• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Produk dan Kualitas

Produk didefinisikan sebagai suatu hasil proses yang akan ditawarkan ke pasaran (market). Sedangkan Kualitas didefinisikan sebagai suatu konsep yang luas yang mencakup tingkat kesempurnaan atau kesesuaian dengan spesifikasi atau standar perbandingan yang dapat diukur sehingga hasilnya dapat ditunjukkan secara konsisten. Menurut beberapa ahli pengertian produk dan kualitas sebagai berikut : Menurut Kotler Philip (1997) Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kedalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Sedangkan kualitas menurut Kotler Philip (1997) adalah keseluruhan arti serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat.

Fogeinbaum (1991) mengemukakan kualitas adalah keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dalam pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan dapat memenuhi harapan pelanggan.

Achyari (1983) mengemukakan kualitas sebagai jumlah atribut atau sifat – sifat sebagaimana dideskripsikan dalam produk dan jasa yang bersangkutan, sehingga dengan demikian termasuk dalam kualitas ini adalah daya tahan, kenyamanan pemakaian, daya guna dan sebagainya.

Sedangkan menurut ISO 8402 dan Standar Nasional Indonesia ( SNI ) kualitas

(2)

memuaskan kebutuhan pelanggan baik yang dinyatakan secara tegas maupun yang tersamar.

2.2 Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas (Quality Control) adalah aktivitas yang dilakukan untuk menjaga kesesuaian / kesempurnaan produk , yang dihasilkan berdasarkan inspeksi untuk menerima produk yang memenuhi syarat dan menolak produk yang tidak memenuhi syarat (defect). Cacat (defect) adalah semua kejadian atau peristiwa dimana produk atau proses gagal memenuhi kebutuhan pelanggan. Secara konvensional kualitas menggambarkan suatu karakteristik langsung dari suatu produk seperti performansi (performance), keandalan (realibility), mudah digunakan (easy of use) dan Estetika (esthetic).

Beberapa pengertian pengendalian kualitas menurut para ahli sebagai berikut : Achyari (1983) pengendalian kualitas adalah merupakan suatu aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan.

Fogeinbaum (1991) menyatakan bahwa pengendalian kualitas merupakan suatu sistem yang efektif untuk memadukan usaha-usaha pengembangan kualitas, pemeliharaan kualitas dan perbaikan kualitas dalam berbagai kelompok dalam suatu organisasi sehingga dapat menempatkan pemasaran, rekayasa, produk dan jasa pada tingkat yang paling ekonomis yang memberikan kepuasan penuh pada perusahaan.

Reksohadiprodja (1991) mengemukakan bahwa pengendalian kualitas merupakan alat

bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan,

mempertahankan kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi bahan yang rusak.

(3)

Dale (1994) pengendalian kualitas pada dasarnya menggunakan teknik dan aktivitas- aktivitas untuk mencapai, mendukung dan mengembangkan kualitas dari suatu produk dan jasa.

Bagi sebuah perusahan, kualitas produk akhir sangat dipengaruhi oleh baik buruknya proses produksi. Begitu juga yang diterapkan di PT Iron Wire Works Indonesia, terlebih lagi banyak produk yang melalui proses yang panjang sebelum produk finish good. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan adanya pengendalian kualitas dari awal operasi, proses produksi half finish, proses produksi finish good (produk akhir) baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama akan meningkatkan kualitas dan produktivitas perusahaan sehingga visi dan misi serta sasaran mutu perusahaan dapat tercapai.

Konsep Kualitas berdasarkan Pandangan Tradisional dan Modern

Secara Tradisional, para pembuat produk biasanya melakukan inspeksi terhadap produk setelah produk itu selesai dibuat dengan jalan menyortir produk yang baik dari yang jelek, kemudian mengerjakan ulang bagian – bagian produk yang cacat itu.

Dengan demikian pengertian tradisional tentang konsep kualitas hanya berfokus kepada aktivitas inspeksi untuk mencegah lolosnya produk – produk cacat ke tangan pelanggan. Kegiatan ini dipandang dari perspektif sistem kualitas modern adalah sia- sia , karena tidak memberikan konstribusi pada peningkatan kualitas.

Pada masa sekarang , pengertian dari konsep kualitas adalah lebih luas daripada

sekedar aktivitas inspeksi. Pengertian modern dari konsep kualitas adalah membangun

sistem kualitas modern. Pada dasarnya sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh

(4)

1. Berorientasi pada pelanggan.

2. Partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak dalam proses peningkatan kualitas secara terus menerus.

3. Pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas.

4. Aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan.

5. Adanya filosofi yang menganggap bahwa kualitas adalah jalan hidup.

Perlu diciptakannya kultur perusahaan yang melaksanakan proses peningkatan kualitas secara terus menerus . Di bawah ini dapat dibandingkan aplikasi konsep kualitas berdasarkan pandangan konsep tradisional dan modern.

Pandangan Tradisional

 Memandang kualitas sebagai isu teknis.

 Perbaikan kualitas dikoordinasikan oleh manajer kualitas.

 Memfokuskan kualitas pada fungsi atau departemen produksi.

 Kualitas dianggap sebagai konfirmansi terhadap spesifikasi atau standar dan membandingkan dengan spesifikasi.

 Kualitas diukur berdasarkan derajat ketidaksesuaian ( non conformance ).

 Kualitas dicapai melalui inspeksi.

 Beberapa cacat diizinkan jika memenuhi standar kualitas minimun.

 Kualitas merupakan fungsi terpisah dan berfokus pada evaluasi produksi.

 Jika kualitas tidak bagus yang disalahkan adalah pekerja.

 Hubungan dengan pemasok ( supplier ) berorientasi pada biaya dan bersifat jangka pendek.

Pandangan Moderen

 Memandang perbaikan kualitas sebagai isu bisnis.

(5)

 Usaha perbaikan kualitas diarahkan oleh manajemen puncak.

 Produk dan kualitas merupakan sasaran yang bersesuain produksivitas dapat ditingkatkan melalui perbaikan kualitas.

 Kualitas dianggap sebagai persyaratan untuk memuaskan pelanggan dan membandingkan produk dengan produk pesaing atau dengan produk terbaik ( bench marking ).

