DAMPAK KRISIS GLOBAL TAHUN 2008 TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR KOMODITI PERKEBUNAN
(Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) DI PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
OLEH
DEWI LAILI YUSRINA 060304008
AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
DEWI LAILI YUSRINA (060304008), dengan judul skripsi “DAMPAK KRISIS GLOBAL TAHUN 2008 TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR PERKEBUNAN (Kelapa Sawit. Karet dan Kakao) DI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS., selaku Ketua Dosen Pembimbing dan Ibu Ir. Salmiah, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Ekspor perkebunan baik itu kelapa sawit, karet dan kakao merupakan komoditi andalan utama yang memberikan devisa bagi negara serta mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara. untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya Skripsi ini dapat
terselesaikan. Skripsi ini disusun dengan tujuan memenuhi salah satu persyaratan
yang untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian di Universitas Sumatera Utara
dengan judul: Dampak Krisis Global Tahun 2008 Terhadap Harga dan Volume
Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga akan menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan, maupun
dorongan selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada ibu Dr.Ir Tavi Supriana, MS selaku dosen pembimbing satu dan ibu Dr. Ir.
Salmiah, MS., selaku dosen pembimbing kedua.
Penulis juga banyak menerima bantuan serta dorongan dari semua pihak, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada
ayahanda Abdul Rahman dan ibunda Yon Ulfah berserta adik Azmi Rahman dan
Zuksri Aulia Putra. Untuk sahabat dan teman-teman penulis khususnya stambuk 2006
Departemen Agribisnis Universitas Sumatera.
Penulis menyadari Skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik maupun saran
diharapkan dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Januari, 2010
DAFTAR ISI
Penentuan Komoditi Perkebunan ... 19Metode Pengambilan Data ... 19
Metode Analisis Data ... 20
Defenisi dan Batasan Operasional ... 21
Defenisi ... 21
Batasan Operasional ... 22
DESKRIPSI WILAYAH Gambaran Umum wilayah Provinsi Sumatera Utara ... 23
Iklim... 23
Jumlah Penduduk ... 24
Perkebunan ... 24
Perdagangan Luar Negri ... 31
HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 33
Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008 ... 34
Kebijakan Pemerintah dalam Meningkatkan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara Sesudah Krisis Global 2008 ... 44
Langkah Fundamental Jangka Pendek ... 46
Langkah Fundamental Jangka Panjang ... 48
KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
Kesimpulan ... 50
Saran ... 51
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. LuasTanaman dan Produksi Karet Tanaman Perkebunan
Rakyat Menurut Kabupaten ... 25
2. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman
Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten ... 26
3. Luas Tanaman dan Produksi Kakao Tanaman
Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten ... 27
4. Luas Tanaman Perkebunan PTPN II, III dan IV
menurut jenis Tanaman (Ha) pada tahun 2005-2008 ... 28
5. Produksi Tanaman Perkebunan PTPN II,III, dan IV
menurut Jenis Tanman (ton) pada tahun 2005-2008 ... 29
6. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Rakyat
Di Sumatera Utara tahun (2004-2008)dalam Ribu Ton ... 30
7. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Besar Milik
Pemerintah di Sumatera Utara tahun 2004-2008 ... 31
8. Harga dan Volume Ekspor Sebelum Krisis Global 2008 ... 33
9. Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008 ... 34
11a. Harga Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan
Sesudah Krisis Global 2008 ... 35
11b. Volume Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan
Sesudah Krisis Global 2008 ... 37
12a. Harga Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum
dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 38
13a. Harga Ekspor Kakao Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 41
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. HargaFOB (000 US $) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak Nabati,
dan Kakao Sebelum Krisis Global 2008, Mulai Januari
2006 – Oktober 2007 ... 54
2. Volume/ Berat bersih (ton) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak
Nabati, dan Kakao Sebelum Krisis Global 2008, Mulai Januari 2006 –
Oktober 2007 ... 55
3. Harga FOB (000 US $) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak Nabati,
dan Kakao sesudah Krisis Global 2008 Sesudah Krisis Global 2008,
Mulai November 2007- Agustus 2009 ... 56
4. Volume/ Berat Bersih (ton) Getah Karet Alam, Lemak & Minyak
Nabati, dan Kakao sesudah Krisis Global 2008 sesudah Krisis Global
2008 Mulai November 2007- Agustus 2009 ... 57
5a. Harga FOB (000 US $) Getah Karet Alam, Sebelum Dan Sesudah
Krisis Global Tahun 2008 ... 58
5b. Volume/ Berat bersih (ton) Getah Karet Alam, Sebelum dan Sesudah
Krisis Global 2008 ... 59
6a . Harga FOB (000 US $) Lemak & Minyak Nabati, Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 60
6 b. Volume (ton) Lemak & Minyak Nabati, Sebelum dan Sesudah Krisis
Global 2008 ... 61
7a. Harga FOB (000 US $) Kakao , Sebelum dan sesudah Krisis Global
2008 ... 62
7 b. Volume/ Berat Bersih (Ton) Coklat , Sebelum Dan Sesudah Krisis
Global 2008 ... 63
8a. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Harga (000 US$) Getah Karet
8b. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Volume(ton) Getah Karet
Alam Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 65
9a. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Harga (000 US$) Lemak dan
Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 66
9b. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Volume (ton) Lemak dan
Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 67
10a. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Harga (000 US$) Kakao
Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008 ... 68
10b. Uji beda rata-rata (Paried Sampels Test) Volume (ton) Kakao Sebelum
DEWI LAILI YUSRINA (060304008), dengan judul skripsi “DAMPAK KRISIS GLOBAL TAHUN 2008 TERHADAP HARGA DAN VOLUME EKSPOR PERKEBUNAN (Kelapa Sawit. Karet dan Kakao) DI PROVINSI SUMATERA UTARA”. Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS., selaku Ketua Dosen Pembimbing dan Ibu Ir. Salmiah, MS., selaku Anggota Komisi Pembimbing.
Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Ekspor perkebunan baik itu kelapa sawit, karet dan kakao merupakan komoditi andalan utama yang memberikan devisa bagi negara serta mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam devisa perdagangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara. untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Krisis global adalah peristiwa dimana seluruh sektor ekonomi di pasar dunia
mengalami keruntuhan (keadaan gawat) dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh
dunia. Krisis global ini berawal pada negara adidaya Amerika Serikat (AS) dimana
dimulai dari kredit macet perumahan di Amerika Serikat yang merupakan sentrum
bagi perekonomian dunia. Akibat dari krisis global yang terjadi di AS, ini memberi
dampak besar pada negara-negara asia, salah satunya adalah Indonesia pada ekspor
perkebunan komoditi Kelapa sawit, Karet, dan Kakao. Ini memberikan tekanan yang
cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditi tersebut, dimana terjadinya penurunan
harga berbagai komoditas ajlok akibat adanya perlambatan ekonomi dunia, sehingga
peluang untuk memasarkan sangat sulit (Utaya D, 2008).
Krisis yang terjadi pada tahun 1997 dan 1998 disebabkan oleh stok hutang
luar negri swasta sangat besar dan umumnya berjangka pendek, banyak kelemahan
dalam sistem perbankan di indonesia. Pada 2008, sebagian orang menyebutnya
sebagai krisis ekenomi global, tentu saja dengan sebab yang berbeda dibandingkan
krisis 10 tahun silam (Utaya D, 2008).
Suatu krisis biasanya meliputi hilangnya kemampuan untuk mengatasi selama
sementara waktu, dengan perkiraan bahwa gangguan fungsi emosi dapat kembali
seperti semula. Artinya jika seseorang mengatasi ancaman itu secara efektif, maka ia
Jadi kita lihat krisis ekonomi mempunyai empat unsur yang jelas. Unsur yang
pertama adalah kejadian yang penuh resiko. Ini adalah kejadian yang mengawali
suatu reaksi yang berantai dari kejadian-kejadian yang mencapai puncaknya dalam
suatu krisis. Unsur yang kedua adalah keadaan rentan. Tidak semua peristiwa ini
membawa seseorang kepada suatu krisis. Kalau krisis tidak rentan, pasti krisis itu
tidak akan mungkin terjadi. Unsur yang ketiga adalah faktor-faktor yang
menimbulkan krisis tersebut. Artinya faktor terakhir yang perlu di tambahkan adalah
krisis yang aktif. Sedangkan arti istilah global dianggap berkaitan erat dengan
“sedunia, secara masal, secara umum”. Jadi krisis global adalah suatu keadaan gawat,
krisis yang terjadi di seluruh dunia atau mendapat dampak di seluruh dunia
(Abdullah, 2008).
