• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HILANGNYA HAK WARIS BAGI AHLI WARIS ATAS AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM PENGUASAAN HARTA WARISAN SECARA SEPIHAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS HILANGNYA HAK WARIS BAGI AHLI WARIS ATAS AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM PENGUASAAN HARTA WARISAN SECARA SEPIHAK"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HILANGNYA HAK WARIS BAGI AHLI WARIS ATAS AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM PENGUASAAN HARTA WARISAN SECARA SEPIHAK (Contoh Kasus Putusan No: 601/Pdt.G/2019/PN. Jkt.Pst)

Muhammad Hadlisina Hawari

(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara) (E-mail: hadlisina21@gmail.com)

Hanafi Tanawijaya, S.H., M.H.

(Corresponding Author)

(Dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Meraih Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara, Magister Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Tarumanagara)

(E-mail: hanafitanawijaya@gmail.com) Abstract

Inheritance law is a subset of family law that is heavily influenced by social conditions. Indonesia does not have a single inheritance law due to its pluralistic existence. If an heir's inheritance rights are violated, he has the right to sue. The judge agreed not to grant compensation to the defendant in his judgment No: 601/Pdt.G/2019/PNJkt.Pst, and in the case of an act committed by the defendant, he nevertheless received a percentage of the inheritance, despite the fact that the act he committed had already violated the provisions of Article 838 of the Civil Code. Normative analysis was used as a research tool. The findings revealed that an heir who had been found to have committed an act considered unacceptable as described by Article 838 of the Criminal Code should no longer be eligible to inherit. This is the condition where the judge can decide thus, because the case refers to the Civil Law which is a family law which is very likely in terms of its forgiving element. Furthermore, the judge instructed the defendants to prove an illegal act in a criminal context first, so that the facts at the Civil Court trial would be clearer and could be considered by the judge while making decisions in court in a civil context.

Keywords: The property rights of heirs are trampled on, Act in disobedience to the law, Inheritance regulation on another basis.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum keluarga dan sungguh sangat erat kaitannya dengan masyarakat, karena pada hakikatnya manusia yang hidup pasti akan mengalami kematian, sehingga masalah waris merupakan suatu hal yang kemungkinan besar ada dalam kehidupan masyarakat karena, Pengertian waris adalah proses peralihan harta dari orang yang telah

(2)

meninggal kepada ahli waris.1 Proses peralihan harta tersebut merupakan peristiwa kewarisan dari yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup yang merupakan keturunannya secara otomatis.

Pengaturan Hukum Waris di Indonesia masih Pluralisme karena Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan adat istiadat, begitupun dengan rakyatnya yang terdiri dari berbagai macam suku, adat dan berbagai keyakinan atau agama yang dianut oleh masyarakatnya sampai saat ini. Sehingga sampai saat ini Indonesia masih belum mempunyai hukum waris yang Terunifikasi, di Indonesia ada 3 (tiga) macam Hukum Waris yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yakni : Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Barat.

Ketiga hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris barat yang masing-masing memiliki aturan dan ketentuan yang berbeda-beda.

Hukum waris adat karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam macam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda-beda satu. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di didalam masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat. Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis tetapi hanya berupa norma-norma yang berkembang sejak lama dan dijadikan pedoman yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.

Hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan. Di Indonesia hukum waris adat mengenal beberapa macam sistem pewarisan.

1Anonim, “memahami hukum waris secara cerdas”, www.hukumonline.com, 3 Januari 2013

(3)

a. Sistem Kewarisan Individual: yaitu sistem ini di mana para ahli waris mewaris harta peninggalan pewaris secara perorangan. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat seperti di Jawa dan Batak dan lain-lain.

b. Sistem Kewarisan Kolektif: yaitu dimana para ahli waris mewarisi harta peninggalan pewaris secara bersama-sama (kolektif). Hal ini terjadi karena harta peninggalan yang diwarisi itu merupakan harta turun menurun dan tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris dengan kata lain harta warisan tersebut tidak dapat dimiliki oleh seorang saja, melainkan harus dimiliki secara bersama-sama.

c. Sistem Mayorat: yaitu sistem kewarisan di mana harta peninggalan pewaris hanya diwarisi kepada anak tertua.2

Hukum waris islam. sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar atau mayoritas warga negara Indonesia merupakan beragama islam, maka dapat dikatakan bahwa yang mengatur segala sesuatu tentang peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang yang menganut agama islam setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya terdapat pada hukum waris islam yang bersumber atau terdapat pada Al- Quran, Hadist Nabi dan juga ijtihad para ahli hukum islam.