 Kualitas diukur melalui perbaikan proses/produk dan kepuasan pengguna produk atau produk secara terus menerus.

 Kualitas ditentukan melalu desain produk dan dicapai melalui teknik pengendalian yang efektif.

 Cacat atau kerusakan dicegah sejak awal melalui pengendalian proses.

 Kualitas adalah bagian dari setiap fungsi dalam semua tahap dan siklus hidup produk.

 Manajemen bertanggung jawab untuk kualitas.

 Hubungan dengan pemasok berorientasi pada kualitas dan hubungan bersifat jangka panjang.

Kualitas Berfokus pada Pelanggan

Kaoru Ishikawa adalah konsultan pada Nippon Steel, dengan semboyannya

yang terkenal saat ini. Proses berikutnya adalah pelanggan, konsep ini menimbulkan

adanya istilah pelanggan internal . Konsep ini menyatakan bahwa pelanggan bukan

saja orang yang ada di pasar yang membeli barang jadi , tetapi juga karyawan pada

proses berikutnya yang menerima hasil pekerjaan sebelumnya.

(6)

Pelanggan adalah orang yang sangat penting yang harus dipuaskan , tidak ada seorangpun yang pernah menang beradu dengan pelanggan . Pelanggan adalah orang yang harus dipenuhi keinginan dan kebutuhannya. Terdapat empat metode yang dapat digunakan untuk melacak kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Sistem keluhan dan saran.

2. Survei kepuasan pelanggan.

3. Belanja siluman.

4. Analisa kehilangan pelanggan.

2.3 Manajemen Kualitas

Kualitas suatu produk dan jasa bukan hanya penting bagi pemakai, namun juga penting bagi pemasok. Pada perusahaan manufaktur rendahnya kualitas produk akhir akan menimbulkan penambahan biaya untuk kegiatan inspeksi, pengujian barang akhir, pengerjaan ulang (rework) dan penanganan claim serta garansi. Untuk mengulangi biaya kompensasi yang berasal dari rendahnya kualitas produk tersebut, diperlukan suatu usaha peningkatan kualitas. Usaha ini pula menimbulkan biaya yang dinamakan biaya kualitas, yaitu biaya yang timbul karena karena belum memadainya kualitas produk. Analisa biaya kualitas merupakan alat manajemen yang penting karena metode penaksiran efektivitas menyeluruh dan sebagai alat penentu permasalahan prioritas tindakan-tindakan biaya kualitas produk tersebut.

Untuk menghasilkan produk yang berkualitas perusahaan harus mengeluarkan

biaya tetapi dalam paradigma baru kualitas dapat dicapai tanpa mengeluarkan biaya

(quality has no cost) artinya produk berkualitas dapat dibuat dengan cara

menghilangkan seluruh pemborosan atau kualitas tidak berdampak terhadap

(7)

peningkatan biaya sehingga peningkatan kualitas dapat dilaksanakan seiring dengan peningkatan produktivitas karena dengan dihasilkannya produk yang baik akan menghilangkan pemborosan. Pemborosan biasanya terjadi jika terdapat produk yang cacat sehingga harus dilakukan perbaikan atau harus ada produk yang di reject (waste).

Biaya kualitas meliputi :

1. Biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas (cost of achieving good quality) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk yang berkualitas sesuai keinginan pelanggan. Meliputi biaya pencegahan (biaya perencanaan, perancangan pemrosesan, pelatihan dan informasi) dan biaya penilaian (biaya inspeksi dan testing, biaya untuk pekerja).

2. Biaya untuk produk yang cacat (cost of poor quality) meliputi biaya kegagalan internal karena perusahaan menghasilkan produk yang cacat : biaya produk yang cacat yang dibuang, biaya pekerjaan ulang (rework), biaya kegagalan proses, biaya down time, biaya karena menjual produk dibawah harga karena cacat (down grade). Biaya kegagalan ekternal yaitu biaya yang dikeluarkan setelah produk diterima oleh konsumen berupa biaya untuk keluhan pelanggan (customer complain/ complain), biaya pengembalian (return cost), biaya ketidak percayaan konsumen yang tidak mau membeli produk tersebut ( lost sale cost).

Menurut Gaspersz (1998), biaya kualitas produk tersebut pada umumnya dapat diklasifikasikan kedalam 4 kategori yaitu :

 Biaya Pencegahan (Preventive Cost)

Biaya-biaya yang berhubungan dengan upaya pencegahan kegagalan internal

(8)

kegagalan eksternal. Contoh biaya biaya perencanaan kualitas, pengendalian proses, audit kualitas, pelatihan dan evaluasi kualitas pemasok.

 Biaya Penilaian (Appraisal Cost)

Biaya-biaya yang berhubungan dengan penentuan derajat konfirmasi terhadap persyaratan kualitas (spesifikasi yang ditetapkan). Contoh inspeksi dan penguijian kedatangan material audit kualitas produk pemeliharaan akurasi peralatan pengujian, inspeksi dan pengujian produk dalam proses dan akhir.

 Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)

Biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan nonkonfirmasi (Error and non-conformance) yang ditemukan sebelum menyerahkan produk itu ke pelanggan. Biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk sebelum pengiriman. Contoh biaya scrap, pekerjaan ulang, downgrading, avoidable proses looses.

 Biaya Kegagalan External (External Failure Cost)

Biaya-biaya yang berhubungan dengan kesalahan dan nonkonfirmasi (Error and non-conformance) yang ditemukan setelah produk diserahkan itu ke pelanggan.

Biaya ini tidak akan muncul apabila tidak ditemukan kesalahan atau nonkonformasi dalam produk setelah pengiriman. Contoh biaya jaminan, penyelesaian keluhan, produk dikembalikan.

Keempat kategori biaya kualitas tersebut diatas dapat dibagi menjadi biaya

pengendalian yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian. Dan biaya

kegagalan yang terdiri dari biaya kegagalan internal dan eksternal. Biaya

pengendalian akan meningkat seiring dengan peningkatan kualitas, sedangkan biaya

kegagalan menurun seiring dengan peningkatan kualitas.

