• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LOKAL UPACARA RAMBU SOLO BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL DI DESA POTON KECAMATAN BONGGAKARADENG KABUPATEN TANA TORAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEARIFAN LOKAL UPACARA RAMBU SOLO BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL DI DESA POTON KECAMATAN BONGGAKARADENG KABUPATEN TANA TORAJA"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)KEARIFAN LOKAL UPACARA RAMBU SOLO’ BERDASARKAN STRATIFIKASI SOSIAL DI DESA POTON KECAMATAN BONGGAKARADENG KABUPATEN TANA TORAJA. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan pada jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. RAHMATIAH 105430012815. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PPKn 2020. i.

(2)

(3)

(4) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN. SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama. : Rahmatiah. Nim. : 105430012815. Jurusan. : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Judul Skripsi : Kearifan Lokal Upacara Rambu Solo’ Berdasrkan Stratifikasi Sosial Di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil ciplakan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.. Makassar, Januari 2020 Yang Membuat Pernyataan. Rahmatiah Nim : 105430012815.

(5) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN. SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama. : Rahmatiah. Nim. : 105430012815. Jurusan. : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Fakultas. : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut: 1. Melalui dari penyususnan proposal sampai selesai penyususnan skripsi ini, saya akan menyususn sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun). 2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas . 3. Saya tidak akan melakukan penjiblakan (Plagiat) dalam penyusunan skripsi. 4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesabaran.. Makassar, Januari 2020 Yang Membuat Pernyataan. Rahmatiah Nim : 105430012815. Mengetahui Ketua jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Dr. Muhajir, M.Pd NBM. 988 461.

(6) MOTTO. Permulaan pengetahuan ialah takut akan Tuhan. Mendengarkan dan menerima hikmat dan didikan adalah cara untuk menambah dan mempertahankan pengetahuan yang dimiliki.. Pendidikan adalah perlengkapan paling baik untuk hari tua. (Aris Toteles). Semut adalah salah satu binatang paling kecil yang Tuhan ciptakan. Namun dari dialah kita belajar ketekunan, kesabaran dan ketulusan.. Kupersembahkan karya ini buat: Kedua orang tuaku, saudaraku, dan semua keluargaku, Atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis Untuk mewujudkan harapan menjadi kenyataan..

(7) ABSTRAK Rahmatiah 2020. Judul Skripsi “Kearifan Lokal Upacara Rambu Solo’ Berdasarkan Stratifikasi Sosial Di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja”. Sripsi dibimbing oleh bapak Nursalam, dan Bapak Suardi,. Penelitian ini yaitu (1) Eksisteksi upacara rambu solo’ di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja (2) Faktor-faktor yang mempe ngaruhi upacara rambu solo’ di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu sebuah penelitian yang berusaha memberikan gambaran mengenai objek yang diteliti yang bertujuan membuat deskriptif atau gambaran secara sistematis dan aktual mengenai fakta-fakta yang ada. . Dasar penelitian ini adalah studi kasus yaitu satu pendekatan yang melihat objek penelitian sebagai satu keseluruhan yang terintegrasi. Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu; penarikan informan yang dilakukan secara sengaja dengan kriteria tertentu. Informan tersebut berjumlah 5 orang. secara khusus mereka yang dianggap memahami betul dan dapat memberikan informasi yang benar berkaitan dengan masalah peneliti. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan wawancara berdasarkan pedoman wawancara. Hasil wawancara dan observasi tersebut kemudian digambarkan dalam bab pembahasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari beberapa kearifan lokal, masyarakat toraja melaksanakan upacara rambu solo’ sebagai bakti penghormatan terakhir serta wujud kasih sayang pada orang-tua dan untuk menaikkan status dengan mempertahankan prestise, harga dirin dalam masyarakat sehingga pada akhirnya yang terjadi adalah pemborosan. Sedangkan Status sosial seseorang dalam upacara rambu solo’ dapat dilihat dari jenis pesta kematian, seberapa lama pelaksanaan upacara berlangsung, berapa jumlah hewan yang dikurbankan, sampai pada simbol-simbol yang dipakai dalam upacara yang dapat menunjukkan strata seseorang yang meninggal.. Kata Kunci: Kearifan Lokal, Masyarakat, Rambu Solo’, Stratifikasi Sosial.. viii.

(8) KATA PENGANTAR. Allah Maha Penyayang dan Pengasih, demikian kata untuk mewakili atas segala karunia dan nikmat-Nya. Jiwa ini takkan henti bertahmid atas anugerah pada detik waktu, denyut jantung, gerak langkah, serta rasa dan rasio-Mu, Sang Khalik. Skripsi ini adalah setitik dari sederetan berkah-Mu. Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi menghilang jika didekati. Demikian juga tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat.. Khususnya. dalam. ruang. lingkup. Desa. Poton. Kecamatan. Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja. Motifasi dari berbagai pihak sangat membantu dalam perampungan tulisan ini. Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta Pilemon Parebong dan Radia serta saudara tersayang Alfida Tumba’ Ecce’, Marten Palullungan beserta adik saya Hasmawati, Banggaran, Demma Lona’ Ridwan, dan Musri, bahkan semua keluarga dan sahabat-sahabat saya atas segala pengorbanan, pengertian, kepercayaan, dan segala doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik. Semoga apa yang telah mereka berikan.