Menurut (Anonimous, 2008) adapun terjadinya krisis global di akibatkan
adanya beberapa faktor antara lain:
1. Tingginya harga kebutuhan
2. Penyaluran kredit secara berlebihan sehingga tidak memperhatikan kemampuan
membayar dari konsumen.
3. Krisis kepercayaan dari para pelaku pasar, warga Negara, bahkan antar Negara
4. Spekulasi berlebihan dari para spekulan
5. Bidang usaha dari ekonomi makro tidak berjalan seiring dengan ekonomi mikro
Ditengah ancaman pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis
keuangan, perekonomian Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat.
yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditas, namun diharapkan dengan
pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi perbaikan perekonomian dunia
dalam 2-3 tahun ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi tumpuan
perekonomian dalam jangka panjang. Ekspor komoditas yang selama ini menopang
perekonomian pasca krisis 1997, diharapkan dapat kembali menjadi salah satu faktor
penting dalam penguatan perekonomian Indonesia ke depan.
Kinerja ekspor Indonesia pada 2009 diperkirakan akan mengalami
penurunan dibandingkan 2008 yang dikarenakan adanya penurunan permintaan
barang ekspor sebagai dampak dari krisis global yang sangat berpengaruh terhadap
permintaan pasar internasional. Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja ekspor
Indonesia adalah dengan peningkatan kegiatan ekspor, sehingga kestabilan ekspor
dapat di pertahankan. Salah satunya yaitu dengan membuat pajak ekspr dan membeli
serta menjualkan barang baik dalam negri maupun di luar negri (Astuty, 2000).
Melemahnya kinerja ekspor disebabkan oleh permintaan produk ekspor yang
berkurang dan menurunnya harga komoditas ekspor. Apabila penurunan kinerja
ekspor tersebut berkelanjutan maka kemungkinan terjadi penurunan cadangan devisa.
Adapun batas aman nilai cadangan devisa adalah empat bulan ekspor dan
pembayaran kewajiban atau kurang lebih US$50 miliar (Astuty, 2000).
Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup
baik khususnya hasil perkebunan. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi
karet mencapai sekitar 65% dalam 3 tahun terakhir) di samping CPO yang tetap
menjadi primadona ekspor (Parhusip Basar A,2008).
Hal positif yang ditinggalkan oleh krisis 1998 itu adalah diuntungkannya
sebagian masyarakat di daerah yang memiliki basis kegiatan di sektor
pertanian/perkebunan, karena komoditas seperti karet, sawit dan kakao harganya
melambung di pasar internasional, dimana hal positif yang di tinggalkan yaitu
normalnya harga di pasaran sedangkan pada waktu yang bersamaan nilai rupiah pun
merosot sampai 100%, artinya nilai rupiah terhadap mata uang dolar amerika serikat
yang di sebabkan para valuta asing jatuh tempo pembayaran hutang, luar negri baik
swasta maupun pemerintah, kurang percaya masyarakat terhadap rupiah, lemahnya
perekonomian indonesia yang di lihat dari hutang luar negri.
Perolehan devisa dari ekpor minyak sawit sejak pulih kembali perekonomin
setelah krisis mengalami meningkatan sangat luar biasa volume terus bertambah
akhir-akhir ini juga mengalami peningkatan harga dan nilai tukar secara keseluruhan
ekspor diatas 10 juta ton berhasil di lalui sejak tahun 2005 dengan perolehan devisa
yang pada tahun 2008 telah melewati USD 10 juta meskipun ekpor tahun ini masih
berlanjut. Hal ini terjadi karena faktor volume dan harga secara keseluruhan
kedudukan perolehan devisa dari minyak sawit terhadap total nilai ekspor hasil
industri juga menigkat mencapi diatas 5 % secar 2003 dan tahun 2007 mencapai
Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu belakangan
ini sudah menjadi perhatian berbagai kalangan. Perdagangan internasional khususnya
ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi.
Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan dalam perdagangan
internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan
sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.
Ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan
berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke
industri promosi ekspor. Ekspor memiliki peran yang penting dalam waktu-waktu
mendatang, apalagi dengan digulirkannya perundingan-perundingan WTO menuju
perdagangan dunia tanpa hambatan. Adapun perundingan- perundingan WTO adalah
mendorong perdagagan bebas dengan mengurangi dan menghilangkan hambtan-
hambatan perdagangan seperti tarif dan non tarif (misalnya regulasi menyediakan
forum perundingan perdagangan internasional, menyediakan sengketa dagang dan
memantau kebijakan perdagangan di antara anggotanya (Faisal, 2002).
Akibatnya bagi komoditi perkebunan adalah Perkebunan Indonesia terancam,
tapi perkebunan Indonesia mempunyai modal dasar berupa keunggulan komparatif,
dan beberapa komoditas (minyak kelapa sawit, karet, dan kakao), mempunyai daya
saing yang cukup bagus. Namun justru komoditas-komoditas tersebut yang sangat
mungkin mengalami goncangan terkuat dibandingkan komoditas perkebunan lainnya
terkait dengan daya saingnya yang lemah. Dari sisi pelaku, petani perkebunan rakyat
relatif lemah sehingga mereka perlu diutamakan untuk diselamatkan. untuk
menyelamatkan usaha perkebunan di Indonesia langkah antisipastif perlu
dipersiapkan sekaligus mengimplementasikan, baik yang besifat fundamental maupun
penunjang . sasarannya dalah agar komoditas dan produk perkebunan indonesia dapat
di jual dengan beban biaya output minimum. Penjualan komoditas tersebut terutama
di pasar ekspor (Krugman, 2005).
Salah satu perubahan mendasar yang terjadi di pasar internasional adalah
liberalisasi perdagangan untuk sektor pertanian, dimana beberapa produk perkebunan
termasuk di dalamnya. Libralisasi perdagangan adalah meghapus dan mengurangi
hanbatan hambatan yang terjadi di dalam perdagangan Liberalisasi perdagangan
tersebut diperkirakan akan mempunyai dampak yang signifikan terhadap
perkembangan komoditas perkebunan. Besarnya dampak untuk masing-masing
komoditas perkebunan tentunya bervariasi bergantung besarnya intervensi pemerintah
negara-negara yang terlibat dalam perdagangan komoditas perkebunan. Sebagai
contoh, dampak liberalisasi terhadap minyak nabati, dimana CPO termasuk
didalamnya, diperkirakan akan lebih besar dibandingkan karet yang relatif tidak
banyak mengalami intervensi pemerintah (Abbot, 2003).
1. Bagaimana perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum
krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa sawit, Karet dan
Kakao) di Provinsi Sumatera Utara?
2. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam meningkatkan harga dan volume ekspor
komoditi perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di Provinsi Sumatera
Utara sesudah krisis global 2008?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan
sebelum krisis global dan 2008 sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet,
dan Kakao) di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam meningkatkan volume ekspor
komoditi perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao) di Provinsi Sumatera
Utara.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan kemudian hari dapat digunakan sebagai:
1. Sumbangan dalam kajian terkait dengan masalah dampak krisis global 2008
terhadap harga dan volume ekspor komoditi perkebunan di Provinsi Sumatera
Utara.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka
Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor
negara tersebut harus mampu menghasilkan barang-barang dan jasa yang mampu
bersaing di pasar Internasional. Menurut Deliarnov (1995) Ekspor adalah salah satu
komponen atau bagian dari pengeluaran agregat. Makin banyak jumlah barang yang
dapat diekspor maka makin besar pengeluaran agregat dan makin tinggi pula
pendapatan nasional negara yang bersangkutan. Akan tetapi hal yang sebaliknya
belum tentu demikian, dimana pendapatan nasional yang tinggi akan menjamin
ekspor akan tinggi pula.
Ekspor merupakan bentuk paling sederhana dalam perdangangan internasional
dan merupakan suatu strategi dalam memasarkan produksi keluar negeri. Faktor-
faktor seperti pendapatan negara yang di tinjau dari populasi penduduk merupakan
dasar pertimbangan dalam perkembangan ekspor (Kotler dan Amstrong,
1996).