(9)

2.4 Jaminan Kualitas

Dalam menghadapi era persaingan pasar global yang semakin pesat, perusahaan harus dapat mengidentifikasi suatu strategi agar dapat bersaing dan memenangkan persaingan tersebut. Salah satu kunci sukses agar dapat bersaing dipasar global adalah kemampuan perusahaan untuk menciptakan suatu produk dengan kualitas yang tinggi. Hal ini menjadi penting bagi PT Iron Wire Works Indonesia (IWWI) yang hampir sebagian produknya berorientasi ke industri automotive dan electronic, baik lokal maupun eksport. Selain harapan untuk terpenuhinya kualitas yang diharapkan, konsumen juga perlu akan adanya jaminan mengenai kualitas.

Jaminan kualitas merupakan kegiatan yang terencana yang diimplementasikan

dalam sistem kualitas untuk memberikan suatu keyakinan yang memadai bahwa sutu

produk akan memenuhi persyaratan kualitas. Salah satu jaminan kualitas yang

digunakan adalah ISO (International Organization for Standardization) atau standar

internasional untuk sistem atau jaminan kualitas. ISO 9001 : 2008 disusun

berlandaskan pada delapan prinsip manajemen kualitas. Prinsip-prinsip ini dapat

digunakan oleh manajemen senior sebagai kerangka kerja yang membimbing

organisasi menuju peningkatan kinerja. Prinsip ini diturunkan dari pengalaman

kolektif dan pengetahuan dari ahli-ahli internasional berpartisipasi dalam Komite

Teknik ISO/TC 176 yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan

mempertahankan standar-standar ISO 9000

(10)

Delapan prinsip manajemen kualitas yang menjadi landasan penyusunan ISO 9001 : 2008 itu adalah :

1. Fokus pada pelanggan.

2. Kepemimpinan.

3. Keterlibatan Orang.

4. Pendekatan Proses.

5. Pendekatan Sistem terhadap Manajemen.

6. Peningkatan Terus Menerus.

7. Pendekatan Faktual dalam pembuatan Keputusan.

8. Hubungan Pemasok yang saling menguntungkan.

2.5 Variasi Peningkatan Proses

Variasi adalah perubahan atau fluktuasi dari sebuah karakteristik khusus yang

menentukan seberapa stabilnya sebuah proses, atau seberapa besar yang terjadi pada

sebuah proses dipengaruhi oleh mesin / perlengkapan, prosedur / metode,

pengukuran, material dan lingkungan. Semua perbaikan proses harus mengurangi atau

mengeliminasi variasi. Gambar berikut merupakan konsep perbaikan proses.

(11)

Gambar 2.1 Konsep Perbaikan Proses

Variasi atau ketidakseragam dalam proses akan menimbulkan perbedaan dalam kualitas produk yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab umum dan khusus, yang diklarifikasikan sebagai berikut :

1. Variasi Penyebab Umum ( Common –Causes Variation )

Adalah kejadian di dalam sistem manajemen kualitas yang mempengaruhi variasi dalam sistem yang disebabkan oleh penyebab acak atau umum, dan hanya dapat diselesaikan oleh manajemen, karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem manajemen kualitas, untuk menghilangkannya kita harus menelusuri elemen–

elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manjemen yang dapat memperbaikinya, Definisi Masalah

Mendefinisikan dan Dokumentasi

Mengukur Performansi

Memahami mengapa masalah terjadi

Mengembangkan dan mengusulkan ide-ide

Implementasi solusi dan Evaluasi

(12)

karena pihak manajemen yang dapat memperbaikinya dan yang mengendalikan proses..

2. Variasi Penyebab Khusus (Special – Causses Variation )

Merupakan kejadian di luar sistem manajeman kualitas, penyabab khusus ini bersumber pada faktor manusia, mesin, peralatan, material, lingkungan dan metode kerja. Penyebab ini tidak selalu aktif dalam proses sehingga mudah diidentifikasikan, biasanya ditandai dengan titik pengamatan yang melewati atau keluar dari batas pengendalian yang didefinisikan.

Siklus Plan Do Check Action ( PDCA )

Siklus PDCA pertama kali dikenalkan oleh Walter Shewart , sehingga dikenal dengan “ Shewart Cycle “ dan istilah ini pertama sekali digunakan oleh W. Edward Deming yang digunakan dalam peningkatan proses yang berkesinambungan (Continues improvement). Konsep ini dikembangkan menjadi 8 langkah penyelesaian masalah (Eight solve problem)

Gambar 2.2 Siklus PDCA

(13)

Delapan langkah penyelesaian masalah tersebut meliputi :

1. Menentukan masalah merupakan tahap paling awal dengan mencoba mengamati secara seksama masalah yang terjadi, kemudian mengumpulkan data. Dalam pengumpulan data ini diperhitungkan jumlah frekuensi dan dampak yang ditimbulkannya. Kemudian masalah dicari prioritas masalah dan dirumuskan penyebab masalah tersebut.

2. Mencari penyebab masalah, melalui brainstorming, ide dan saran dicari faktor penyebab masalah, dengan demikian ditemukan penyebab terjadinya masalah tersebut dari masing – masing faktor yang ada.

3. Menentukan penyebab yang paling berpengaruh, penyebab timbulnya masalah biasanya sangat bervariasi, dari sekian banyak penyebabnya dicari penyebab yang paling berpengaruh (dominant) dan dicari sejauh mana hubungan penyebab tersebut dan pengaruhnya terhadap masalah yang terjadi.

4. Temukan prioritas penyebab yang harus ditanggulangi, yaitu menyusun atau merencanakan (Plan) perbaikan dan menetapkan target yang akan dicapai.

Langkah perbaikan dan menetapkan target yang akan dicapai. Langkah perbaikan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem 5W + 1 H, yaitu :

 What = Apa yang menjadi penyebab utama.

 Why = Mengapa penyebab masalah utama muncul.

 Who = Siapa yang akan mengatasi masalah itu .

 When = Kapan penyebab masalah tersebut akan ditanggulangi.

 Where = Dimana tempat penanggulangan.

 How = Bagaimana cara mengatasi masalah tersebut.

(14)

5. Implementasi rencana perbaikan, langkah perbaikan harus dilaksanakan sepenuhnya yaitu dengan dilakukannya pengendalian dengan mengupayakan agar seluruh rencana terlaksana dengan baik.