Wujud warisan atau harta peninggalan menurut hukum islam sangat berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris barat yang sebagaimana diatur dalam BW (Burgerlijk Wetboek) maupun menurut hukum waris adat.

Waris atau harta peninggalan menurut hukum islam yaitu “sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih”.

artinya, harta peninggalan yang diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak, “setelah dikurangi dengan pembayaran hutang–

hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh

2 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1990), hal.286

(4)

wafatnya pewaris.3

Hukum waris barat termasuk kedalam hukum waris perdata yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang hukum perdata yang memiliki kesamaan sifat dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata terdapat unsur paksaan di dalamnya.

Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian hak mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris telah membuat ketetapan seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan kepadanya ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitime portie) ahli waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang hibah-hibah yang wajib inbreng (pemasukan).4

Dalam hukum waris perdata, berlaku suatu asas, yaitu apabila seseorang meninggal dunia (pewaris), maka demi hukum dan seketika itu juga hak dan kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sepanjang hak dan kewajiban tersebut termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau dengan kata lain hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Sistem hukum waris perdata memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem hukum waris lainnya, yaitu menghendaki agar harta peninggalan pewaris sesegera mungkin dapat dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut.

Kalaupun harta peninggalan pewaris hendak dibiarkan dalam keadaan tidak

3 Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung:

Refika Aditama 2011), hal.13

4 Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 9.

(5)

terbagi, maka harus melalui persetujuan oleh seluruh ahli waris.5

Menurut pasal 834 KUHPerdata seorang ahli waris berhak untuk menuntut supaya segala apa saja yang termasuk harta peninggalan si meninggal di serahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris.6 Hak penentuan ini menyerupai hak penuntutan seorang pemilik suatu benda, dan menurut maksudnya penuntutan itu harus ditunjukan pada orang yang menguasai suatu benda warisan dengan maksud untuk memilikinya. Seorang ahli waris yang mempergunakan hak penuntutan tersebut, cukup dengan mengajukan dalam surat gugatannya, bahwa ia adalah ahli waris dari simeninggal dan barang yang dimintanya kembali itu termasuk benda peninggalan.7

Di dalam hukum waris perdata, dikenal ada dua cara untuk memperoleh warisan, yaitu :

1. Ketentuan undang-undang atau wettelijk Erfrecht atau Ab Intestato, yaitu ahli waris yang telah diatur dalam undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan, karena hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan si meninggal.

2. Testamen atau wasiat atau testamentair erfrecht, yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat wasiat yang ditinggalkan oleh si meninggal.8

Ketentuan tentang pembagian harta warisan, bahwa cara pembagian harta warisan itu sepenuhnya diserahkan kepada kebijaksanaan si pewaris sendiri pada saat sebelum meninggal dunia sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata bab ketigabelas tentang surat wasiat Pada kenyataannya di masyarakat peristiwa yang terjadi, walaupun dalam pelaksanaan pembagian

5 Afandi Ali, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 7.

6 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 8 Tahun 1848, pasal 834.

7 Prof. Subekti, S.H, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-31. (Jakarta: Intermasa, 2003), hal.

96-97.

8Wahyono Darmabrata, Hukum Perdata Asas-Asas Hukum Waris, (Jakarta : CV Gitama Jaya, 2003), hal. 41.

(6)

warisan telah terdapat surat wasiat dari si pewaris terkait pembagian harta warisan ataupun telah dibuat kesepakatan bersama masih saja seringkali timbul sengketa antara ahli waris terkait dengan pembagian harta warisan. Hal ini disebabkan dari sifat serakah manusia yang ingin menguasai lebih dari harta warisan yang didapat. Untuk mendapatkan harta warisan sesuai dengan yang diinginkan, para ahli waris menempuh segala cara yang dapat dilakukan guna mencapai tujuannya, baik melalui jalan hukum maupun dengan jalan melawan hukum.

Dari salah satu sengketa yang timbul misalnya salah satu ahli waris bermaksud secara melawan hukum untuk menguasai sendiri harta warisan yang diberikan pewaris berupa hak atas tanah dan bangunan serta dengan menggunakan tipu daya untuk menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat yang diberikan oleh pewaris. Dengan maksud untuk mencurangi atau membodohi ahli waris lainnya.