Menurut Nichalson (1998) ketika pendapatan meningkat dengan asumsi faktor
lain tidak berubah (cateris paribus), maka kuantitas yang akan di beli untuk setiap
orang juga akan berubah, namun peningkatan tersebut tergantung dari jenis
barangnya, apabila barang yang di maksud adalah normal maka peningkatannya akan
Apabila suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain (Ekpor
dan Impor) maka ada beberapa faktor yang harus di perhatikan. Salah satu
diantaranya adalah harga yang akan di perdagangkan karena akan menentukan besar
kecilnya jumlah barang yang akan di perdagangkan. teori permintaan menerangkan
tentang ciri hubungan dengan jumlah permintaan dan harga barang yang merupakan
suatu hipotesa yang menerangkan: “Makin rendah harga suatu barang, maka makin
banyak permintaan akan barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang,
maka makin rendah permintaan akan barang tersebut (cateris paribus) “.
Faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan yaitu:
1. Harga barang itu sendiri
2. Harga barang- barang lain yang bersifat subsitutif terhadap barang tersebut
3. Pendaptan rumah tangga atau pendapatan masyarakat
4. Selera seseorang ataupun masyarakat
5. Jumlah penduduk (Nainggolan, dkk, 2005).
Kelapa sawit, terutama Minyak Kelapa Sawit / Crude Palm Oil merupakan
komoditas non migas yang memiliki nilai devisa paling tinggi diantara komoditas –
komoditas lainnya di Indonesia. Selain minyak kelapa sawit, produk turunan kelapa
sawit lainnya seperti oleochemical, minyak inti sawit , dan produk limbah baik cair
maupun padat merupakan sumber devisa negara lainnya serta mendorong
Dalam priode puncak krisis (1997-1998) pertumbuhan ekspor komoditi
perkebunan mengalami pertumbuhan negatif dan ini terjadi pada karet, kelapa sawit
dan kopi. Penurunan tajam dan fantastik terjadi pada karet tak tanggung- tanggung
merosot mencapai -17, diikuti kelapa sawit -5 serta kopi sebesar -1 persen.
Sedangkan pada komoditi kakao meningkat tajam yaitu 20.6 %. Hal ini di sebabkan
karena ekspor kakao di pasar dunia dengan menggunakan mata uang dolar, sementara
itu yang terjadi tahun 1998 (puncak krisis) deprisiasi nilai tukar rupiah terhadap
dollar cukup tinggi (Astuty, 2000).
Nilai ekspor melalui pelabuhan muat di wilayah Sumatera Utara pada
Pebruari 2009 sebesar 363,38 juta dolar AS atau menurun 10,76 persen dari nilai
ekspor Januari 2009 sebesar 407,19 juta dolar AS. Penurunan ini dipicu oleh turunnya
ekspor produk unggulan ini dibanding nilai ekspor pada bulan yang sama tahun 2008,
nilai ekspor Pebruari 2009 turun 55,11 persen. nilai ekspor periode Januari-Pebruari
2009 melalui Sumut mencapai 770,57 juta dolar AS, mengalami penurunan hingga
48,98 persen jika dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 1,51 miliar
dolar AS.“Turunnya ekspor ini merupakan dampak dari krisis global karena yang
masih eksis hanya ekspor kakao dan coklat ( Kompas, 2009).
Setelah mencapai puncaknya pada 2008 yang mencapai US$ 1200/ton, harga
CPO terus merosot dan pada 2009 hanya tinggal sekitar US$ 440/ton. Saat ini
meramalkan harga CPO menjadi semakin rumit. Sebelum tahun 2007, harga CPO
pasar minyak pesaingnya (minyak kedele, minyak bunga matahari, dan minyak
kanola). Peran pemerintah dalam mengahdapi kemerosotan komoditi perkebunan
adalah dengan dengan mencari pasar ekspor tambahan atau alternatif untuk komoditi
perkebunan dengan tetap menjaga pasar yang ada, mengefektifkan skim-skim
perkembangan dan perkebunan yang sudah ada yang belajar dari masa laau, waktu
harga komoditas perkebunan jatuh petani menelantarkan kebunnya pada saat harga
komoditi baik petani tidak mempunyai kemampuan yang cukup buat menabung untuk
investasi. Kini peramalan harga CPO menjadi jauh lebih kompleks karena isu energi
(biodiesel), dinamika harga BBM, pergerakan nilai tukar terhadap US$, dan ulah
spekulan, ikut menentukan harga CPO ( Susila R, 2009)
Pada karet, turunnya permintaan karet disebabkan oleh negatifnya permintaan
karet olahan bagi sektor manufaktur dan otomotif. Langkah-langkah pemulihan telah
dilakukan oleh Indonesia bersama dengan dua negara eksportir karet terbesar di dunia
yaitu Malaysia dan Thailand atau yang tergabung dalam International Tripartite
Rubber Council (ITRC) menyepakati beberapa upaya dalam menyikapi penurunan
harga karet diantaranya ialah mempercepat peremajaan karet dengan cara
memperlambat penanaman pohon baru, selain itu organisasi triparti tersebut akan
berusaha meningkatkan korrdinasi antara masing-masing anggota (Praytno J, 2009)
Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan
dari tahun ke tahun. Sebagian besar biji kakao Indonesia diekspor ke luar negeri,
produk setengah jadi. Kendala utama yang dihadapi komoditas kakao yang diekspor
adalah kualitasnya. Mutu biji kakao Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan
yang berasal dari negeri lain.
Penghasil kakao utama dunia berasal dari negara-negara di Afrika, Amerika
latin dan Asia. Pesaing kakao Indonesia di pasar Uni Eropa cukup banyak dan datang
dari negara-negara yang memperoleh fasilitas bebas bea masuk, seperti: Pantai
Gading yang menguasi hampir setengah (41,54%) dari pasokan yang dibutuhkan UE,
Ghana, Nigeria, Kamerun, Brazil, Ecuador dan Swiss. Hampir semua negara tersebut
kecuali Swiss merupakan negara beneficiaries dari General System of Preferences
(GSP) UE. Fasilitas yang diperoleh melalui skema GSP tersebut tidak sama antara
satu negara dengan negara lainnya.
Negara produsen kakao yang merupakan negara miskin akan memperoleh
fasilitas pembebasan bea masuk. Sementara negara lain seperti Indonesia yang masuk
dalam kelompok negara berkembang hanya memperoleh pengurangan tarif sebesar
3,5% dari tarif yang berlaku umum (Most Favoured Nations). Disamping itu,
perlakuan khusus juga diberikan bagi negara (Swiss dan Norwegia) yang memiliki
perjanjian perdagangan bebas dengan UE (Ibnu, 2001).
Menurut Sidobolak (2009) Harga ekspor kakao Sumatera Utara terus menguat
dan kenaikan itu mengakibatkan tidak terlalu anjloknya penerimaan devisa ekspor
juta dolar AS atau naik 38,05 persen dari Januari. Padahal sebagian besar komoditi
mengalami penurunan. Naiknya nilai ekspor kakao di Sumut ini karena masih
tingginya permintaan. Eksportir kakao Sumut, naiknya harga jual kakao dipicu
semakin sedikitnya volume ekspor dari Indonesia. Akibatnya, importir masih mau
membeli harga tinggi menggingat kakao Indonesia masih menjadi kakao yang
diandalkan karena kekhasan rasanya.
Landasan Teori
Secara teoritis ekspor suatu barang di pengaruhi oleh suatu penawaran
(supply) dan permintaan (demand). Dalam teori perdagangan internasional disebut
bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi ekpor dapat dilihat dari sisi permintaan dan
penawaran (Krugman dan Obstpfetd, 2000) dari sisi permintaan ekspor di pengaruhi
oleh harga ekspor, nilai tukar rill, pendapatan dunia dan kebijakan devaluasi.
Sedangkan dari sisi penawaran , ekspor di pengaruhi oleh harga ekspor, harga
domestik, nilai tukar rill, kapasitas produksi yang bisa di produksi melalui investasi,
impor bahan baku dan kebijakan deregulasi.
Teori economic base bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar
daerah. Proses produksi sektor industri di suatu daerah yang menggunakan
sumberdaya produksi lokal, termasuk tenaga kerja, bahan baku, dan produktnya
kapita, dan penciptaan peluang kerja (job creation) di daerah tersebut
(Arsyad. L, 1999).
