58 BAB V
STRATEGI DAN KEGIATAN FFI DALAM MEWUJUDKAN HUTAN DESA
Dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang bentuk strategi dan kegiatan yang telah dilakukan oleh LSM FFI dalam mewujudkan hutan desa di Kabupaten Ketapang khususnya di Daerah Desa Sungai Pelang.
1.1 Bentuk Strategi
Strategi merupakan cara yang dipakai guna mewujudkan tujuan. Menurut Soetomo (2006:44-78), ada 4 (empat) pendekatan yang digunakan dalam pembangunan masyarakat:
1. Improvement VS Transformation
Improvement Approach adalah perubahan yang dilakukan masih berdasarkan atau berbasis pada struktur sosial yang ada sedangkan dalam Tranformation Approach, perubahan terjadi pada level struktur masyarakatnya melalui tranformasi struktural.
Menurut Dixon (1990:59) mengklasifikasikan improvement Approach yang dia sebut sebagai pendekatan reformis berorientasi pada ideologi nasionalis, sedangkan transformation approach disebut dengan pendekatan radikal berorientasi pada ideologi sosialis.
2. Proses VS Hasil Material
Pendendekatan pertama seringkali disebut sebagai pendekatan yang
mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek manusianya, sedangkan
59
pendekatan kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan hasil materi dan lebih menekankan pada target.
3. Self-help VS Technocratic
Self-help merupakan pembangunan masyarakat yang mengutamakan sumber, potensi, dan kekuatan dari dalam. Pendekatan ini didasarkan pada prinsip demokrasi dan dan prinsip menentukan nasib sendiri. Prinsip yang digunakan adalah yang bersifat humanis yang mengakui keberadaan manusia sebagai mahluk yang aktif dan kreatif.
Asumsi yang mendasari adalah bahwa masyarakat sendiri dapat menjadi pelaku yang sangat berarti sekaligus menjadi pengendali proses pembangunan. Berbeda dengan pendekatan self-help, pendekatan technocratic lebih banyak didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat di Negara- Negara berkembang terutama masyarakat desanya, hanya mungkin melaksanakan perubahan dan pembaharuan, apabila dimulai suatu tindakan, suatu intervensi dari pihak luar, berupa suatu tindakan memperkenalkan atau bahkan memaksakan penerapan suatu teknologi produksi yang modern. Dalam banyak kesempatan, intervensi dari luar dalam pendekatan ini juga dapat berupa perumusan program dan bahkan sekaligus pengelolaan dalam pelaksanaannya lengkap berbagai inistrumen dan fasilitas pendukung serta petugas pelaksananya.
4. Uniformitas VS Variasi Lokal
Uniformalitas adalah pendekatan pembangunan masyarakat yang lebih
menekankan pada generalisasi dan keseragaman. Sedang variasi lokal adalah pendekat
pembangunan masyarakat yang menekankan adanya perbedaan dan variasi yang ada
dilain pihak.
60
Berdasarkan empat strategi perencanaan pembangunan yang dikemukakan oleh Soetomo diatas, di Desa Sungai Pelang sendiri menggunakan tiga perencanaan pembangunan yang telah digunakan oleh LSM FFI yaitu Self-help , proses dan Variasi Lokal, karena ketiga pendekatan tersebut menjadi dasar dari strategi yang dibuat oleh LSM FFI. Adapun Bentuk strategi yang dilaksanakan oleh FFI dalam mewujudkan hutan desa adalah dengan cara :
1. Self-help disini dilakukan oleh LSM dengan cara mengetahui sumber serta potensi yang dimiliki oleh Desa Sungai Pelang. Bentuk dari sumber dan potensinya berupa masyarakat dan Hutan Desa yang dimiliki Desa Sungai Pelang. Contoh strategi yang dilakukan oleh FFI terkait dengan Self- help adalah musyawarah desa dan pemetaan partisipatif yang dilakukan untuk melakukan survey tentang gambaran umum wilayah yang akan dijadikan Hutan Desa.
Musyawarah desa serta pemetaan partisipatif dilaksanakan pada tahun 2010, bertempat di Desa Sungai Pelang. Musyawarah desa ini dilakukan oleh LSM FFI dan diikuti oleh masyarakat desa. Hasil yang didapat dari musyawarah desa ini adalah penetapan wilayah hutan yang akan menjadi wilayah Hutan Desa di Desa Sungai Pelang nantinya.