Suatu perbuatan yang dilakukan oleh salah satu ahli waris yang berniat menguasai harta warisan secara sepihak tersebut merupakan bentuk perbuatan yang melanggar peraturan hukum yang berlaku atau disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), menyatakan: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”9

Perbuatan Melawan Hukum mengandung arti yang sangat luas, yakni dengan mengartikan hukum tidak sama dengan undang-undang. Perbuatan Melawan Hukum tidak sekedar bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang melakukan atau tidak

9 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 8 Tahun 1848, pasal 1365.

(7)

melakukan yang bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat kehati-hatian, kepantasan dan kepatutan dalam kehidupan bermasyarakat. Perbuatan dapat dikatakan melawan apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Perbuatan itu harus melawan hukum

Perbuatan tersebut harus berlawanan dengan hak orang lain, kewajiban hukumnya sendiri, kesusilaan yang baik, dll.

2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian

Kerugian disebabkan bisa berupa kerugian materil (dapat dinilai dengan uang) dan kerugian immaterial (tidak dapat dinilai dengan uang).

3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan

Suatu kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kelalaian.

4. Perbuatan itu harus ada hubungan kausal.

Hubungan kausal merupakan hubungan sebab-akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian.10

Dalam arti sempit, perbuatan melawan hukum diartikan bahwa "Orang yang berbuat pelanggaran terhadap hak orang lain atau telah berbuat bertentangan dengan suatu kewajiban hukumnya sendiri".11 Perbuatan pelanggaran terhadap hak orang lain, hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hak-hak sebagai berikut yaitu hak-hak pribadi, hak-hak kekayaan, hak atas kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.12 Juga termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut bertentangan dengan suatu kewajiban hukum dari pelakunya. Dengan istilah “kewajiban hukum” ini, yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi

10 P.N.H. Simanjuntak, S.H., Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2009), hal. 353-355.

11 H.F.A.Volmar, Pengantar Study Hukum Perdata (Diterjemahkan Oleh I.S. Adiwinata), (Jakarta: Rajawali Pers.2004), hal. 184.

12 Ibid hal. 185.

(8)

bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis, melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang-undang13

Maka dengan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh salah satu ahli waris tersebut, pihak ahli waris lainnya yang merasa dirugikan tersebut dapat mengajukan gugatan agar dapat memperjuangkan hak-haknya yang telah dilanggar tersebut guna mendapatkan keadilan dalam pembagian harta warisan, karena perbuatan dari salah satu ahli waris yang telah melakukan perbuatan melawan hukum tersebut dapat merubah mekanisme pembagian harta warisan yang terjadi.

Salah satu contohnya terdapat pada perkara yang terjadi dalam putusan No: 601/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst pada kasus yang terdapat dalam putusan tersebut terdapat satu keluarga sepasang suami istri yang memiliki atau dikaruniai 7 (tujuh) orang anak, suami (pewaris) telah terlebih dahulu meninggal dunia yang meninggalkan seorang istri dan 7 (tujuh) orang anak beserta harta peninggalan atau harta warisan.

Dalam hukum yang berlaku harta peninggalan atau harta warisan yang ditinggalkan suami menjadi harta milik bersama atau yang berhak dalam ketentuan undang-undang harus dibagi kepada ahli warisnya yaitu seorang istri dan 7 (tujuh) orang anak. Namun pada kasus ini salah satu anaknya ingin menguasai harta warisan secara sepihak, anak tersebut (tergugat) ini menggunakan segala cara seperti menggelapkan, memalsukan surat hibah, hak milik dan surat wasiat serta mengelabui salah satu dari adiknya (penggugat) dan juga memperdaya atau mencurangi, memanfaatkan dan mencederai ibunya sendiri yang sedang terbaring lemah dalam kondisi sakit ditempat tidur, tidak bisa berjalan, bicara dan tidak bisa tanda tangan karena tremor. Tergugat memaksa ibunya untuk menandatangani surat akta hibah didepan notaris

13 Munir Fuady II., Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti.2002)

(9)

dengan cara memanfaatkan cap jempol dari ibunya tersebut agar dapat menguasai harta warisan secara individu atau sepihak.

