• Tidak ada hasil yang ditemukan

INCLE 2 nd CONFERENCE PROCEEDINGS DIVERSITY OF CLINICAL LEGAL EDUCATION AND THE ROAD TO SOCIAL JUSTICE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INCLE 2 nd CONFERENCE PROCEEDINGS DIVERSITY OF CLINICAL LEGAL EDUCATION AND THE ROAD TO SOCIAL JUSTICE"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

(2)

INCLE 2 nd CONFERENCE PROCEEDINGS

DIVERSITY OF CLINICAL LEGAL EDUCATION AND THE ROAD TO

SOCIAL JUSTICE

UNIVERSITAS UDAYANA, BALI, INDONESIA

11 -13 MAY 2016

(3)

ISBN 978-979-8972-66-9

Copyright © 2016

Published by Faculty of Law University of Indonesia Press.

Indonesian Network for Clinical Legal Education (INCLE)

All rights reserved. No part of this publication may be produced, stored in retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording, or otherwise, without prior permission of

Indonesian Network for Clinical Legal Educatioin (INCLE).

INCLE 2

nd

Conference

Diversity Of Clinical Legal Education And The Road To Social Justice 11 – 13 May 2016, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Editor: Oce Madril, Maskun, Yvonne Kezia D. Nafi

(4)

INCLE 2nd Conference i

Kata Pengantar

Belajar tentang hukum di fakultas hukum, tidak cukup hanya dari aspek substantif saja. Kurikulum fakultas hukum harus dapat menyediakan kesempatan bagi mahasiswa untuk berlatih menerapkan apa yang diketahuinya dari ruang- ruang kelas. Kesempatan penerapan tersebut tidak hanya untuk penerapan keterampilan dan pengetahuan, akan tetapi juga kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai yang dipelajari dari dosennya, terutama nilai kejujuran, anti diskriminasi, keadilan sosial, dan integritas.

Pendidikan Hukum Klinis merupakan perspektif dalam pendidikan hukum yang memandang bahwa dalam kurikulum pendidikan hukum penting untuk tersedia kesempatan belajar tentang pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan nilai (values) dalam berpraktik hukum. Secara pedagogis pendidikan hukum klinis tidak hanya menyiapkan mahasiswa untuk terampil dalam praktik hukum, melainkan juga untuk berpikir kritis dan bertanggungjawab atas setiap tindakannya (CLE Association & Prof. Roy Stuckey, 2007). Mahasiswa dilatih untuk sadar bahwa setiap tindakan dan sarannya sebagai seorang ahli hukum akan berpengaruh terhadap klien dan masyarakat. Dengan demikian semua saran dan tindakan harus dipikirkan dan dilaksanakan dengan pertimbangan yang matang.

Debat kusir antara penegak hukum dan pembela tanpa berdasarkan pokok fakta dan nilai-nilai hukum, bahkan dibangun semata-mata atas dasar opini pribadi, tidak akan lagi terjadi, karena semua pendapat dan tindakan hukum dipikirkan dengan seksama, teliti, dan penuh tanggung jawab.

Salah satu wujud dari perspektif pendidikan hukum klinis adalah mata kuliah klinik hukum. Ketika para pengajar klinik hukum di Indonesia melaksanakan tugasnya mengasuh mahasiswa klinik hukum, terkadang tidak mudah memperoleh bacaan yang tepat, update, serta sesuai dengan kondisi lokal.

Itulah yang mendorong kami Indonesian Network for Clinical Legal Education (INCLE), jejaring pengajar klinik hukum dan mitranya di Indonesia, untuk menyusun dan mempublikasikan buku ini di situs-nya. Buku ini terdiri dari tulisan para pengajar klinik hukum, pengacara publik, dan akademisi yang dipresentasikan dalam Konferensi INCLE Kedua di Fakultas Hukum Udayana, Bali pada tanggal 11 dan 12 Mei 2016.

Para penulis memaparkan tentang pengalaman mereka dalam mengasuh kelas klinik hukum. Penuturan pengalaman ini disajikan secara kritis dan reflektif.

Dalam buku ini juga terdapat tulisan yang berasal dari lulusan fakultas hukum dan mantan mahasiswa klinik hukum, dimana mereka menyampaikan pandangan dan pengalamannya terlibat dalam klinik hukum serta bagaimana klinik hukum memberi bekal kepada mereka dalam melaksanakan pekerjaannya saat ini. Secara ringkas isi buku terbagi atas bab-bab sebagai berikut:

1. Perspektif KeadilanSosial dalam Pendidikan Hukum Klinis;

2. Peran para ‗Reformis Keadilan‘ dalam Pengembangan Hukum di Indonesia;

3. Peran Organisasi Masyarakat Sipil dalam Penguatan Klinik Hukum di Indonesia;

4. Keberagaman dalam Kurikulum Pendidikan Hukum Klinis;

(5)

ii INCLE 2nd Conference

5. Meraih Keadilan Sosial melalui Advokasi Anti Korupsi;

6. Meraih Keadilan Sosial melalui Perlindungan Perempuan dan Anak;

7. Meraih Keadilan Sosial melalui Kesadaran Lingkungan Hidup;

8. Pembelajaran dan Pencapaian Pendidikan Hukum Klinis di Indonesia;

9. Kode Etik dan Metode Pembelajaran Pendidikan Hukum Klinis;

10. Membangun Jaringan untuk Perkembangan Pendidikan Hukum Klinis;

Perkembangan Model-Model Pendidikan Hukum Klinis di Indonesia.

Alasan kami mempublikasikan buku ini pada situs INCLE adalah selain demi alasan efisiensi, juga agar ide-ide dari buku ini dapat dengan mudah tersebar luas dan tak terlapukkan oleh waktu. Selamat membaca, menikmati, dan menerapkan ide-ide, nilai, dan semangat yang terkandung dalam tulisan-tulisan pada buku ini – baik di dalam kelas klinik hukum maupun kelas-kelas mata kuliah lainnya di fakultas hukum.

Salam takzim,

Indonesia Network for Clinical Legal Education (INCLE)

Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H., M.Si.

Sekertaris Jenderal

Pengajar Klinik Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia

(6)

INCLE 2nd Conference iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

I PERSPEKTIF KEADILAN SOSIAL DALAM PENDIDIKAN HUKUM KLINIS

Miftah Fahdli, S.H.

Pedagogi Hukum Klinik Kritis: Refleksi Freirean untuk

Pengembangan Hukum Klinik di Indonesia 1

Ichsan Zikry, S.H.

Membentuk Perspektif Keadilan Sosial dalam Sistem Peradilan

Pidana Melalui Bantuan Hukum Struktural 12

Andy Omara, S.H., LL.M.

Achieving Social Justice through Economic and Social Rights

Protection 27

Hamonangan Albariansyah, S.H., M.H.

