikasi, keparahan-keparahan putus zat, dosis zat terbesar yang digunakan terakhir, lama waktu setelah
penggunaan zat terakhir, awitan gejala, frekwensi dan lama penggunaan efek subyektif dari semua jenis-jenis NAPZA yang digunakan termasuk jenis-jenis NAPZA lain selain yang menjadi pilihan utama pasien/klien.
• Riwayat medik dan psikiatri umum yang komprehensif
• Riwayat gangguan penggunaan NAPZA dan terapi sebelumnya.
• Riwayat keluarga dan sosial ekonomi
• Pemeriksaan urin untuk jenis-jenis NAPZA yang disalahgunakan
• Skrining penyakit infeksi seperti HIV, tuberculosis, hepatitis
2) Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)
Detoksifikasi NAPZA merupakan proses atau tindakan medis untuk membantu klien dalam mengatasi gejala putus NAPZA (Kemenkes, 2011). Tahap detoksifikasi sering disebut dengan fase terapi withdrawal atau fase terapi intoksikasi. Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh dokter
terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita. Pemberian obat tergantung dari jenis narkoba dan berat ringanya gejala putus zat. Dalam hal ini dokter butuh kepekaan, pengalaman, dan keahlian guna memdeteksi gejala kecanduan narkoba tersebut (Husin & Siste, 2015). Fase ini memiliki beberapa variasi :
a) Rawat Inap dan Rawat Jalan
b) Cold Turkey, artinya seorang pecandu langsung menghentikan penggunaan narkoba/zat adiktif, dengan mengurung pecandu dalam masa putus obat tanpa memberikan obat-obatan.
c) Terapi simptomatis
d) Rapid Detoxification, Ultra Rapid Detoxification
e) Detoxifikasi dengan menggunakan : Kodein dan ibuprofen, Klontrex (klonidin dan naltrexon), Bufrenorfin, Metadon
3) Tahap rehabilitasi nonmedis (sosial)
Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di Indonesia sudah di bangun
tempat-tempat rehabilitasi, sebagai contoh di bawah BNN adalah tempat rehabilitasi di daerah Lido (Kampus Unitra), Baddoka (Makassar), dan Samarinda. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic communities (TC), 12 steps (dua belas langkah, pendekatan keagamaan, dan lain-lain.
4) Tahap bina lanjut (after care)
Merupakan layanan pascarehab. Bisa bersifat reguler (rawat jalan), dimana pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di bawah pengawasan atau bersifat intensif (rumah damping) dimana pecandu melanjutkan program TC, 12 langkah dan diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat untuk mengisi kegiatan sehari-hari
Metode Rehabilitasi
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI no 420/MENKES/SKIII/2010, rehabilitasi pecandu narkotika dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Rehabilitasi Jangka Pendek (Short Term) 2) Rehabilitasi Jangka Panjang
Rehabilitasi Jangka Pendek (Short Term)
➢ Lama perawatan berlangsung antara 1 sampai dengan 3 bulan tergantung dari kondisi dan kebutuhan pasien.
➢ Pendekatan yang dapat dilakukan ke arah medik dan psikososial.
➢ Masalah medik masih menjadi fokus utama, asesmen dilakukan secara lengkap termasuk pemeriksaan penunjang medis. Asesmen yang perlu dilakukan pada model terapi ini
antara lain :
• Evaluasi masalah penggunaan NAPZA (jenis, jumlah, lama pemakaian, dampak yang ditimbulkan, keinginan untuk berhenti)
• Evaluasi medis : riwayat penyakit, kondisi fisik saat ini dan penyakit-penyakit-penyakit lain yang terkait dengan penggunaan NAPZA
• Evaluasi psikologis melalui wawancara dan tes psikologi
• Evaluasi sosial : riwayat keluarga, pendidikan , pekerjaan dan hubungan sosial
• Evaluasi tentang kegiatan agama, penggunaan waktu senggang dan kehidupan pribadi lainnya
Rehabilitasi Jangka Panjang
➢ Lama perawatan rehabilitasi jangka panjang adalah 6 bulan atau lebih.
➢ Dalam hal ini modalitas terapi yang dimaksudkan adalah Therapeutic Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan perilaku.
Therapeutic Community (TC) direkomendasikan bagi pasien yang sudah
mengalami masalah penggunaan NAPZA dalam waktu lama dan berulang
kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau bebas dari
NAPZA.
Beberapa program rehabilitasi yang dapat dijalankan pecandu NAPZA yaitu terapi detoksifikasi, terapi substitusi opioid,
Therapeutic community dan program terapi 12 langkah narcotic anonimus. Pada setiap metode rehabilitasi juga dapat disertai intervensi psikososial seperti brief intervention, konseling dasar, Motivational interviewing, CBT atau relaps prevention.
