• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI TANAH PADA LAHAN TEGALAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSERVASI TANAH PADA LAHAN TEGALAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI TANAH PADA LAHAN TEGALAN

Ai Dariah

Balai Penelitian Tanah, Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor dan Anggota MKTI PENDAHULUAN

Erosi merupakan penyebab utama penurunan produktivitas lahan kering, terutama yang ditanami tanaman semusim. Oleh karena itu, pemberdayaan lahan tegalan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan nasional sulit diharapkan keberlanjutannya, bila aplikasi teknik konservasi pada area ini tidak diperhatikan.

Tidak seperti lahan sawah yang dapat berfungsi sebagai filter sedimen, lahan tegalan justru seringkali berperan sebagai penghasil sedimen. Hasil pengukuran di berbagai tempat (dikutip dari berbagai laporan) menunjukkan bahwa pada budidaya tanaman pangan semusim tanpa disertai konservasi tanah, besarnya erosi yang terjadi >40 t/ha/tahun (Sukmana, 1994; 1995). Erosi bukan hanya mengangkut lapisan tanah, namun juga mengangkut hara dan bahan organik, baik yang terkandung di dalam tanah maupun yang berupa input pertanian.

Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang diakibatkan oleh proses erosi maupun pengolahan tanah yang intensif, juga seringkali menjadi penyebab penurunan produktivitas lahan tegalan. Oleh karena itu berbagai tindakan yang dapat menekan erosi, mempertahankan/

meningkatkan kadar bahan organik tanah, dan mengurangi dampak negatif dari pengolahan tanah, merupakan usaha yang diperlukan dalam pelestarian lahan tegalan sebagai salah satu sumberdaya lahan pangan.

Paper ini menguraikan berbagai pilihan tindakan konservasi tanah yang dapat diaplikasikan pada lahan tegalan.

PENGENDALIAN EROSI PADA LAHAN TEGALAN

Tanaman semusim pada lahan kering idealnya ditanam pada lereng <8%. Untuk lereng antara 8-15% hanya layak ditanami tanaman semusim bila kondisi tanahnya cukup baik, misalnya solumnya sedang- dalam dan tanahnya tidak peka erosi. Pada tanah bersolum dangkal atau lapisan bawah permukaannya terlalu padat, sebaiknya penanaman tanaman semusim dibatasi hanya pada lereng <8%. Lahan dengan tanah bersolum sedang-dalam dengan lereng 15-40%, penanaman tanaman semusim masih dapat dilakukan, namun harus dikombinasikan dengan tanaman tahunan. Proporsi tanaman tahunan harus semakin besar dengan

(2)

semakin tingginya kemiringan lahan. Selain proporsi tanaman, penerapan teknik konservasi tanah juga harus dilakukan.

Perlu disadari bahwa sangat sulit untuk menekan erosi dari suatu lahan budidaya sampai level 0 (tanpa erosi). Target yang harus dicapai adalah menekan erosi sampai di bawah erosi yang dapat dibiarkan (tolerable soil loss/TSL). Kisaran ambang batas erosi yang dapat ditoleransi adalah 1,1-13,5 ton/ha/tahun tergantung sifat tanah dan substratanya (Thompson dalam Arsyad, 2000). Untuk menekan erosi sampai di bawah ambang batas TSL, beberapa jenis teknik konservasi dapat diterapkan pada lahan tegalan. Namun demikian untuk mendapatkan hasil yang optimum, berbagai persyaratan untuk penerapan suatu jenis teknik konservasi harus diperhatikan (Puslitbangtanak, 2004, Agus et al., 1999).

Secara garis besar teknik konservasi dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu teknik konservasi vegetatif dan mekanik (sipil teknis).

Untuk mencapai hasil yang maksimum dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, aplikasi dari kedua metode ini sebaiknya tidak dipisahkan (Dariah et al., 2004, Santoso et al., 2004). Sebagai contoh, teras (bangku atau gulud) yang tergolong tindakan mekanis, akan dapat berfungsi secara maksimal bila dilengkapi tanaman penguat teras.

a. Metode Vegetatif

Konservasi tanah vegetatif merupakan semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum yang menjalar, semak perdu atau pohon, maupun rumput- rumputan dan tumbuh-tumbuhan lainnya, serta sisa-sisa tanaman yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Manfaat lain dari metode konservasi vegetatif adalah dapat mendukung sistem pengelolaan bahan organik, karena semua tindakan konservasi vegetatif dapat berperan sebagai penghasil bahan organik. Kalaupun tanaman konservasi digunakan sebagai pakan ternak, tidak berarti mengubah fungsinya sebagai penghasil bahan organik bila pupuk kandang dikembalikan ke lahan, bahkan perpanjangan rantai ini akan memperbaiki kualitas bahan organik yang dihasilkan.

