• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan tingkat stress kerja antara guru SD dan guru SMP di Kecamatan Pakis Magelang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan tingkat stress kerja antara guru SD dan guru SMP di Kecamatan Pakis Magelang."

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Deni Rona Dewi (2007). Perbedaan Tingkat Stres Kerja antara Guru SD dan Guru SMP di Kecamatan Pakis Magelang. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini adalah penelitian komparatif, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP. Penelitian ini menggunakan sebuah skala tingkat stress kerja yang terdiri dari 50 item. Pengujian validitas alat ukur menggunakan professional judgement

dan pengujian reliabilitasnya dengan Alpha Cronbach. Koefisien reliabilitas skala tingkat stres sebesar 0,932.

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purpose sampling. Sampel terdiri dari 50 subjek guru SD dan 50 subjek guru SMP, yang diambil dari sekolah-sekolah yang ada di kecamatan Pakis Magelang.

Uji hipotesis penelitian ini menggunakan teknik Independent Sample t-Test dengan program SPSS versi 12.00 for windows. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,011. Hipotesis penelitian ini diterima, yaitu ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP. Hasil uji hipotesis menunjukkan mean tingkat stres kerja untuk guru SD lebih besar dari guru SMP, yaitu sebesar 93,34 dan untuk guru SMP sebesar 85.52.

Kata kunci:Tingkat stress kerja, guru SD, guru SMP.

(2)

ABSTRACT

Deni Rona Dewi (2007). The Difference of Work Stress Level Between Elementary School’s Teachers and Junior High School’s Teachers in Kecamatan Pakis Magelang. Faculty of Psychology Sanata Dharma University.

This research is a comparative research, which has purpose to know whether there is difference of work stress level between elementary school’s teachers and junior high school’s teachers. This research used a Work Stress Level Scale, which has 50 items. Validation test scale use professional judgment and the reliability test by Alpha Cronbach. The reliability of Work Stress Level Scale is 0,932.

This research used purpose sampling method. There were 50 subjects of elementary school’s teachers and 50 subjects of junior high school’s teachers, who was taken from schools in kecamatan Pakis Magelang.

This research used Independent Sample t-Test method for hypothesis test, by SPSS version 12.00 program for windows. Hypothesis test resulted 0,011 for significantly point. This research hypothesis was accepted so there is difference of work stress level between elementary school’s teachers and junior high school’s teachers. Hypothesis test result showed stress levels mean for elementary school’s teachers is 93,34, highest than stress levels mean for junior high school’s teachers which only 85.52.

The keywords are: Work Stress level, Elementary school’s teachers, Junior high

school’s teachers.

(3)

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA

GURU SD DAN GURU SMP

di Kecamatan Pakis Magelang

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Deni Rona Dewi NIM: 019114030

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(4)
(5)
(6)

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk

keluargaku yang begitu luar biasa, Bapak, Ibu,

kakakku Mas Widyaka dan Mbak Stephanie,

dan adikku Purbo

(7)

Ia membuat segala sesuatu indah pada

waktunya, bahkan Ia memberikan

kekekalan dalam hati

mereka.

Tetapi manusia tidak dapat menyelami

pekerjaan yang dilakukan Allah

dari awal sampai akhir.

Pengkhotbah 3:11

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Penulis

Deni Rona Dewi

(9)

ABSTRAK

Deni Rona Dewi (2007). Perbedaan Tingkat Stres Kerja antara Guru SD dan Guru SMP di Kecamatan Pakis Magelang. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini adalah penelitian komparatif, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP. Penelitian ini menggunakan sebuah skala tingkat stress kerja yang terdiri dari 50 item. Pengujian validitas alat ukur menggunakan professional judgement

dan pengujian reliabilitasnya dengan Alpha Cronbach. Koefisien reliabilitas skala tingkat stres sebesar 0,932.

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purpose sampling. Sampel terdiri dari 50 subjek guru SD dan 50 subjek guru SMP, yang diambil dari sekolah-sekolah yang ada di kecamatan Pakis Magelang.

Uji hipotesis penelitian ini menggunakan teknik Independent Sample t-Test dengan program SPSS versi 12.00 for windows. Hasil uji hipotesis diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,011. Hipotesis penelitian ini diterima, yaitu ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP. Hasil uji hipotesis menunjukkan mean tingkat stres kerja untuk guru SD lebih besar dari guru SMP, yaitu sebesar 93,34 dan untuk guru SMP sebesar 85.52.

Kata kunci:Tingkat stress kerja, guru SD, guru SMP.

(10)

ABSTRACT

Deni Rona Dewi (2007). The Difference of Work Stress Level Between Elementary School’s Teachers and Junior High School’s Teachers in Kecamatan Pakis Magelang. Faculty of Psychology Sanata Dharma University.

This research is a comparative research, which has purpose to know whether there is difference of work stress level between elementary school’s teachers and junior high school’s teachers. This research used a Work Stress Level Scale, which has 50 items. Validation test scale use professional judgment and the reliability test by Alpha Cronbach. The reliability of Work Stress Level Scale is 0,932.

This research used purpose sampling method. There were 50 subjects of elementary school’s teachers and 50 subjects of junior high school’s teachers, who was taken from schools in kecamatan Pakis Magelang.

This research used Independent Sample t-Test method for hypothesis test, by SPSS version 12.00 program for windows. Hypothesis test resulted 0,011 for significantly point. This research hypothesis was accepted so there is difference of work stress level between elementary school’s teachers and junior high school’s teachers. Hypothesis test result showed stress levels mean for elementary school’s teachers is 93,34, highest than stress levels mean for junior high school’s teachers which only 85.52.

The keywords are: Work Stress level, Elementary school’s teachers, Junior high

school’s teachers.

(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada sumber kasih, kehidupan dan pengharapan, Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan pertolongan yang tiada pernah terbatas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi ini tak lepas dari banyaknya dukungan dan bantuan yang di berikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menuntun penulis dari awal hingga terselesainya skripsi ini.

2. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si dan bapak Minta Istono, S.Psi., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan berharga sehingga saya lebih memahami hasil penelitian ini.

3. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku dekan fakultas psikologi yang telah mengijinkan penelitian ini berlangsung.

4. Seluruh dosen fakultas psikologi yang telah membagikan ilmunya dan telah membimbing penulis selama ini.

5. Mas Gandung, mbak Nanik, pak Gik, mas muji dan mas Doni yang telah membantu saya selama di fakultas psikologi ini.

6. Ibu Darsih, Bapak Suwardi, Bapak Sukedi, Ibu Purwati,dan Bapak Sudiyono yang telah mengijinkan untuk melakukan uji coba skala penelitian di sekolah yang dipimpin. Seluruh guru di SDN Kajangkoso, SDN Kragilan, SDN

(12)

Gumelem, SDN Gejagan, dan SMP PRI yang telah bersedia membantu mengisi skala uji coba dalam penelitian ini.

7. Bapak Joko, selaku kepala UPT Dinas Pendidikan di kecamatan Pakis yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian di kecamatan Pakis, terimakasih atas segala kemudahan yang diberikan.

8. Bapak Ichwani yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian, terimakasih atas koordinasinya. Terimakasih kepada seluruh pengurus Koperasi Guru di Kecamatan pakis. Seluruh Guru di Kecamatan Pakis yang telah berpatisispasi dalam penelitian ini.

9. Bapak Mantep Spd, Kepala SMP Kragilan, terimakasih sudah diijinkan untuk melakukan penelitian dan kerelaan waktu dan tenaga Bapak dalam membantu penulis.

10. Bapak Slamet Joko, Kepala SMPN 3 Pakis, yang telah memberi ijin dan seluruh guru yang berpartisipasi. Ibu Wiwik yang telah memfasilitasi saya dalam pengambilan data ini, terimakasih banyak.

11. Bapak Sudiyono Spd, Kepala SMP PGRI 8 Pakis, terimakasih atas kerjasama yang luar biasa dan kemurahan hati Bapak. Pak Juki, Pak Pri, Bu Ari dan seluruh guru SMP PGRI 8 pakis yang sangat kooperatif, terimakasih juga kue-kuenya.

12. Mbak Pun yang sangat membantu memfasilitasi dan rela meluangkan waktunya untukku, thanks for your support dan masukan-masukannya, itu sangat berharga buatku. Thanks juga buat Dhea dan Chatrine yang merelakan ibunya untuk membantuku.