Lembaga Perdamaian: Suatu Anotasi Menuju Peradilan Pidana

Berbasis Keadilan Sosial (Social Justice) 38

Dr. Ratih Lestarini, S.H., M.H.

Mencari Bentuk Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tanah Antara Masyarakat Hukum Adat vs. Investor yang Adil dan Berkepastian

Hukum 51

II PERAN PARA ‘REFORMIS KEADILAN’ DALAM PENGEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

Febby Mutiara Nelson, S.H., M.H., Putri Kusuma Amanda, S.H., LL.M., Kristianti Sugiharti, S.H., Marsya Mutamainah

Handayani, S.H.

Permasalahan Pemenuhan Hak Narapidana Pasca Pengesahan PP

99/2012 Ditinjau Dari Konsep Pemidanaan Di Indonesia 80 Wanodyo Sulistyani, S.H., M.H., LL.M.

Peran Klinik Hukum dalam Memberdayakan Masyarakat

(Empowering the Society) 106

Dian Andriasari, S.H., M.H. & Iman Sunendar, S.H., M.H.

Refleksi Lima Tahun UU No. 16 Tahun 2001 tentang Bantuan Hukum (Telaah Awal Peranan Klinik Hukum dalam Pemenuhan Hak Masyarakat dalam Mengakses Keadilan Sebagai Upaya

Mewujudkan Civil Society) 116

(7)

iv INCLE 2nd Conference

Dr. Ida Bagus Surya Dharma Jaya, S.H., M.H., Komang Widiana, S.H., M.H., AA. Ngurah Oka Yudistira Darmadi, S.H., M.H., Diah Ratna Sari Hariyanto, S.H., M.H.

Pendidikan Hukum Klinis Menunjang Terciptanya Keadilan Sosial dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Sekilas

Perjalanan Klinik Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Udayana) 135

III PERAN ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM PENGUATAN KLINIK HUKUM DI INDONESIA

Lasma Natalia HP., S.H.

Sinergisme Gerakan Bantuan Hukum Dan Klinik Hukum Dalam

Perwujudan Keadilan Sosial di Indonesia 148

Dr. Maskun, S.H., LL.M., Naswar, S.H., M.H., Ramli Rahim, S.H., M.H., Achmad, S.H., M.H., Birkhan latif, S.H., M.H., LL.M.

Studi Perbandingan Pelaksanaan Bantuan Hukum oleh LBH

Kampus di Makassar 157

IV MERAIH KEADILAN SOSIAL MELALUI ADVOKASI ANTI KORUPSI

Samsul Arifin, S.Ag, M.Pd. dan Akhmad Zaini

Jaringan Pesantren dalam Mengkampanyekan Isu-Isu Kesadaran

Lingkungan Hidup dan Advokasi Anti Korupsi 168 Laras Susanti, S.H., LL.M., Esq.

Peran Klinik Antikorupsi dalam Upaya Pencegahan Korupsi

Melalui Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat 181 Choky Ramadhan, S.H., LL.M.

Meregenerasi Pejuang Anti Korupsi yang Terampil,

Berpengalaman, dan Berkeadilan Sosial 190

V MERAIH KEADILAN SOSIAL MELALUI PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

Rina Melati Sitompul, S.H., M.H.

Peran Klinik Hukum Dalam Mendorong Terciptanya Hukum Yang

Berkeadilan Sosial di Indonesia 200

VI MERAIH KEADILAN SOSIAL MELALUI KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP

Abdul Fatah, S.H., M.H.

Melindungi Sempadan Sungai dengan Gugatan Warga Negara

(Citizen Law Suit) 209

(8)

INCLE 2nd Conference v

Rayhan Dudayev, S.H.

Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta: Menjauhkan Keadilan bagi

Lingkungan dan Masyarakat 221

Maria Kaban, S.H., M.Hum.

Implementasi Keputusan MK No. 35/PPU-X/2012 terhadap Hak

Ulayat di Desa Juhar Tarigan Kabupaten Karo 232

VII PEMBELAJARAN DAN PENCAPAIAN PENDIDIKAN HUKUM KLINIS DI INDONESIA

Erika Magdalena Chandra, S.H., M.H.

Tantangan dan Hambatan dalam Pelaksanaan Kegiatan

Pengajaran dalam Klinik Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas

Padjadjaran 239

Aflah S.H., M.Hum., dan Zulfi Chairi, S.H., M.Hum.

Keadilan Sosial Bagi Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan Air Bersih Oleh Perusahaan Daerah Air Minum (Pdam) Tirtanadi

Medan 248

I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja, S.H., M.Hum., LL.M., I Made Budi Arsika, S.H., LL.M., dan Made Suksma Prijandhini Devi Salain, S.H., M.H., LL.M.

The Importance of Contract Drafting Clininc for Foresting Social

Justice in Indonesia 259

Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, S.H., M.Hum., LL.M., Dr. I Wayan Wiryawan, S.H., M.H., I Nyoman Darmadha, S.H., M.H., Anak Agung Sri Indrawati, S.H., M.H., I Made Dedy Priyanto, S.H., M.Kn., Dewa Gede Pradnya Yustiawan, S.H., M.H., dan Pande Yogantara, S.H., M.H.

Peran Mitra dalam Menunjang Pelaksanaan Klinik Hukum

(Dukungan dan Tantangan) 271

VIII PERKEMBANGAN MODEL-MODEL PENDIDIKAN HUKUM KLINIS DI INDONESIA

Ariehta Eleison Sembiring, S.H.

Meninjau Kebutuhan Keterlibatan Mahasiswa dalam Proses Pra-

persidangan 279

Nella Sumika Putri, S.H., M.H.

Model Program Magang yang Efektif sebagai Bagian dari

Pendidikan Hukum 298

Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo, S.H., M.Si.

Pendidikan Hukum Klinis dan Perwujudannya dalam Kurikulum

Pendidikan Hukum di Indonesia 308

(9)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

135

PENDIDIKAN HUKUM KLINIS MENUNJANG TERCIPTANYA KEADILAN SOSIAL DALAM SISTEM

PERADILAN PIDANA INDONESIA

(Melihat Sekilas Perjalanan Klinik Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana)

1

Dr. I.B. Surya Dharma Jaya, S.H., M.H., Komang Widiana Purnawan, S.H., M.H., A.A. Ngurah Oka Yudistira Darmadi, S.H., M.H., Diah Ratna Sari

Hariyanto, S.H., M.H.

Fakultas Hukum Universitas Udayana suryadharma_62@yahoo.com

1. Pendahuluan

Pembangunan hukum Nasional tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu sendi penting dalam pembangunan Indonesia. Pembangunan hukum nasional bukan semata-mata hanya untuk tujuan pengembangan ilmu hukum , namun juga merupakan upaya untuk mempersiapkan tenaga profesional di bidang hukum.

