• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya dalam dunia bisnis. Setiap perusahaan harus selalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya dalam dunia bisnis. Setiap perusahaan harus selalu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan perusahaan go public di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan ini menuntut setiap perusahaan untuk terus mempertahankan eksistensinya dalam dunia bisnis. Setiap perusahaan harus selalu melakukan suatu perbaikan dalam kegiatan operasi perusahaan. Hasil operasi suatu perusahaan selama satu periode tertentu tercermin dalam laporan keuangan.

Laporan keuangan suatu perusahaan harus dievaluasi dengan cara dilakukannya pemeriksaan (audit) terhadap laporan keuangan perusahaan, yang tujuannya adalah untuk menilai apakah laporan keuangan tersebut telah disajikan secara benar dan wajar. Disinilah peran audit dibutuhkan sebagai suatu jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan dilaksanakan oleh seorang auditor.

Auditing sendiri merupakan suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai informasi tingkat kesesuaian antara tindakan atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan, dimana auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen (Siti Kurnia Rahayu dan Suhayati, 2009 : 1).

Profesi auditor merupakan suatu profesi yang menjadi kepercayaan masyarakat. Dalam menunjang profesionalismenya, auditor melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya tidak terlepas dari pedoman standar audit yang ditetapkan

(2)

oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan. Auditor melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengaudit laporan keuangan dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai, sehingga ia mampu melaksanakan proses audit sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, yang kemudian sebagai balasan atas jasanya akan mendapatkan fee atau imbalan yang sesuai atas jasa profesional yang telah ia berikan kepada klien.

Audit Fee sendiri diartikan sebagai besarnya imbal jasa yang diterima

oleh auditor akan pelaksanaan jasa audit. Imbalan jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan, nilai jasa yang diberikan bagi klien atau bagi kantor akuntan publik yang bersangkutan (Al Shammari et al, 2008). Selain itu, Iskak dalam Michell Suharli (2008) mengatakan bahwa audit fee adalah honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap laporan keuangan.

Pada tanggal 2 Juli 2008 Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) menerbitkan Surat Keputusan No. KEP. 024/IAPI/VII/2008 tentang Kebijakan Penentuan Audit Fee. Dalam surat keputusan tersebut dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institut Akuntan Publik Indonesia yang menjalankan praktek sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbal jasa yang wajar sesuai atas jasa profesional yang telah diberikan.

(3)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam menetapkan suatu imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan auditor atau akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan kompetensi anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar profesional yang berlaku.

Audit Fee sendiri di Indonesia masih menjadi perbincangan yang cukup

panjang sampai saat ini, mengingat belum adanya peraturan yang menetapkan standar minimal audit fee yang akan diterima oleh auditor setelah melakukan tugasnya. Seperti halnya yang disebutkan dalam jurnal Michell Suharli (2008), yang mengatakan bahwa penetapan audit fee selama ini masih dilakukan secara subjektif, yang artinya ditentukan oleh salah satu pihak atau atas dasar kekuatan tawar-menawar antara akuntan publik dan klien dalam situasi persaingan akuntan publik. Hal ini memungkinkan penetapan fee yang terlalu rendah atau terlalu tinggi atas jasa yang diberikan, bergantung kepada kekuatan tawar-menawar tersebut.

Selain masih terjadi tawar-menawar harga, besarnya audit fee di Indonesia juga tidak tercantum secara transparan atau terperinci di dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. Audit fee masuk kedalam pos beban umum dan administrasi dan ditulis dengan nama akun jasa professional. Terbukti dengan data yang penulis peroleh dari laporan keuangan 432 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) hanya beberapa perusahaan yang mencantumkan

(4)

biaya audit secara terpisah dari akun jasa profesional yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. Dari hal ini, terlihat fenomena belum adanya transparansi mengenai besaran audit fee di Indonesia, karena pada dasarnya di Indonesia memang belum ada ketentuan yang mengharuskan kantor akuntan publik yang mempublikasikan besarnya fee audit yang diterima sebagaimana praktek yang sudah berlangsung di negara-negara maju (Basioudis dan Fifi, 2004).

Penelitian sebelumnya mengenai audit fee telah dilakukan oleh David Hay (2006), University of Auckland Business School dalam jurnal “The Accumulated Weight of Evidence in Audit Fee Research”, menyebutkan bahwa

faktor penentu audit fee dapat dilihat dari 3 (tiga) ciri. David Hay (2006) mengatakan ketiga ciri tersebut adalah ciri klien (client attributes), ciri auditor (auditor attributes), dan ciri penugasan (engagement attributes).

Menurut David Hay (2006),ciri klien (client attributes) merupakan salah satu penentu besarnya audit fee yang berkenaan dengan klien. Klien merupakan orang yang memperoleh layanan atau manfaat atas jasa professional yang diberikan oleh auditor. Ciri klien ini meliputi ukuran perusahaan klien (size), kompleksitas operasi klien (complexity), resiko bawaan (inherent risk), profitabilitas (profitability), perputaran utang (leverage and liquidity), dan jenis industri yang dimiliki oleh klien.