(13)

13. Keluargaku yang tak pernah berhenti mencintaiku dalam kondisi apapun. Kedua orang tuaku Bapak Johan Sukedi dan Ibu Kanti Murniningsih, terimakasih untuk doa, dorongan, dukungan dan segala pengorbanan yang telah diberikan, terimakasih untuk segala kesabaran dan penerimaan ketika aku mengecewakan kalian. Kakakku tercinta Mas Wied dan Mbak Phanie,

thanks atas kasih sayang dan perhatiannya, ‘ma kasih telah ‘mencukupiku’

dan membuatku gemuk he…he. Adikku tersayang Purbo yang selalu menyayangiku, thanks po…

14. Mak Wo (Alm) dan Mbah Yoso yang selalu menanti saat aku diwisuda, maaf mak aku belum bisa mewujudkan keinginanmu ketika engkau masih ada.

15. Simbah Putri, yang selalu bangga kan cucu-cucunya, matur nuwun mbah…

16. Seluruh keluarga besar Abuyono dan Yoso Diharjo, terimakasih atas semua dorongan dan dukungannya selama ini.

17. Aapay yang tak pernah berhenti mendorongku untuk terus maju, thanks a lot. Makasih buat kasih tanpa syarat, kesabaran, dan perhatian yang selalu kamu berikan.

18. Sahabat terbaikku Beluwati Lestari yang tak pernah lelah memberi semangat untuk maju, dan yang tak pernah lelah jadi temenku meskipun aku sering nyebelin he…he..’tur nuwun yo yu…

19. Mbak Menk yang telah menemaniku menemaniku melakukan penelitian

thanks banget.

20. Temen-temen kost: cik Anul, Mb Dewi, Mb Hebby, Yanti-mb Tuti, Mb Ika, Mb Utri-mb Tuti, Mb sari-Mb Cicil, Mb Yanti-Tuti, Mb Pipit, Tiwi, Heny,

(14)

(akulah si penghuni terakhir he..he), Wiwin dan Adeth (makasih telah menemaniku ujian, GBU girls..)

21. Dewi, Ita, Nining, Lina, Elis, Tyas, Yuni, Nina, Sapti, (akhirnya aku nyusul kalian juga), Evi, Anas, Mita, Reni (cayo..!!!) dan semua teman-teman angkatan 2001 yang tidak pernah pelit berbagi informasi.

22. Pdt. Sabar Martana dan teman-teman gereja yang selalu setia dalam pelayanan, Mb menk, Kadar, Itut, Joko, Wuri, Heri, Yohanes, Galih, Lono, Utri, Pireno, Budi. Trimakasih atas doanya.

23. Semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul………..i

Halaman Persetujuan Pembimbing………...ii

Halaman Pengesahan………iii

Halaman Persembahan………...iv

Halaman Moto………..v

Pernyataan Keaslian Karya………...vi

Abstrak………...vii

Abstract………viii

Kata Pengantar……….ix

Daftar Isi………...xii

Daftar Tabel………...xvii

Daftar Lampiran………...xviii

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang………..1

B. Rumusan Masalah……….7

C. Tujuan Penelitian………..8

D. Manfaat Penelitian………8

(16)

BAB II LANDASAN TEORI………9

A. Stres………9

1. Pengertian Stres………..9

2. Pengertian Stres Kerja………..12

3. Faktor-faktor Penyebab………13

4. Indikator Stres………...17

B. Guru………...22

1. Pengertian Guru………..……...22

2. Tugas Guru……….23

3. Guru SD……….25

4. Guru SMP………...28

C. Stres Kerja pada Guru SD dan SMP………....29

D. Hipotesis……….………..…32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….….……….33

A. Jenis Penelitian………..………...33

B. Identifikasi Variabel Penelitian………..………..33

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………..……...33

1. Stres Kerja………..33

2. Guru SD……….35

3. Guru SMP………..35

D. Subjek Penelitian……….35

E. Metode Pengumpulan Data………..36

(17)

1. Penyusunan Pernyataan………37

2. Pemberian Skor Skala Tingkat Stres Kerja………..38

F. Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur………38

1. Uji Reliabilitas………...38

2. Uji Validitas……….39

3. Uji Analisis Item………..40

G. Metode Analisis Data………...40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..41

A. Persiapan Penelitian………..…………...41

1. Perizinan………..41

2. Pelaksanaan Uji Coba………..41

3. Skala Tingkat Stres Kerja……….41

B. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan Tempat Penelitian……….….44

2. Cara Pelaksanaan Penelitian………44

C. Hasil Penelitian………....44

1. Uji Asumsi…..……….44

a. Uji Normalitas Sebaran………44

b. Uji Homogenitas Varian………...45

2. Uji Hipotesis………46

D. Deskripsi Data Penelitian……….49

1. Kriteria Berdasarkan Kategori Tingkat Stres Kerja…..……….49

(18)

2. Hasil Kategorisasi Tingkat Stres Kerja Guru SD dan SMP…...51

E. Pembahasan………...………52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………58

A. Kesimpulan………..58

B. Saran………58

C. Keterbatasan Penelitian………...59

Daftar Pustaka………61

Lampiran………...….64

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Sebelum Uji Coba………..37

Tabel 2. Spesifikasi Item Sebelum Uji Coba……….37

Tabel 3. Penskoran Item Favorable dan Unfavorable………38

Tabel 4. Nomor-nomor Item yang Sahih dan yang Gugur……….42

Tabel 5. Item-item yang Terseleksi………43

Tabel 6. Blue Print Skala Tingkat Stres Kerja (Setelah Uji Coba)………....43

Tabel 7. Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov………45

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas………46

Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Hipotesis…………..………47

Tabel 10. Norma Kategori Skor……….49

Tabel 11. Kategori Tingkat Stres Kerja Subjek SD………...……50

Tabel 12. Kategori Tingkat Stres Kerja Subjek SMP………50

Tabel 13. Kategori Tingkat Stres Kerja Guru SD dan SMP………..51

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Skala Uji Coba……….. 65

2. Uji Beda dan Reliabilitas Item Skala Tingkat Stres Kerja……….73

3. Skala Penelitian………..83

4. Uji Asumsi………...89

a. Uji Normalitas………....90

1) Uji Normalitas Tingkat Stres Guru SD……….………..90

2) Uji Normalitas Tingkat Stres Guru SMP………....91

b. Uji Homogenitas………92

5. Uji Hipotesis..………93

6. Data Tambahan………..95

7. Perizinan..………..97

(21)

BAB

I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia berkualitas unggul sangat dibutuhkan saat ini, terutama untuk menghadapi persaingan dalam berbagai bidang. Kualitas sumber daya manusia yang unggul tidak tercipta begitu saja, tetapi melalui proses panjang. Kualitas sumber daya manusia yang baik akan terbentuk melalui sistem dan mutu pendidikan yang baik pula. Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut karena guru merupakan ujung tombak dalam sistem pendidikan nasional.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia guru diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar (1991). Dalam sebuah sistem pendidikan tugas seorang guru adalah sebagai pengajar. Mengajar adalah melatihkan ketrampilan, menyampaikan pengetahuan, membentuk sikap dan memindahkan nilai-nilai (Lefrancois, dalam Mahmud, 1989). Menurut Syah (2002) kata mengajar dapat ditafsirkan bermacam-macam, misalnya: menularkan pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain, melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain, menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain.

Pekerjaan mengajar itu sendiri bukan merupakan pekerjaan yang mudah karena dibutuhkan suatu ketrampilan khusus. Mengajar merupakan

(22)

pekerjaan yang banyak dan tidak ringan, karena guru bukan hanya menyampaikan pelajaran di depan kelas, tetapi juga menyiapkan dan mendesain bahan pelajaran, memberikan tugas-tugas, menilai proses dan hasil belajar murid, merencanakan kegiatan-kegiatan lain, dan menegakkan disiplin (Mahmud, 1989).