Oleh karena itu pendidikan tinggi hukum diharapkan mampu membantu terbentuknya sistem hukum yang baik. Salah satu sistem yang memerlukan perbaikan adalah sistem peradilan pidana yang dipandang masih memiliki kualitas yang rendah.

2

Sistem peradilan pidana adalah suatu sistem bekerjanya berbagai sub sistem, seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, dan lembaga pemasyarakatan dalam rangka menanggulangi kejahatan dan memberikan perlindungan pada korban kejahatan. Sistem peradilan pidana lahir sebagai reaksi dari keberadaan penegak hukum di Amerika Serikat yang bekerja berlandaskan law and order.

3

Prinsiplaw and order adalah suatu prinsip yang memberikan kewenangan luas pada penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan usaha untuk menciptakan ketertiban yang seringkali berlangsung sewenang- wenang.

4

Keberadaan sistem peradilan pidana di Amerika Serikat menurut Packer memiliki dua model, yang disebutnya dengan crime control model dan due

1 Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Indonesian Network for Clinical Legal Education (INCLE) ke 2 di Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar 11-12 Mei 2016.

2 Barda nawawi Arief, ―Pembaharuan/Rekonstruksi Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Hukum Pidana dalam Konteks Wawasan Nasional‖, Makalah disampaikan dalam Kongres ASPEHUPIKI dan Seminar ―Pengaruh Globalisasi Terhadap Hukum Pidana dan Kriminologi Menghadapi Kejahatan Transnasional‖, Hotel Savoy Homann, Bandung, 17 Maret 2008.

3 Romli Atmasasmita,Sistem Peradilan Pidana, (Bandung : Binacipta, 1996), hlm. 6.

4 Ibid.

(10)

136

Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penguatan Klinik Hukum Di Indonesia

process model.

5

Crime control model merupakan bentuk sistem peradilan yang mengedepankan tingkat keberhasilan penanggulangan kejahatan dengan meningkatkan dan mempercepat penanggulangan kejahatan.

6

Hal sebaliknya terlihat pada due process model yang menunjukkan kecendrungan sikap tindak penegak hukum yang lebih berhati-hati. Penegak hukum selalu melakukan pemeriksaan berulangkali atas tindakannya untuk memastikan apakah langkah yang diambil telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak melanggar hak-hak tersangka/terdakwa.

7

Kedua model sistem peradilan pidana tersebut tetap berada dalam koridor asas-asas yang harus dipatuhi, yaitu asas legalitas, non retroaktif, dan equality before the law.

8

Berbagai model sistem peradilan pidana tersebut tidak sesuai dengan sistem yang ada di Indonesia. Sistem peradilan pidana tersebut belum menunjukkan bahwa sistem yang berkeadilan sosial. Salah satu penyebabnya adalah tekanan sistem peradilan tersebut masih semata-mata pada kepastian hukum

(mengedepankan asas legalitas). Sistem peradilan pidana masih kurang memperhatikan asas equality before the law. Sistem peradilan pidana

seharusnya memberikan kesempatan yang sama pada setiap orang untuk memperjuangkan hak-haknya. Hal ini perlu diperhatikan, karena banyak pencari keadilan yang tidak mampu secara hukum dan secara ekonomi tidak memperoleh hak-haknya dalam sistem tersebut. Keadaan ini menyebabkan keadilan sulit untuk ditegakkan. Keadilan sosial masih menjadi mimpi di negara yang berdasarkan atas hukum ini.

Upaya untuk menciptakan keadilan sosial dalam sistem peradilan pidana Indonesia telah mulai dilakukan dengan membentuk produk perundang-undangan yang memberikan perlindungan pada pelaku tindak pidana yang memiliki kelemahan, baik karena tidak mampu, bersatatus anak-anak, ataupun mereka yang secara sosial kultural termarjinalkan. Beberapa produk perundang-undangan tersebut adalah Undang-undang No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Undang-undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Walaupun upaya substantif sudah dilakukan, ternyata belum mampu mendorong terciptanya sistem peradilan pidana yang berkeadilan sosial. Keadaan ini memerlukan upaya lain yang berhubungan dengan perbaikan struktur dan kultur. Pembentukan kultur sangat mendesak, perlu dilakukan perubahan paradigma para penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya. Perubahan pradigma tersebut hanya dapat terwujud bilamana penegak hukum memiliki wawasan tentang keadilan sosial.

Usaha menanamkan nilai-nilai keadilan sosial pada para penegak hukum memerlukan usaha yang terencana, dan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini

5 Herbert L. Packer The Limit of Criminal Sanction, dari bahan bacaan wajib mata kuliah Sistem Peradilan Pidana pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia : Pusat Dokumentasi Hukum Universitas Indonesia 1993, hlm. 170.

6 Ibid., hlm. 177.

7 Ibid., hlm. 173.

8 Ibid., hlm 172-174

(11)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

137

hanya dapat dilakukan melalui sarana pendidikan, khususnya pendidikan hukum.

Dengan ditanamkannya nilai-nilai keadilan sosial pada calon penegak hukum niscaya kedepannya mereka akan menjadi pembaharu hukum Indonesia.

2. Pendidikan Tinggi Hukum di Indonesia

Pendididkan hukum di Indonesia telah dikenal sejak Rechtshogeschool (RH). Kurikulum RH berubah menjadi kurikulum Faculteit der Rechtsgeleerdheid en sociale wetenschappean (1947) atau Fakultas Hukum dan Masyarakat, kemudian dikenal kurikulum 1972 yang mulai memperkenalkan karya tulis skripsi sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana.

Selanjutnya terjadi lagi perubahan yaitu kurikulum 1983, dan kurikulum 1993.

9

Sekarang dengan kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2013.

Walaupun sejak tahun 1972 telah diupayakan pendidikan tinggi hukum dengan arah memberikan kemampuan praktis pada lulusan, namun kenyataannya tujuan tersebut belum terwujud hingga sekarang. Perkembangan pendidikan hukum dewasa ini, mengindikasikan adanya dua bentuk pendidikan hukum, yaitu pendidikan hukum yang bersifat akademis dan pendidikan yang bersifat praktis.

Pendidikan yang berasifat teoritis merupakan pendidikan yang dilakukan diperguaruan Tinggi. Sedangkan pendidikan hukum yang praktis berupa ketrampilan dilakukan oleh berbagai lembaga penegak hukum secara mandiri.

10

Keberadaan dua sistem pendidikan hukum tersebut terbentuk karena pendidikan tinggi hukum sampai sekarang belum mampu menyediakan tenaga siap pakai untuk kebutuhan penegakkan hukum maupun pembentukan hukum.