6. Evaluasi hasil. Merupakan tahap pengamatan sejauh mana keberhasilan perbaikan dengan menggunakan dengan data sebelum dan sesudah perbaikan, apakah target yang ditentukan sudah tercapai atau tidak, dan apakah diperlukan alternative perbaikan lain jika terjadi ketidaksesuain

7. Menentukan standarisasi, penentuan standar ini penting dilaksanakan sehingga semua pekerja yang terlibat dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditentukan sehingga produk yang dihasilkan konsisten . 8. Menentukan rencana berikutnya, langkah ini termasuk dalam kategori

tindakan, merupakan tindak lanjut apa yang dilakukan setelah diadakan perbaikan.

Dengan pemakaian kedelapan langkah ini diharapkan penyelesaian masalah dapat dilakukan secara sistematis, dan perbaikan dan peningkatan yang dicapai dapat dipertahankan.

Masing-masing langkah perbaikan ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat yaitu 7 alat bantu (Seven tools) yaitu :

1. Check sheet atau lembar periksa merupakan alat pengumpulan dan analisa data, sehingga diperoleh data yang mudah dan ringkas.

2. Diagram Pareto (Pareto diagram) mengklasifikasikan masalah menurut prioritas

atau tingkat kepentingan . Diagram ini digunakan untuk menunjukkan masalah

utama, membandingkan masing – masing persoalan, menentukan frekuensi dan

(15)

urutan pentingnya masalah, dan memfokuskan pada bagian kritis melalui pembuatan prioritas tersebut.

3. Diagram sebab akibat (Cause of Effect Diagram) Diagram ini juga disebut dengan diagram tulang ikan (FishBone). Diagram ini bermanfaat untuk mengetahui kondisi yang sesungguhnya dan berpengaruh pada permasalahan , diagram ini menggunakan 4M + 1E (Material, Methode, Man, Machine, Environment).

4. Stratifikasi (Analisis matriks) yaitu pengelompokan dari berbagai macam masalah menjadi kelompok yang lebih kecil sehingga lebih mudah dimengerti misalnya : Penyebab terjadinya defect pada produk antara lain : kerusakan mesin, kualitas bahan baku, pekerja (human error), metode kerja. Kemudian ditotal jumlah kejadian dari semua faktor. Stratifikasi dapat dilakukan menurut jenis kerusakan (kesalahan), penyebab dan tempat, waktu, alat dan operator yang mengerjakan.

5. Diagram pencar / diagram tebar (Scatter Diagram) merupakan diagram yang menggambarkan korelasi / hubungan antara 2 faktor / data yang ada, untuk dapat mengetahui apakah kedua faktor tersebut mempunyai hubungan atau tidak.

6. Histogram adalah diagram yang menunjukkan harga rata – rata dan derajat penyebaran (distribusi) data yang ada.

7. Peta Kontrol (Control Chart). Digunakan untuk menghilangkan variasi yang

terjadi dan mengukur tingkat keakurasian proses dengan menggambarkan batas

kendali atas dan batas kendali bawah.

(16)

2.6 Mehode Analisis (Teknik Peningkatan Kualitas) 2.6.1 Lembar Pengecekan (Check Sheet)

Lembaran pengecekan dibuat untuk menjamin data yang dikumpulkan secara teliti dan akurat untuk diadakan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Salah satu bentuk lembaran pengecekan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Lembar Pengecekan

NO Jenis Kerusakan/Cacat Jumlah Total

1 Sambungan Lepas IIIII IIIII IIIII IIIII II 22

2 Lecet IIIII IIIII III 13

3 Bocor IIIII III 8

4 Sambungan melejit IIIII IIIII IIIII II 17 5 Sambungan keriting IIIII IIIII IIIII IIIII I 21

2.6.2 Diagram Pareto

Diagram pareto merupakan diagram batang yang di susun dengan cara mengurutkan dari kiri ke kanan menurut ukuran rangking tertinggi dan terendah yang digunakan untuk melihat masalah, tipe cacat, penyebab yang paling dominan sehingga kita dapat memprioritaskan penyelesaian masalah.

Analisis pareto adalah proses dalam merangking kesempatan, untuk menentukan prioritas kesempatan yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Ini dikenal juga dengan memisahkan hal sedikit yang penting dari hal banyak yang sepele.

Proses penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah yaitu :

(17)

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian dan sebagainya.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk urutan karakteristik misalnya : frekuensi, unit dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data.

4. Merangkum data dan membuat ranking dari kategori data.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentasi kumulatif.

6. Membuat diagram batang, menunjukkan tingat kepentingan dari masing-masing masalah.

2.6.3 Histogram

Histogram menunjukkan variasi proses tetapi tidak menunjukkan atau mengurutkan rangking dari variasi terbesar. Histogram merupakan salah satu alat yang dapat membantu untuk menemukan variasi. Selain itu histogram juga merupakan gambaran dari proses yang menunjukkan distribusi dari hasil pengukuran serta frekuensi dari hasil pengukuran tersebut.

Dengan demikian maka histogram dapat dipergunakan sebagai suatu alat untuk mengkomunikasikan informasi tentang variasi dalam proses dan membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan yang terfokus pada usaha perbaikan terus menerus (Continous Improvement Effort).

2.6.4 Diagram Pencar (Scatter Diagram)

Langkah yang diambil adalah dengan menentukan hubungan antara 2 faktor,

dengan demikian dapat dilihat faktor tersebut saling berhubungan atau tidak. Diagram

(18)

pencar sangatlah perlu untuk mempelajari hubungan dua variable yang berkaitan.

Sebagai contoh seberapa besar dimensi komponen mesin akan bervariasi dengan perubahan kecepatan mesin bubut, atau anggaplah kita ingin mengendalikan konsentrasi suatu bahan kimia, lalu dipilih pengukuran konsentrasi massa jenis. Untuk bisa mengetahui hubungan antar variabel tersebut kita bisa gunakan apa yang disebut diagram pencar (Scater Diagram).