Dalam hal ini si anak tersebut (tergugat) dinyatakan bersalah oleh hakim karena telah melakukan perbuatan yang menyimpang dengan menyalahgunakan haknya sebagai ahli waris dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, oleh karena itu dapat mempengaruhi mekanisme dalam pembagian harta warisan. Tetapi dalam putusan hakim No: 601/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst hakim memutuskan untuk tidak mengabulkan ganti kerugian yang diberikan kepada tergugat, serta dalam hal perbuatan yang dilakukan oleh tergugat ia masih mendapatkan bagian dari harta warisan padahal perbuatan yang ia lakukan telah melanggar ketentuan yang ada pada pasal 838 KUHPerdata yaitu yang dianggap tak patut menjadi waris dan dikecualikan dari pewarisan ialah : a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau

melakukan percobaan pembunuhan terhadap pewaris.

b. Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal dunia, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah simeninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.14

Dalam hal ini berdasarkan pasal 838 KUHPerdata si tergugat atau pihak yang telah melanggar salah satu unsur yang terdapat dalam pasal 838 KUHPerdata dapat diperhitungkan tentang penerapan pembagian warisannya tersebut.

14 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 8 Tahun 1848, pasal 838.

(10)

Berkaitan dengan uraian di atas telah mendorong penulis untuk mengungkapkan atau membahas masalah yang terjadi pada uraian diatas dengan menitikan pada analisis yuridis terhadap penguasaan harta warisan secara sepihak dengan memberdayakan pihak lain.

B. Permasalahan

Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian yang sebelumnya, maka pada bagian ini dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini, ialah: Bagaimanakah penerapan hukum waris terhadap hilangnya hak waris atas akibat perbuatan melawan hukum penguasaan harta warisan secara sepihak pada putusan pengadilan negeri No: 601/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst ditinjau dari pasal 838 KUHPerdata ?

C. Metode Penelitian

Metode penelitian berisi uraian menyangkut sifat penelitian, metode yang digunakan untuk meneliti, alat pengumpulan data yang digunakan, dan jenis data yang ingin diperoleh.15 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.16 Metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena tujuan umum penelitian adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang akan ditempuh harus relevan dengan masalah yang telah dirumuskan.17 Maka dari itu sangat penting

15)

Universitas Tarumanagara, Peraturan Dekan No. 23-PD/FH-UNTAR/III/2014 tentang Skripsi, Lampiran 3.

16 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2006), hal. 43.

17 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press , 2015). hal. 65.

(11)

untuk mencantumkan metode yang akan digunakan dalam penulisan.18) 1. Jenis penelitian

Dalam penelitian hukum ini, penulis akan menggunakan metode penelitian hukum bersifat normatif. Pada penelitian normatif dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Sumber data adalah sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder atau tersier.19)

2. Sifat Penelitian

Dalam sebuah penelitian ilmu hukum, terdapat beberapa sifat penelitian yang dapat digunakan yaitu:20

a. Eksploratif yang lebih menekankan pada penjelajahan dengan cara menggali karena masih minim atau belum adanya teori-teori atau belum adanya norma ketentuan yang mengatur kalaupun ada masih sedikit sehingga dibutuhkan upaya penggalian lebih dalam dengan cara mengeksplorasi lebih dalam sesuatu hal yang masih baru yang belum terungkap, serta mendalami sesuatu hal tentang gejala tertentu.

b. Deskriptif yang menekankan pada tujuan penggambaran secara tepat tentang sifat-sifat individu atau kelompok tertentu mengenai keadaan, gejala atau untuk melihat penyebaran suatu gejala sehingga diperoleh gambaran ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dan gejala yang lain yang terjadi di masyarakat. Dalam penelitian ini dapat membuat teori baru atau memperkuat teori yang telah ada.

18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009), hal.

3.

19Dr. Amiruddin dan Prof Dr. H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-9. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), hal. 118.

20 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal. 190-191.

(12)

c. Eksplanatoris yang lebih ditekankan pada pengujian secara hipotesis di mana yang dingin diketahui dari penelitian ini adalah dampak suatu variabel terhadap variabel lainnya atau untuk melihat hubungan korelasi.

Pada penelitian ini, sifat metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penggunaan metode penelitian normatif dalam upaya penelitian dan penulisan pra proposal ini didasari kesesuaian teori dengan metode penelitian yang dibutuhkan. Sebagaimana dengan tujuan penelitian ini sangat erat hubungannya dengan data-data perpustakaan dikarenakan hukum normatif membutuhkan data-data yang bersifat sekunder atau terdapat pada perpustakaan.