Gambar 5.1
Self- Help : Musyawarah Desa
Masyarakat Desa Sungai Pelang sedang berkumpul di rumah Kepala Desa dalam
rangka musyawarah tentang pemetaan wilayah Hutan Desa.
61
Sumber: Data FFI Tahun 2010
2. Variasi Lokal, LSM FFI beserta masyarakat melakukan penentuan lokasi yang berpotensi untuk menjadi wilayah Hutan Desa. Contoh strategi yang dilakukan LSM terkait variasi lokal adalah pelatihan Tata Guna Lahan .
Pelatihan Tata Guna Lahan ini dilaksanakan pada tahun 2010 di Kabupaten Ketapang.
Yang melaksanakan pelatihan ini adalah LSM FFI yang bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Bappedas. Pelatihan ini di ikuti oleh enam desa yang memiliki wilayah hutan desa. Hasil dari pelatihan ini adalah masyarakat menjadi tahu tentang cara menggunakan lahan yang sesuai dengan peraturan yang ada.
Gambar 5.2
Variasi Lokal : Pelatihan Tata Guna Lahan
Masyarakat desa sedang mengikuti pelatihan tata guna lahan di Kabupaten Ketapang.
62
Sumber: Data FFI tahun 2010
3. Proses, LSM FFI melakukan sosialisasi yang berupa seminar serta pelatihan pembuatan PerDes terkait pembentukan Hutan Desa. Sekaligus melakukan pendampingan masyarakat dalam mengurus sistem birokrasi ke Pemerintahan.
Contoh strategi yang dilakukan LSM terkait proses adalah finalisasi PerDes Hutan Desa serta penyusunan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD) .
Finalisasi PerDes dilaksanakan pada tahun 2011 di Kabupaten Ketapang. Kegiatan ini di prakarsai oleh LSM FFI, Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Bappedas, yang mengikuti kegiatan ini adalah enam desa yang memiliki wilayah Hutan Desa di Kabupaten Ketapang. Hasil dari finalisasi PerDes adalah PerDes yng telah benar pembuatannya dan telah sesuai dengan peraturan dalam membuat PerDes. PerDes ini yang akan diajukan sebagai salah satu syarat meminta perizinan Gubernur untuk pembentukkan Hutan Desa.
Penyusunan RTHD dilaksanakan pada tahun 2011 di Kabupaten Ketapang. Kegiatan
ini di prakarsai oleh LSM FFI, yang mengikuti kegiatan ini adalah enam desa yang
memiliki wilayah Hutan Desa di Kabupaten Ketapang. Hasil dari penyusunan RTHD
63
adalah rencana tentang apa saja yang akan dilakukan masyarakat selama 1 (satu) tahun terhadap hasil yang didapat dari Hutan Desa.
Gambar 5.3
Proses : Finalisasi PerDes Hutan Desa
Finalisasi tentang PerDes Hutan Desa yang di pimpin oleh ketua ketua FFI bersama dengan staf dari dinas kehutanan bagian pembinaan dan mengembangan hutan.
Sumber: Data FFI Tahun 2011
64
Gambar 5.4
Proses : Penyusunan RTHD
Penyusunan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD) yang di ikuti oleh masyarakat Desa Sungai Pelang, Desa Sungai Besar, Desa Tanjung Beulang, Desa Beringin Rayo, Desa Laman Satong dan Desa Sebadak Rayo.
Sumber: Data FFI Tahun 2011
1.2 Bentuk Kegiatan
Bentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh FFI dalam mewujudkan hutan desa adalah dengan cara
1;
1. Melaksanakan seminar, adapun beberapa seminar yang dilakukan LSM FFI antara lain:
a. Sosialisasi REDD di Ketapang Tahun 2008.
1
Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Ibu Rahmawati, Staff LSM FFI pada tanggal 18 mei 2011 dan
pelatihan pembuatan PerDes pada tanggal 28 mei s/d 30 mei 2011
65
Gambar 5.5 Sosialisasi REDD
Kegiatan sosialisasi Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, Bappedas dan LSM FFI.
Sumber: Data FFI Tahun 2008
b. Seminar “Hutan Desa” Sebagai Wujud Partisipatif Masyarakat dalam Implementasi REDD di KalBar. Tanggal 12-13 April 2010.