Gambar 2.3 Diagram Pencar (Scatter Diagram) Keterangan :

a. Korelasi Positif.

b. Tidak ada korelasi c. Korelasi Negatif

2.6.5 Analisa Matrik (Stratifikasi)

Suatu alat yang sederhana tetapi efektif untuk membandingkan beberapa

kelompok kategori seperti operator , mesin, pemasok, dan lain – lain. Tabel analisis

matriks dapat dilihat pada tabel berikut :

(19)

Tabel 2.2 Analisis Matrik

Jenis Kesalahan

Faktor Kerusakan

TOTAL (a) (b) (c) (d)

1 2 4 1 2 7

2 5 6 3 5 14

3 1 7 2 8 17

4 5 5 5 6 16

5 3 3 4 9 16

6 2 6 7 5 18

TOTAL 18 31 22 35 88

Dari data di atas tampak bahwa ketidaksesuaian terkecil terjadi pada faktor (a) dan yang terbesar pada faktor (d).

2.6.6 Diagram Sebab Akibat (Cause of Effect Diagram / Fishbone)

Diagram sebab akibat merupakan suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Diagram ini digunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab dan karakteristik kualitas yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.

Diagram ini sering disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan atau diagram ishikawa (ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953.

Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan

(20)

 Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah.

 Membantu membangkitkan ide-ide dari suatu masalah.

 Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

 Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk dan keluhan pelanggan.

 Dapat membuat suatu standarisasi operasi yang ada maupun yang direncanakan.

 Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam kegiatan pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram fishbone adalah sebagai berikut:

o Mulai dari pernyataan masalah utama yang penting dan mendesak untuk diselesaikan.

o Tentukan masalah yang akan diperbaiki dan usahakan adanya ukuran masalah tersebut sehingga perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan dapat di lakukan.

Tuliskan pernyataan masalah itu pada ujung kotak paling kanan dan (kepala ikan), yang merupakan efek yang akan di amati.

Gambar 2.4 Peletakan Masalah Utama pada Fishbone Diagram

Cari faktor utama yang berpengaruh pada masalah tersebut. Tuliskan dalam

kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah panah yang ada, kemudian tarik dengan

kotak dari panah yang ada seperti terlihat pada gambar. Faktor – faktor penyebab atau

kategori – kategori utama utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam

pengelompokan dari faktor – faktor : manusia, mesin, peralatan, material, metode

kerja, lingkungan kerja, pengukuran dan lain- lain, atau stratifikasi melalui langkah –

(21)

langkah aktual dalam proses. Faktor –faktor penyebab atau kategori – kategori dapat dikembangkan melalui brainstorming.

Gambar 2.5 Peletakan Cabang Penyebab Masalah pada Fishbone Diagram 1. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terperinci atau spesifik ( penyebab –

penyebab sekunder ) yang mempengaruhi faktor utama.Penyebab – penyebab sekunder ini dinyatakan sebagai tulang – tulang berukuran sedang.

2. Tuliskan penyebab – penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab- penyebab sekunder, serta penyebab – penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang – tulang berukuran kecil.

3. Tulis faktor-faktor tersebut di sebelah kiri dan kanan panah penghubung tadi dan buatlah panah di bawah faktor tersebut menuju garis penghubung.

4. Catatlah informasi yang perlu di dalam diagram sebab akibat itu seperti : judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partsipan, tanggal dll.

Environment

Material Man

Methode

Machine

Money

Akibat

(22)

Gambar 2.6 Konsep Peletakan Masalah Rinci pada Fishbone Diagram

Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab dari suatu masalah yang sedang dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan – pertanyaan berikut :

 Apa penyebab itu ?

 Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?

 Bertanya “ Mengapa” beberapa kali sampai ditemukan penyebab yang cukup spesifik untuk mengambil tindakan peningkatan dna dicatat dalam diagram.

2.6.7 Peta Kontrol (Control Chart)

Peta kontrol (Control Charts) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Walter

Andrew Shewart dari Bell Thelephone Laboratories-USA, tahun 1924. Peta kontrol

menyerupai run chart, hanya dalam peta kontrol ada tambahan batas kendali

menyerupai run chart, hanya dalam peta kendali ada tambahan batas kendali atas

(upper control limit), batas kendali ada tambahan batas kendali atas (upper control

(23)

limit), batas kendali bawah (lower control limit) dan garis tengah (center line) yang ditentukan secara statistik.

Peta kontrol (Control Chart) digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam keadaan terkendali secara statistik atau tidak, memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil. Menentukan kemampuan proses (process capability) setelah proses berada dalam pengendalian. Suatu proses dikatakan terkendali secara statistik apabila semua titik berada dalam batas yang telah ditentukan apabila data-data terletak pada batas yang telah ditetapkan maka proses dikatakan tidak stabil.

Jenis-Jenis Peta Kontrol (Control Chart) Peta Kendali X – R

Peta kendali data variabel (variable control chart), peta kendali ini menggunakan data-data hasil pengukuran berupa dimensi, volume, berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, dan lain-lain.

Manfaat pengendalian kualitas proses untuk data variabel adalah memberikan informasi mengenai :

1. Perbaikan kualitas.

2. Menentukan kemampuan proses setelah perbaikan kualitas tercapai.

3. Membuat keputusan yang berkaitan dengan proses produksi. Jika proses berada dalam kondisi dalam range yang ditentukan maka pengendalian dapat digunakan untuk mempertahankan pengendalian.

4. Membuat keputusan terbaru yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan.

(24)

Peta-peta kontrol yang umum digunakan untuk data variabel adalah peta X-bar dan R. Peta kontrol X-bar (rata – rata) dan R (Range), digunakan untuk memantau proses yang memiliki karakterisitik yang berdimensi kontinu. Peta kontrol X-bar menjelaskan apakah perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat atau rata-rata dari suatu proses. Sedangkan peta R digunakan untuk menjelaskan apakah-apakah perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi yang berkaitan dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses. Peta kendali menggunakan data-data atribut seperti: jumlah produk yang cacat, persentasi produk yang cacat dan lain-lain.

Langkah – langkah pembuatan peta control variabel :

1. Pengumpulan data, didasarkan pada banyaknya sub kelompok dan ukuran masing – masing sub group kelompok yang nantinya akan dipetakan.

2. Hitung rata – rata ( x ) =

(

=

Data ini juga berfungsi sebagai garis pusat ( center line /CL ).