3. Jenis Data

a. Data primer, yaitu data yang memiliki kekuatan mengikat dapat berasal dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yaitu :21)

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Surat Putusan No: 601/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst

b. Data sekunder, yaitu buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.

c. Data non hukum, yaitu sebagai penunjang dari data primer dan sekunder yang dapat berupa internet, jurnal non hukum dan penelitian non hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan dilakukan dengan cara

21 Ibid, hal. 133.

(13)

membaca, mencermati, mencatat serta membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan penelitian perbuatan melawan hukum ini.

5. Teknik Pengelolaan Data

Setelah seluruh data terkumpul, langkah selanjut yaitu tahap analisis data.

Tahapan analisis data diawali dengan pemilihan data dan memasukkannya melalui komputer dengan mengambil data yang paling relevan. Selanjutnya dilakukan proses editing data dan menganalisisnya secara kualitatif sampai proses akhir dalam bentuk hasil penelitian.

II. PEMBAHASAN

Bagaimanakah Penerapan Hukum Waris Terhadap Hilangnya Hak Waris Atas Akibat Perbuatan Melawan Hukum Penguasaan Harta Warisan Secara Sepihak Pada Putusan Pengadilan Negeri No: 601/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst Ditinjau dari Pasal 838 KUHPerdata ?

Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab III sebelumnya, bahwa di dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No: 601/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst, Nyonya Yanti Sariwati Tjiputra (Tjie Jan Jan) sebagai Penggugat I, Nyonya Inti Sariwati Tjiputra (Tjie Jin Jin) sebagai Penggugat II, Tuan Kian Djaya Tjiputra (Tjie Hin Jan) sebagai Penggugat III, Nyonya Sanny Sariwati Tjiputra (Tjie San San) sebagai Penggugat IV, dan Tuan Mega Djaya Tjiputra sebagai penggugat V melayangkan gugatan kepada Tuan Hinggadjaja Tjiputra (Tjie Hin Ol) sebagai Tergugat, Nyonya Lanny Sariwati Tjiputra (Tjie Lan Lan) sebagai Turut Tergugat I, Maria Rahmawati Gunawan, S.H. sebagai Turut Tergugat II dan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat sebagai Turut Tergugat III karena para penggugat merasa hak mereka sebagai ahli waris telah dilanggar oleh tergugat yang terkait.

Pada tanggal 17 Juni 1974 Tuan Sentosa Tjiputra telah meninggal dunia di Jakarta sebagai tempat tinggalnya yang tercatatkan dalam Akta Kematian

(14)

Nomor 497/JP/1974 Tanggal 3 Juli 1974 yang dikeluarkan oleh Pegawai Luar Biasa Catatan Sipil Jakarta Pusat. Tuan Sentosa Tjiputra (Pewaris) meninggalkan seorang isteri dan ketujuh (ke-7) orang anak-anaknya. Selain itu juga Tuan Sentosa Tjiputra meninggalkan harta peninggalan (harta warisan) yang berupa antara lain: Sebidang Tanah Hak Guna Bangunan berikut bangunan rumah tinggal yang berdiri di atasnya untuk selanjutnya disebut

“tanah dan bangunan” dan tempat usaha di Proyek Senen yang diberi nama,

“Toko T.S. SENTOSA”. Menurut Hukum Waris yang berlaku harta peninggalan dari Tuan Sentosa Tjiputra menjadi milik bersama dan dibagi menurut undang-undang kepada para ahli warisnya yaitu, seorang isteri dan ketujuh (ke-7) anak-anaknya. Karena Menurut Khairani Bakri22 definisi Hukum Waris Perdata atau Waris Barat adalah hukum yang mengatur tentang perpindahan atau kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia, terutama berpindahnya suatu harta kekayaan pewaris itu kepada orang lain atau ahli warisnya. yang merujuk pada KUHPerdata walaupun tidak dijelaskan secara detail mengenai pengertian waris tersebut, dalam pasal 830 KUHPerdata mendeskripsikan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena adanya kematian. Dalam hal ini maka Hukum Waris Barat hanya akan terlaksana apabila ada seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan serta mempunyai ahli waris yang sah atas harta warisannya tersebut. Menurut pasal 832 KUHPerdata menjelaskan secara singkat tentang siapa saja yang berhak menerima harta waris atau yang berhak menjadi ahli waris yaitu orang-orang keluarga sedarah, baik sah maupun di luar perkawinan yang memiliki ikatan dengan pewaris namun apabila pewaris menghendaki dalam surat wasiat maka orang-orang yang tidak mempunyai hubungan darah maupun ikatan perkawinan juga dapat memperoleh harta peninggalan dari pewaris. Oleh karena itu, pada bab IV ini penulis ingin

22 Peneliti, Wawancara, dengan akademisi di bidang hukum, (Jakarta : Universitas Trisakti Jakarta Barat, 3 Maret 2021).

(15)

memberikan analisis mengenai hilangnya hak waris atas akibat perbuatan melawan hukum penguasaan harta warisan secara sepihak bila ditinjau dari Pasal 838 KUHPerdata.