Gambar 5.6 Seminar Hutan Desa
Seminar hutan desa yang di lakukan oleh LSM FFI dan Pemerintah Daerah. Seminar
ini diikuti oleh semua kalangan LSM yang ada di Kalimantan Barat. Seminar
dilaksanakan di Pontianak.
66
Sumber: Data FFI Tahun 2010
c. Seminar “Membangun Pemahaman Bersama Terhadap Keberadaan Orang Utan Dalam Tata Kelola Perkebunan Sawit dan Pertambangan yang Berkelanjutan di Kabupaten Ketapang KalBar”. Tanggal 19 Agustus 2010.
Gambar 5.7 Seminar
Seminar ini dilaksanakan di Kabupaten Ketapang yang diprakarsai oleh LSM FFI, Pemerintah Kabupaten, Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Kehutanan Provinsi dan Yayasan Palung.
Sumber: Data FFI Tahun 2010
d. Seminar FGD “Mencari Format Pengelolaan Perhutanan di KalBar”. Tanggal 11– 12
Agustus 2011.
67
Gambar 5.8 Seminar FGD
Seminar FGD ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan, LSM FFI dan Bappedas. Seminar ini diikuti oleh semua LSM yang ada di Kalimantan Barat.
Sumber: Data FFI 2011
2. Pelatihan pembuatan Perdes
Pembentukan Lembaga Tata Kelola Hutan Desa terbentuk dimulai dengan diadakannya seminar Pelatihan Pembentukan Lembaga Tata Kelola dan Penyusunan Peraturan Desa pada tanggal 28 mei sampai dengan tanggal 30 mei 2011 bertempat di gedung Bina Utama, Kabuaten Ketapang – Kalimantan Barat.
Dimulai dari pemaparan materi disertai dengan sesi tanya jawab oleh masyarakat
desa dan nara sumber dan diakhiri dengan pembuatan peraturan desa serta Lembaga
Kelola Hutan Desa. Dalam pelaksanaannya masyarakat desa dikelombokkan menjadi tiga
kelompok berdasarkan jarak antar desa masing- masing yang bertujuan untuk
mempermudah dalam gerak pengesahan peraturan desa. kelompok pertama: Desa Sungai
Pelang, Desa Pematang Gadung, Desa Sungai Besar. Kelompok dua : Desa Sungai
Beulang, Desa Beringin Rayo. Serta kelompok Ketiga : Desa Laman Satong, Desa
Sebadak Rayo.
68
Kelompok–kelompok yang telah terbentuk memiliki tugas untuk merembukkan apa yang akan dilakukan mengacu pada pertanyaan 5 W dan 1 H. Setelah itu baru adanya penyepakatan semua komponen guna terbentuknya Perdes yang memiliki fungsi sebagai landasan dalam mengelola hutan desa, maka dalam hal ini masyarakat diberi tenggang waktu dalam penyusunan draft atau perencanaan Perdes sesuai waktu yang disepakati.
Maka dari itulah muncul Lembaga Tata Kelola Hutan Desa, yang berguna sebagai pengontrol masyarakat desa sekitar hutan desa dalam mempergunakan hasil dari hutan desa tersebut, karena hasil hutan desa adalah non-kayu sehingga tidak boleh dan tidak akan ada perdagangan kayu dikemudian hari.
1.3 Usaha yang Dilakukan untuk terbentuknya Hutan Desa 1.3.1 Usaha yang dilakukan Pemerintah dan LSM
Adapun usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dan LSM FFI antara lain :
1. Melakukan Pendekatan terhadap Stakeholder terkait. Selain melakukan
pendekatan dengan masyarakat, LSM FFI juga melakukan pendekatan
dengan Dinas Kehutanan Provinsi maupun Ketapang untuk ikut membantu
dalam pemberian sosialisasi dan pelatihan terkait Hutan Desa. Serta tak jarang
LSM FFI melibatkan keikutsertaan LSM lain untuk ikut dalam seminar
tentang Hutan Desa.