Seorang guru dituntut untuk menjadi profesional. Menurut Wilonoyudho (2001) ada lima ukuran seorang guru dikatakan profesional. Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkannya. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemajuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugasnya. Kelima, seyogianya menjadi bagian dalam masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Selain dituntut untuk menjadi profesional dalam pekerjaannya, seorang guru juga memiliki tuntutan yang besar dalam masyarakat. Menurut Nasution (1983), berdasarkan kedudukannya, seorang guru harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat. Apa yang dituntut dari seorang guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut oleh orang dewasa lainnya.

(23)

3

hanya memperoleh gaji yang pas-pasan, bahkan sering kali tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya.

Tuntutan profesionalisme dan tuntutan besar dari masyarakat, serta kurang tercapai kesejahteraan itu tentunya dirasakan sangat menekan, atau berpotensi menimbulkan stres. Selain hal-hal di atas, lingkungan .kerja juga memiliki potensi menimbulkan stres. Berdasarkan hasil penelitian Smith dan Bourke (dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998) terungkap bahwa 66 persen stres yang dialami oleh guru bersumber dari pekerjaannya. Hal ini disebabkan ciri pekerjaan guru yang bersifat repetitif. Long dan Khan (dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998) mengemukakan bahwa pekerja yang melakukan tugas yang bersifat rutin akan mengalami stres jangka panjang.

(24)

Menurut Robbins (1996) faktor yang menyebabkan stres adalah faktor lingkungan, yaitu faktor yang menyebabkan stres yang bersumber dari lingkungannya secara umum; faktor organisasional, yaitu yang berasal dari dalam organisasi tempat kerjanya; dan faktor individual.

Guru merupakan pekerjaan yang memiliki ritme kerja yang rutin, yaitu mengajar dengan jam yang sudah ditentukan. Namun demikian, tugas guru berbeda-beda berdasarkan jenjang pendidikan yang diampunya. Dalam sistem pendidikan dasar 9 tahun yang diterapkan di negara kita saat ini, terdapat dua jenjang pendidikan yang wajib ditempuh oleh setiap anak, yaitu pendidikan di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah pertama.

Pada umumnya guru Sekolah Dasar memiliki tugas mengajar yang lebih monoton dibandingkan dengan guru Sekolah Menengah Pertama. Kebanyakan guru Sekolah Dasar, terutama guru-guru di lingkungan pedesaan, berperan sebagai guru kelas yang mengajar siswa dalam satu kelas, sehingga setiap harinya seorang guru Sekolah Dasar akan menghadapi murid-murid yang sama. Seorang guru kelas juga memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan dan menyampaikan hampir semua mata pelajaran yang ada, sehingga dapat dikatakan bahwa jam kerjanya adalah sehari penuh. Selain itu seorang guru kelas juga bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan seluruh anak didiknya dalam setiap mata pelajaran.

(25)

5

satu mata pelajaran untuk beberapa kelas sesuai dengan spesifikasi ilmunya. Hal ini tentunya akan menimbulkan adanya variasi siswa yang diajarnya, artinya seorang guru tidak selalu menghadapi murid yang sama sepanjang hari. Berbeda dengan guru Sekolah dasar yang bertanggung jawab terhadap perkembangan siswanya dalam seluruh mata pelajaran, seorang guru sekolah menengah biasanya hanya bertanggung jawab terhadap perkembangan siswanya dalam satu mata pelajaran yang diampunya.

Menurut Slavin (2003) guru yang baik adalah guru yang mengetahui bahan pelajaran dan menguasai ketrampilan mendidik. Seorang guru yang efektif tidak hanya mengetahui mata pelajaran, tetapi juga mampu mengkomunikasikan ilmunya kepada peserta didik. Jika demikian halnya maka seorang guru SD memiliki tugas dan tanggung jawab yang relatif lebih berat karena dia harus menguasai semua mata pelajaran dan juga harus memiliki ketrampilan mendidik. Guru pada tingkat SMP pada umumnya hanya dituntut untuk menguasai satu atau dua mata pelajaran saja di samping ketrampilan mendidik.

(26)

yang dihadapi juga akan berbeda. Peserta didik dalam jenjang pendidikan SD dan SMP memiliki keunikan masing-masing.

Sekolah Dasar merupakan awal dari sebuah proses pendidikan, di Sekolah Dasar ini seorang anak akan mulai diajarkan bagaimana membaca, menulis, berhitung, serta mengenal hal-hal yang ada dilingkungannya, tentunya itu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan bahkan memiliki tantangan yang sangat tinggi. Pendidikan di Sekolah Dasar sering kali dianggap sebagai dasar utama dalam kehidupan seseorang.

Jalannya proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan kognitif peserta didik. Piaget (dalam Gunarsa, 1987) menganggap belajar sebagai proses yang aktif yang harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak. Oleh karena itu guru juga harus mampu memiliki pemahaman tentang perkembangan kognitif anak.

(27)

7

sedemikian rupa sehingga anak mampu memahaminya, misalnya dengan menyajikan pelajaran yang berisi obyek atau benda-benda yang nyata.

Pendidikan pada tingkat SMP masih termasuk dalam pendidikan dasar, tapi dalam hal karakteristik peserta didik secara umum tentunya sudah sangat berbeda dengan peserta didik di SD. Guru SMP memiliki peserta didik yang usianya sekitar 13 sampai 15 tahun. Usia ini secara kognitif masuk pada tahap perkembangan operasional formal. Dalam tahap ini seorang anak mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda (Piaget, dalam Irwanto, 1997). Dalam usia ini seorang anak masuk pada usia pubertas yang sering disebut periode tumpang tindih, yaitu saat akhir masa kanak-kanak dan awal masa remaja (Irwanto, 1997). Periode ini merupakan masa yang sulit bagi seseorang, sehingga tentunya akan menimbulkan berbagai macam permasalahan dan tantangan bagi guru.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud untuk mengetahui perbedaan tingkat stres antara guru SD dan guru SMP khususnya di kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(28)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat menambah kajian teoretis di bidang psikologi pendidikan, khususnya mengenai stres kerja pada guru.

2. Manfaat Praktis

(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Stres

1. Pengertian Stres

Stres menurut Santrock (2003) adalah respon individu terhadap keadaan dan kejadian yang disebut stressor, yang mengancam dan menganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping).

Selye (dalam Huffman, 2000) mendefinisikan stres sebagai respon nonspesifik dari tubuh terhadap suatu tuntutan. Secara sederhana Anoraga (2006) mengartikan stres sebagai suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Hardjana (1994), mengartikan stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan orang yang dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan atau kondisi dan sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya.

Sarafino (1997) mendefinisikan stres dalam tiga pendekatan antara lain :

(30)

a. stres sebagai stimulus

Pendekatan ini menitikberatkan pada lingkungan, dan mengambarkan stres sebagai stimulus. Individu melihat dalam referensi orang terhadap sumber atau penyebab kegelisahan dan tekanan sebagai kejadian atau keadaan yang menyebabkan stres. Keadaan atau kejadian yang membuat kita merasa terancam atau terganggu, sehingga menghasilkan perasaan tertekan yang disebut stressor.

Stressor dapat berupa bencana besar (tornado, tsunami, gempa bumi, banjir, dll), kejadian besar dalam kehidupan seseorang (kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan), kondisi yang tidak menyenangkan (hidup di daerah yang bising).

b. stres sebagai respon

Pendekatan ini lebih menekankan pada reaksi seseorang terhadap

stressor dan menggambarkan stres sebagai suatu respon. Individu secara cepat akan merespon stimulus yang diterimanya. Respon yang dialami tersebut mengandung dua komponen, yaitu komponen psikologis dan komponen fisiologis. Komponen psikologis meliputi: perilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stres. Komponen fisiologis berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat, seperti jantung bedebar, mulut kering, perut mulas, dan berkeringat. Respon terhadap stressor ini disebut strain

atau ketegangan.