Padahal persoalan seperti ini sudah lama disampaikan oleh Mochtar Kusuma Atmaja. Beliau mengatakan, bahwa pendidikan hukum kurang relevan dengan kenyataan yang dijumpai para lulusan, mereka merasa tidak pernah dipersiapkan untuk pekerjaan-pekerjaan praktis, mereka tidak pernah dipersiapkan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi, walaupun mereka memiliki bekal untuk melaksanakannya.

11

9 Mardjono Reksodipoetro, ―Catatan tentang Kurikulum Baru Fakultas Hukum‖, Disampaikan dalam Lokakarya Pendidikan Hukum yang diselenggarakan oleh FH Udayana, 9 -10 Agustus 1993, hlm. 1-6.

10 Hikmahanto Juwana,‖Pendidikan Hukum di Indonesia dalam Menghadapi Dekade Mendatang‖, dalam buku‖ Mardjono Reksodipoetro: Pengabdian Seorang Guru Besar Hukum Pidana‖, (Jakarta: Bidang Studi Hukum Pidana FH UI, Sentra HAM FH UI, Badan Penerbit FH UI,2007), hlm. 176 – 179.

11 Mochtar Kusumaatmadja, Pembaharuan Pendidikan Hukum dan Pembinaan Profesi, (Bandung: Binacipta, 1975), hlm. 14. Dalam tulisan ini beliau juga mengatakan bahwa hal seperti ini terjadi karena adanya anggapan mempelajari ketrampilan profesional hanya dapat dilakukan dalam praktik, sementara itu pendidikan tinggi hukum hanya untuk memberikan dasar pengetahuan akademis tentang hukum yang bersifat umum. Hal ini karena pengaruh dari sistem pendidikan Belanda yang kurang memperhatikan pendidikan profesional hukum. Fakultas hukum hanya sarana untuk mendidik sarjana hukum (fakulteit der rechtsgeleerdheid) yang berbeda dengan pendidikan sekolah hukum di Inggris dan Amerika Serikat yang menekankan pada pendidikan profesional hukum disamping pendidikan yang bersifat akademis universitas.

(12)

138

Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penguatan Klinik Hukum Di Indonesia

Pendidikan tinggi hukum bila dianalogikan dengan industri, maka dapat dikatakan hanya berhasil menyediakan bahan baku atau setengah jadi yang harus diolah lagi oleh pendidikan lain untuk menjadi produk unggulan. Pendidikan tinggi hukum tidak seperti pendidikan teknik yang melahirkan tenaga-tenaga trampil sesuai dengan keakhlian yang dibutuhkan.

Kondisi pendidikan tinggi hukum kita perlu dievaluasi kembali, karena sudah semestinya lulusan pendidikan tinggi tersebut sudah siap pakai. Pendidikan tinggi hukum perlu ditata kembali agar lulusan siap diterima bursa kerja, mereka harus siap menjadi penegak hukum, maupun sebagai legislator. Hal ini memerlukan terobosan baru dengan jalan menyempurnakan kurikulum fakultas hukum, sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Untuk itu maka kurikulum fakultas hukum harus menambah muatan praktisnya.

Pendidikan yang bersifat praktis sebenarnya telah dikenal dalam kurikulum fakultas hukum sekarang. Mata kuliah praktik hukum, praktik kemahiran hukum merupakan mata kuliah yang memberikan nuansa praktik bagi mahasiswa, namun mata kuliah yang tersedia sekarang ini belum sepenuhnya mampu mendukung tercapainya harapan tersebut, karena pendidikan ini hanya sekedar pengantar kenal saja, tanpa disertai dengan praktik sebenarnya. Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan hukum yang dikenal dibeberapa negara maju dengan nama pendidikan hukum klinis.

3. Pendidikan Hukum Klinis

Pendidikan hukum klinis (Clinical Legal Education), awal mulanya berkembang di Amerika Serikat pada tahun 1890an. Pendidikan ini berkembang karena sangat dibutuhkan oleh lulusan fakultas hukum untuk berkarir di dunia hukum.

12

Pendidikan hukum klinis merupakan pendidikan yang sangat baik dan memiliki teknik pengajaran yang sangat menarik. Aspek penting dalam pendidikan ini adalah menghadapkan mahasiswa dengan permasalahan- permasalahan hukum yang secara praktis dihadapi oleh seorang penegak hukum.

Mahasiswa secara langsung akan mempelajari bagaimana kondisi riil suatu perkara. Mahasiswa akan berinteraksi dengan klien, berusaha melakukan identifikasi kasus-kasus yang dilaporkan dan mencoba mengkritisi permasalahan, dan selanjutnya mencoba membuat analisis hukum (legal opinion).

13

Hal ini senada dengan pendapat Mochtar Kusumaatmadja yang mengatakan, bahwa pendidikan hukum klinis tersebut harus dekat dengan kehidupan yang nyata (relevant), mempersiapkan lulusan agar memiliki ketrampilan hukum (legal skill), dan menanamkan suatu ―problem solving etitude‖.

14

12 Margaret Martin Barry, Jon C. Dubin & Peter A. Joy, Clinical Education for This Millennium: The Third Wave, 7 CLINICAL L. REV. 1 (2000) diperoleh dari ―Introduction to Clinical Legal Education‖ New York State Judicial InstitutePartners in Justice:A Colloquium on Developing Collaborations Among Courts, Law School Clinical Programs and the Practicing Bar.

13 William P Quigley,‖Introduction to Clinical Teaching for The New Clinical Law Professor: A Fiew from the Fisrt Floor‖,Associate Professor of Law at Loyola University School of Law and Director of the Loyola Law Clinic.

14 Moctar Kusumaatmadja, Op.Cit., hlm. 14-15.

(13)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

139

Sementara itu BABSEA menyatakan bahwa Pendidikan hukum klinis adalah suatu ideologi pendidikan yang progresif dan merupakan cara pendidikan yang pada umumnya dilaksanakan melalui program universitas. Pendidikan ini diawali pelaksanaannya di kelas dengan menggunakan cara pembelajaran interaktif.

15

Hal seperti Ini juga dikatakan oleh Mariana Berbec-Rostas mendefinisikan Pendidikan Hukum Klinis (Clinical Legal Education/CLE)sebagai

―sebuah program pendidikan yang didasarkan pada metodologi pengajaran yang interaktif dan reflektif berisikan pengetahuan, nilai dan keahlian praktis yang memampukan mahasiswa untuk memberikan pelayanan hukum dan menciptakan keadilan sosial‖.

16

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan hukum klinis merupakan pendidikan modern, hal ini terlihat dari metode pengajaran yang dipergunakan, yaitu metode pengajaran interaktif dan replektif.