3. Hitung harga range ( R ) = ( data terbesar – data terkecil ).

4. Hitung rata – rata total =

( ⋯. )

=

5. Hitung rata – rata dari range =

( ⋯. )

=

6. Tentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah (Lower control limit) dengan cara :

a. Peta X bar menurut konsep 3 adalah : CL = x

UCL = x + A2R

UCL = x − A2R

(25)

b. Peta R CL = R UCL = D4R LCL = D3R

Kapabilitas proses ( Process Capability ) Cp = USL − LSL

(6: ) = R/d2

Cp = (USL − LSL)/6(R/d2) Cpk =min ( CPL,CPU) dimana

CPL = (x − LSL)/3(R/d2)

= ( − ̿ − )/3( / 2)

Kriteria penilaian :

Jika Cp >1.3 maka penilaian kapabilitas proses sangat stabil.

Jika 1.00 ≤ Cp ≤ 1.33 maka kapabilitas proses baik.

Jika Cp < 1 , maka kapabilitas rendah sehingga perlu ditingatkan kinerja untuk peningkatan proses.

Catatan : Indeks kapabilitas proses baru layak untuk dihitung apabila proses dalam pengendalian.

7. Gunakan peta kontrol terkendali dari X-bar dan R itu untuk memantau proses

yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk seterusnya segera diambil

tindakan perbaikan apabila tampak ada perubahan – perubahan yang tidak

diinginkan pada proses itu. Perlu ditekankan bahwa peta kontrol yang tidak

terkendali, tidak boleh dipergunakan sebagai peta kontrol untuk memantau proses

(26)

yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu. Dengan demikian pemantauan terhadap proses baru dapat dilaksanakan apabila proses itu telah dianggap stabil.

Peta Kontrol Atribut ( p – Chart )

Adakalanya karakteristik kualitas tidak dapat diukur dalam skala metric / numerik. Dalam hal ini ukuran kualitas dapat dinyatakan sebagai produk yang conforming vs produk yang nonconforming. Dapat juga dalam satu produk dinyatakan jumlah defect atau nonconformities sebagai ukuran kualitas. Untuk mengendalikan proses dengan ukuran kualitas atribut (conforming vs nonconforming atau jumlah nonconformities) digunakan peta kontrol untuk atribut, antara lain: peta p, peta np, peta c, dan peta u.

Peta kontrol proses p adalah peta kendali yang menunjukkan proporsi cacat per lot sampel data suatu proses produksi. Dimana untuk peta p jumlah sampel dalam suatu lot pemeriksaan tidak sama.

Tujuan dari pengendalian kualitas proses untuk data atribut adalah : o Menyediakan indikasi yang ‘fair’ untuk kondisi umum.

o Alat yang baik untuk mengkomunikasikan dengan top manajemen.

o Menyediakan informasi untuk perbaikan kualitas.

o Sebagai tujuan kedua.

Istilah - istilah yang digunakan dalam peta kontrol atribut ( p – Chart ) antara lain : o Defect (cacat) : Kegagalan yang menyebabkan produk tidak sesuai spesifikasi.

o Defective : Produk dengan satu atau lebih defect.

o Number of Defectives (d ): Dalam sampel dengan n produk , d adalah jumlah

defective dalam sampel.

(27)

o Number of Defects (c): Dalam sampel dengan n produk, c jumlah defect dalam sampel.

o Fraction Defective : Perbandingan jumlah produk yang efective dalam sampel (d) dengan jumlah total produk dalam sampel (n)

=

Langkah – langkah pembuatan peta kontrol variabel :

1. Pengumpulan data, didasarkan pada banyaknya nonconformance dan jumlah sampel

2. Hitung proporsi cacat ( p )

̅ =

p = ∑ pi

∑ ni

Data ini juga berfungsi sebagai garis pusat ( center line /CL ).

3. Tentukan batas atas (Upper control limit) batas kontrol bawah (Lower control limit) dengan cara :

Peta p ( p- Chart ) dengan konsep 3

= p + 3 p (1 − p) n

= p + 3 p (1 − p) n

Dimana :

UCL = Upper Control Limit ( Batas Kontrol Atas)

LCL = Lower Control Limit ( Batas Kontrol Bawah)

(28)

CL = p = ( Garis Tengah) pi = Jumlah unit nonconformance

ni = Jumlah ukuran sampel

Evaluasi Bagan Peta Kontrol Schewart

Pada bagan peta kontrol ini evaluasi didasarkan pada:

a. Data yang terletak pada batas control baik batas atas maupun batas bawah apa yang kita sebut dengan peta kendali dalam keadaan terkendali.

b. Penyebaran data yang tidak merata atau kita sebut tidak terkendali karena adanya kecenderungan atau memang diluar batas control.

Untuk evaluasi bagan kontr Schewart caranya sebagai berikut:

 Perhatikan apa ada data yang menyimpang dari batas kendali.

 Bilamana ada 5 titik berurutan pada sisi yang sama dari garis pusat.

 Bilamana ada 1 titik berada diluar batas kendali atas atau batas kendali bawah.

 Ada 2 titik mendekati batas bawah atau batas atas.

 Bilamana ada kecenderungan ke bawah atau keatas.

2.7 Failure Mode & Effect Analysis (FMEA) 2.7.1 Definisi FMEA

Failure modes and effects analysis (FMEA) merupakan salah satu teknik yang

sistematis untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama kali sekitar

tahun 1950-an oleh para insinyur kehandalan yang sedang mempelajari masalah yang

ditimbulkan oleh peralatan militer yang mengalami malfungsi.

(29)

Teknik analisa ini lebih menekankan pada pendekatan orientasi perangkat keras. Dikatakan demikian karena analisa yang dilakukan dimulai dari peralatan dan meneruskannya ke sistem yang merupakan tingkat yang lebih tinggi. Proses ini mencoba menjawab pertanyaan “Apa dampak yang akan terjadi jika terjadi kegagalan pada ….?”

FMEA sering menjadi langkah awal dalam mempelajari keandalan sistem.