Program-program rehabilitasi
Macam terapi
Terapi umum pada keadaan EMERGENSI : Airway : yaitu membebaskan jalan nafas.
Breathing : melancarkan pernafasan.
Circulation : meancarkan peredaran darah.
Pemeriksaan lebih lanjut kemungkinan adanya perdarahan atau trauma.
Observasi kemungkinan terjadinya kejang.
Bila terjadi hipoglikemia, berikan 50ml Glukosa 50% i.v.
Terapi Simtomatik / Gejalanya : Analgetik
Hipnotik-sedatif Anti agresif
Anti anxietas Anti halusinasi
Terapi Withdrawal (menghentikan pengobatan) :
• Abrupt withdrawal (penghentian mendadak) : hanya diobati dengan obat simtomatik yaitu dengan menghilangkan gejalanya saja.
• Pengobatan secara klasik dapat dilakukan dengan clonidin (obat hypertensi), kodein dan obat-obat simtomatik (pengobatan gejalanya)
• Pengobatan dengan Metadon, Buprenorfin (substitusi opioda) Terapi Komplikasi :
Komplikasi dari ketergantungan NAPZA dapat berupa : Overdosis, Infeksi, Psikosis, Gangguan Perilaku. Terapi yang diberikan disesuaikan dengan gejala yang muncul.
Terapi substitusi opioda
➢ Terapi substitusi sering juga disebut dengan terapi rumatan (maintenance). Terapi ini diigunakan untuk pasien-pasien ketergantungan heroin (opioda).
➢ Untuk pengguna opioda hard core addict (pengguna opioda yang telah bertahun- tahun menggunakan opioda suntikan), pecandu biasanya mengalami kekambuhan kronis sehingga perlu berulang kali menjalani terapi ketergantungan.
➢ Kebutuhan heroin (narkotika ilegal) diganti (substitusi) dengan narkotika legal.
Beberapa obat yang sering digunakan adalah kodein, bufrenorphin, metadone, dan nalrekson.
➢ Obat-obatan ini digunakan sebagai obat detoksifikasi, dan diberikan dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan pecandu, kemudian secara bertahap dosisnya diturunkan.
Karakteristik obat yang ideal untuk terapi rumatan adalah :
• Rendah potensi untuk didiversikan
• Lamanya aksi cukup panjang
• Potensi rendah menggunakan zat lain selama terapi
• Toksisitas rendah untuk terjadinya overdose
• Fase detoksifikasi harus singkat, sederhana dan gejala-gejala rebound withdrawal minimal
• Memfasilitasi abstinensia terhadap opioid ilegal lain
• Pasien menerimanya dengan iklas dan baik
Tidak ada satu obatpun yang memenuhi persyaratan ideal tersebut. Namun untuk ketergantungan opioid para pakar kedokteran menemukan beberapa jenis obat yang mendekati kriteria karakteristik tersebut seperti :
✓ Agonis : metadon, heroin, morfin
✓ Parsial agonis : buprenorphin
✓ Antagonis : naltrekson, nalokson
Program Terapi Rumatan Metadona (PTRM).
➢ Metadona merupakan suatu agonis sintetik opioid yang kuat dan diserap dengan baik secara oral dengan daya kerja jangka panjang. Waktu paruh metadona pada umumnya 24 jam. Penggunaan
berkesinambungan akan diakumulasi dalam tubuh khususnya di hati. Proses akumulasi ini sebagian
menjadi alasan mengapa toleransi atas penggunaan metadona berjalan lebih lambat daripada morfin atau heroin.
➢ Pada tahap inisiasi dosis awal metadona yang dianjurkan adalah 20-30 mg untuk tiga hari pertama. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan.
Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc dengan larutan sirup (Permenkes RI no 57 tahun 2013). Pasien harus minum setiap hari dihadapan petugas PTRM.
➢ Tahap selanjutnya stabilisasi, untuk menaikkan dosis secara perlahan sehingga memasuki tahap rumatan.
Dosis yang dianjurkan adalah menaikkan dosis awal 5-10 mg tiap 3-5 hari. Total kenaikan dosis tiap minggu tidak boleh lebih dari 30 mg. Pada tahap rumatan, dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari.
Dosis rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur.
➢ Metadona dapat dihentikan secara bertahap perlahan (tappering off). Penghentian metadona dapat dilakukan pada keadaan berikut : pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan pasien dalam
keadaan bebas heroin, pasien dalam kondisi yang stabil untuk bekerja dan memiliki dukungan hidup yang memadai.