Beberapa contoh teknik konservasi yang tergolong sebagai metode konservasi vegetatif adalah pemilihan dan pengaturan pola tanam, penanaman tanaman penutup tanah, penggunaan tanaman/sisa tanaman sebagai mulsa, sistem alley copping (budidaya lorong), strip rumput, dan wanatani (agroforestry).

Penanaman penutup tanah/pupuk hijau seperti Cayanus cayan (gude), Mucuna sp. (benguk), kacang tunggak, atau komak sesudah tanaman pangan, merupakan pengaturan pola tanam yang bisa berdampak

(3)

positif terhadap perbaikan kesuburan kimia dan biologi serta sifat fisik tanah.

Hijauan yang dihasilkan tanaman penutup atau tanaman konservasi lainnya seperti tanaman pagar atau strip, serta sisa tanaman dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang mana penggunaan mulsa mempunyai beberapa keuntungan (Undang Kurnia et al., 2004; Rachman;

2004), yaitu (i) melindungi tanah dari pukulan air hujan; (ii) mengurangi penguapan sehingga dapat mempertahankan kelembaban udara dan suhu dalam tanah; (iii) menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah; (iv) setelah bahan mulsa melapuk, akan meningkatkan bahan organik tanah; (v) memperlambat aliran permukaan yang berdampak pada penurunan erosi. Namun demikian Sukmana (1995) menyatakan bahwa dalam hal penanggulangan erosi, penggunaan mulsa harus dikombinasikan dengan teknik konservasi yang lain.

Budidaya lorong (alley cropping) dan strip rumput) merupakan teknik konservasi vegetatif yang efektif dalam menekan erosi dan aliran permukaan (Tabel 1). Prinsip dari kedua teknik konservasi ini adalah sama, yaitu menanam tanaman konservasi dengan mengikuti garis kontur, jarak antar barisan tanaman konservasi ditentukan oleh kemiringan lahan (semakin miring jaraknya semakin rapat). Perbedaannya terletak pada jenis tanaman konservasi yang dipilih. Pada sistem alley cropping, jenis tanaman yang digunakan sebagai tanaman konservasi adalah tanaman legume pohon atau perdu, sedangkan pada sistem tanaman strip adalah tanaman rumput dan sejenisnya misalnya akar wangi (Vetiver).

Tabel 1. Peranan sistem alley cropping dan strip rumput dalam menekan erosi pada tanah Haplorthox Citayam

Tanaman pagar/strip Tanaman

Pangan

Erosi

(t/ha) Sumber Flemingia congesta jarak 4m, 1 baris

Flemingia congesta jarak 4m, 2 baris Flemingia congesta jarak 6m 2 baris Vetiver grass jarak 4m, 1 baris Vetiver grass jarak 4m, 1 baris

jagung 14,3 6,2 8,1 14,3 5,1

Dariah et al,1988

Flemingia congesta jarak 4m, 1 baris Flemingia congesta jarak 4m, 2 baris Flemingia congesta jarak 6m, 2 baris

Jagung//

kacang tanah

4,85 1,31 0,45

Erfandy et al.,

1989 b. Metode sipil teknis (Mekanik)

Semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi serta meningatkan kelas kemampuan tanah disebut sebagai metode konservasi secara sipil teknis/mekanik. Beberapa contoh

(4)

0 10 20 30 40 50 60

1988/89 1989/90 1990/91 1992/92 1992/93 1993/94

Tahun

Erosi (ton/ha)

Teras bangku Teras gulud Teras kridit

metode konservasi mekanik adalah berbagai macam teras (bangku, gulud, kebun, individu), rorak, pembuatan berbagai macam saluran pembuangan air, dan saluran drainase lainnya.

Teras bangku merupakan metode konservasi mekanik yang telah banyak diaplikasikan petani di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.

Metode ini sangat efektif untuk mencegah erosi dan aliran permukaan.

Kelemahannya tidak dapat diterapkan pada semua kondisi lahan, misalnya pada tanah bersolum dangkal. Teknik konservasi ini juga tergolong mahal, sehingga sulit diterapkan petani tanpa disertai subsidi dalam pembuatannya. Jenis teras yang pembuatannya relatif murah adalah teras gulud, namun efektivitasnya dalam menahan erosi tidak sebaik teras bangku, kecuali bila diperkuat dengan tanaman konservasi.

Penanaman tanaman konservasi, baik tanaman legum pohon/semak atau rumput dengan mengikuti kontur, juga dapat membentuk teras secara bertahap, dan dikenal sebagai teras kredit. Gambar 2 menunjukkan efektivitas dari ketiga jenis teras dalam mencegah erosi.