Mengenai kasus yang diteliti terjadi pembagian harta peninggalan Tuan Sentosa Tjiputra sebagai pewaris yang diuraikan sebagaimana dinyatakan dalam Akta Keterangan Hak Waris yang dibuat di hadapan Notaris dengan pembagian masing-masing yang diberikan kepada para ahli warisnya sebagai berikut :

1. Isterinya, Ny. Ajusari Liris mendapat sebesar ½ (setengah) bagian ditambah 1/16 (seperenambelas) bagian atau seluruhnya sebesar 9/16 (sembilan per enam belas) bagian.

2. Tn. Hinggadjaja Tjiputra, (d/h bernama Tjie Hin Ol)/Tergugat mendapat sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

3. Ny. Yanti Sariwati Tjiputra, (d/h bernama Tjie Jan Jan)/Penggugat I, mendapat sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

4. Ny. Inti Sariwati (d/h bernama Tjie Jin Jin)/Penggugat II mendapat sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

5. Tn. Kian Djaya Tjiputra (d/h benama Tjie Hin Jan)/Penggugat III mendapat sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

6. Ny. Sanny Sariwati Tjiputra (d/h bernama Tjie San San)/Penggugat IV mendapat sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

7. Ny. Lanny Sariwati Tjiputra (d/h bernama Tie Lan Lan)/Turut Tergugat I mendapat, sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

8. Tn. Mega Djaya Tjiputra/Penggugat V mendapat sebesar 1/16 (seperenambelas) bagian

Dalam hal itu maka seharusnya pembagian harta warisan harus segera direalisasikan sesuai dengan pembagian yang telah ditentukan, karena menurut Pasal 830 KUHPerdata pewarisan hanya berlangsung karena kematian.

Menurut Endang Pandamdari, dengan meninggalnya pewaris seketika itu segala

(16)

hak dan kewajiban pewaris beralih pada ahli warisnya. Jadi segera dilakukan pembagian harta warisan23, Akan tetapi pada kasus ini tidak terjadi pembagian harta warisan yang dimana harta warisan tersebut hanya dikuasai oleh salah satu ahli waris yaitu Tuan Hinggadjaja Tjiputra.

Dimana Tuan Hinggadjaja Tjiputra atau disebut sebagai Tergugat sudah mulai melakukan perbuatan sewenang-wenang seolah-olah yang berkuasa dan sebagai pemilik atas “tanah dan bangunan” tersebut termasuk didalamnya gudang yang merupakan harta peninggalan (warisan) dari ayah tersebut, dengan cara menekan dan memaksa Penggugat III agar segera keluar dari “tanah dan bangunan” tersebut dan diminta untuk menandatangani Surat Pernyataan yang telah dibuat dan dipersiapkan sendiri oleh Tergugat.

Tergugat juga kerap melakukan suatu perbuatan curang dan sewenang- wenang yang sangat fatal dari tergugat adalah dengan memperdaya Ibunya sendiri yang sudah dalam kondisi sakit-sakitan berbaring ditempat tidur, tidak bisa jalan dan bicara dan tidak bisa lagi tanda tangan karena tremor parkinson makanannya pun harus di blender disuapi oleh perawat yang mengurusnya.

Untuk membuat surat hibah wasiat tersebut demi kepentingan dan keuntungan dirinya sendiri yang dimana hal tersebut dapat merugikan ahli waris lainya atau para penggugat dengan cara tergugat mempersiapkan dokumen yang diperlukan termasuk untuk mendatangkan Notaris/PPAT atau turut tergugat II dalam membuat surat hibah wasiat yang tercatat dalam Akta Hibah No.17/2013 Tanggal 12 Juli 2013. Perbuatan curang yang dilakukan tergugat merupakan perbuatan melanggar hukum (PMH) yang melanggar ketentuan yang telah diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, yakni: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian

23 Peneliti, Wawancara, dengan akademisi di bidang hukum, (Jakarta : Email, 5 Maret 2021).

(17)

tersebut.”24 Menurut M. Basyir PMH sendiri tidak hanya hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga melakukan atau tidak melakukan suatu yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang melakukan atau tidak melakukan yang bertentangan dengan kesusilaan maupun sifat kehati-hatian, kepantasan dan kepatutan dalam kehidupan bermasyarakat.25 Yang dimana perbuatan tersebut sangat merugikan para penggugat sebab Tergugat telah menyalahgunakan dan melakukan penyimpangan dari maksud dan tujuan semula.