69
“Mengadakan pendekatan kepada semua stakeholder terkait, baik masyarakat maupun pihak pemerintahan . Serta mengadakan seminar dan pelatihan mengenai Hutan Desa.” (Rahmawati)
22. Memberikan pelatihan kepada masyarakat desa tentang bagaimana menyusun Perdes tentang hutan desa, serta mendampingi masyarakat desa dalam menyusun Perdes. Sebagai salah tugas dari LSM FFI dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat desa terkhusus dalam program pembentukkan Hutan Desa, LSM melakukan pelatihan pembuatan Perdes Hutan Desa yang diikuti oleh perwakilan dari masing- masing Desa. Hal ini bertujuan agar Perdes yang akan tersusun nantinya mewakili kebutuhan masing-masing desa. Selain melakukan pelatihan pihak LSM juga melakukan pendampingan pembuatan Perdes sehingga masyarakat membuat PerDes sesuai dengan tata cara pembuatan Perdes dari Pemerintah Pusat dan Daerah, namun tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mengurus Perizinan Hutan Desa di Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
LSM bekerja sama dengan Dinas Kehutan Kabupaten dan Provinsi untuk mengurus perizinan pembentukkan Hutan Desa ditingkat Pemerintahan Daerah dan Pusat.
“ Kami menjadi fasilitator ketika LSM FFI membuat seminar dan pelatihan terkait program Hutan Desa. Serta mengurus perizinan di Pemerintahan Daerah yaitu permintaan pengesahan wilayah
2
Hasil wawancara dengan Ibu Rahmawati, pada tanggal 10 September 2013
70
Hutan Desa kepada Gubernur. Selain itu kami juga mengurus perizinan Hutan Desa di Pemerintahan Pusat”(Sri Mulyati)
31.3.2 Usaha Masyarakat Desa
Adapun upaya masyarakar desa guna terlaksana atau terbentuknya hutan desa antara lain:
1. Mengikuti seminar dan Pelatihan yang dilaksanakan oleh LSM FFI yang terkait dengan Hutan Desa. Karena pada dasarnya masyarakat desa terkhusus masyarakat Desa Sungai Pelang sangat tertarik dengan program pembentukkan Hutan Desa yang dilaksanakan oleh LSM FFI, sehingga saat LSM FFI mengadakan seminar dan pelatihan terkait tentang Hutan Desa, masyarakat Desa Sungai Pelang mengikuti semua kegiatan.
“Respon masyarakat Desa Sungai Pelang terhadap pembentukan Hutan Desa sangat Positif . Masyarakat Desa selalu mengikuti semua seminar dan pelatihan mengenai Hutan Desa yang diadakan oleh LSM FFI. “(Jaswadi)
42. Membentuk LKHD Wana Gambut. Terbentuknya LKHD berawal dari pelatihan pembuatan Perdes. Masyarakat dan LSM FFI merasa perlu untuk .membuat suatu lembaga yang menangani semua urusan mengenai Hutan Desa. Maka dari itu terbentuklah LKHD Wana Gambut di Desa Sungai Pelang.
3. Menyusun Perdes Hutan Desa yang sesuai dengan kondisi hutan desa. LSM FFI yakin, yang mengerti secara seksama tentang kondisi wilayah desa adalah
3
Hasil wawancara dengan Ibu Sri Mulyati, pada tanggal 27 Agustus 2013
4
Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013
71
masyarakat desa itu sendiri. Sehingga masyarakat Desa terkhusus Desa Sungai Pelang menyusun PerDes yang mengatur Hutan Desa sendiri, namun tetap diawasi oleh LSM FFI agar tidak melenceng dari yang seharusnya.
“Berawal dari adanya pelatihan pembuatan Perdes di tahun 2011, terbentuklah LKHD Wana Gambut ini. Guna mempermudah pembuatan PerDes yang sesuai dengan kondisi Desa Sungai Pelang . Selain itu LKHD ini berfungsi sebagai tempat untuk mengurus semua hal yang terkait dengan pembentukkan Hutan Desa dan sebagai pengontrol masyarakat sekitar Hutan Desa dalam mempergunakan hasil Hutan Desa .”(Jaswadi)
54. Melakukan komunikasi dengan pihak LSM FFI dan Dinas Kehutanan tentang perkembangan perizinan Hutan Desa. Masyarakat desa melakukan komunikasi guna mengetahui perkembangan perizinan Hutan Desa.