Gambar 2. Erosi pada berbagai jenis teras pada tanah Eutropept di Ungaran, Jawa Tengah selama 6 tahun (Haryati et al., 1995)

c. Olah tanah Konservasi

Setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh cara atau metode pengolahan tanah. Perubahan sifat tanah akibat pengolahan tanah juga berhubungan dengan seringnya tanah dalam keadaan terbuka, terutama antara 2 musim tanam, sehingga menjadi lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah (Pankhurst and Lynch, 1993).

(5)

Olah tanah konservasi (OTK) menjadi alternatif penyiapan lahan yang dilaporkan dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi (Brown et al., 1991; Wagger dan Deton, 1991, Suwardjo et al., 1989).

Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan terjadinya penurunan hasil tanaman akibat olah tanah konservasi (Swan et al., 1991; Ketcheson dalam Rachman et al., 2004) atau tidak mempengaruhi hasil tanaman (Rao dan Dao dalam Rachman et al., 2004). Hal yang menentukan keberhasilan olah tanah konservasi adalah pemberian bahan organik dalam bentuk mulsa yang cukup (Rachman et al., 2004). Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju pemadatan tanah.

Beberapa cara pengolahan tanah yang memenuhi kriteria sebagai OTK di antaranya adalah tanpa olah tanah (Zero tillage), olah tanah seperlunya (reduced tillage), dan olah tanah strip (strip tillage). Aplikasi dari ketiga jenis OTK tersebut harus selalu disertai dengan penggunaan mulsa organik. Selain berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah seperti kandungan bahan organik, struktur tanah (kegemburan dan porositas), aplikasi OTK juga dapat menghemat tenaga kerja.

Pengaruh positif dari sistem olah tanah konservasi terhadap sifat- sifat tanah, berdampak juga terhadap erosi yang terjadi. Hasil penelitian Suwardjo pada tanah Ultisol Lampung dan Oxisol Citayam menunjukkan pengaruh beberapa cara pengolahan tanah terhadap erosi yang terjadi (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh pemberian mulsa terhadap erosi

Jenis tanah dan perlakuan Erosi pada tahun (ton/ha) Tropudult. Lampung, lereng 3,5% 1979 1980 1982 Bera (tanpa tanaman)

Tanpa mulsa, diolah, ditanami Dengan mulsa, olah tanah minimum, ditanami

97,8 2,4 0,3

144,5 7,1 0,3

102,8 39,7 0 Haplorthox Citayam (Bogor), lereng 14% 1980 1981 1982 Bera (tanpa tanaman)

Tanpa mulsa, diolah, ditanami

Dengan mulsa, olah tanah minimum, ditanami

482,8 218,8 24,5

440,7 227,2 3,8

Td 108,6 2,9 Sumber: Suwardjo et al., 1989

Keterangan Td=tidak ada data

PENUTUP

Erosi merupakan penyebab utama terjadinya degradasi lahan tegalan, oleh karena itu aplikasi teknik konservasi tanah merupakan prasyarat utama tercapainya keberlajutan usahatani pada ekosistem ini.

(6)

Penerapan teknik konservasi tanah dengan mengurangi derajat kemiringan lahan dan panjang lereng merupakan salah satu cara terbaik mengendalikan erosi. Hal ini dapat ditempuh dengan menggunakan metode konservasi tanah baik secara mekanik maupun vegetatif. Pada prakteknya, metode konservasi tanah mekanik dan vegetatif sulit untuk dipisahkan, karena penerapan metode konservasi tanah mekanik akan lebih efektif dan efisien bila disertai dengan penerapaan metode vegetatif.

Sebaliknya, meskipun penerapan metode vegetatif merupakan pilihan utama, namun perlakuan fisik mekanis seperti pembuatan saluran pembuang air masih tetap diperlukan.

Pengolahan tanah merupakan komponen penting dalam kegiatan usaha tani, khususnya usaha tani tanaman semusim. Pengolahan tanah utamanya ditujukan untuk menyiapkan atau menciptakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimum. Namun demikian, pengolahan tanah secara berlebih dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, diantaranya terjadinya penghancuran struktur tanah. Olah tanah konservasi merupakan suatu metode pengolahan tanah dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, sehingga dampak negatif dari pengolahan tanah dapat ditekan sekecil mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. A. Abdurachman, A. Rachman, S.H. Talao’ohu, A. Dariah, B.R.

Prawiradiputra, B. Hafif, dan S. Wiganda. 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Penendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Departemen Kehutanan.

Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Brown, R.E, J.L. Havlin, D.J. Lyons, C.R. Fenster, and G.A. Peterson. 1991. Long- term tillage and nitrogen effects on wheat production in a wheat fallow rotation. p. 326 In Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA, Denver Colorado, Oct 27 – Nov 1, 1991.

Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro. 2004. Teknologi Konservasi Mekanik. Hlm. 109-132 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Haryati, U., Haryono, dan A. Abdurachman. 1995. Pengendalian erosi dan aliran permukaan serta produksi tanaman pangan dengan berbagai teknik konservasi pada tanah Typic Eutropepts di Ungaran, Jawa Tengah.

Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 13: 40-50.

Pankhurst, C.E., and J.M. Lynch. 1993. The role of soil biota in sustainable agriculture. p 3-9. In C.E. Pankhurst, B.M. Doube, V.V.S.R. Gupta, and

(7)

P.R. Grace (Eds.) Soil Biota: Management in Sustainable Farming Systems. CSIRO Press, Melbourne, Australia.

Puslitbangtanak. 2004. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Badan Litbang Pertanian. Departemen pertanian.

Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Olah Tanah Konservasi. Hlm.

189-210 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

Santoso, D., J. Purnomo, I G. P. Wigena, dan E. Tuherkih. 2004. Teknologi konservasi vegetatif. Olah Tanah Konservasi. Hlm. 77-108 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.

Departemen Pertanian.

Sukmana, S. 1995. Teknik konservasi tanah dalam penanggulangan degradasi tanah pertanian lahan kering. Hlm. 23-42 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Pulittanak. Badan Litbang Pertanian.

Sukmana, S. 1994. Budidaya lahan kering ditinjau dari konservasi tanah. Hlm.

25-39 dalam Prosiding Penanganan lahan Kering Marginal Melalui Pola Usahatani Terpadu. Jambi 2 Juli 1994. Puslittanak. Badan Litbang Pertanian.

Suwardjo, H., A. Abdurachman, and S. Abujamin. 1989. The use of crop residue mulch to minimize tillage frequency. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 8:

31-37.

Swan, J.B., W.H. Paulson, A.E. Peterson, and R.L. Higgs. 1991. Tillage-redisue management effetcs on seedbed physical conditions corn growth and yield. p. 343. In. AgronomyAbstract. Annual Meetings, ASA, CSSA, and SSSA, Denver Colorado, Oct. 27 – Nov. 1, 1991.

Undang Kurnia, Sudirman, dan H. Kusnadi. 2004. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan. Hlm. 147-182 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Wagger, M.G., and H.P. Denton. 1991. Consequences of continuous and alternating tillage regimes on residue cover and grain yield in a corn- soybean rotation. p. 344 In Agronomy Abstracts. Annual Meetings ASA, CSSA, and SSSA, Denver Colorado, Oct 27 – Nov 1, 1991.

Gambar

Tabel 1.   Peranan sistem alley cropping dan strip rumput dalam menekan  erosi pada tanah Haplorthox Citayam
Gambar 2. Erosi pada berbagai jenis teras pada tanah Eutropept di  Ungaran, Jawa Tengah selama 6 tahun (Haryati et al., 1995)
Tabel 2.  Pengaruh pemberian mulsa terhadap erosi

Referensi

Dokumen terkait

(gagasan utama dan informasi rinci) Ungkapan baku yang digunakan dalam (a) resep dan (b) manual, dari sumber- sumber otentik.. Menyebutkan bahan dan/atau peralatan (jika

Memberikan jawaban dengan gagasan baru, proses perhitungan dan hasilnya benar keluwesan 1 Tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban yang salah Soal dapat dikerjakan

bagian/ struktur atau sistem tubuh: Sumber : -genetik atau -kelainan dalam perkembangan, -infeksi, -keracunan, -malnutrisi atau ketidakseimbangan nutrisi,

Tujuan invensi ini adalah untuk pemanfaatan dari buah jeruk siam Pontianak dan kulit jeruk siam dalam mengembangkan informasi dan inovasi keterampilan pengolahan produk

01 Fasilitasi, Koordinasi, Pembinaan dan Pengawasan, Serta Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan pada Kawasan Sumberdaya Alam Yang Mencakup Kawasan

Berkaitan dengan masalah tersebut, maka akan diteliti apakah sumur resapan merupakan solusi yang dapat diandalkan utuk menjawab masalah krisis air tanah di DKI Jakarta.. Pertanyaan

Berangkat dari permasalahan di atas, maka tulisan ini hadir untuk membandingkan metode yang diusung ulama Muslim kontemporer, yaitu hermeneutika dan metode ta’wi &gt; l

Distribusi normal banyak digunakan dalam hidrologi untuk menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah hujan tahunan, debit rata-rata