Metode pengajaran interaktif adalah metode pengajaran yang fokus pembelajaran ada di mahasiswa (Student Learning Center) dengan sifat pendidikan yang bersifat individual dan berkelanjutan. Metode pendidikan ini mengajak mahasiswa untuk belajar memecahkan masalah-masalah yang kontekstual. Sedangkan pendidikan yang bersifat replektif adalah pendidikan yang berusaha melakukan evaluasi terhadap substansi yang diajarkan dan metode pengajarannya. Hal ini dilakukan dengan jalan melihat daya serap mahasiswa terhadap substansi yang diajarkan, apakah materi dan sistem pengajaran tersebut dapat meningkatkan derajat pemahaman mahasiswa.

Dengan demikian nampak bahwa Pendidikan hukum klinis merupakan pendidikan yang berusaha memberikan selengkap mungkin hal yang diperlukan bagi lulusan. Pendidkan ini menggabungkan pendidikan yang bersifat akademis yang lebih banyak mempelajari teori-teori hukum, substansi hukum dengan keakhlian hukum yang merupakan bagian dari pendidikan profesi. Pendidikan ini kemudian diberikan sentuhan mulia dengan menambahkan keadilan sosial sebagai nilai yang diharapkan akan menjadi fondasi dari lulusan di dalam menjalankan profesinya di masa yang akan datang.

Pendidikan hukum klinis yang menggunakan metode pengajaran interaktif dan replektif memiliki tiga komponen penting sebagai penunjang, yaitu : Planning Component, Exprential Component, dan Reflexion.

17

Planning component merupakan tahap persiapan sebelum mahasiswa turun ke lapangan untuk melaksanakan praktik hukum. Dalam tahap ini mahasiswa diupayakan untuk menguasai materi -materi hukum yang berkaitan dengan kasus- kasus yang akan dihadapi mahasiswa dalam exprential component (hukum materiil), cara menganalisis kasus, tatacara penanganan kasus yang berkaitan

15 BABSEA,‖About Clinical Legal Education (CLE)‖https://www.babseacle.org/clinical- legal-education.

16 Mariana Berbec-Rostas, Clinical Legal Education: General Overview, First Southeast Asian Clinical Legal Education Teachers' Training. January 30 – February 3, 2007. Manila, Philippines, www.soros.org/initiatives /justice /focus/ legal.../clinic_20070206.pdf., hal. 21-22.

17 Tomy Suryo Utomo, ―Bahan Ajar Klinik (Teaching Materials)‖, bahan Workshop di FH Udayana.

(14)

140

Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penguatan Klinik Hukum Di Indonesia

dengan tahapan proses peradilan pidana yang akan dilaksanakan, dan etika profesi. Disamping itu pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan penelitian, penulisan jurnal kegiatan, dan berbagai aktivitas penunjang pratik lainnya.

Pada prinsipnya pembelajaran bersifat interaktif, dilakukan dengan berbagai cara, seperti bermainperan (role play), simulasi (simulation), diskusikelompok (group discussion), curah pendapat/gagasan (brainstorming), peradilansemu (moot court), menganalisis kasus (analytical skills ), problem based learning, dan yang lain.

Substansi penting yang menjadi ciri dari pendidikan hukum klinis adalah keadilan sosial (social justice). Pemahaman iniperlu ditanamkam pada mahasiswa, karena ke depannya dalam praktik mereka akan bersentuhan dengan upaya untuk pemberdayaan masyarakat yang tidak mampu, baik secara ekonomi, fisik, maupun mental, ataupun ketidak mampuan yang lain. Keadilan sosial sering diasosiasikan dengan prinsip persamaan (equality) dan keadilan (fairness) untuk semua anggota masyarakat.

18

Dari sekian banyak komponen keadilan sosial, program yang berhubungan atau berkaitan dengan upaya untuk membantu masyarakat miskin (the poor), golongan masyarakat tidak mampu (indigent), masyarakat rentan (vulnerable people),dan kaum terpinggirkan (marginalized people) merupakan salah satu komponen terkuat dari keadilan sosial. Ciri lain dari keadilan sosial adalah berkaitan dengan topik akses yang sama terhadap berbagai kesempatan dan hak (equal access to opportunities and rights) serta program yang berhubungan dengan sistem dan prosedur hukum yang adil (fair system of law and due process).

19

Pada dasarnya planning component bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa melaksanakan exprential component dengan menguasai teori hukum, hukum yang berkaitan dengan kegiatan exprential, meningkatkan kemampuan dalam melakukan analisis hukum, dan meningkatkan kemampuan untuk siap mengikuti praktek hukum.

Sementara itu exprential component merupakan kegiatan praktikyang merupakan inti dari pendidikan hukum klinis. Mahasiswa akan berhadapan dengan kasus-kasus nyata yang sedang dalam proses peradilan, aktivitas-aktivitas institusi pemerintahan dan aktivitas institusi sosial kemasyarakatan. Mahasiswa praktek langsung di lapangan dengan kasus nyata (sesuai dengan sasaran pembelajaran). Mahasiswa mempelajari, memahami, dan mempraktekkan hukum secara nyata. Hal-hal yang dilakukan mahasiswa, seperti: mewawancarai klien,

18 Lihat FSG Australia, <http://www.fsg.org.au/about-us/social-justice/>. Definisi keadilan social (social justice) menurut US Legal.com adalah: ―Social justice is justice that follows the principle that all individuals and groups are entitle to fair and impartial treatment. Social justice attempts to prevent human rights abuses. Social justice is based on notions of equality and equal opportunity in society . It focuses on the full and equal participation of all citizens in economic, social and political aspects of the nation‖ (US Legal.com, http://definitions.uslegal.com/s/social- justice/).

19 National Pro-Bono Resource Centre, Australia, <https://wic041u.server-secure.com/

vs155205_secure/CMS/files_cms/Occ_1_What%20is%20Social%20Justice_FINAL.pdf>.

(15)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

141

membuat surat-surat yang diperlukan dalam pembelaan, penentutan, gugatan, banding, putusan, advokasi, penyuluhan, konsultasi hukum, pembuatan rancangan peraturan, rancangan kontrak, petisi, dan sebagainya.

Hal yang dilakukan mahasiswa dalam exprential component tergantung dari praktik yang akan dilakukan mahasiswa. Bilamana mahasiswa melaksanakan exprential component di kantor konsultan hukum atau Lembaga Bantuan hukum, maka bentuk praktik yang akan dilaksanakan adalah mewawancarai klien (dalam hal ini mahasiswa perlu bersikap dan bertingkah laku etis dengan klien), identifikasi masalah, dan melakukan analisis hukum. Sedangkan bilamana mahasiswa praktik di kejaksaan maka mahasiswa akan menerima pelimpahan perkara dari polisi ke kejaksaan, melakukan telaah untuk menentukan apakah berkas tersebut sudah mencukupi untuk ditindak lanjuti ke tahap dakwaan dan tuntutan, ataukah harus dikembalikan lagi berkasnya ke kepolisian untuk dilengkapi? Demikian pula selanjutnya dalam tahap dakwaan ataupun dalam tahap tuntutan mahasiswa melakukan aktivitas pembuatan surat dakwaan dan hadir dipersidangan dalam proses penuntutan (mahasiswa harus mengerti tahapan beracara di kejaksaan, mulai tatacara penerimaan perkara sampai tahap tuntutan di pengadilan).