5. Membuat Proposal yang ditujukan kepada perusahaan untuk meminta dana.
Sebagai Ketua LKHD Wana Gambut, Bapak Jaswadi membuat proposal secara individu yang diberikan kepada Perusahaan guna mendapatkan dana untuk pengembangan Hutan Desa nantinya. Hal ini terjadi dikarenakan Bapak Jaswadi merasa dana untuk Hutan Desa masih sangat minim, sehingga dibutuhkan tambahan dana. Cara yang digunakan oleh Bapak Jaswadi adalah dengan membuat proposal kepada perusahaan.
“Secara pribadi saya selaku ketua LKHD sudah membuat proposal yang ditujukan kepada perusahaan guna mendapat bantuan dana untuk pembentukan hutan desa. Untuk urusan
5
Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013
72
birokrasi ke Pemerintah, kami serahkan kepada LSM FFI dan Dinas Kehutanan selaku fasilitator dan pihak yang berwenang atas urusan birokrasi program Hutan Desa. Kami memantau dengan terus melakukan komunikasi dengan kedua belah pihak terkait dengan perkembangan pembentukan Hutan desa di Desa Sungai Pelang ini.”(Jaswadi)
6Secara sadar atau tidak beberapa desa dari 6 (enam) desa yang ada sudah menganggap hutan desa sangat penting bagi kelangsungan hidup dimasa depan. Masyarakat desa tersebut berusaha untuk mewujudkan hutan desa dengan semangat dan kerja keras serta bimbingan dari pemerintah dan lembaga sosial yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup dan kemasyarakatan.
Terkhusus Desa Sungai Pelang, menurut Bapak Jaswadi selaku ketua dalam LKHD , sangat berharap agar hutan desa benar- benar dapat terwujud.
Karena selain dapat menambah pemasukkan masyarakat desa Sungai Pelang, dapat menghijaukan Ketapang, sehingga masyarakat Ketapang tidak perlu lagi merasa khawatir dengan perubahan iklim yang sangat drastis saat ini.
“Untuk saya pribadi saya memiliki keinginan untuk menjaga hutan yang tersisa agar anak- anak saya nantinya dapat melihat hutan sama seperti yang saya lihat waktu saya kecil. Masyarakat desa yang lain pun memiliki tujuan yang sama dengan saya.
Namun, selain untuk melestarikan hutan yang masih tersisa,
6
Hasil wawancara dengan Bapak Jaswadi, pada tanggal 11 September 2013
73
mereka juga ingin menjadikan hutan desa sebagai penambah ekonomi dengan memanfaatkan hasil hutan non kayu.” (Jaswadi)
7Strategi LSM dalam hal pembentukkan Hutan Desa berawal dari sosialisasi REDD pada tahun 2008 di Pontianak, diikuti dengan seminar tentang Hutan Desa pada tahun 2010. LSM FFI mulai melakukan sosialisasi pentingnya terbentuknya Hutan Desa. Mulai dari musayawarah desa untuk menentukan batas wilayah Hutan Desa di setiap desa dilakukan sendiri oleh LSM. Seminar serta pelatihan yang dilakukan oleh LSM dibantu oleh Dinas Kehutanan yang diikuti oleh masyarakat mengenai Hutan Desa selalu dikuti masyarakat desa. Akan tetapi dalam kenyataannya, selama selang waktu 2 (dua) tahun dari tahun 2011 saat pelatihan menyusun Perdes yang berfungsi sebagai salah satu syarat untuk terbentuknya Hutan Desa sampai dengan akhir tahun 2013 masih belum menunjukkan perkembangan terwujudnya Hutan Desa yang signifikan. Masalah masih berada di aras Pemerintah Daerah dimana belum ditanda tanganinya surat izin pembentukkan Hutan Desa terkhusus di Desa Sungai Pelang. Adapun menurut Edward dan Hume (Fakih, 2004:2), salah satu faktor terpenting yang menghambat serta kemampuan NGOs untuk berperan dalam perubahan sosial global adalah kegagalan NGO sendiri dalam membuat jaringan antara kerja mereka ditingkat mikro dengan sistem dan struktur makro yang lebih luas. Dalam penelitian ini terlihat bahwa LSM telah berusaha untuk membantu masyarakat dalam mewujudkan Hutan Desa, akan tetapi pihak Pemerintah Daerah masih lama dalam sistem birokrasinya. Sehingga yang terlihat adalah kinerja kerja yang pasif
77