Buprenorphine-partial Agonist
➢ Buprenorphin merupakan parsial agonis heroin yang diminum secara sublingual dan memiliki memiliki metabolisme yang tinggi ketika diminum per oral. Terapi ini pertama kali dikenalkan di Perancis dan di evaluasi di beberapa negara lainnya.
➢ Hasil terapi secara garis besar dapat dibandingkan dengan terapi rumatan metadon, tapi masing- masing terapi memiliki keuntungan dan beberapa kelemahan. Buprenorphin dapat diminum
berselang seling tidak setiap hari.
➢ Resiko overdosis minimal namun pada individu dengan dosis heroin yang tinggi sebelumnya akan menunjukkan beberapa gejala putus zat.
➢ Buprenorphin masih dapat menjadi pilihan terapi untuk detoksifikasi walaupun harganya lebih mahal dibandingkan dengan metadon (Wodak, 2001)
Naltrekson- opiat antagonist maintenance treatment program
➢ Farmakoterapi rumatan dapat dilakukan dengan menggunakan naltrekson.
➢ Program terapinya dikenal dengan istilah Opamat-ED (Opiate Antagonist Maintenance Therapi).
➢ Naltrekson saat ini tidak lagi tersedia di Indonesia karena industri farmasi yang mendapat ijin edar naltrekson tidak meneruskan usahanya
Terapi substitusi terbukti cukup efektif dalam : Meningkatkan rasa kesejahteraan korban/klien.
Memudahkan kembali ke aktivitas pekerjaan / fungsi dalam masyarakat.
Mampu menurunkan angka kriminalitas dan meningkatkan kepatuhan terapi
Kontroversi terapi subtitusi :
Menggunakan opiate sintetis yang sangat adiktif Dapat berakibat mengganti ketergantungan
Tidak semua berhasil
Therapeutic community (TC)
➢ Therapeutic community (TC) adalah bentuk umum dari rehabilitasi jangka panjang untuk gangguan penggunaan zat (NIDA, 2015). Metode ini mulai digunakan pada akhir 1950 di Amerika Serikat.
➢ Tujuan utamanya adalah menolong pecandu agar mampu kembali ke tengah
masyarakat dan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif Program TC, merupakan program yang disebut Drug Free Self Help program.
➢ Teori yang mendasari metode TC adalah pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan punishment (hukuman) dalam
mengubah suatu perilaku. Selain itu digunakan juga pendekatan kelompok,
dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu perilaku.
➢ Program TC mempunyai suatu aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang sangat mengikat setiap residen untuk menjalankan dan siap menerima sanksi bila melanggar aturan tersebut (pasien peserta TC lazim disebut residen).
Brief Intervention (BI)
➢ Brief Intervention (BI) dipertimbangkan untuk berbagai kondisi yang melibatkan waktu tenaga profesional yang terbatas untuk mencoba merubah penggunaan NAPZA atau setidaknya mengajak klien berpikir ulang mengenai pola penggunaan NAPZA-nya.
➢ Waktu yang dibutuhkan untuk intervensi singkat biasanya antara 5 menit sampai 2 jam
➢ Brief Intervention (BI) dapat direkomendasikan pada kondisi seperti penggunaan alkohol yang membahayakan tetapi belum ketergantungan, ketergantungan alkohol ringan sampai sedang, ketergantungan nikotin, ketergantungan ringan sampai dengan sedang kanabis.
➢ Brief Intervention (BI) dapat mengambil berbagai bentuk format termasuk asesmen singkat, materi self help (materi yang membantu pemahaman NAPZA pada pasien contohnya
leaflet, cara menyuntik yang benar pada program harm reduction), informasi penggunaan yang aman serta pencegahan kekambuhan
Konseling Dasar
Konseling adalah suatu proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus dan tujuan yang jelas, memberikan waktu, perhatian dan keahliannya
membantu pasien untuk mempelajari situasi mereka, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan mereka.