Kegiatan FMEA melibatkan banyak hal – seperti melihat ulang berbagai komponen, rakitan, dan subsistem – untuk mengidentifikasi mode – mode kegagalannya, penyebab kegagalannya, serta dampak kegagalan yang ditimbulkan. Untuk masing – masing komponen, berbagai mode kegagalan berikut dampaknya pada sistem ditulis pada sebuah kertas kerja FMEA. Ada berbagai bentuk dari kertas kerja untuk FMEA, salah satu diantaranya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3 kertas kerja FMEA.

Tabel Kertas kerja FMEA

Tabel 2.3 Kertas kerja FMEA

Ref: SEMATECH Technology Transfer 2706 Montopolis Drive Austin Project:

Product:

System:

Date: FMEA No:

Prepared by: Ref Doc:

System / Component /

Function

Potential Failure Modes

Potenti al Effects

of Failure

S e v

Potential Causes of Failure

O c c

Curren t Design Contro

ls D et

Risk Prio

rity No

Recomm ended Actions

Responsib ility &

Completio n Date

(30)

Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA (IEEE STD. 352) adalah sebagai berikut.

1. Membatu dalam pemilihan desain alternatif yang memiliki keandalan dan keselamatan potensial yang tinggi selama fase desain.

2. Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah dipertimbangkan.

3. Membuat daftar kegagalan potensial , serta meng identifikasi seberapa besar dampak yang ditimbulkannya.

4. Men-develop kriteria awal untuk rencana dan desain pengujian serta untuk membuat daftar pemeriksaaan sistem.

5. Sebagai basis analisa kualitatif keandalan dan ketersediaan.

6. Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu menganalisa kegagalan yang terjadi di lapangan serta membantu bila sewaktu – waktu terjadi perubahan desain.

7. Sebagai data input untuk studi banding.

8. Sebagai basis untuk menentukan prioritas perawatan korektif.

FMEA merupakan salah satu bentuk analisa kualitatif, dan FMEA harus

dilakukan oleh seorang desainer pada tahap desain sistem. Tujuannya adalah untuk

mengidentifikasi desain di area mana yang masih memerlukan perbaikan agar

persyaratan keandalan dapat dipenuhi.

(31)

2.7.2 Potential Failure Mode (Potensi Modus Kegagalan)

Potential Failure Mode adalah suatu modus kegagalan yang ditemukan pada suatu kegagalan dan penyebab dari kegagalan tersebut. Jenis kegagalan yang sering terjadi antara lain:

Cracked (retak) Deformed (cacat) Leaking (kebocoran) Sticking (merekat) Oxidized (terokdidasi) Lossened (pelanggaran)

Short circuit (hubungan singkat elektrik) Fracrured (patah)

2.7.3 Potential Effect of Failure (Potensi Pengaruh Kegagalan)

Akibat dari potensi kegagalan merupakan hasil dari sebab adanya potensi kegagalan atau diartikan sebagai kelanjutan dari kerusakan yang ada dan akan berakibat menjadi kerusakan yang lebih parah jika tidak adanya tindakan yang sesegera mungkin untuk menanggulanginya. Jenis – jenis kerusakan akibat dari sebab kegagalan yang sering terjadi antara lain:

Noise (bising)

Erratic operation (operasi yang tak menentu)

Unstable (tidak stabil)

Rough (kasar)

(32)

2.7.4 Severity (Fatal)

Severity adalah sebuah penilaian pada tingkat keseriusan suatu efek atau akibat dari potensi kegagalan pada suatu komponen yang berpengaruh pada suatu hasil kerja mesin yang dianalisa/diperiksa. Severity dapat dinilai pada skala 1 sampai 10. tabel ranking severity dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 2.4 Severity Ranking (Peringkat Fatal)

Ref: (“Potential Failure and Effect Analisys”’ Guidelines Base on AIAG FMEA Third Edition)

Efek Kriteria Peringkat

Bahaya tanpa tanda-tanda

Kegagalan sangat tinggi, dapat menggagalkan sistem dan membahayakan operator mesin, tetapi tidak ada tanda-tanda kerusakan sebelumnya

10

Bahaya dengan tanda-tanda

Kegagalan sangat tinggi, dapat menggagalkan system, dan membahayakan operator mesin, dengan adanya tanda-tanda kerusakan sebelumnya

9

Sangat tinggi Mesin tidak dapat beroperasi dengan optimal karena ada gangguan mayor, tingkat performa menurun sehingga hasil kerja yang dihasilkan tidak memuaskan. Hilangnya fungsi utama mesin.

8

Tinggi Mesin tidak dapat beroperasi dengan optimal karena adanya gangguan minor, tingkat performa menurun.

7

Sedang Mesin dapat dioperasikan, namun ada gangguan minor, dan beberapa alat tidak dapat dioperasikan.

6

(33)

Rendah Mesin dapat beroperasi pada penurunan tingkat performa sehingga hasil kerja mesin tidak memuaskan.

5

Sangat rendah Mesin dapat beroperasi dengan baik, namun masih ada tanda-tanda kerusakan-kerusakan minor dari mesin. Adanya kesalahan dalam penyetelan- penyetelan kecil

4

Kecil Mesin dapat beroperasi dengan baik, namun masih ada tanda-tanda beberapa kerusakan-kerusakan minor dari mesin. Adanya kesalahan dalam penyetelan-penyetelan kecil.

3

Sangat kecil Mesin dapat beroperasi dengan baik, dengan gangguan yang sangat minimal

2

None No effect 1

Potential Cause / Mechanism of Failure (Potensi Penyebab / Mekanisme Kegagalan)

Potensi kegagalan jenis ini dapat diketahui dari penyebab kegagalan yang kemudian dianalisa dan diteliti sehingga didapatkan secara mekanis kesalahan atau kegagalan dari suatu meisn itu dapat terjadi. Jenis – jenis penyebab kegagalan yang sering terjadi antara lain:

 Over stressing

 Kesalahan dalam penggolongan material

(34)

 Kemampuan untuk sistem pelumasan tidak cukup

Jenis – jenis kesalahan atau kegagalan mekanis yang sering terjadi antara lain:

o Fatigue (Robek) o Wear (Aus) o Corrotion (Korosi) o Creep

o Yield

2.7.5 Occurrence (Kejadian)

Occurrence adalah sebuah penilaian dengan tingkatan tertentu dimana adanya sebuah sebab kerusakan secara mekanis yang terjadi pada mesin tersebut. Dari angka/tingkatan occurrence ini dapat diketahui kemungkinan terdapatnya kerusakan dan tingkat keseringan terjadinya kerusakan mesin. Tabel ranking occurrence Ref:

(“Potential Failure and Effect Analisys”’ Guidelines Base on AIAG FMEA Third Edition) dijabarkan dibawah ini.