(31)

11

dirinya sendiri untuk melakukan suatu tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenalin yang mengaktifkan sistem saraf simpatetik. Menurut Selye individu tidak hanya berhenti pada merespon stressor saja namun masih ada 2 tahap lagi. Selye menyebut 3 tahap tersebut dengan istilah

General Adaption System (GAS) antaralain: (1) Tahap reaksi alarm (alarm reaction) merupakan upaya mempersiapkan diri untuk melawan stres. Upaya yang dilakukan seperti: jantung berdebar-debar, muka pucat, tekanan darah naik, kadar gula dalam darah meningkat. (2) Tahap resisten (resistance reaction) merupakan tahap dimana tubuh melakukan penyesuaian pada keadaan yang menimbulkan stres. (3) Tahap kelelahan

(exhoustion reaction) terjadi ketika tubuh sudah tidak mampu lagi untuk memberi respon dalam melawan keadaan stress (Sarafino, 1997).

c. stres sebagai transaksi

Stres adalah hubungan antara individu dengan lingkungan yang merupakan kelanjutan dari interaksi dan penyesuain diri. Interaksi antara individu dalam lingkungan yang saling mempengaruhi disebut hubungan transaksional. Stres tidak hanya suatu stimulus atau suatu respon, namun juga merupakan sebuah proses yang mana individu sebagai pengantara yang aktif yang dapat mempengaruhi stressor melalui perilaku, kognitif, dan emosional. Individu dapat memberikan reaksi yang berbeda pada

stressor yang sama.

(32)

ketidaksesuaian-nyata atau tidak-dengan tuntutan dari situasi dan sumberdaya biologis, psikologi atau sistem sosial.

Steers (dalam Rasid, 1992) memandang stres sebagai reaksi individu terhadap karakteristik lingkungan yang dirasa menunjukkan suatu ancaman.

Dari pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa stres merupakan tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap kondisi lingkungan yang menuntut, membebani dan mengancamnya.

2. Pengertian Stres Kerja

Secara umum jika seseorang dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang melampaui kemampuan individu tersebut, maka individu tersebut dikatakan mengalami stres kerja (Rini, 2002).

Stres kerja adalah kondisi dinamik yang terjadi ketika seseorang dihadapkan dengan suatu peluang, kendala dan tuntutan yang tidak seimbang di dalam pekerjaannya. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan munculnya ketidakpastian yang dirasakan oleh seseorang dalam kehidupan bekerjanya (Robbins, 1997).

(33)

13

Sedangkan menurut Behr dan Newman (dalam Nurofia, 2000) stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul dari interaksi individu dengan pekerjaannya dan dicirikan oleh perubahan-perubahan di dalam individu tersebut yang mendorong timbulnya penyimpangan dari fungsi normal.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah respon penyesuaian yang merupakan hasil interaksi individu dengan pekerjaannya terhadap situasi eksternal (peluang, kendala, tuntutan) yang tidak seimbang yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis yang berpengaruh terhadap kognisi dan emosi, serta tingkah laku.

3. Faktor-faktor penyebab stres kerja

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres pada individu disebut sebagai stressor. Rice menggolongkan macam stressor sebagai berikut:

a) Stressor individu merupakan sumber stres yang berasal dari faktor internal seperti: kepribadian, sikap terhadap stres, dan faktor kognitif (penilaian terhadap stres).

b) Stressor interpersonal adalah sumber stres yang berhubungan dengan proses interaksi dengan orang lain. Proses ini akan menimbulkan masalah yang menyebabkan terjadi ketegangan secara fisik, sehingga memicu sekresi hormon stres dalam tubuh seperti: adrenalin, noradrenalin, dan cortisol.

(34)

kepadatan pemukiman, keramaian, kemacetan, pertikaian antara kelompok masyarakat, kerusuhan, kenaikan biaya hidup, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan sebagai kaum minoritas.

d) Stressor lingkungan fisik merupakan sumber stres yang disebabkan oleh kondisi lingkungan fisik disekitar individu. Stressor ini sering dialami oleh individu, sehingga mereka mampu beradaptasi dan melakukan koping stres. Stressor ini seperti: bencana alam, banjir, cuaca, temperatur, kecepatan angin, kebisingan, polusi, dan bencana yang berasal dari teknologi.

e) Stressor organisasi merupakan sumber stres terjadi pada setting khusus yaitu organisasi atau perusahaan. Jenis stressor yang timbul bisa bersifat struktural maupun kultural seperti stres pada pekerjaan, jadwal kerja padat, struktur tugas berat, kebijakan perusahan yang negatif, dan budaya organisasi yang destruktif.

Selain dalam kehidupan secara luas, stres juga dialami di dalam lingkungan kerja. Menurut Smet (1994) ada dua hal yang menyebabkan suatu pekerjaan menjadi stressful. Pertama, tuntutan kerja yang terlalu banyak yang mengharuskan orang untuk bekerja terlalu keras. Kedua, jenis pekerjaannya, misalnya pekerjaan yang memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya (supervisi), guru atau dosen.

Menurut sarafino (dalam Smet, 1994) stres kerja dapat disebabkan oleh: a) lingkungan fisik yang terlalu menekan, misalnya kebisingan, udara yang

(35)

15

b) kurangnya kontrol yang dirasakan c) kurangnya hubungan interpersonal

d) kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja.

Sumber stres menurut Cary Cooper (dalam Rini, 2002) adalah stres karena kondisi pekerjaan, masalah peran, hubungan interpersonal, kesempatan pengembangan karir, dan struktur organisasi.

a) Kondisi Pekerjaan 1) Lingkungan Kerja.

Keadaan lingkungan kerja yang buruk berpotensi menimbulkan karyawan mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Selain itu kenyamanan kerja karyawan akan terganggu jika ruang kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan terlalu padat, lingkungan kerja kurang bersih, dan berisik.

2) Overload

Overload ini dapat dibedakan secara kuantitatif dan kualitatif. Overload

secara kuantitatif adalah jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan tersebut,sehingga karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam "tegangan tinggi". Overload secara kualitatif adalah bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit, sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.

3) Deprivational Stress

(36)

keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial). 4) Pekerjaan Berisiko Tinggi

Banyak pekerjaan yang memiliki resiko yang tinggi, seperti pekerjaan di pertambangan, tentara, pemadam kebakaran dan lain-lain. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berpotensi menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan yang mengancam keselamatan mereka.

b) Konflik Peran

Banyak pekerja yang stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen. Hal seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi, bahkan timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan.

(37)

17

Sehingga wanita yang bekerja mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan pria.

c) Pengembangan Karir

Ketika mulai bekerja setiap orang pasti memiliki harapan-harapan. Kesuksesan karir menjadi fokus perhatian tujuan seseorang. Namun seringkali prestasi yang mereka capai tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini bisa disebabkan karena ketidakjelasan sistem pengembangan karir dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan

d) Struktur Organisasi

Kebanyakan perusahaan di Indonesia masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab. Selain itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta minimnya keterlibatan atasan membuat karyawan jadi stres.

Berdasarkan penelitian (Arismunandar dan Ardhana, 1998) terungkap bahwa sumber stres kerja guru yang paling dominan adalah potongan gaji, kenaikan pangkat yang tertunda, siswa perorangan yang berkelakuan buruk, konflik dengan personil lain, lingkungan sekolah yang terlalu bising, dan kurangnya motivasi, perhatian, dan respon siswa terhadap pelajaran.

4. Indikator Stres

(38)

kemudian menentukan besar kecilnya toleransi orang tersebut terhadap stress (Anoraga, 2006).

Gejala stres menurut Robbins (2003) adalah sebagai berikut ini:

a) Gejala Fisiologis: sakit kepala, tekanan darah naik, detak jantung meningkat.

b) Gejala Psikologis: gelisah, depresi, penurunan kepuasan.

c) Gejala Perilaku: perubahan produktifitas, perpindahan, ketidakhadiran. Sarafino (1997) memecahan gejala psikologi menjadi lebih spesifik lagi menjadi gejala emosional. Ia membagi 4 tanda individu mengalami stres antara lain sebagai berikut:

a) Gejala fisiologis: detak jantung dan pernafasan rata-rata meningkat dengan segera, gemetar terutama pada kaki dan tangan. migrain, sakit kepala, pegal di leher, darah tinggi, gangguan makan dan kebiasaan tidur.

b) Gejala emosional: marah-marah, sedih, cemas, phobia, depresi, tidak bahagia, mood yang buruk, putus asa, tampak lesu dan pasif, konsep diri rendah serta suka menyalahkan diri.

c) Gejala kognitif: ganguan dalam pola berpikir.

d) Gejala interpersonal: tidak ramah, permusuhan, perilaku negatif, agresif, tidak sensitif.