Tujuannya: Mahasiswa memiliki kemampuan praktis dalam kapasitas tertentu seperti halnya penegak hukum, institusi-institusi kenegaraan, istitusi- institusi sosial kemasyarakatan (para pegiat sosial kemasyarakatan profesional), dan sebagainya.

Selanjutnya komponen yang lain adalah Replexion. Materi yang diujikan adalah berbagai aktivitas exprential component (sesuai dengan klinik yang dilakukan dan tempat dimana exprential component dilaksanakan).

Metode pengujian dengan cara:

1. Mahasiswa diberikan kesempatan untuk mempresentasikan jurnal kegiatan dan aktivitas praktik dengan menunjukkan hasil kegiatan nyata (bisa berupa laporan kegiatan mingguan atau bulanan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tertentu; misalnya setelah menghadiri sidang, setelah melakukan wawancara dengan klien). Selanjutnya dosen mewawancarai dan memberikan kritik dan saran.

2. Mewawancarai mahasiswa tentang apa yang menurut mereka telah mereka lakukan dengan baik, hal-hal apa yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kemampuannya, bagaimana pendapat mahasiswa tentang penerimaan klien terhadap mereka.

3. Diskusi kelas tentang permasalahan-permasalahan yang mereka temukan dalam praktik, selanjutnya dosen akan memberikan pertanyaan dan arahan.

20

Tujuannya adalah untuk mengetahui keseriusan, kemampuan hard skill dan soft skill mahasiswa.

20 Kimberley Amrosse,‖Methode for Reflection, disampaikan dalam UW Clinical Legal Education di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta 15-17 Maret 2012.

(16)

142

Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penguatan Klinik Hukum Di Indonesia

Pendidikan hukum klinis menekankan pentingnya nilai-nilai keadilan sosial diberikan pada mahasiswa klinik dengan harapan lulusan tersebut ke depannya dapat membantu terciptanya hukum dan penegakkan hukum yang memiliki nuansa keadilan sosial. Penekanan keadilan sosial dalam klinik hukum telah berkembang di Amerika Serikat. Pendidikan hukum di Amerika Serikat sangat dekat dengan bantuan hukum (legal aid) dengan tujuan untuk memberikan sentuhan nilai-nilai keadilan sosial bagi lulusan fakultas hukum.

Selanjutnya ada berbagai model pendidikan klinik yang berkembang dewasa ini, diantaranya:

1. In-house clinic, yaitu kegiatan klinik yang dilakukan di dalam kampus disupervisi oleh dosen dalam hal memberikan bantuan hukum.

2. External atau ―Field‖ clinic, yaitu kegiatan klinik dilakukan di luar kampus (di kantor advokat, kejaksaan, pengadilan, lembaga legislatif, konsultan hukum, di kelompok masyarakat tertentu, dan sebagainya) disupervisi oleh para profesional atau oleh dosen atau dosen dan para profesional secara bersama-sama.

3. Hybrid clinic, merupakan program kombinasi antara model in house clinic dengan externship models (persiapan dilakukan di kampus dan praktik dilakukan di luar kampus) dengan disupervisi oleh dosen dan para profesional.

21

4. Pendidikan Hukum Klinis Sebagai Solusi Pembentukan Sistem Peradilan Pidana yang Berkeadilan Sosial (Mencermati Pendidikan Klinik Hukum Pidana di FH Udayana)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sistem hukum di Indonesia, baik dalam hal produk hukumnya (hukum substantif), struktur hukumnya, maupun kultur hukumnya, namun tujuan tersebut sampai saat ini dirasakan belum mendapatkan hasil yang menggembirakan.

22

Hal ini juga terjadi dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Di atas telah dinyatakan bahwa salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memperbaiki sumber daya manusia. Kemampuan yang dimiliki oleh sumber daya tersebut menjadi syarat utama untuk ditingkatkan, baik kemahiran hukumnya (hard skill) maupun pemahaman nilai-nilai luhur yang akan menentukan prilaku dari sumber daya tersebut (soft skill). Untuk dapat tercapainya tujuan tersebut tidak ada upaya instan yang bisa dilakukan, hal ini membutuhkan suatu sistem yang terstruktur.

Pendidikan adalah sarana yang tepat, karena pendidikan merupakan suatu sistem yang tersturktur untuk melakukan perubahan. Pendidikan dewasa ini bukan merupakan sarana memberikan pelajaran saja (kognitif) , tetapi juga menyangkut pemberian ketrampilan (skill) dan sikap (afektif). Dengan demikian dalam upaya

21 CLEA,Hand Boek for New Clinical Teacher April 2013, <https://www.law.msu.edu/

clinics/ conf/CLEA2013CliniciansHandbook.pdf>.

22 Lawrence M. Friedman, The Legal System : A social science Perspective, (New York:

Russel Sage Foundation, 1975), hlm. 10-16.

(17)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

143

untuk meningkatkan kualitas hukum Indonesia, tiada jalan lain selain memberikan pendidikan hukum yang baik dan tepat pada masyarakat, terutama bagi mahasiswa fakultas hukum. Jadi pendidikan hukum yang ada dewasa ini perlu disempurnakan.

Pendidikan hukum kita memiliki beban berat untuk membentuk sarjana hukum yang memiliki kompetensi sesuai dengan lapangan pekerjaan yang diharapkan. Selain kemampuan teoritis dan praktis, mereka juga diharapkan dapat membantu masyarakat baik sebagai pencerah hukum ataupun sebagai praktisi yang perduli pada masyarakat yang lemah, baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi. Oleh karena itulah pendidikan hukum klinis menjadi salah satu solusi yang perlu dicoba untuk dijadikan mata kuliah dalam kurikulum fakultas hukum.

Sangat tepat untuk menjadikan pendidikan hukum klinis menjadi salah satu solusi yang ditawarkan. Sebagaimana telah diuraikan di atas pendidikan hukum klinis tidak saja menawarkan cara untuk meningkatkan kemahiran hukum tetapi juga memasukkan nilai-nilai keadilan sosial sebagai substansi wajib dalam muatan materi perkuliahan. Bahkan pendidikan hukum klinis meletakkan unsur afektif sebagai inti atau yang terdepan dari perkuliahan tersebut.