Menurut Sopyan (2008) Krisis ekonomi global merupakan peristiwa di mana
seluruh sektor ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor
lainnya di seluruh dunia. Ini dapat kita lihat bahwa negara adidaya yang memegang
kendali ekonomi pasar dunia yang mengalami keruntuhan besar dari sektor
ekonominya.
Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu proses yang mengukur perbedaan
kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam menciptakan output. Hal ini mengandung
makna bahwa untuk menghasikan sesuatu output dalam suatu proses produksi maka
penggunaan faktor-faktor produksi akan sangat menentukan. Tentunya dilakukan
dengan titik tolak kepada prinsip efisensi sehingga memberikan hasil yang lebih bagi
kepentingan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Demikian juga keberadaan faktor-
faktor produksi untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang saling berkaitan
penggunaanya dalam memacu pertumbuhan ekonomi (Bakti dkk, 2010).
Kebijakan perdagangan merupakan kebijakan pemerintah yang secara
langsung mempegaruhi jumlah barang dan jasa yang di impor atau di ekspor suatu
negara. Salah satu kebijakan perdagangan yang umum adalah tarif yaitu pajak pada
barang impor. Bentuk lain adalah kuota impor batas jumlah barang yang dapat di
Perekonomian terbuka atau perekonomian empat sector adalah suatu sisten
ekonomi yang melakukan kegiatan ekspor dan impor dengan Negara lain. Dalam
perekonomian terbuka, kegiatan perekonomian dibagi dalam 4 sektor, yaitu:rumah
tangga, perusahaan, pemerintah dan luar negri. Ekspor adalah pengiriman dan
penjualan barang-barang yang di produksi dalam negri ke luar negri, sedangkan pada
impor adalah kegiata membeli barang dari luar negri dan menimbulkan aliran (
pembayaran ) ke luar negeri.
Dalam perekonomian terbuka barang dan jasa yang diperjual belikan di dalam
negeri dan barang yang di impor dari luar negri. Permintaan agregat meliputi lima
komponen yaitu: permintaan rumah tangga ke atas barang yang di produksi dalam
negri (C), investasi swasta (I), permintaan pemerintah (G), ekspor (X) dan permintaan
ke atas impor (M).
Dalam keadaan keseimbangan, penarawan agragat sama dengan permintaan
agregat. Dengan demikian, dalam perekonomian terbuka keseimbangan pendapatan
nasional akan tercapai apabila:
Y = C + I + G + (X – M)
Keterangan
(Y) = Pendapatan Negara
(C) = Permintaan rumah tangga ke atas barang yang di produksi dalam negri,
(G) = Permintaan pemerintah,
(X) = Ekspor
(M) = Permintaan ke atas impor (Supriana , 2008).
Hendra B, (2009) CPO (Crude Palm Oil) adalah minyak sawit mentah yang
merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia di bidang non migas khususnya
produk lemak dan minyak hewani/nabati. Minyak ini merupakan pengolahan dari
kelapa sawit yang mana perkebunannya tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan
Sulawesi. Perkebunan kelapa sawit sendiri terbagi menjadi tiga yaitu, perkebunan
rakyat,perkebunan negara dan perkebunan swasta.
Manfaat CPO bagi perekonomian Indonesia adalah:
CPO memberikan devisa negara untuk mengisi pundi-pundi kas negara.
Menurut Syadat (2008) Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan
penting dalam perekonomian nasional. Dan perkebunan memiliki kontribusi besar
dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan
penerimaan pajak. Perubahan strategi nasional dan global tersebut mengisyaratkan,
pembangunan perkebunan harus mengikuti dinamika lingkungan sekitarnya.
Pembangunan perkebunan harus mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi perkebunan dan masyarakat sekitarnya selain itu juga mampu menjawab
tantangan globalisasi.
Krisis global adalah krisis dimana seluruh ekonomi di pasar dunia mengalami
reruntuhan dan sangat mempengaruhi pertumbuhan salah satunya adalah provinsi
sumatera utara. Ekspor adalah kegiatan menjual atau mengirim barang dagangan ke
luar negeri sedangkan Perkebunan merupakan subsektor yang berperan penting dalam
perekonomian nasional melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan
lapangan kerja, penerimaan ekspor, dan penerimaan pajak.
Sebelum adanya krisis global pada tahun 2006-2007 ekspor perkebunan
komoditi Kelapa sawit, Karet dan Kakao mengalami peningkatan yang sangat
signifikan baik itu dilihat dari segi volume dan harga. Sedangkan sesudah krisi global
pada tahun 2008-2009 terjadi dampak dari krisis ekonomi global yang berimbas
terhadap komoditi unggulan pada sektor perkebunan yaitu kelapa sawit, karet dan
kakao mengalami likuiditas dan harga komoditi perkebunan anjlok Krisis finansial
global yang dampaknya tidak terkendali dan justru mengarah ke resesi global
tentunya merupakan ancaman serius bagi kelangsungan pembangunan perkebunan.
Perbandingan antara sesudah dan sebelum terdapat peran pemerintah dimana
pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan pemerintah dengan melakukan perubahan
Secara sistematis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Keterangan :
= Menyatakan Hubungan
Gambar 1: Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Ada perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum krisis
global 2008 dan sesudah krisis global 2008 di Provinsi Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
Penentuan Komoditi Perkebunan
Perkebunan merupakan sub sektor yang berperan penting dalam
perekonomian nasional. Ekspor perkebunan baik itu kelapa sawit, karet dan kakao
merupakan komoditi andalan utama yang memberikan devisa bagi negara serta
mampu bersaing di pasar internasional sehingga mampu memberikan kontribusi yang
sangat berarti dalam devisa perdagangan. oleh karena itu perkebunan di landasi oleh
paradigma-paradigma bahwa ekspor harus di prioritaskan demi pertumbuhan
ekonomi nasional.
Penelitian ini menggunakan data skunder. Menurut Azwar (1999) data
skunder adalah data yang di perolah lewat pihak lain, tidak langsung di perolah dari
peneliti dari subjek penelitiannya. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
dukungan jenis data skunder yang di perolah dari Badan Pusat Statistik Sumatera
Metode Pengambilan Data
Data yang di ambil dalam penelitian ini adalah harga dan volume ekspor
sebelum terjadinya krisis global tahun 2006 – 2007 serta harga dan volume ekspor
sesudah terjadinya krisis global tahun 2008 dan 2009.
Metode Analisis Data
Untuk menganalisis hipotesis (1) dianalisis dengan menggunakan metode
pengujian dua sampel yang berhubungan (Paried Sampel t-test), melalui program
SPSS (Statistical Product and Service and Solution). Uji ini digunakan untuk melihat
ada atau tidaknya perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan sebelum
krisis global2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) di
Provinsi Sumatera Utara.
Pengukuran perubahan harga dan volume ekspor komoditi perkebunan
sebelum krisis global 2008 dan sesudah krisis global 2008 (Kelapa Sawit, Karet dan
Kakao) di Provinsi Sumatera Utara di uji dengan menggunakan uji t dengan kriteria
uji sebagai berikut:
Jika –ttabel ≤ thitung≤ ttabel ; tolak H1: terima Ho
Jika –thitung≤ -ttabel atau thitung≥ ttabel: ditolak Ho; terima H1, berdasarkan propabilitas:
Hoditerima jika signifikan > 0.05
th =
S2=
Keterangan :
X1.i = Rata-rata harga getah karet alam sebelum krisis global 2008
X2..i = Rata-rata harga getah karet alam sesudah krisis global 2008
X1.j = Rata-rata harga lemak dan minyak nabati sebelum krisis global 2008
X2..j = Rata-rata harga lemak dan minyak nabati sesudah krisis global 2008
X1.z = Rata-rata harga kakao sebelum krisis global 2008
X2.z = Rata-rata harga kakao sesudah krisis global 2008
S1 = Simpangan baku dari variabel I
S2 = Simpangan baku dari variabel II
n1 = Jumlah Sampel Variabel I
n2 = Jumlah Sampel Variabel II (Sudjana, 2002)
Untuk masalah (2) Analisis kebijakan pemerintah dalam meningkatkan harga
dan volume ekspor maka digunakan analisis deskriptif yaitu dengan melihat
kebijakan-kebijakan apa saja yang dipakai pemerintah dalam meningkatkan volume
Defenisi dan Batasan Operasional
Defenisi
1. Ekspor diartikan sebagai pengiriman barang dan penjualan barang-barang yang
diproduksi didalam negeri ke luar negri.