(39)

19

a) Gajala fisik: sulit tidur/tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal, pungung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi/serangan jantung, kehilangan energi.

b) Gajala emosional: marah-marah, mudah tersinggung, terlalu sensitif, gelisah cemas, mood, sedih, mudah menangis, depresi, gugup, agresif, mudah bermusuhan, gampang menyerang, kelesuan mental.

c) Gejala intelektual: mudah lupa, kacau pikiranya, daya ingat menurun, sulit berkosentrasi, suka melamun, pikiran hanya terfokus pada satu hal saja.

d) Gejala interpersonal: Acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan menurun, mudah mengingkari janji, senang mencari kesalahan orang lain, menyerang dengan kata-kata, menutup diri dan mudah menyalahkan diri sendiri.

Menurut Anoraga (2006), gejala stres meliputi :

a) Gejala badan : sakit kepala, sakit maag, berdebar-debar, keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, mual, muntah, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, nafsu makan menurun.

(40)

c) Gejala sosial : makin banyak merokok/minum/makan, menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar.

Menurut Beehr dan Newman (dalam Rini, 2002) gejala stres kerja dapat di bagi dalam 3 (tiga) aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik dan perilaku.

a) Gejala psikologis berupa kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, depresi, merasa terasing dan mengasingkan diri, kebosanan, ketidakpuasan kerja, lelah mental, menurunnya fungsi intelektual, kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreatifitas, kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri.

b) Gejala fisik berupa meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin, gangguan gastrointestinal misalnya gangguan lambung, mudah terluka, mudah lelah secara fisik, gangguan kardiovaskuler, kematian, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit, kepala pusing, migraine, kanker, ketegangan otot, gangguan tidur.

(41)

21

penurunan drastis berat badan, meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti ngebut dan berjudi, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, kecenderungan bunuh diri.

Jadi, dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa indikator stres yaitu :

a) Fisiologis berupa sakit kepala, migrain, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, pucat, pernafasan rata-rata meningkat, gemetar pada kaki dan tangan, berkeringat, pegal pada leher dan punggung, insomnia, lelah, dan gangguan pencernaan.

b) Emosional berupa gelisah, cemas, kecewa, panik, bosan, lesu, marah, sedih, depresi, mood yang buruk, putus asa, mudah tersinggung, agresif, mudah bermusuhan, mudah menyerang, konsep diri rendah, suka menyalahkan diri.

c) Kognitif berupa gangguan berpikir, ketidak mampuan mengambil keputusan, kurang konsentrasi, mudah lupa, suka melamun, pikirannya hanya terfokus pada satu hal saja.

d) Perilaku berupa perubahan produktifitas, ketidak hadiran, peningkatan konsumsi alkohol dan rokok, tidak nafsu makan/makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga, menarik diri.

(42)

lingkungan sekitar, acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan menurun, mudah mengingkari janji, senang mencari kesalahan orang lain, menyerang dengan kata-kata, menutup diri dan mudah menyalahkan diri sendiri.

B. Guru

1. Pengertian Guru

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Kata guru dalam bahasa Inggris disebut teacher, kata ini diartikan sebagai seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Syah, 2002).

Menurut Roestiyah (1982) guru memiliki bermacam-macam arti. Secara tradisional, guru diartikan sebagai seorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan. Guru juga diartikan sebagai seorang yang menyebabkan orang lain mengetahui atau mampu melaksanakan sesuatu atau memberikan pengetahuan atau ketrampilan kepada orang lain.

(43)

23

melatih ketrampilan jasmani kepada orang lain (bersifat psikomotorik); dan menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (bersifat afektif).

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru bukan hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi merupakan tenaga profesional yang mampu menjadikan muridnya mampu merencanakan, menganalisa, dan menyimpulkan suatu masalah yang dihadapi. 2. Tugas Guru

Guru memiliki banyak tugas, baik yang terkait dengan dinas maupun yang di luar dinas. Piaget (dalam Gunarsa, 1989) mengemukakan bahwa tugas guru bukan memberikan pengetahuan yang diberikan kepada anak, tetapi mencarikan, menunjukkan atau memberikan alat-alat yang menimbulkan minat dan merangsang anak untuk memecahkan persoalan sendiri.

Menurut Usman (1997) guru memiliki tiga jenis tugas, yaitu tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.

a) Tugas guru dalam sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. sedangkan melatih berarti mengembangkan ketrampilan-ketrampilan pada siswa.

(44)

Setiap pelajaran yang diberikan hendaknya dapat menjadikan motivasi bagi siswa untuk belajar.

c) Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan adalah guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.

Menurut Mahmud (1990) peran guru adalah sebagai berikut: a) Guru sebagai pembuat keputusan

Seorang guru harus membuat keputusan-keputusan bahan pelajaran dan metode mengajar.

b) Guru sebagai motivator

Guru harus memberikan motivasi kepada murid-muridnya agar mereka dapat berhasil dalam belajarnya.

c) Guru sebagai menejer

Waktu yang dipergunakan oleh guru setiap harinya selain untuk berinteraksi secara verbal dengan murid-muridnya adalah untuk kegiatan pengelolaan. Pengelolaan yang dimaksud di sini antara lain memeriksa dan menilai pekerjaan murid, menyiapkan ujian, mengorganisasi pelajaran, mengadakan pertemuan dengan orang tua murid, dan mengelola kelas. d) Guru sebagai pemimpin

(45)

25

menjadi wasit, teman, pencegah timbulnya permusuhan, sumber kasih sayang dan pemberi semangat.

e) Guru sebagai konselor

Sebagai konselor, guru harus menjadi pengamat yang peka terhadap tingkah laku dan gerak-gerik muridnya. Guru harus memberikan tanggapan yang konstruktif apabila muridnya mengalami kelesuan belajar. f) Guru sebagai insinyur atau perekayasa lingkungan

Peran guru di sini adalah dalam hal pengaturan ruang kelas, karena penataan ruang kelas yang bagus akan membantu proses belajar.

g) Guru sebagai model

Guru berperan sebagai model atau contoh bagi murid-muridnya. 3. Guru Sekolah Dasar

Guru sebagai pelaku pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan tinggi rendahnya kualitas pendidikan. Di Sekolah Dasar, tenaga kependidikan khususnya guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan peserta didik. Hal ini membuat guru menjadi lebih leluasa dalam mengarahkan peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar, yang kemudian akan menentukan keberhasilan peserta didik.

(46)

tahun pelajaran. Seorang guru SD adalah seorang guru kelas, oleh karena itu guru perlu menguasai berbagai hal untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.

Setiap guru wajib memberikan pendidikan sesuai dengan tataran pendidikan peserta didiknya. Menurut Usman (1997), pendidikan dasar pada tataran Sekolah Dasar, menekankan pada kemampuan dan keterampilan dasar yaitu baca, tulis, dan hitung, sebagaimana tercermin dalam kemampuan dan keterampilan baca, tulis dan bicara serta berhitung (menambah, mengurang, membagi, mengali, mengukur sederhana, dan memahami bentuk geometri) yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan dasar yang diberikan oleh guru SD bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca-hitung”, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya serta persiapan untuk mengikuti pendidikan di SMP.

(47)

27

terpancang pada objek konkrit yang disajikan. Melihat hal tersebut tentunya seorang guru akan memiliki beban yang relatif berat karena dia adalah orang dewasa yang secara kognitif masuk pada taraf yang lebih tinggi, namun di sini harus mampu berperan dan menyampaikan pelajaran yang dapat dipahami oleh anak pada taraf operasional konkret.

Guru Sekolah Dasar memiliki tantangan yang tidak mudah dalam menghadapi peserta didiknya. Menurut Hurlock (1991) pada usia Sekolah Dasar, seorang anak dianggap masuk pada periode kritis dalam dorongan berprestasi. Periode ini merupakan masa di mana anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Pada masa kritis ini pendidik harus lebih memperhatikan dan memberi pengertian, serta bimbingan Biasanya pada awal sekolah anak sangat bergairah ke sekolah, tetapi pada akhir kelas dua, banyak yang merasa bosan, mengembangkan sikap menentang dan kritis terhadap tugas-tugas akademis, meskipun anak masih menyukai kegiatan nonakademis. Menurut Hurlock (1991), sikap anak ini dipengaruhi oleh menarik atau tidaknya cara guru menyajikan bahan yang harus dipelajari dan bagaimana ia memandang bahan-bahan ini berkaitan dengan pekerjaan di masa depan.