Pendidikan hukum klinis sebenarnya telah diperkenal di Indonesia sejak tahun 1972, namun pendidikan ini belum dapat diterima dengan baik.

23

Setelah lama tidak diajarkan, pendidikan ini kembali diperkenalkan, salah satunya melalui program yang diluncurkan oleh The Asian Foundationdengan nama Educating, Equipping for Tomorrow Justice Reformer (E2J pada awal tahun 2012). Program ini melibatkan pada awalnya 8 (delapan) Fakultas Hukum dari Universitas Negeri. FH Udayana sebagai salah satu peserta program tersebut disamping Fakultas hukum Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Sumatra Utara, Universitas Sriwijaya, Universitas Hasanudin. Namun diakhir perjalanan program, Universitas Airlangga mengundurkan diri.

Dari program ditawarkan untuk mengikuti lima macam klinik, diantaranya adalah klinik hukum perdata, klinik hukum pidana, klinik lingkungan, klinik perempuan dan anak, dan klinik anti korupsi. Fakultas hukum Universitas Udayana memutuskan untuk menyelenggarakan 4 (empat) klinik saja, yaitu klinik hukum perdata, klinik hukum pidana, klinik lingkungan, klinik anti korupsi.

Klinik hukum-klinik hukum ini mulai dilaksanakan sebagai pilot projectpada bulan September 2012.

Dalam perkembangannya fakultas hukum universitas Udayana menambah dua klinik baru, yaitu klinik Perancangan Kontrak, dan Klinik Perancangan Perundang-undangan Daerah. Dua klinik yang baru ini masih dalam tahap perkenalan dan baru mulai menerima mahasiswa pada semster genap 2015/2016.

Pendidikan hukum klinis di Fakultas Hukum universitas Udayana menggunakan model Hybride, yaitu sebagian dilakukan di kelas dan sebagian

23 Pendidikan hukum klinis bahkan telah dirancang di FH UNPAD sejak tahun 1969.

Menurut Mochtar Kusumaatmaja pendidikan hukum klinis yang dipersiapkan meliputi, pendidikan pra pengacara, pra penuntut umum, dan pra hakim. Pendidikan ini disatukan dalamsatu satuan pendidikan klinis bidang peradilan. Mochtar Kusumaatmaja, Op. Cit., hlm. 14 -17.

(18)

144

Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penguatan Klinik Hukum Di Indonesia

lainnya dilakukan di tempat praktik di luar kampus. Pendidkan hukum klinis memiliki bobot 2 (dua) satuan kredit semester (SKS), dibagi dalam tiga tahap pelaksanaan. Tahap pertama adalah planning component yang dilakukan di kelas dengan pemberian materi persiapan untuk praktik. Komponen ini mengambil waktu 30 % dari seluruh masa perkuliahan. Tahap ke-dua adalah exprential component; dalam tahap ini mahasiswa akan melakukan praktik di tempat yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya dengan mahasiswa (mahasiswa diberikan memilih satu tempat praktik, dari beberapa tempat yang telah ditentukan terlebih dahulu). Durasi praktik adalah 60% dari keseluruhan waktu perkuliahan. Terakhir adalah refleksi yang memiliki porsi 5% dari lamanya waktu perkuliahan.

Klinik Hukum Pidana di Universitas Udayana dilakukan mengikuti pola yang yang sama dengan klinik yang lain. Dalam menentukan keberhasilan pendidikan maka perencanaannya selalu memperhatikan tujuan pendidikan, kurikulum pendidikan yang merefleksikan tujuan yang hendak dicapai, dan pemilihan lokasi praktik yang diharapkan mampu mendukung tercapainya tujuan yang dikehendaki dan nilai-nilai yang diutamakan. Oleh karena itu penyusunan rencana pembelajaran sangat perlu untuk memperhatikan mengapa kita mengajar, siapa yang diajar, apa yang kita ajar,bagaimana kita mengajar.

Pembuatan rencana pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan topik/subyek yang akan diajarkan, sasaran yang akan didapat mahasiswa, materi yang perlu disampaikan, sarana pendukung proses pembelajaran, metode evaluasi yang akan dilakukan. Subyek yang hendak disampaikan tentu saja disesuaikan dengan keperluan klinik hukum pidana, yaitu ilmu hukum pidana dan praktik hukum pidana. Sasaran yang hendak dicapai adalah mahasiswa setelah selesai mengikuti pendidikan klinik hukum diharapkan memiliki keakhlian dan kemahiran dalam penegakkan hukum pidana. Selanjutnya,metode pembelajaran yang dilakukan di kelas adalah dengan metode pendidikan modern, yaitu diskusi kecil, brain storming, pair and share, dan Problem Based Learning. Sementara itu untuk praktik disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Sarana pendukung tentunya literatur, power point, flip chart, klien asli/atau klien yang diperankan oleh mahasiswa dalam role play di kelas. Evaluasi dilakukan dengan mengharuskan mahasiswa membuat jurnal kegiatan yang dilanjutkan dengan tanya jawab, dan akhirnya bersama-sama mengkritisi persoalan-persoalan yang dihadapi di lapangan sebagai masukkan, baik untuk institusi tempat praktik ataupun untuk metode pembelajarannya.

Hal lain yang sangat penting diperhatikan adalah pilihan tempat praktik.

Klinik Hukum Pidana Fakultas hukum universitas Udayana memilki pilihan tempat praktik yang memiliki visi keadilan sosial. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka tempat praktik yang merupakan bagian exprential componentdiharapkan dilaksanakan di lembaga-lembaga, seperti:

 Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan layanan bantuan hukum (litigasiatau non-litigasi) kepada kaum tidak mampu.

 Lembaga yang melakukan advokasi untuk kepentingan masyarakat miskin

atau masyarakat lemah, masyarakat yang secara ekonomi atau secara

kultural terpinggirkan yang hidup di suatu wilayah atau daerah tertentu;

(19)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

145

 Lembaga yang memberikan perhatian pada masyarakat yang memiliki keterbatasan, seperti tuna netra, tuna rungu, cacat jasmaniah

 Lembaga yang memiliki program yang berhubungan dengan masyarakat rentan dan terpinggirkan, misalnya mendampingi perempuan dan anak- anak yang menjadi korban karena sistem hukum atau proses hukum tertentu;

 Lembaga yang memperhatikan dan memberikan penyuluhan hukum kepada para terpidana di Lapas;

 Lembaga yang memantau sertamenganalisis persidangan kasus korupsi;

 Lembaga yang melaksanakan penyuluhan tentang topik-topik yang berkeadilan sosial seperti tersebut di atas kepada murid SMA atau kelompok masyarakat yang memerlukan penjelasan tentang permasalahan hukum tertentu.