2. Harga getah karet alam adalah seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh
dari penjualan getah karet alam dengan satuan (000 US $)
3. Harga lemak dan minyak nabati adalah seberapa besar keuntungan yang akan
diperoleh dari penjualan lemak dan minyak nabati dengan satuan (000 US $)
4. Harga coklat adalah seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari
penjualan coklat dengan satuan (000 US $)
5. Volume getah karet alam adalah seberapa banyak getah karet alam yang akan di
gunakan dengan satuan (Ton)
6. Volume lemak dan minyak nabati adalah seberapa banyak lemak dan minyak
nabati yang akan digunakan dengan satuan (Ton)
7. Volume coklat adalah seberapa banyak coklat yang akan digunakan dengan
satuan (Ton)
8. Lemak dan minyak nabati memiliki produk olahan menurut SITC beberapa
diantaranya yaitu biji minyak rami dan fraksinya (other lisneed oil and fractions),
minyak mentah sawit (CPO), Minyak mentah kelapa (copra), minyak kelapa
(copra) dan lain- lain
9. Getah Karet Alam memiliki produk olahan menurut SITC beberapa diantaranya
lembaran rokok ( Natural Rubber in smaoked sheet), Standart karet Indonesia
(Standart Indonesian Rubber Sir 3, dan lain-lain
10.Kakao memiliki produk olahan menurut SITC beberapa diantaranya adalah kakao
bens (Cocoa Beans), Bubuk kakao (Cocoa Powder), Pasta kakao(Cacao Paste),
kakao buter (Cacao Butter)
Batasan Operasional
1. Waktu Penelitian di mulai pada tahun 2010.
2. Data yang diambil adalah data dalam kurun waktu sebelum terjadinya krisis global
yaitu pada tahun 2007 dan sesudah terjadinya krisis global yaitu pada tahun 2008
DESKRIPSI WILAYAH
Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Sumatera utara secara geografis, pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° -
100° Bujur Timur, yang pada tahun 2004 memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan
terdiri dari 328 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara
mempunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Propinsi Sumatera Utara
71.680 km 2 ,Sumatera Utara pada dasarnya dapat terbagi atas:
• Pesisir Timur
• Pengunungan Bukit barisan
• Pesisir Barat
Provinsi sumatera utara adalah salah satu provinsi yang terletak di pulau
Sumatera Utara yang memiliki batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD)
Sebelah Timur berbatasan dengan Malaysia di Selat Malaka
Sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia
Sebelah Selatan berbatsan dengan Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat dan
Provinsi Kepulauan Riau
Iklim
Karena terletak dekat garis khatulistiwa, provinsi Sumatera Utara tergolong ke
sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan laut, beriklim
cukup panas bisa mencapai 33,9 0 C sebagian daerah berbukit dengan kemiringan
yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang
suhu minimalnya mencapai 13.40C.
Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara
mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi
pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi ada
bulan November sampai dengan bulan Maret, diantara dua musim itu diselingi oleh
musim pancaroba.
Jumlah Penduduk
Sumatera Utara merupakan Provinsi keempat yang terbesar jumlah
penduduknya di Indonesia setelah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Menurut hasi pencacahan angka sensus Penduduk 1990 penduduk Sumatera Utara
keadaan tanggal 31 Oktober 1990 berjumlah 10,26 Juta Jiwa. Jumlah penduduk
Sumatera Utara sebesar 11,5 juta jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun
1990 adalah 143 jiwa /km2 dan tahun 2008 meningkat menjadi 182 km2. laju
pertumbuhan penduduk Sumatera Utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah
1,0 persen pertahun, dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1,37 persen pertahun. Dan
Perkebunan
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perkebunan di Indonesia.
Perkebunan Sumatera Utara telah di buka sejak penjajahan belanda. Komoditi hasil
perkebunan yang paling penting dari Sumatera Utara saat ini antara lain Kelapa sawit,
Kopi, Karet, Kakao dan Tembakau. Bahkan di kota Bremen Jerman Tembakau Deli
sangat terkenal.
Tabel 1, menunjukkan bahwa luas tanaman Karet Rakyat di Sumatera Utara
selama priode 2005-2008 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,18 per tahun.
Pada tahun 2007 luas tanaman Karet Rakyat adalah sebesar 362.67,20 Ha, menjadi
387.656,56 Ha pada tahun 2008. Kabupaten Mandailing Natal, Labuhan Batu, dan
Langkat merupakan pusat perkebunan karet rakyat di Sumatera Utara. Di Ketiga
daerah terbentang seluas 180.365,41 Ha kebun karet atau sama 46,52 % dari total luas
kebun Karet Rakyat Sumatera Utara.
Tabel 1. Luas Tanaman dan Produksi Karet Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten
Luas Tanaman/ Area (Ha) Produksi
(ton)
No Kabupaten TBM TM TTM Jumlah
1 Nias 33.147 2.360 2.680 29.429 24.416
2 Mandailing Natal 83.461.1 43700,6 19025,7 71.072.41 34.782
3 Tapanuli selatan 5.082,75 9.449,5 1.1624,5 26.156,74 6.329,9
4 Tapanuli tengah 3.477 2.380 4.697 31.554 17.064,81
5 Tapanuli Utara 288 7.848 151 8.287 4.659.93
6 Toba Samosir 85 294 34 413 510.05
7 Labuhan Batu 2.036 64.830 924 67.790 31.578
8 Asahan 296 5.247 480.4 6.023.4 15109,92
9 Simalungun 427.4 11.897.2 144.9 12.469.5 11.026.99
10 Dairi 79 154 4 237 114,79
11 Karo 5 65 - 70 41,2
13 Langkat 1.982 38.979 542 41.503 29.460
14 Nias Selatan 7.053 15.971 58 23.082 8.788.5
15 Hbg Hasudutan 315.5 2.561.7 827 3704 2161,12
16 Pakpak Barat 1.238.5 507 85.3 1.830 435,66
17 Samosir - - - -
-18 Serdang Bedagai 1.159 10.220.5 23 1.1420.5 9.760.9
19 Batu Bara 9 365 80 454 106,57
20 Padang Lawas Utara 9.688 22.564 2.904 35.156 18.439.35
21 Padang Lawas 6.165 3977.5 1.154 11.296.5 3.320.48
22 LabuhanBatu Selatan x x x x x
23 Labuhan Batu Utara x x x x x
Jumlah/ 2008* 51.825.26 290.033.5 45.797,8 3.876.566 223.697.12
2007 42.735.75 268.885.7 51.065.75 362.687.2 223.793.06
2006 33.809.45 259.658.8 53.690.27 347.158.5 220.663.82
2005 32.821.2 260.308.8 49.938.9 343.068.9 211.080.87
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Data Sementara
Tabel 2, menunjukkan bahwa luas tanaman perkebunan Kelapa Sawit rakyat
Sumatera Utara Pada tahun 2008 sebesar 308.651,79 Ha dengan produksi
4.151.779,10 ton, tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Kabupaten Labuhan Batu
merupakan pusat perkebunan kelapa sawit rakyat di Sumatera Utara. Di daerah ini
terdapat sebesar 132.962 Ha kebun sawit rakyat atau 34,66 % dari seluruh
perkebunan kelapa sawit rakyat Sumatera Utara.