(48)

4. Guru Sekolah Menengah Pertama

Di dalam sekolah menengah, tugas seorang guru berbeda dengan tugas seorang guru sekolah dasar. Di sekolah menengah pertama seorang guru tidak lagi berperan sebagai guru kelas, akan tetapi berperan sebagai guru mata pelajaran.

Yang dimaksud dengan guru mata pelajaran adalah guru yang dikuasakan untuk memberikan suatu mata pelajaran kepada murid. Jadi di sini guru Sekolah Menengah Pertama bertanggung jawab terhadap suatu mata pelajaran yang diberikannya kepada murid di beberapa kelas.

Menilik dari tugas guru SMP tersebut, maka seorang guru tidak dituntut untuk menguasai berbagai kemampuan yang harus diberikan kepada muridnya. Meskipun demikian seorang guru SMP harus menguasai materi untuk tiga tingkatan kelas sekaligus.

Guru SMP memiliki peserta didik yang memiliki rentang usia sekitar 13 sampai 15 tahun. Usia ini secara kognitif masuk pada tahap perkembangan operasional formal. Dalam tahap ini seorang anak mampu berpikir secara abstrak dan simbolis. Pola berpikir anak juga menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda (Piaget, dalam Irwanto, 1997). Hal ini tentu saja akan lebih mempermudahkan guru dalam menyampaikan mata pelajaran.

(49)

kanak-29

kanak dan masa remaja. Pada masa ini seorang anak akan mengalami pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang mencolok dalam proporsi tubuh. Menurut Hurlock (1991), perubahan pada masa puber ini akan mempengaruhi keadaan fisik, sikap, dan perilaku. Masa puber kadang disebut “fase negatif” karena akibat yang ditimbulkannya, terutama semasa awal puber, relatif buruk.

Melihat karakteristik dari anak usia SMP ini maka tugas guru juga relatif berat. Akan tetapi guru tidak setiap saat harus menghadapi siswa yang sama dengan perilaku yang sama, sehingga hal tersebut tentunya lebih meringankan beban guru SMP.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan guru SMP dalam penelitian ini adalah seorang yang mengajarkan pendidikan dasar di tingkat Sekolah Menengah Pertama, yang berperan sebagai guru mata pelajaran, di mana guru hanya mengajarkan mata pelajaran tertentu saja.

C. Stres kerja pada Guru SD dan SMP

Guru merupakan tenaga profesional yang memberikan ilmunya kepada murid-muridnya dan mampu menjadikan muridnya mampu merencanakan, menganalisa, dan menyimpulkan suatu masalah yang dihadapi.

(50)

dengan pekerjaannya terhadap situasi eksternal (peluang, kendala, tuntutan) yang tidak seimbang yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis dan tingkah laku.

Permasalahan yang dihadapi oleh guru tidak hanya menyangkut peserta didiknya, tetapi juga permasalahan lain, baik itu mengenai lingkungan kerja, teman kerja, banyaknya tugas atau pekerjaan yang harus lakukan, masalah kesejahteraan dan tentunya masih banyak hal lain yang dapat menimbulkan stress bagi guru. Setiap orang, dalam hal ini guru, pasti memiliki tingkatan stres ketika menghadapi stressor, dan tingkat stres seseorang akan berbeda dengan orang yang lainnya.

Guru dituntut untuk profesional dalam pekerjaannya dan dalam bermasyarakat. Tuntutan profesionalisme dan tuntutan besar dari masyarakat, serta kurang tercapai kesejahteraan hidup, tentunya dirasakan sangat menekan, atau berpotensi menimbulkan stres. Selain hal-hal di atas, lingkungan .kerja juga memiliki potensi menimbulkan stress. Berdasarkan hasil penelitian Smith dan Bourke (dalam Arismunandar dan Ardhana, 1998) terungkap bahwa 66 persen stres yang dialami oleh guru bersumber dari pekerjaannya. Hal ini disebabkan ciri pekerjaan guru yang bersifat repetitif.

(51)

31

Seorang guru Sekolah Dasar bertugas sebagai guru kelas yaitu, guru yang dikuasakan mempertanggung jawabkan murid sekelas dan memberikan hampir semua mata pelajaran untuk jangka satu tahun pelajaran, oleh karena itu guru perlu menguasai berbagai hal untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Sedangkan guru Sekolah Menengah Pertama berperan sebagai guru mata pelajaran, di mana seorang guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran tertentu saja. Secara tugas menyampaikan mata pelajaran maka guru Sekolah Dasar memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan guru Sekolah Menengah Pertama.

Guru Sekolah Dasar memiliki anak didik yang berada pada taraf perkembangan operasional konkret, pada masa ini anak mampu menalar suatu objek yang diubah bagaimanapun bentuknya. Selain itu pada usia ini anak mampu mengklasifikasikan objek berdasarkan cirinya. Meskipun demikian, pemikiran logis anak masih terpancang pada objek konkrit yang disajikan. Melihat hal tersebut tentunya seorang guru akan memiliki beban yang relatif berat karena dia adalah orang dewasa yang secara kognitif masuk pada taraf yang lebih tinggi, namun di sini harus mampu berperan dan menyampaikan pelajaran yang dapat dipahami oleh anak pada taraf operasional konkret.

(52)

Hal ini tentu saja akan lebih mempermudahkan guru dalam menyampaikan mata pelajaran.

Usia anak Sekolah Dasar digolongkan sebagai usia kritis dalam dorongan berprestasi. Pada masa kritis ini pendidik memiliki tanggung jawab yang besar karena harus lebih memperhatikan dan memberi pengertian, serta bimbingan.

Sedangkan usia anak Sekolah Menengah Pertama biasanya merupakan usia di mana terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang sangat mencolok pada tubuhnya, perubahan pada masa puber ini akan mempengaruhi keadaan fisik, sikap, dan perilaku. Masa ini juga disebut sebagai “fase negatif” karena akibat yang ditimbulkannya relatif buruk. Melihat karakteristik dari anak usia Sekolah Menengah Pertama ini maka tugas guru juga relatif berat. Akan tetapi guru tidak setiap saat harus menghadapi siswa yang sama dengan perilaku yang sama, sehingga hal tersebut tentunya lebih meringankan beban guru SMP.

D. Hipotesa

(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah jenis penelitian yang berbentuk perbandingan dari dua sampel atau lebih (Azwar, 2001). Penelitian ini disebut sebagai penelitian komparatif karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat stres kerja antara dua kelompok subjek berdasarkan tingkat pendidikan yang diampu yaitu guru Sekolah Dasar dan guru Sekolah Menengah Pertama.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas : a. Guru Sekolah Dasar

b. Guru Sekolah Menengah Pertama Variabel tergantung : Tingkat stres kerja

C. Definisi operasional Variabel Penelitian 1. Stres Kerja

Stres kerja adalah respon penyesuaian yang merupakan hasil interaksi individu dengan pekerjaannya terhadap situasi eksternal (peluang, kendala, tuntutan) yang tidak seimbang yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis yang berpengaruh terhadap kognisi dan emosi, serta perubahan tingkah laku.

(54)

Tingkat stres kerja ini diungkap dengan metode skala, jadi stres kerja ini adalah skor yang diperoleh subjek melalui skala pengukuran stres kerja. Tingkat stres akan diukur menggunakan skala tingkat stres yang terungkap melalui indikator :

a. fisiologis berupa sakit kepala, migrain, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, pucat, pernafasan rata-rata meningkat, gemetar pada kaki dan tangan, berkeringat, pegal pada leher dan punggung, insomnia, lelah, dan gangguan pencernaan.

b. emosional berupa gelisah, cemas, kecewa, panik, bosan, lesu, marah, sedih, depresi, mood yang buruk, putus asa, mudah tersinggung, agresif, mudah bermusuhan, mudah menyerang, konsep diri rendah, suka menyalahkan diri.

c. kognitif berupa gangguan berpikir, ketidak mampuan mengambil keputusan, kurang konsentrasi, mudah lupa, suka melamun, pikirannya hanya terfokus pada satu hal saja.

d. perilaku berupa perubahan produktifitas, ketidak hadiran, perpindahan, peningkatan konsumsi alkohol dan rokok, tidak nafsu makan/makan berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga, menarik diri.