Dimana menurut teori hak-hak yang dimiliki ahli waris terdapat suatu hak yang dimiliki ahli waris yaitu Hak Hereditatis Petition yakni hak untuk menggugat seseorang atau ahli waris lainnya yang menguasai sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi haknya.

Pada pasal 838 KUHPerdata menjelaskan bahwa yang dianggap tak patut menjadi ahli waris dan dikecualikan dari pewarisan ialah :

1. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau melakukan percobaan pembunuhan terhadap pewaris.

2. Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal dunia, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat.

3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah simeninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Sedangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No:

24 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 8 Tahun 1848, pasal 1365.

25 Peneliti, Wawancara, dengan akademisi di bidang hukum, (Jakarta : Law Office M. Basyir &

Associates, 5 Maret 2021).

(18)

601/Pdt.G/2019/PN.Jkt.pst Tergugat masih mendapatkan bagian dari harta warisannya tersebut atau masih dianggap sebagai ahli waris sedangkan tindakan Tergugat yang termasuk kedalam Perbuatan Melawan Hukum (PMH) telah melanggar ketentuan yang terdapat pada pasal 838 KUHPerdata.

Dalam hal ini hakim dapat memutus dengan demikian, dikarenakan kasus tersebut merujuk pada Hukum Perdata yang merupakan suatu Hukum Kekeluargaan yang sangat besar kemungkinannya dalam hal unsur pemaafnya, maka dari itu dalam hal memungkinkan hakim mengutamakan unsur pemaaf tersebut, tetapi jika ada bukti yang cukup kuat mengenai tindakan yang telah dilakukan seharusnya memang orang yang telah melakukan hal-hal tersebut tidaklah patut mendapatkan bagian dari harta warisannya atau tidak berhak lagi menjadi ahli waris.

III. PENUTUP A. Kesimpulan

Dari rangkaian kasus sengketa waris terhadap hilangnya hak waris atas akibat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) penguasaan harta warisan secara sepihak yang ditinjau dari Pasal 838 KUHperdata yang telah penulis uraikan, permasalahan hukum yang hendak dibahas, data hasil penelitian, sampai analisis permasalahan yang telah penulis lakukan, maka penulis menarik kesimpulan yaitu bahwa dalam kasus terkait Tergugat telah terbukti telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang telah diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang dimana tindakan dari tergugat telah melampaui batas haknya sebagai ahli waris dengan menyalahgunakan haknya untuk menguasai harta warisan yang diberikan secara individu atau secara sepihak dengan menghalalkan segala cara seperti mengelabui ahli waris lainnya, menggelapkan dan memalsukan Surat Hibah Wasiat serta Hak Milik serta memaksa dan mencederai ibunya sendiri yang sedang dalam kondisi sakit tremor Parkinson.

(19)

Yang dimana tergugat terbukti telah melakukan pemalsuan Surat Hibah wasiat, dimana pada putusan hakim bahwa Surat Hibah Wasiat tersebut tidaklah sah atau batal demi Hukum karena Surat Hibah Wasiat tersebut dibuat oleh Tergugat dengan melakukan suatu tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Dengan demikian tergugat telah terbukti bahwa tindakan yang telah ia lakukan merupakan suatu tindakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dimana telah diatur dalam pasal 838 KUHPerdata dimana seharusnya tergugat sudah tidak bisa lagi menerima atau mendapatkan harta warisan yang diberikan oleh pewaris tetapi pada kasus ini tergugat masih mendapatkan harta warisan padahal telah melanggar apa yang telah diatur dalam Pasal 838 KUHPerdata yaitu yang dianggap tak patut menjadi waris atau yang tak berhak lagi menerima warisan.

Sedangkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No:

601/Pdt.G/2019/PN.Jkt.pst Tergugat masih mendapatkan bagian dari harta warisannya tersebut atau masih dianggap sebagai ahli waris sedangkan tindakan Tergugat telah melanggar ketentuan yang terdapat pada pasal 838 KUHPerdata.