Tabel 2. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten
Luas Tanaman/ Area (Ha)
Produksi TBS
No Kabupaten TBM TM TTM Jumlah
1 Nias 1381 - - -
-2 Mandailing Natal 5.835,33 8.515,76 - 14.351.09 179.206.25
3 Tapanuli selatan 2.054,5 2.846,5 2 4.909 45.431.01
4 Tapanuli tengah 1.176 1.381 - 2.557 26.236.58
5 Tapanuli Utara 14,5 10,5 18,25 43.2 2,37
6 Toba Samosir 161 607 10 778 1.124.62
7 Labuhan Batu 7.168 125.794 - 132.962 1.731.038
8 Asahan 1.0641,4 49.345,7 1.100,6 61.087.7 83.887,64
10 Dairi 42 94 - 136 840.5
11 Karo 330 867 - 1197 9.635
12 Deli Serdang 3.733,5 9.856,4 288 13.878.4 179.169.73
13 Langkat 4.124 36.381 1026 41.531 5358.14
14 Nias Selatan - - - -
-15 Hbg Hasudutan 211 185 - 396 325.1
16 Pakpak Barat 728,6 771 150 1.649.6 6.146.003
17 Samosir - -
-18 Serdang Bedagai 2.574,8 8.914,3 - 11.489,1 152.724,83
19 Batu Bara 3.183 9.203 865.003 13.251 46.949,81
20 Padang Lawas Utara 8.210 17.282 174 25.666 264.889,9
21 Padang Lawas 6.479 24.780 87 31.346 384.923,73
22 LabuhanBatu Selatan x x x x x
23 Labuhan Batu Utara x x x x x
Jumlah 2008* 58.873.72 321.053.6 3.724.45 383.651.8 4.154.779.1
2007 53.163 309.508.5 4069.63 367.741.1 4.647.609.24
2006 51.262.19 308.606.9 3.226.25 363.095.4 4.486.478.73
2005 48.149.21 2.628.77.4 3.187.37 314.213.9 416.262.98
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Data Sementara
Tabel 3, menunjukkan bahwa luas tanaman perkebunan kakao rakyat
Sumatera Utara pada tahun 2008 Kabupaten Simalungun merupakan pusat produksi
kakao sebesar 4.677,66 ton, dengan jumlah 5.354,48. Kabupaten Asahan tandan buah
segar (TBS) 4.468,40 dengan jumlah sebesar 11.479, 65 dan produksi sebesar
3.162,88 ton dapat di lihat pada tabel 3:
Tabel 3. Luas Tanaman dan Produksi Kakao Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten
2 Mandailing Natal 940,28 3310,33 76,00 4326,61 2365,82
3 Tapanuli selatan 817,50 2389,50 242,00 3449,00 1812,17
4 Tapanuli tengah 1090,00 1588,00 - 2678,00 156,49
5 Tapanuli Utara 158,25 142,50 127,25 2707,00 817,82
6 Toba Samosir 60,74 46,14 14,00 120,88 67,82
8 Asahan 4468,40 6325,75 685,50 1147,65 3162,88
18 Serdang Bedagai 375,50 1243,10 17,00 1635,50 1223,78
19 Batu Bara 59,90 891,50 256,80 1208,20 1457,93
20 Padang Lawas Utara 221,00 415,00 37,00 673,00 237,90
21 Padang Lawas 90,50 77,00 10,00 177,50 40,50
22 LabuhanBatu Selatan x x x x x
23 Labuhan Batu Utara x x x x x
Jumlah 2008* 18679,69 39767,80 3011,30 61458,79 31339,51
2007 1578,30 38098,73 2543,45 56428,48 35313,82
2006 13433,47 34320,47 1418,00 49171,94 32781,38
2005 13027,33 30414,24 1074,40 4451,97 30290,35
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Keterangan: *) Data Sementara
Tabel 4 menunjukan luas lahan perkebunan PTPN II, III dan IV menurut
jenis tanaman dimana pada tanaman yang belum menghasilkan pada tanaman karet di
tahun 2008 luas tanaman sekitar 14.731,27 ha, luas tanaman kelapa sawit 67.847,64
sedangkan jumlah total tanaman perkebunan PTPN tersebut pada tahun 2008, pada
tanaman karet adalah 46.795,72 ha, kelapa sawit 304.770,52 dan pada coklat adalah
348,09 ha, dapat dilihat pada tabel 4:
Tabel 4. Luas Tanaman Perkebunan PTPN II, III dan IV menurut jenis Tanaman (Ha) pada tahun 2005-2008
Jenis Tanaman 2005 2006 2007 2008
Tanaman Belum
Menghasilkan 63126,09 86069,13 81984,90 82578,91
Karet 6853,13 12309,67 13633,78 14731,27
Kelapa Sawit 56217,92 73704,42 68351,12 67847,64
-Teh 55,04 55,04 -
-Tembakau - - -
-Tebu - - -
-Tanaman
Menghasilkan 257834,29 253446,71 258000,74 245240,06
Karet 33509,13 36176,67 32981,23 31207,25
Kelapa Sawit 202373,83 195385,56 204717,52 198939,82
Kakao 5784,89 1957,00 1240,96 16,02
Teh 5341,07 5341,00 7076,11 4711,08
Tembakau 2039,20 1360,00 11984,92
-Tebu 8786,17 13226,48 - 10365,89
Tanaman Tidak
menghasilkan 16852,32 16996,00 18424,00 39459,34
Karet 4831,89 - - 857,2
Kelapa Sawit 12020,43 16996.00 18424,00 37983,06
Kakao - - - 332,07
Teh - - - 287,01
Tembakau - - -
-Tebu - - -
-Jumlah Luas tanaman 337812,70 356511,84 358409,64 367278,31
Karet 45194,15 48486,36 46615,01 46795,72
Kelapa Sawit 270612,18 286085,98 291492,64 304770,52
Kakao 5784,89 1957,00 1240,96 348,09
Teh 5396,11 5396,04 5396,11 4998,09
Tembakau 2039,20 1360,00 1680,00
-Tebu 8786,17 13226,48 11984,92 10365,89
Sumber: PTPN II ,III, IV
Tabel 5 menunjukkan produksi tanaman Perkebunan PTPN II,III, IV menurut
jenis, dimana pada produksi tanaman karet di tahun 2008 adalah 44.017 ton, kelapa
sawit pada TBS 3.991.705 ton , minyak sawit 961.177 ton dan pada inti sawit
194.792 ton . Sedangkan pada kakao 8 ton, dapat dilihat pada tabel 5:
Tabel 5. Produksi Tanaman Perkebunan PTPN II,III, dan IV menurut Jenis Tanman (ton) pada tahun 2005-2008
Jenis Tanaman 2005 2006 2007 2008
Karet 44.315 45.954 43.109 44.017
Kelapa sawit
a. TBS 400.705 4.312.838 4.120.120 3.991.705
c. Inti sawit 197.296 203.493 197.492 194.792
Kakao 763 2.001 772 8
Teh 2.542 11.915 12.049 9.975
Tembakau 461 334 304 274
Kopi - - -
-Tebu - - -
-a. SHS 39.159 49.495 36.591 38.844
b. Tetes 31.472 48.015 34.254 36.006
Sumber: PTPN II, III, dan IV
Di Sumatera Utara terdapat tiga perkebunan besar BUMN dan ratusan
perkebunan besar swasta. Sama seperti pada perkebunan rakyat, jenis tanaman
perkebunan besar yang ada di Sumatera Utara diantaranya kelapa sawit, karet kakao,
teh, tembaku, dan tebu.
Seperti halnya sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman
perkebunan menunjukan perkembangan yang cukup mengembirakan, baik
perkebunan rakyat maupun perkebunan besar. Secara umum produksi perkebunan
besar lebih banyak di bandingkan dengan produksi perkebunan rakyat, kecuali
produksi kopi dan jahe tidak di kelola oleh perkebunan besar.
Pada tahun 2008, sebagian besar komoditi perkebunan rakyat di Sumatera
Utara mengalami penurunan kecuali kopi robusta dan kelapa. Sedangkan komoditi
perkebunan lainnya mengalami penurunan yaitu karet dari 239 ribu ton di tahun 2007
menjadi 224 ribu ton tahun 2008, kelapa sawit dari 489 ribu ton tahun 2007 menjadi
415 juta ton tahun 2008, kopi arabika dari 44 ribu ton menjadi 39 ribu ton, kemenyan
dari 6 ton tahun 2008 menjadi 5 ton, kemiri dari 14 ton tahun 2007 menjadi 12 ton
tahun 2008, dan tebu dari 3 ton tahun 2007 menjadi 1 ton tahun 2008, ini dapat dilihat
Tabel 6. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Rakyat Di Sumatera Utara tahun (2004-2008)dalam Ribu Ton
Jenis
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara
Tabel 6, Tanaman utama usaha perkebunaan besar di Sumatera Utara adalah
Tanaman Kelapa Sawit, Karet , Teh, Kakao dan Tembakau. Sepanjang tahun 2008
hanya produksi tanaman karet, minyak sawit, dan tembakau yang mengalami
kenaikan. Usaha tanaman karet meningkat dari 43 ribu ton di tahun 2007 menjadi 44
ribu ton pada tahun 2008, CPO meningkat dari 951 ribu ton di tahun 2007 menjadi
961 ribu ton pada tahun 2008, dan tebu dari 36 ribu ton di tahun 2007 menjadi 39 ribu
ton pada tahun 2008. tanaman kelapa sawit (TBS) menurun dari 4.1 juta ton di tahun
2007 menjadi 3.9 juta ton pada tahun 2007, inti sawit dari 197 ribu ton ditahun 2007
menjadi 195 ribu ton pada tahun 2008 dan teh dari tahun 12 ribu ton di tahun 2007
menjadi 10 ribu ton pada tahun 2008.