(55)

35

menyerang dengan kata-kata, menutup diri dan mudah menyalahkan diri sendiri.

Tingkat stres kerja dilihat dari tinggi rendahnya jumlah skor total yang diperoleh dari skor skala. Skor yang tinggi menunjukkan tingkat stres kerja yang tinggi dan sebaliknya skor yang rendah menunjukkan tingkat stres kerja yang rendah .

2. Guru SD

Guru Sekolah Dasar dalam penelitian ini adalah seorang yang mengajarkan pendidikan dasar di tingkat Sekolah Dasar yang berperan sebagai guru kelas. Guru kelas adalah guru yang dikuasakan mempertanggung jawabkan murid sekelas dan memberikan hampir semua mata pelajaran untuk jangka satu tahun pelajaran.

3. Guru SMP

Yang dimaksud dengan guru SMP dalam penelitian ini adalah seorang yang mengajarkan pendidikan dasar di tingkat Sekolah Menengah Pertama, yang berperan sebagai guru mata pelajaran, di mana guru hanya mengajarkan mata pelajaran tertentu saja.

D. Subjek Penelitian

(56)

50 guru Sekolah Menengah Pertama yang merupakan guru mata pelajaran, yang diambil dari 3 SMP yang ada di kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan alat ukur berupa pengisian skala psikologis. Skala psikologis merupakan alat ukur psikologis yang stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan (Azwar, 2003).

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala stres kerja untuk mengukur perbedaan tingkat stres kerja pada guru berdasarkan jenjang pendidikan yang diampunya. Penelitian ini menggunakan metode skala karena penelitian ini hanya mengungkap satu atribut tunggal yaitu stres kerja. Selain itu dengan menggunakan metode skala, sekalipun subjek memahami isi pernyataan tetapi biasanya subjek tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap oleh pernyataan atau pertanyaan tersebut.

(57)

37

1. Penyusunan pernyataan

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat stres kerja. Skala ini terdiri dari item yang dikembangkan dari 5 indikator yang menunjukkan tingkat stres seseorang. Indikator tingkat stres adalah fisiologis, emosional, kognitif, perilaku, dan interpersonal.

Tabel 1

Blue print sebelum uji coba Item 5 Interpersonal 7

(8,75%)

Spesifikasi item sebelum uji coba Item

1 Fisiologis 9;16;37;40;43;45;48;58 ;72

10;17;38;44;54;56;61;71; 74

18 2 Emosional 2;11;19;22;31;35;53;67

;75

4;18;20;24;33;36;41;62; 69

18 3 Kognitif 7;12;21;23;32;52;63;68 8;25;30;34;47;64;70;73 16 4 Perilaku 5;14;29;39;49;51;76 1;3;13;60;65;77;79 14 5 Interpersonal 6;26;28;42;55;59;78 15;27;46;50;57;66;80 14

(58)

2. Pemberian skor skala stres kerja

Cara pemberian skor pada skala stres kerja guru ini adalah dengan memberikan skor yang bergerak dari rentang angka 4 sampai 1 untuk item favorable, yaitu dari selalu sampai tidak pernah. Sedangkan untuk item unfavorable, skor bergerak dari angka 1 sampai 4, yaitu dari sangat tidak pernah sampai selalu.

Tabel 3

Penskoran item favorabel dan unfavorable Skor

Alternatif jawaban

Favorabel Unfavorabel

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3

Tidak pernah 1 4

F. Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur

Validitas dan reliabilitas merupakan tingkatan mutu dari seluruh proses pengumpulan data dalam penelitian. Pengujian reliabilitas dan validitas perlu dilakukan sebelum alat ukur digunakan dalami penelitian, agar alat ukur bener-benar mengukur apa yang diukur dan memiliki ketepatan ukur.

1. Uji Reliabilitas

(59)

39

dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi antara individu lebih ditentukan oleh faktor eror (kesalahan) daripada faktor yang sesungguhnya (Azwar, 2003). Skala dianggap reliabel bila skala tersebut memunculkan hasil yang relatif sama pada subjek yang sama pada kesempatan yang berbeda atau pada kelompok yang berbeda namun memiliki karakteristik yang sama. Nilai reliabilitas skala dianggap memuaskan bial koefisiensinya mencapai 0,900 (Azwar, 2003).

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal melalui prosedur Alpha Cronbach yang dinyatakan dalam koefisien alpha.

Prosedur ini hanya didasarkan pengukuran satu kali saja pada sekelompok responden (Azwar, 2003). Prosedur ini dipilih karena praktis dan memiliki efisiensi yang tinggi.

2. Uji Validitas

Suatu alat ukur psikologi selain harus memiliki reliabilitas yang tinggi juga harus memiliki validitas yang tinggi. Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu mengasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya (Azwar, 2003).

(60)

3. Uji Analisis Item

Uji analisis item digunakan untuk mengetahui kecermatan alat ukur dalam melakukukan fungsi ukurnya. Prosedur seleksi item ini berdasarkan data empiris. Kualitas item diukur dengan menggunakan parameter daya diskriminasi item atau daya beda item. Daya diskriminasi item adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2003).

Pengujian daya diskriminasi item dalam penelitian ini dilakukan dengan komputansi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan suatu kriteria yang relevan. Komputansi ini menghasilkan koefisien korelasi item total (rxy).

G. Metode Analisis Data

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian 1. Perizinan

Sebelum melakukan uji coba, peneliti meminta perizinan dari beberapa sekolah untuk melaksanakan ujicoba penelitian di sekolah tersebut. Peneliti memperoleh surat keterangan penelitian untuk uji coba skala tingkat stress dengan nomor surat 58b/D/KP/Psi/USD/V/07 dan kemudian surat tersebut diajukan kepada SDN Gejagan, SDN Kajangkoso, SDN Gumelem, SDN Kragilan, dan SMP PRI Pakis yang semuanya berada di wilayah Kabupaten Magelang.

2. Pelaksanaan Uji Coba

Uji coba alat tes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui daya beda item dan reliabilitas alat penelitian yang akan digunakan dalam penelitian.

Uji coba alat tes dilakukan selama 5 hari sejak tanggal 4-8 Juni 2007 bagi guru-guru SD dan SMP. Jumlah subjek uji coba adalah 54 guru yang masing-masing mengisi 80 item skala tingkat stres kerja.

3. Skala Tingkat Stres Kerja

Hasil analisis item uji coba diperoleh item-item yang sahih dan item-item yang gugur dari skala tingkat stres kerja adalah sebagai berikut,

(62)

Tabel 4

Nomor-nomor item yang sahih dan yang gugur

Nomor item

Sahih 1;3;6;7;8;9;10;11;12;14;15;16;17;18;19;20;21;22;23;24;25;27;28;31; 32;35;36;37;38;39;40;41;42;43;44;45;46;47;48;49;50;52;53;55;56;57; 58;59;60;61;62;63;64;65;66;67;69;70;71;72;73;74;75;76;77;80 Gugur 2;4;5;13;26;29;30;33;34;51;54;68;78;79

Hasil seleksi item skala diperoleh 66 item yang sahih dan 14 item yang gugur. Item yang gugur karena item-item tersebut tidak memiliki korelasi yang positif dan signifikansi dengan item total.

Hasil uji reliabilitas berdasarkan korelasi alpha dari Cronbach

diperoleh koefisiensi alpha 0,932, yang berarti bahwa item-item pada skala ini cukup reliabel karena nilai koefisien reliabilitasnya lebih besar dari 0,900.