Yang dimana hakim dapat memutus dengan demikian, dikarenakan kasus tersebut merujuk pada Hukum Perdata yang merupakan suatu Hukum Kekeluargaan yang sangat besar kemungkinannya dalam hal unsur pemaafnya, maka dari itu dalam hal memungkinkan hakim mengutamakan unsur pemaaf tersebut, tetapi jika ada bukti yang cukup kuat mengenai tindakan yang telah dilakukan seharusnya memang orang yang telah melakukan hal-hal tersebut tidaklah patut mendapatkan bagian dari harta warisannya atau tidak berhak lagi menjadi ahli waris.

B. Saran

Berdasarkan apa yang sudah penulis simpulkan dalam penulisan, maka penulis dapat memberikan saran yang berkaitan dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No: 601/Pdt.G/2019/PN.Jkt.pst. Bahwa seharusnya dalam

(20)

kasus ini hakim memutus dengan memperhatikan unsur-unsur yang ada dalam pasal 838 KUHPerdata yang dimana di dalam kasus tersebut tergugat terbukti melanggar ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 838 KUHPerdata.

Yang dimana hal ini tergugat terbukti telah melakukan suatu tindakan yang termasuk dalam unsur-unsur yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yaitu Perbuatan Melawan Hukum (PMH), dimana seharusnya hakim mempertimbangkan kembali Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang telah tergugat lakukan dengan tidak memberikan pertimbangan unsur pemaaf kepada tergugat dikarenakan tindakan yang dilakukan tergugat sudah terbukti dengan jelas melakukan suatu perbuatan dengan menghalalkan segala cara seperti mengelabui ahli waris lainnya, menggelapkan dan memalsukan Surat Hibah Wasiat serta Hak Milik serta memaksa dan mencederai ibunya sendiri yang sedang dalam kondisi sakit tremor Parkinson.

Dimana hakim seharusnya memberikan arah untuk para penggugat agar membuktikan terlebih dahulu dalam hal Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam konteks pidana, agar pertimbangan dalam pembuktian pada sidang Pengadilan Perdata lebih kuat dan dapat lebih dipertimbangkan mengenai putusan yang

IV. DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Ali, Afandi. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2000)

Amanat, Anisitus. Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001)

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-9. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016)

(21)

Darmabrata, Wahyono. Hukum Perdata Asas-Asas Hukum Waris, (Jakarta : CV Gitama Jaya, 2003)

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009)

Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002)

Nawawi, H. Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2015)

Simanjuntak, P.N.H. Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta:

Djambatan, 2009)

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1990)

Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-31. (Jakarta: Intermasa, 2003)

________________. Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 2006)

Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung: Refika Aditama 2011)

B. Peraturan Perundang – Undangan

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 8 Tahun 1848, Pasal 1365

________. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Nomor 8 Tahun 1848, Pasal 838

C. Artikel / Jurnal Internet

(22)

Anonim, “memahami hukum waris secara cerdas”, www.hukumonline.com, 3 Januari 2013

D. Putusan

Indonesia, PutusanPengadilanNegeriJakartaPusatNomor601/Pdt.G/2019/PN.

Jkt.Pst

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Titer antibodi ikan gurame yang divaksin dengan vaksin monovalen dan koktail menunjukkan nilai titer antibodi log 2 yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol

heveae yang banyak menyerang klon karet sebesar 1,04%, interaksi antara klon dan penyakit gugur daun tidak berpengaruh nyata, stomata yang terbanyak yakni pada klon RRIC 100

 Bukti fsik yang dilampirkan adalah foto kopi surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh atasan... Pengklkmkn menjkdi

Penelitian ini menyebutkan 4 (empat) metode algoritma klasifikasi yang cenderung digunakan dalam pengembangan DM, yaitu: 1) C45, metode ini menjadi pilihan pertama yang

Οι τιμές της παραμέτρου α* του χρώματος του φλοιού αυξήθηκαν μετά από 4 μήνες συντήρησης (κύρια στους καρπούς που δέχτηκαν 1-MCP)

Penelitian ini menyimpulkan bahwa UIN Sunan Gunung Djati Bandung melalui Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M)

Bahwa dalil Pembantah pada petitum bantahan yang intinya meminta penundaan dan atau tidak melakukan lelang yang dilaksanakan KPKNL Tasikmalaya terhadap agunan

Proses produksi dimulai dari penyediaan bahan baku, proses pencampuran pada kontaktor gemuk, ketel gemuk 1, ketel gemuk 2, pengisian, hingga diperoleh gemuk lumas yang sudah dikemas