Tabel 7. Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan Besar Milik Pemerintah di Sumatera Utara tahun 2004-2008
Teh 73 2,5 12 12 10
Tebu 25 39 50 36 39
Tembakau 0,5 0,4 0,3 0,3 0,3
Sumber: Kantor Inpeksi PTPN Wilayah I
Menurunnya produksi tanaman perkebunan dalam (lima) tahun terakhir
tampaknya harus segar di atasi oleh pemerintah sumatera utara. Hal tersebut di
pandang perlu meningkatkan subsektor perkebunan khususnya perkebunan besar
merupakan penyumbang terbesar dalam peningkatan kinerja sector pertanian.
Perdagangan Luar Negri
Pembangunan perdagangan di tujukan untuk meningkatkan pendapatan
pengusaha dan sekaligus menjalin kepentingan konsume, untuk itu di perlukan suatu
sistem tataniaga dan distribusi yang efisien dan efektif guna mendorong ekspor dan
produksi. Untuk ekspor, perlu di tingkatkan daya saing, upaya penerobosan dan
perluasan pasar luar negri, antara lain melalui usaha-usaha untuk meningakatkan
efisiensi dan mutu hasil produksi. Menjamin kesinambungan dan ketetapan waktu
penyerahan, penganekaragaman barang dan pasar ekspor penyempurnaan sarana
pemasaran ekspor serta meningkatkan kerja sama perdagangan internasional
Dampak dari terjadinya krisis ekonomi di rasakan dengan naiknya harga
barang dan jasa maupun nilai tukar mata uang asing. Setelah beberapa tahun berjalan,
kondisi tersebut sudah mulai stabil bahkan cendrung membaik, keadaan ini terlihat
dari neraca perdagangan luar negri sumatera utara yang terus meningkat dalam 5
Menigkatnya pertumbuhan ekonomi sumatera utara pada tahun 2008 diikuti
oleh meningkatnya neraca perdagangan pada tahun 2008 neraca perdagangan luar
negri Sumatera Utara sebesar US$ 5,57 milyar lebih tinggi dari tahun 2007 yang
mencapai US$ 4.97 milyar. Meningkatnya neraca perdagangan luar negri Sumatera
Utara akibat dari meningkatnya nilai ekspor Sumatera Utara, pada tahun 2008, nilai
ekspor Sumatera Utara meningkat menjadi US$ 9.26 milyar dari tahun 2007 yang
mencapai US$ 7.08 milyar. Disamping itu nilai impor Sumatera Utara juga
mengalami peningkatan menjadi US$ 3.70 milyar pada tahun 2008 dari US$ 2.11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Harga dan Volume Ekspor Komoditi Perkebunan (Kelapa sawit, Karet dan Kakao) Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008
Ekspor komoditi perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao memiliki produk
rurunan diantaranya getah dan karet alam, lemak dan minyak nabati, dan kakao.
Komoditi-komoditi ekspor digolongkan berdasarkan komoditi ekspor Sumatera Utara
menurut komoditi tiga dijit STIC (Standart Trade Internasional Classification) yang
berlaku.
Harga dan Volume Ekspor Sebelum Krisis Global 2008
Untuk mengidentifikasi harga dan volume ekspor sebelum ada krisis global 2008
dapat dilihat dari tabel 8.
Tabel 8. Harga dan Volume Ekspor Sebelum Krisis Global 2008
Keterangan Harga FOB (000 US$)
Total Rata-rata
Volume (Ton) Total Rata-rata Getah karet alam
Lemak dan minyak nabati Kakao
Sumber: Data diolah dari lampiran 1 dan 2
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata harga FOB(000 US$) ekspor
Sumatera Utara sebelum adanya krisis global 2008 pada getah karet alam US$
111.732 lemak dan minyak nabati sebesar US$ 185.193, dan kakao sebesar US$
5.276 juta. sedangkan rata-rata volume ekspor Sumatera Utara sebelum adanya krisis
dan kakao 3.842 ton.
Sebelum ada krisis global harga dan volume ekspor adalah menurun, karena
penurunan harga dan volume ekspor disebabkan oleh penurunan permintaan yang
cukup besar dan juga melemahnya kondisi perekonomian di negar-negara maju yang
sebelummya menjadi bagian dari pasar produk perkebunan. Pernurunan harga dan
volume ekspor juga berpengaruh terhadap komoditas perkebunan di pasar
internasional turun dan peluang untuk memasarkan produk-produk di pasr
internasional sangat sulit. Tingkat harga komoditas perkebunan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut. Apabila permintaan naik
sedangkan penawaran atau produksi tertentu maka harga cendrung meningkat dan
apabila produksi meningkat dan permintaan atau produksi tertentu maka harga
cendrung turun.
Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008
Harga dan volume ekspor getah karet alam, lemak dan miyak nabati, dan
kakao dapat dilihat dari tabel 9.
Tabel 9. Harga dan Volume Ekspor Sesudah Krisis Global 2008
Keterangan Harga FOB (000 US$)
Total Rata-rata
Volume (ton)
Total Rata-Rata Getah Karet alam
Lemak dan minyak nabati Kakao
Sumber: Data diolah dari lampiran 3 dan 4
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata harga FOB dan volume ekspor
112.126 dengan volume 54.420 ton, harga lemak dan minyak nabati US$ 295.545
dengan volume 368.042 ton sedangkan kakao US$ 9.652 dengan volume 4.380. ton.
Sesudah krisis global 2008 harga dan volume ekspor Sumareta Utara adalah
naik dikarenakan naiknya nilai tukar dolar terhadap rupiah yang mengakibatkan harga
riil berbagai komoditas perkebunan yang dihasilkan mengalami kenaikan.
Untuk mengidentifikasi harga dan volume ekspor getah karet alam, lemak dan
minyak nabati dan kakao dapat digunakan dengan menggunakan analisis uji beda
dengan t-hitng. Uji beda ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan
antara kedua kelompok sampel yang berpasangan (berhubungan), dimana sebuah
sampel yang memiliki dua perlakuan yang berbeda.
Pada harga volume ekspor getah karet alam, lemak dan minyak nabati, dan
kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008 jika dihitung menggunakan uji beda
rata-rata (t-test) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 10a. Harga Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008.
Untuk mengetahui perbedaan harga dan volume ekspor pada getah karet
alamsebelum dan sesudah krisis global 2008, dengan menggunakan uji beda rata-rata
(t-test). Uji beda rata-rata ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan
rata-rata yang diperoleh antara kedua kelompok sampel yang berpasangan.
Variabel Harga (000US $)
Sebelum 111.723
thitung -1.431
Signifikansi 0,131
Sumber: Data diolah dari lampiran 8a
Dari Tabel 10a dapat dilihat bahwa harga getah karet alam sebelum krisis
global adalah US $ 111.723 dan sesudah krisis global US $ 112.126. Berdasarkan uji
beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa thitung < ttabel (1.431< 2.080), maka dapat
diketahui bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Dari uji t dapat ditarik kesimpulan bahwa
secara signifikansi tidak ada perubahan harga ekspor sebelum dan sesudah krisis
global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau dengan nilai signifikansi
0,131>0,05. Perubahan harga lemak dan minyak nabati sebelim dan sesudah krisis
global 2008 adalah US$ 7.776.723.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga ekspor getah karet alam
sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan sebelum krisis global
2008. Hal ini sesuai dengan (Suharto, 2009) yang menyatakan bahwa harga karet
meningkat dikarenakan harga produk subsitusinya yaitu karet sintetik naik semenjak
harga minyak bumi menjadi bahan baku juga meningkat harganya. Sepanjang 2009,
lima komoditi utama yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan tebu masih sebagai
primadona ekspor dan memberikan kontribusi yang besar dalam ekspor komoditi
primer sektor agribisnis. Selain volumenya besar., harga nya juga meningkat cukup
tinggi selama beberapa tahun terakhir terutama semenjak harga minyak mentah dunia
meningkat.