David Hay (2006) menyebutkan jika perusahaan yang industrinya bergerak di bidang industri manufaktur akan membutuhkan audit fee yang lebih tinggi, hal ini berkaitan dengan faktor lainnya yaitu kompleksitas, ukuran

(5)

perusahaan, dan resiko inhenren atau bawaan. Dimana ketika ukuran perusahaan semakin besar, kegiatan operasi perusahaan akan semakin kompleks serta resiko inheren seperti salah saji dalam laporan keuangan bisa saja dapat terjadi sehingga semakin banyak bukti yang harus dikumpulkan, yang menyebabkan auditor harus lebih ketat dalam melakukan pengujian audit dan membutuhkan biaya yang cukup tinggi.

Selain itu, profitabiltas perusahaan klien juga menjadi salah satu faktornya. Menurut Toto Prihadi (2010 : 138) Profitabiltas adalah kemampuan menghasilkan laba. Perusahaan dengan profit yang tinggi cenderung akan membayar biaya audit yang tinggi karena keuntungan yang tinggi akan membuat auditor melakukan pengujian yang ketat. Selain profitabilitas, yang harus diperhatikan adalah tingkat ukuran utang perusahaan. Perusahaan yang memiliki utang banyak beresiko lebih besar untuk terjerumus dalam kesulitan keuangan, sehingga auditor memerlukan kehati-hatian dalam pengujian audit yang akan membutuhkan biaya tinggi.

Ciri yang kedua yaitu ciri auditor (auditor attributes) merupakan faktor penentu besarnya audit fee yang berkenaan dengan auditor yang dilihat dari spesialisasi (specialization), waktu yang diperlukan untuk mengaudit (tenure), dan lokasi tempat mengaudit (location). Hay (2006) mengatakan bahwa jika lokasi atau jarak tempuh antara KAP dengan perusahaan klien berjarak sangat jauh maka akan membuat biaya audit semakin besar, karena dibutuhkan sarana dan prasarana dalam penugasan tersebut. Selain itu jika perusahaan klien yang diaudit memiliki kantor cabang di kota yang berbeda, maka akan menimbulkan biaya yang cukup

(6)

tinggi untuk mengaudit. Begitu juga jika auditor memiliki spesialisasi dalam mengaudit dalam industri tertentu, maka fee yang dibayarkan akan lebih tinggi mengingat adanya tambahan pengetahuan atau keahlian khusus yang auditor miliki. Dalam melaksanakan audit, auditor juga tidak terlepas dari audit tenure yaitu lamanya seorang auditor melaksanakan suatu audit di perusahaan klien.

Semakin lama seorang auditor mengaudit di tempat klien yang sama, maka akan semakin paham mengenai lingkungan bisnis klien tersebut.

Ciri yang ketiga adalah ciri penugasan (engagement attributes) merupakan faktor penentu besarnya audit fee yang berkenaan dengan penugasan audit yang meliputi masalah audit (audit problems), jarak waktu antara tanggal neraca dan tanggal laporan audit (lag), busy season, dan jumlah laporan yang dibuat (number of reports). Penugasan seorang auditor yaitu untuk memecahkan permasalahan audit yang ada dalam perusahaan yang kemudian auditor akan mengungkapkan dan memberikan opini audit terhadap hasil auditannya. Dalam melaksanakan tugasnya auditor membutuhkan waktu dalam penyampaian laporan auditan. Laporan auditan yang harus dibuat auditor menentukan berapa luasnya penugasan audit dalam keadaan tertentu dan seberapa banyak jumlah laporan yang harus dibuat. Semua hal ini tidak terlepas dari fee yang diberikan oleh klien.

David Hay (2006) juga mengatakan ketika penugasan audit terjadi dalam musim sibuk (seperti perusahaan dengan tanggal neraca 31 Desember), maka auditor yang menerima penugasan akan membutuhkan biaya yang lebih tinggi karena membutuhkan konsentrasi dan fokus yang lebih besar terhadap penugasan tersebut.

(7)

Peneliti lain yang mencoba melakukan penelitian yang sama mengenai audit fee, seperti Joshi dan Al-Bastaki (2000), melakukan penelitian di Bahrain

yang mana audit fee untuk klien kantor akuntan publik masih belum terpublikasi seperti halnya di negara-negara maju. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, risiko, profitabilitas, dan kompleksitas operasi klien merupakan faktor-faktor yang menentukan besarnya audit fee. Wei Zhang dan Myrteza (1996), melakukan penelitian mengenai determinan audit fee di Australia. Sebanyak 243 sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Australia dijadikan sampel dalam penelian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji variabel yang digunakan oleh Simunic (1980), yaitu faktor ukuran perusahaan, kompleksitas audit, waktu audit, kualitas audit dan risiko audit dapat mempengaruhi besarnya audit fee. Hasil penelitiannya secara individu ukuran perusahaan adalah faktor yang paling menentukan besarnya audit fee.