Tabel 2.5 Peringkat Kejadian (Occurrence Ranking)

Ref: (“Potential Failure and Effect Analisys”’ Guidelines Base on AIAG FMEA Third Edition)

Peluang

kegagalan Kemungkinan gagal Prosentase Ppk Peringkat

Sangat Tinggi

> 100 per 1000 jam 10% < 0,55 10

50 per 1000 jam 5% > 0,55 9

Tinggi 20 per 1000 jam 2% > 0,78 8

(35)

10 per 1000 jam 1% > 0,86 7

Sedang

5 per 1000 jam 0.50% > 0,94 6

2 per 1000 jam 0.20% > 1,00 5

1 per 1000 jam 0.10% > 1,10 4

Rendah

0.5 per 1000 jam 0.05% > 1,20 3

0.1 per 1000 jam 0.01% > 1,30 2

Terkontrol 0.01 per 1000 jam 0.00% > 1,67 1

2.7.6 Current Control (Bentuk Pengendalian Saat Ini)

Adalah bagaimana cara penanggulangan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara mendesain atau merencanakan suatu perubahan atau tindakan perbaikan menuju hasil kerja yang lebih baik, sehingga kegagalan pada mesin tidak lagi timbul atau setidak-tidaknya mengurangi angka kejadian terjadinya kerusakan.

Ada tiga jenis dari bentuk pengendalian yang dapat dipertimbangkan:

a. Mencegah mekanisme penyebab atau sebab akibat kegagalan dari suatu kejadian kerusakan serta menurunkan angka kejadian kegagalan.

b. Menemukan penyebab mekanis yang menimbulkan kerusakan dan ditindak lanjuti ketindakan perbaikan

c. Menemukan sebab kegagalan

2.7.8 Detection (Temuan)

Detection adalah sebuah penilaian yang juga memiliki tingkatan seperti halnya

severity dan occurrence. Penilaian tingkat detection sangat penting dalam menemukan

(36)

Tabel 2.6 Rankings Of Likelihood Of Detection By Process Control For Design) Ref: FMEA Manual (Chrysler. Arungan, General Motor Supplier Quality Requirements Task Fo rce)

Peringkat Kecendrungan Kontrol Desain untuk Desain FMEA

Deteksi Kriteria : Kecendrungan Kontrol Desain Peringkat Ketidakpastian

mutlak

Control desain tidak dapat mendeteksi potensi sebab kerusakan mekanis dan kerusakan berikutnya atau tidak adanya control desain.

10

Sangat jauh Sangat jauh kemungkinannya kontrol desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

9

Jauh Jauh/tipis kemungkinannya control desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

8

Sangat rendah Sangat rendah kemungkinannya control desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

7

Rendah Rendah kemungkinannya control desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

6

Sedang Sedang kemungkinannya control desain akan 5

(37)

menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

Sangat sedang Sangat sedang kemungkinannya control desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

4

Tinggi Tinggi kemungkinannya control desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

3

Sangat tinggi Sangat tinggi kemungkinannya control desain akan menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

2

Hampir pasti Control desain hampir pasti dapat menemukan potensi sebab kerusakan mekanis atau sebab kegagalan berikutnya.

1

2.7.9 Risk Priority Number (RPN)

RPN (Risk Priority Number) adalah merupakan hasil dari angka : Severity (S), Occurrence (O), dan Detection (D)

RPN = S x O x D

RPN adalah produk dari S x O x D dimana akan terdapat angka RPN yang

berlainan pada tiap alat yang telah melalui proses analisa sebab akibat kesalahan, pada alat

yang memiliki angka RPN tertinggi, tim perawatan harus memberikan prioritas pada mesin

tersebut untuk melakukan tindakan atau upaya untuk mengurangi angka resiko melalui

(38)

Gambar 2.7 Flow chart analisa data

Tentukan Nilai Occurance Identifikasi Potential Cause of

Failure Mode

Identifikasi aksi untuk melakukan perbaikan

Tentukan Nilai RPN Sajikan dalam bentuk

tabel FMEA

Evaluasi Pengendalian saat ini (Current Control)

Tentukan Nilai Detection Tentukan Nilai

Severity Analisa Data

Kelompokkan Fungsi Alat

Identifikasi Potential Failure Mode

Identifikasi Potential Effect of

Failure Mode

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Perbaikan Proses
Gambar 2.2 Siklus PDCA
Tabel 2.1 Lembar Pengecekan
Tabel 2.2 Analisis Matrik  Jenis Kesalahan  Faktor Kerusakan  TOTAL  (a)  (b)  (c)  (d)  1  2  4  1  2  7  2  5  6  3  5  14  3  1  7  2  8  17  4  5  5  5  6  16  5  3  3  4  9  16  6  2  6  7  5  18  TOTAL  18  31  22  35  88
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi higromisin terendah yang mematikan nodul dengan cara menguji empat tingkat konsentrasi, menentukan lama kokultivasi

Stefanović, L., Stanojević, M, Milivojević, M.: Odgovor samooplodnih linija kukuruza na primenu herbicida u toku vegetacije.. Pesticidi, 15,

penyediaan infrastruktur wilayah yang menunjang pengembangan kawasan agribisnis, usaha dan industri pariwisata, mobilitas penduduk, dan kesejahateraan masyarakat

 Terbahagi kepada dua bahagian : maiselium &amp; jana Terbahagi kepada dua bahagian : maiselium &amp; jana.. buah (fruiting body) buah

Sampai saat ini Microsoft masih menguasai pasar Perangkat Lunak untuk kelas Sistem Operasi, Namun Lambat Laun dan Pasti kejayaan ini akan berubah seiring dengan perkembangan

c) Kebijakan Moneter Kontraktif d) Kebijakan Moneter Ekspansif e) Kebijakan Kredit Ketat.. Suatu kebijakan pemerintah dengan cara mengurangi jumlah uang yang beredar