Secara statistik harga produk perkebunan mempunyai pengaruh yang
perkebunan naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan
dengan teori dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang
terhadap jasa sangat ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga
naik maka jumlah permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun
dan sebaliknya apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa
yang bersangkutan akan mengalami kenaikan.
Tabel 10b.Volume Ekspor Getah Karet Alam Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008
Variabel Volume (Ton)
Sebelum 53.8711 Sesudah 54.420 Perubahan 67.075
thitung 3,968
Signifikansi 0,01
Sumber: Data diolah dari lampiran 8b
Dari Tabel 11b, dapat dilihat bahwa volume getah karet alam sebelum krisis
global 2008 adalah 53.871 ton dan sesudah krisis global 2008 adalah. 54.420 ton.
Berdasarkan uji beda rata-rata diatas dapat dilihat bahwa -thitung < -ttabel (-3,968 <
2.080) atau thitung>tabel (3,968>2.080), Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
volume ekspor sebelum dan sesudah krisis global terhadap volume getah karet alam.
Dari uji t dapat ditarik kesimpulan bahwa secara signifikansi ada perubahan volume
ekspor sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau
dengan nilai signifikansi 0,001< 0,05. Perubahan harga lemak dan minyak nabati
sebelim dan sesudah krisis global 2008 adalah 67.075 ton. Dengan demikian dapat
diketahui bahwa volume ekspor getah karet alam sesudah krisis global 2008 adalah
Hal ini sesuai dengan teori (Suharto. 2009) yang menyatakan bahwa harga
karet meningkat dikarenakan harga produk subsitusinya yaitu karet sintetik naik
semenjak harga minyak bumi menjadi bahan baku juga meningkat harganya.
Sepanjuang 2009, 5 komoditi utama yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi dan tebu
masih sebagai primadona ekspor dan memberikan kontribusi yang besar dalam
ekspor komoditi primer sektor agribisnis. Selain volumenya besar., harga nya juga
meningkat cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir terutama semenjak harga
minyak mentah dunia meningkat.
Secara statistik harga roduk perkebunan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk perkebunan
naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori
dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat
ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah
permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya
apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan
akan mengalami kenaikan.
Tabel 11a. Harga Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008
Dari tabel 11a, dapat dilihat bahwa harga lemak dan minyak nabati sebelum
krisis global adalah US$ 185.193 dan sesudah krisis global US$ 295.545.
Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa thitung > ttabel (3,277>2,080),
maka dapat di ketahui H0 ditolak dan H1 diterima. Dari uji t dapat ditarik kesimpulan
bahwa secara signifikansi ada perubahan harga ekspor sebelum dan sesudah krisis
global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau dengan nilai signifikansi 0,004 <
0,05. Perubahan harga lemak dan minyak nabati sebelim dan sesudah krisis global
2008 adalah US$ -1.103.520. Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga ekspor
lemak dan minyak nabati sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan
sebelum krisis global 2008.
Menurut (Suharto, 2009) yang menyatakan berbagai komoditi utama tersebut
meliputi minyak nabati, karet dan barang karet dari alam, kayu dan barang dari kayu
dan gas bahan bakar mineral, komoditi-komoditi utama tersebut mendapatkan
kesempatan pertama yang akan mengalami peningkatan permintaan terkait pemulihan
ekonomi global. Selain itu perkembangan produk/komoditi tersebut memegang
peranan utama terhadap kinerja ekspor Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori (Tagor,
2009) bahwa peningkatan ekspor disebabkan oleh meningkatnya ekspor migas yang
disebabkan oleh naiknya eskpor minyak mentah, hasil minyak dan gas yang didorong
oleh peningkatan harga. Sementara pertumbuhan eskpor non migas lemak dan
minyak nabati, besi baja, bahan bakar mineral, karet dan barang dari karet., yang
mengalami peningkatan ekspor yang disebabkan oleh peningkatan volume dan harga
Secara statistik harga roduk perkebunan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk perkebunan
naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori
dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat
ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah
permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya
apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan
akan mengalami kenaikan.
Tabel 11b. Volume Ekspor Lemak dan Minyak Nabati Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008
Variabel Volume (ton)
Sebelum 353.430 Sesudah 368.042 Perubahan -1.461.000
thitung -0.479
Signifikansi 0.637
\Sumber: Data diolah dari lampiran 9b
Dari Tabel 11b, dapat dilihat bahwa volume lemak dan minyak nabati
sebelum krisis global adalah 353.430 ton dan sesudah krisis global adalah 368.042
ton. Berdasarkan uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa -thitung > -ttabel (-0,479>
-2.080) atau thitung < ttabel (0,479>2.080). Dari uji t dapat ditarik kesimpuilan bahwa
secara signifikansi tidak ada perubahan volume ekspor sebelum dan sesudah krisis
global 2008. Hal ini didukung kuat oleh nilai Pvalue atau nilai signifikansi 0,637 >
0,05. Perubahan volume lemak dan minyak nabati sebelum dan sesudah krisis global
2008 adalah -1.461.000 ton. Dengan demikian dapat diketahui bahwa volume ekspor
sebelum krisis global 2008.
Menurut (Suharto, 2009) yang menyatakan berbagai komoditi utama tersebut
meliputi minyak nabati, karet dan barang karet dari alam, kayu dan barang dari kayu
dan gas bahan bakar mineral, komoditi-komoditi utama tersebut mendapatkan
kesempatan pertama yang akan mengalami peningkatan permintaan terkait pemulihan
ekonomi global. Selain itu perkembangan produk/komoditi tersebut memegang
peranan utama terhadap kinerja ekspor Indonesia.
Hal ini sesuai dengan teori (Tagor, 2009) bahwa peningkatan ekspor
disebabkan oleh meningkatnya ekspor migas yang disebabkan oleh naiknya eskpor
minyak mentah, hasil minyak dan gas yang didorong oleh peningkatan harga.
Sementara pertumbuhan eskpor non migas lemak dan minyak nabati, besi baja, bahan
bakar mineral, karet dan barang dari karet., yang mengalami peningkatan ekspor yang
disebabkan oleh peningkatan volume dan harga satuan yang cukup tinggi.
Secara statistik harga roduk perkebunan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap volume ekspor perkebunan cateris paribus. Bila harga produk perkebunan
naik maka akan mengurangi volume eskpor itu sendiri. Hal ini sejalan dengan teori
dalam ilmu ekonomi yang menyatakan bahwa permintaan barang terhadap jasa sangat
ditentukan oleh tingkat harga produk tersebut. Apabila harga naik maka jumlah
permintaan terhadap barang dan jasa yang bersangkutan akan turun dan sebaliknya
apabila harga turun maka jimlah permintaan akan barang dan jasa yang bersangkutan
Tabel 12a: Harga Ekspor Kakao Sebelum dan Sesudah Krisis Global 2008
Variabel Harga (000US$)
Sebelum 5.276 Sesudah 9.652 Perubahan -4.375
thitung -6.045
Signifikansi 0.000
Sumber: Data diolah dari lampiran 10 a
Dari Tabel 12a dapat dilihat bahwa harga coklat sebelum krisis global 2008
adalah US $ 5.276 dan sesudah krisis global 2008 adalah US $ 9.652. Berdasarkan
uji beda rata-rata di atas dapat dilihat bahwa -thitung<-ttabel (-6,045< -2.080) atau thitung
> ttabel (6,045>2.080), maka dapat di ketahui H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan uji t
dapat di tarik kesimpulan bahwa secara signifikansi ada perubahan harga ekspor
kakao sebelum dan sesudah krisis global 2008. Hal ini didukung oleh nilai Pvalue atau
nilai signifikansi 0,00 < 0,05. Perubahan harga kakao sebelum dan sesudah krisis
global 2008 adalah US $ -437.586. Dengan demikian dapat diketahui bahwa harga
ekspor kakao sesudah krisis global 2008 adalah meningkat dibandingkan sebelum
krisis global 2008.
Menurut Sidobolak (2009) Harga ekspor kakao Sumatera Utara terus menguat
dan kenaikan itu mengakibatkan tidak terlalu anjloknya penerimaan devisa ekspor
non migas. Harga ekspor kakao Sumut menjadi 16,620 juta dolar AS atau naik 38,05
persen dari Januari. Padahal sebagian besar komoditi mengalami penurunan. Naiknya
nilai ekspor kakao di Sumut ini karena masih tingginya permintaan. Eksportir kakao