Dengan memperhatikan hal-hal seperti itu maka sudah tepat bilamana yang menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan klinik hukum pidana fakultas hukum universitas udayana adalah kejaksaan dan LBH Bali. Kejaksaan dipandang sebagai lembaga penegak hukum yang bertugas melakukan penuntutan, sedangkan LBH Bali adalah lembaga bantuan hukum yang profesional dan memiliki visi keadilan sosial yang kuat.LBH Bali adalah bagian dari YLBHI yang merupakan organisasi payung. YLBHI adalah suatu lembaga swadaya masyarakat yang terkenal karena keberpihakannya pada masyarakat lemah dan memiliki semangat yang sangat kuat dalam memberikan bantuan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu

Lembaga kejaksaan dan LBH Bali diharapkan akan dapat meningkatkan ketrampilan hukum dan membentuk mental lulusan Fakultas Hukum Universitas Udayana yang memiliki kepekaan akan keadilan sosial. Sehingga bilamana mereka menjadi penegak hukum diharapkan akan menjadi justice reformers, mendukung terciptanya sistem peradilan pidana yang berkeadilan sosial di masa yang akan datang.

5. Penutup

Pendidikan hukum klinis sudah sepatutnya dikembangkan lebih lanjut di berbagai fakultas hukum Indonesia. Pendidikan hukum klinis secara substansial dapat menjadi jembatan bagi pendidikan yang bersifat teoritis, praktis dan beretika. Demikian pula secara teknis metode pengajaran pendidikan hukum klinis telah menggunakan metode pembelajaranyang sesuai dengan Kurikulum berbasis Kompetensi. Pendidikan dengan metode pengajarana modern yang bersifat interaktif dan reflektif akan memberikan kualitas lulusan yang mampu bersaing di bursa kerja.

Pendidikan hukum klinis di FH Udayana dilaksanakan dengan terencana, terstruktur dan sistimatis walaupun dalam suasana yang serba berkekurangan.

Fasilitas yang serba terbatas dan sumber daya pengajar yang baru mulai

belajartidak menyurutkan langkah untuk bersyukur dan tetap selalu berbenah.

(20)

146

Peran Organisasi Masyarakat Sipil Dalam Penguatan Klinik Hukum Di Indonesia

Daftar Pustaka

Amrosse, Kimberley. ‖Methode for Reflection, disampaikan dalam UW Clinical Legal Education di Hotel Melia Purosani, Yogyakarta 15-17 Maret 2012.

Arief, Barda nawawi. ―Pembaharuan/Rekonstruksi Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Hukum Pidana dalam Konteks Wawasan Nasional‖, Makalah disampaikan dalam Kongres ASPEHUPIKI dan Seminar

―Pengaruh Globalisasi Terhadap Hukum Pidana dan Kriminologi Menghadapi Kejahatan Transnasional‖, Hotel Savoy Homann, Bandung, 17 Maret 2008.

Atmasasmita, Romli, Sistem Peradilan Pidana, Bandung : Binacipta, 1996.

BABSEA , ‖About Clinical Legal Education (CLE, <https://www.babseacle.org/

clinical-legal-education > .

Berbec, Mariana-Rostas, Clinical Legal Education: General Overview, First Southeast Asian Clinical Legal Education Teachers' Training. January 30 – February 3, 2007. Manila, Philippines, <www.soros.org/initiatives /justice /focus/ legal.../clinic_20070206.pdf > .

CLEA, Hand Boek for New Clinical Teacher April 2013,

<https://www.law.msu.edu/clinics/conf/CLEA2013Clinicians Handbook.pdf>.

Friedman, Lawrence M.. The Legal System: A social science Perspective, New York : Russel Sage Foundation, 1975.

FSG Australia, <http://www.fsg.org.au/about-us/social-justice/>.

Juwana,Hikmahanto. ―Pendidikan Hukum di Indonesia dalam Menghadapi Dekade Mendatang‖, dalam buku‖ Mardjono Reksodipoetro : Pengabdian Seorang Guru Besar Hukum Pidana‖, (Jakarta Bidang Studi Hukum Pidana FH UI, Sentra HAM FH UI, Badan Penerbit FH UI, 2007.

Kusumaatmadja, Mochtar. Pembaharuan Pendidikan Hukum dan Pembinaan Profesi. (Bandung: Binacipta, 1975).

National Pro-Bono Resource Centre, Australia, <https://wic041u.server- secure.com/vs155205_secure/CMS/files_cms/Occ_1_What%20is%20Social

%20Justice_FINAL.pdf >.

New York State Judicial InstitutePartners in Justice:A Colloquium on Developing Collaborations Among Courts, Law School Clinical Programs and the Practicing Bar. Introduction to Clinical Legal Education ‖.

Packer, Herbert L. The Limit of Criminal Sanction, dari bahan bacaan wajib mata

kuliah Sistem Peradilan Pidana pada Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum

Universitas Indonesia: Pusat Dokumentasi Hukum Universitas Indonesia

1993.

(21)

Peran Para ‘Reformis Keadilan’ Dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia

147

Quigley, William P,‖Introduction to Clinical Teaching for The New Clinical Law Professor: A Fiew from the Fisrt Floor‖,Associate Professor of Law at Loyola University School of Law and Director of the Loyola Law Clinic.

Reksodipoetro, Mardjono. ―Catatan tentang Kurikulum Baru Fakultas Hukum‖.

Disampaikan dalam Lokakarya Pendidikan Hukum yang diselenggarakan oleh FH Udayana, 9 -10 Agustus 1993.

Utomo, Tomy Suryo. ―Bahan Ajar Klinik (Teaching Materials)”. Bahan

Workshop di FH Udayana.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja maupun kepuasan kerja karyawan, hal ini disebabkan karena keunggulan dari budaya organisasi adalah

Hal serupa dijelaskan oleh informan lainnya menjelaskan bahwa tradisi jati suara pada pesta khitanan di Desa Darmasari Kecamatan Sikur dimulai dari dulu yaitu dari

Luas lahan tersedia hasil analisis WLC yang menunjukkan angka lebih dari dua kali lipat areal lahan sawah aktual menunjukkan bahwa pada kondisi dimana kriteria kesesuaian

Dalam satu perusahaan tidak diperkenankan lebih dari 1 (satu) mahasiswa melakukan Kerja Praktek dengan materi yang sama pada semester yang sama.. Tempat kerja

Selanjutnya dari minat baca diharapkan dapat bertumbuh terus dalam arti dari minat baca kemudian berkembang menjadi kebiasaan membaca bagi seluruh lapisan mahasiswa.. Lebih

Sehingga dapat disimpulkan dari hasil penelitian pada usaha Toko Krisna Karya sebaiknya menggunakan strategi SO yakni dengan memanfaatkan peluang serta kekuatan dari semua

mereka berkata: &#34;Janganlah kamu merasa takut; (Kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari Kami berbuat zalim kepada yang lain; Maka