Fungsi utama konseling :
a) Menyampaikan informasi penting
b) Membantu pasien mengklarifikasi dan menempatkan masalah c) Membantu pasien memilih dan mengambil tindakan realistik
d) Memberi dukungan psikomotor melalui ketrampilan komunikasi
Motivational Interviewing (MI)
Motivasi adalah suatu keadaan kesiapan atau keinginan untuk berubah, selalu berfluktuasi dari waktu ke waktu atau dari situasi ke situasi yang lain. Dasar pemikiran melakukan wawancara motivasional ini adalah bahwa untuk
mencapai perubahan adalah lebih mudah bila motivasi untuk berubah tersebut datang dari dalam dirinya sendiri daripada dipaksakan oleh konselor atau terapis.
a) Engaging
Engaging mengacu pada menjalin dan membangun rapport serta belajar mengenai pasien. Proses ini sangat diperlukan dalam MI dan beberapa jenis intervensi yang lain untuk mewujudkan perubahan.
b) Focusing
Proses dari “focusing” melibatkan pengembangan agenda khusus, mengembangkan tujuan untuk perubahan perilaku dan mengarahkan wawancara.
c) Evoking
Evoking merupakan suatu proses untuk mengexplorasi dan memunculkan motivasi seseorang untuk berubah. Dokter yang terampil mengasah dalam aspek ambilivalen klien untuk perubahan tertentu dan menghentikan pendapat yang tidak menyebabkan perubahan.
d) Planning
Pada beberapa waktu selama proses motivational, pasien mungkin menunjukkan tanda kesiapannya untuk berubah
Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
CBT adalah pendekatan yang terfokus dan jangka pendek untuk mengarahkan klien agar
dapat mengenali situasi berisiko terhadap relaps kemudian menghindari situasi tersebut dan melakukan adaptasi perilaku yang efektif berkenaan dengan masalah dan perilaku yang
berhubungan dengan penyalahgunaan zat (BNN, 2009). Teknik CBT dipergunakan untuk membantu klien memodifikasi pikiran, harapan dan perilaku mereka yang terkait
penggunaan NAPZA
Relaps prevention adalah program kendali diri yang didesain untuk mengedukasi seseorang yang berusaha mengubah perilakunya dan mengatasi problem relaps. Relaps prevention merupakan suatu program psikoedukasi yang menggabungkan prosedur latihan ketrampilan perilaku dengan teknik intervensi kognitif. Prinsip utamanya adalah berdasarkan social
learning theory
Relaps Prevention (RP)
Terapi 12 langkah narcotic anonimus.
➢ Metode 12 langkah berasal dari Model perawatan adiksi Minnesota (juga dikenal sebagai model abstinen), pertama kali dibuat di rumah sakit Minnesota pada 1950.
➢ Di Amerika Serikat, jika seseorang kedapatan mabuk atau menyalahgunakan NAPZA, pengadilan akan memberikan hukuman untuk mengikuti program 12 langkah.
➢ Pecandu yang mengikuti program ini dimotivasi untuk mengimplementasikan ke 12 langkah ini dalam kehidupan sehari-hari. (Kelly, 2011)
Berikut adalah contoh 12 (Dua Belas) langkah seperti yang tertera dalam program Narcotic Anonymous (NA) yaitu :
1. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita, sehingga hidup kita menjadi tidak terkendali.
2. Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita sendiri yang dapat mengembalikan kita kepada kewarasan
3. Kita membuat keputusan menyerahkan kemauan dan arah kehidupan kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita memahamiNya
4. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh, memyeluruh dan tanpa rasa gentar
5. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada seorang manusia lainnya, setepat mungkin sifat dari kesalahan-kesalahan kita
6. Kita siap sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan karakter kita.
7. Kita dengan rendah hati memohon padaNya untuk menyingkirkan semua kekurangan-kekurangan kita 8. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan menyiapkan diri untuk meminta maaf kepada merka semua
9. Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-orang tersebut bilamana memungkinkan kecuali bila melakukannya akan justru melukai mereka atau orang lain
10. Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita dan bilaman kita bersalah segera mengakui kesalahan kita
11. Kita melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita memahamiNya, berdoa hanya untuk mengetahui kehendaknya atas diri kita dan kekuatan untuk melaksanakannya
12. Setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari langkah-langkah ini kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada para pecandu dan untuk menerapkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal yang kita lakukan
HAL-hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan Napza :
✓ Penjangkauan dan Pendampingan : artinya pengobatannya terjangkau dan harus ada yang mendampingi.
✓ Harus ada Komonikasi Informasi dan Edukasi (KIE).
✓ Pendidikan yang setaraf : diberikan pendidikan yang terjangkau.
✓ Konseling Perubahan Perilaku
✓ Konseling dan Testing HIV Sukarela (Volluntary Counselling and Testing / VCT)
✓ Program Pensucihamaan
✓ Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril
✓ Pemusnahan Peralatan Suntik Bekas
✓ Layanan Terapi Pemulihan Ketergantungan Narkoba
✓ Program Terapi Rumatan Metadon
✓ Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (Care, Support, Treatment)
✓ Pelayanan Kesehatan Dasar