Al-Shammari et al. (2008) melakukan penelitian yang sama yaitu dengan menguji faktor-faktor penentu biaya audit di Kuwait. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa ada kesamaan faktor-faktor penentu biaya audit di Kuwait dan negara-negara lain yang sebelumnya diteliti. Lebih lanjut penelitian ini menjelaskan bahwa ukuran perusahaan dan kompleksitas klien merupakan faktor penentu audit fee yang paling penting. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Michell Suharli (2008) yang menyebutkan rasio konsentrasi auditor, ukuran KAP, ukuran auditee perusahaan, dan jumlah anak perusahaan sebagai faktor yang menentukan besarnya fee audit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang hasilnya signifikan yaitu rasio konsentrasi dan ukuran auditee

(8)

perusahaan, sedangkan dua variabel lainnya hasilnya tidak signifikan yaitu ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dan jumlah anak perusahaan.

Dengan melihat penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, penulis merasa perlu untuk meneliti kembali mengenai audit fee. Penulis akan meneliti faktor penentu audit fee berdasarkan ketiga ciri yang

dikatakan oleh David Hay (2006) namun dilihat dari persepsi seorang auditor, yang akan menetukan ranking dari faktor-faktor penentu besarnya audit fee. Hal ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang hanya menguji seberapa berpengaruh faktor-faktor tersebut dan mempunyai hasil yang signifikan sebagai penentu besarnya audit fee. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada Kantor Akuntan Publik yang ada di Bandung, dengan judul :

“Analisis Persepsi Auditor Mengenai Faktor Penentu Audit Fee Berdasarkan Client Attributes, Auditor Attributes, dan Engagement Attributes”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi auditor mengenai urutan faktor-faktor penting dalam menentukan audit fee berdasarkan perspektif client attributes ?

2. Bagaimana persepsi auditor mengenai urutan faktor-faktor penting dalam menentukan audit fee berdasarkan perspektif auditor attributes?

(9)

3. Bagaimana persepsi auditor mengenai urutan faktor-faktor penting dalam menentukan audit fee berdasarkan perspektif engagement attributes?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan bagi penulisan penelitian sebagai salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Akuntansi, di Universitas Pendidikan Indonesia.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui persepsi auditor mengenai urutan faktor-faktor penentu audit fee dari yang paling penting sampai yang tidak begitu penting

berdasarkan persfektif client attributes

2. Untuk mengetahui persepsi auditor mengenai urutan faktor-faktor penentu audit fee dari yang paling penting sampai yang tidak begitu penting

berdasarkan persfektif auditor attributes

3. Untuk mengetahui persepsi auditor mengenai urutan faktor-faktor penentu audit fee dari yang paling penting sampai yang tidak begitu penting dalam menentukan audit fee berdasarkan persfektif engagement attributes

(10)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Dalam kegunaan teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai faktor-faktor penting dalam menentukan audit fee. Mengingat masih belum banyak penelitian mengenai hal tersebut khususnya di Indonesia, maka diharapkan penelitian ini mampu memberikan referensi terhadap penelitian selanjutnya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Dalam kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi manajemen perusahaan dalam memahami audit fee, sehingga manajemen dapat membayar audit fee secara rasional dan tidak merugikan auditor. Hasil penelitian ini juga diharapkan dijadikan acuan oleh auditor ketika menerima penugasan audit, sehingga auditor dapat menetapkan fee secara profesional dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan penentuan audit fee.

Referensi

Dokumen terkait

SEHUBUNGAN DENGAN KEGIATAN BELANJA MODAL PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH KOTA BAU-BAU TAHUN ANGGARAN 2011, MAKA DENGAN INI PANITIA LELANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK

Seperti yang kita sudah pelajari sebelumnya bahwa Alkitab diinspirasikan oleh Allah, dengan demikian Alkitab memiliki otoritas sebagai Firman Allah karena itu Alkitab

pencapaian universal acces yaitu adanya perbedaan yang cukup besar antara target dengan realisasi akses sanitasi layak 100% hingga tahun 2019, belum lengkapnya dokumen

Berdasarkan hasil tugas tertulis ke-1 dan ke-2 dari kedelapan siswa yang berada pada tahap perkembangan moral yang berbeda-beda, berikut adalah perbandingan

 Guru dan peserta didik melakukan evaluasi produk, kemudian merefleksi seluruh aktivitas pembelajaran praktik, dilanjutkan dengan memberikan pertanyaan, misalnya:

pembangunan tata ruang di Indonesia lebih berorientasi pada aspek pengaturan daripada sebagai cetak biru pembangunan yang membentuk kota (developmental), sehingga

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga dan Lokasi terhadap Loyalitas Pelanggan Di

Selain itu, dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin kompleks risiko yang dihadapi perusahaan sehingga semakin besar