(63)

43

Tabel 5 Item yang terseleksi

Item

1 Fisiologis 9;37;40;43;45;48;72 38;56;61;71;74 12 2 Emosional 11;19;22;31;35;53;67 8;24;36;62;69 12 3 Kognitif 7;12;21;23;32;52 25;47;70;73 10 4 Perilaku 14;49 1;60;65;77 6 5 Interpersonal 6;28;55;59 15;46;50;57;66;80 10

Jumlah 50

Tabel 6

Blue Print Skala Tingkat Stres Kerja (Setelah Uji Coba)

Item

1 Fisiologis 8;16;21;28;34;39;46 10;19;26;41;44 12 2 Emosional 6;14;22;31;35;42;45 11;3;25;36;47 12 3 Kognitif 4;15;30;32;48;50 9;17;27;40 10 4 Perilaku 7;18 1;20;23;43 6 5 Interpersonal 2;12;24;37 5;13;29;33;38;49 10

(64)

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Waktu dan tempat Penelitian

Penelitian dilaksanaakan pada tanggal 18-24 Juli 2007, untuk subjek guru SD penelitian dilakukan di gedung SMP PGRI 8 Pakis, dimana akan dilaksanakan pertemuan guru-guru SD sekecamatan Pakis. Sedangkan untuk subjek guru SMP, penelitian dilakukan di 3 SMP yaitu SMPN 3 Pakis, SMPN Kragilan Pakis, dan SMP PGRI 8 Pakis.

Subjek penelitian ini berjumlah 100 orang guru yang terdiri dari 50 guru SD dan 50 guru SMP yang ada di kecamatan Pakis.

2. Cara Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan cara membagikan instrumen penelitian kepada para guru. Pengisian skala penelitian dilakukan secara klasikal dengan dipandu oleh peneliti. Hasil penelitian dikumpulkan saat itu juga sehingga semua instrumen yang dibagikan bisa kembali. Cara penelitian ini sama untuk semua kelompok guru yang diteliti, dengan hari dan tempat yang berbeda.

C. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

Terdapat dua asumsi yang harus dipenuhi dalam mengerjakan studi perbedaan, yaitu uji normalitas sebaran dan uji homogenitas varian.

a) Uji Normalitas Sebaran

(65)

45

Uji normalitas ini dilakukan dengan program SPSS versi 12 for windows

dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Program ini dipilih karena dapat digunakan untuk data ordinal (Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003).

Uji normalitas dilakukan dengan cara melihat nilai probabilitasnya. Bila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka distribusi data penelitian adalah normal. Sebaliknya, bila nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka distribusi data penelitian adalah tidak normal (Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Hasil uji normalitas menunjukan nilai probabilitas data guru SD adalah 0,812 (p=0,812), sehingga p>0,05, atau 0,812>0,05, nilai probabilitas data guru SMP adalah 0,498 (p=0,498), sehingga p>0,05, atau 0,498>0,05, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa distribusi data pada kedua sampel adalah normal (lihat tabel 7).

Tabel 7

Hasil Penghitungan Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov

SD SMP

Kolmogorov-Smirnov 0,637 0,829

Asymp.Sig (2-tailed) 0,812 0,498

b) Uji homogenitas varian

(66)

homogenitas dilakukan dengan melihat nilai probabilitasnya dengan menggunakan Levene’s Test for Equality of Variance. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05 (p>0.05) maka dinyatakan bahwa data berasal dari populasi yang memiliki varian sama, dan jika probabilitasnya lebih kecil dari 0.05 (p<0.05) maka dinyatakan bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai varian berbeda. Hasil uji homogenitas tampak pada tabel berikut ini.

Tabel 8

Hasil Penghitungan Uji Homogenitas

Levene Statistik Df1 Df2 Sig

.530 1 98 .468

Dari tabel di atas tampak bahwa penghitungan uji homogenitas menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0.468, jadi p > 0.05 (0.468>0.05) yang berarti bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang sama.

2. Uji Hipotesis

(67)

47

Tabel 9

Rangkuman Hasil Uji Hipotesis (Independent Sample t-Test) Tingkat

SD : Besarnya standar deviasi t : Hasil perhitungan uji t p : Probabilitas

Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 50 orang guru SD dan 50 orang guru SMP. Mean atau rerata yang diperoleh dari subjek guru SD adalah sebesar 93.34 dan nilai rerata yang diperoleh dari subjek guru SMP adalah sebesar 85.52. Standar deviasi untuk kelompok guru SD sebesar 14.403, sedangkan untuk kelompok guru SMP sebesar 15.844.

(68)

kelompok subjek (Azwar, 2003). Semakin besar standar eror dalam pengukuran maka hasil pengukuran semakin tidak dapat dipercaya.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

Ho : Tidak ada perbedaan perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD guru SMP di kecamatan Pakis.

Ha : Ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis. Tingkat stres kerja guru SD lebih tinggi dari guru SMP

Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai signifikansi hasil uji t dengan 0.05. Jika nilai p>0.05 maka hipotesis ditolak atau tidak terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis. Hipotesis akan diterima bila p<0.05, yang berarti bahwa terdapat perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis.

Uji hipotesis ini menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0.011 (p=0.011), jadi p<0.05 (0.011<0.05) yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dari uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima, sehingga hasilnya adalah ada perbedaan tingkat stres kerja antara guru SD dan guru SMP di kecamatan Pakis.

(69)

49

D. Deskripsi data Penelitian

1. Kriteria berdasarkan kategori tingkat stres kerja

Tujuan kategorisasi ini adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar,2003). Kontinum jenjang yang digunakan terdiri dari lima kategori yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Item skala tingkat stres kerja ini berjumlah 50 dengan skor 1, 2, 3, 4 sehingga skor minimum adalah 1 x 50 = 50, dan skor maksimum 4 x 50 = 200. Setelah diketahui nilai minimal dan maksimalnya maka dapat diketahui

rangenya yaitu 200 - 50 = 150, satuan deviasi standar (σ) 150 : 6 = 25, sedangkan untuk meannya adalah (50 + 200) : 2 = 125.

Tabel 10

Norma Kategori Skor

(70)

Tabel 11

Kategori Tingkat Stres Kerja Subjek SD

Kategori Jumlah subjek Prosentase Katagori

x ≤ 87.5 21 42% Sangat rendah 87.5 < x ≤ 112.5 22 44% Rendah 112.5 < x ≤ 137.5 7 14% Sedang 137.5 < x ≤ 162.5 - - Tinggi

162.5 < x - - Sangat tinggi

Total 50 100%

Dari tabel di atas tampak bahwa dari kelompok subjek SD, yang memiliki kategori sangat rendah adalah sebanyak 21 subjek atau 42%, sedangkan subjek yang berada pada kategori rendah sebanyak 22 subjek atau 44%, subjek yang berada pada kategori sedang sebanyak 7 subjek atau 14%. Pada kelompok subjek ini tidak terdapat subjek yang memiliki kategori tinggi dan sangat tinggi.

Tabel 12

Kategori Tingkat Stres Kerja Subjek SMP

Kategori Jumlah subjek Prosentase Katagori

x ≤ 87.5 24 48% Sangat rendah 87.5 < x ≤ 112.5 25 50% Rendah 112.5 < x ≤ 137.5 1 2% Sedang 137.5 < x ≤ 162.5 - - Tinggi

162.5 < x - - Sangat tinggi

Gambar

Tabel 1 Blue print sebelum uji coba
Tabel 3 Penskoran item favorabel dan unfavorable
Tabel 4
Tabel 6 Blue Print Skala Tingkat Stres Kerja (Setelah Uji Coba)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keempat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sesuai dengan pendapat Anoraga (2009) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor: (1) hubungan antar karyawan,

Hasil Penelitian: Berdasarkan uji Independent Sample T-Test diketahui rata-rata tingkat stres guru SLB Negeri Surakarta sebesar 0,8680 sedangkan tingkat stres guru SMP Negeri

Sumber-sumber kepuasan kerja (Yasin,2002:476) hakekatnya adalah faktor-faktor kondisi dan karakteristik pekerjaan itu sendiri yang berpengaruh terhadap sikap dan

Analisis mean arithmatic Menunjukkan bahwa penilaian karyawan terhadap faktor-faktor penyebab stres adalah cukup (2,34 sampai dengan 3,66), kecuali faktor tuntutan peran

Analisa tambahan pada penelitian ini yaitu gambaran sumber stres kerja yang dirasakan karyawan, hubungan antara problem-focused coping dengan religious-focused coping, perbedaan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa sumber daya internal, khususnya sikap sabar dan resiliensi yang dimiliki ibu muda berpengaruh terhadap tingkat stres yang dialami

Analisa tambahan pada penelitian ini yaitu gambaran sumber stres kerja yang dirasakan karyawan, hubungan antara problem-focused coping dengan religious-focused coping, perbedaan

Keempat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sesuai dengan pendapat Anoraga (2009) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor: (1) hubungan antar karyawan,