(9) kepada penulis menjadi kebaikan dan cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat. Kirahnya Allah SWT, senantiasda melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Terima kasih kepada Bapak Dr. H. Nursalam, M.Si., dan Bapak Suardi, S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah. meluangkan waktu dan dengan senantiasa memberikan bimbingan, arahan,dan motovasi dalam penyusunan hingga terselesainya skipsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada; Prof. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, SE MM Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Erwin Akib, M.Pd., Ph.D Dekan Fakultas Keguruan dan Iimu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Dr. Muhajir M.Pd Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta seluruh dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan pegawai Fakultas Keguruan dan Iimu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi penulis. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Arthur Pattola selaku Kepala Desa. Poton yang telah memberikan izin dan. bantuan untuk melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman seperjuanganku yang selalu menemaniku dalam suka maupun duka, sahabat-sahabatku terkasih serta seluruh rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Angkatan 2015 terkhusus kelas Byang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama dan kekompakan yang diberikan selama menjalani perkuliahan, bersama-samaberjuang keras dalam penuh semangat dalam menjalani studi dalam suka dan duka. Kebersamaan ini.

(10) akan menjadi sebuah kenangan yang indah dan semoga keagraban serta kebersamaan terus terjalin. Semoga pengorbanan kalian selama ini bernilai ibadah dan mendapatkan pahala disisinya, serta semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak sempat disebutkan satu persatu semoga menjadi ibadah dan mendapat Ridhanya. Akhirnya,. dengan. segala. kerendahan. hati,. penulis. senantiasa. mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritik tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi para pembaca, terutama bagi diri pribadi penulis. Aamiin Makassar, Januari 2020 Penulis. Rahmatiah 105430012815.

(11) DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... iii SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iv SURAT PERJANJIAN.................................................................................. v MOTTO .......................................................................................................... vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................. viii DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................... 9 C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 9 D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9.

(12) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ......................................................................................... 11 1. Kearifan Lokal ......................................................................... 11 2. Masyarakat............................................................................... 12 3. Upacara Rambu Solo’ .............................................................. 17 4. Stratifikasi Sosial .................................................................... 23 B. Kerangka Pikir ..................................................................................... 34 Skema Kerangka Pikir ................................................................... 35 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian..................................................................................... 36 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 36 C. Fokus Penelitian................................................................................... 36 D. Sumber Data......................................................................................... 37 E. Informan Penelitian ............................................................................. 38 F. Instrument Penelitian ........................................................................... 39 G. Tehnik Pengumpulan Data................................................................... 40 H. Tehnik Analisa Data ............................................................................ 41 I. Tehnik Keabsahan Data ....................................................................... 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 45 B. Hasil Penelitian .................................................................................... 50 C. Pembahasan ......................................................................................... 61 BAB V PENUTUP.

(13) A. Simpulan ............................................................................................. 66 B. Saran ................................................................................................... 67 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 68 LAMPIRAN – LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP.

(14) DAFTAR TABEL Halaman Daftar Tabel I .................................................................................................. 40 Daftar Tabel II ................................................................................................. 48 Daftar Tabel II.................................................................................................. 50 Daftar Tabel III ............................................................................................... 51.

(15) DAFTAR GAMBAR Halaman Daftar Skema I ................................................................................................ 35.

(16) DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Foto Daftar pertanyaan Surat Izin Penelitian.

(17) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai kelompok atau pun suku yang berbeda dengan yang lainnya, suku Toraja juga memiliki budaya yang menjadikannya unik di tengah-tengah kemajemukan suku-suku bangsa di Indonesia. Salah satu budaya yang sangat terkenal dari Tana Toraja bahkan di kenal sampai ke mancanegara ialah budaya rambu solo’ atau. Upacara. pemakaman.. Upacara. tersebut. biasanya. dilakukan. dengan. memperhatikan strata sosial orang yang meninggal. Mereka yang termasuk dalam kelompok orang berada atau kalangan bangsawan biasanya melangsungkan upacara itu dengan cara yang mewah. Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa mereka memang berasal dari kelompok masyarakat kalangan atas. Berdasarkan hasil pengamatan awal peneliti, Dulunya Upacara Adat atau rambu solo’ hanya bisa dilakukan oleh kaum Bangsawan saja. Akan tetapi seiring berjalannya waktu upacara kematian atau rambu solo’ di masyarakat Tana Toraja sudah bisa dilakukan oleh kaum hamba atau rakyat biasa. Akan tetapi Upacara yang dilaksanakan kaum Hamba dan kaum Bangsawan memiliki perbedaan dimana kaum hamba itu melakukan Upacara Adat kematian atau rambu solo’ dengan biasa-biasa saja atau seadanya dan tidak Nampak sebuah keistimewaan, sedangkan Upacara adat yang dilakukan oleh kaum Bangsawan memiliki sebuah ke istimewaan di antaranya, kaum bangsawan akan melakukan Upacara adat kematian ataur rambu solo’ dengan menargetkan biaya sesuai dengan tongkonan dan kesepakatan dari sanak keluarga dan mayat tersebut di simpan selama penargetan yang telah di sepakati sudah tercapai kemudian membuat Upacara kematian yang sangat mewah dan besar yang dilakukan selama beberapa hari. Kemeriahan upacarar rambu solo ditentukan oleh status sosial 1. 1.

(18) 9. keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi pula status sosialnya. Dan ada pun upacara rambu solo’ sering kali menarik perhatian para Wisatawan dari luar maupun dari dalam Negeri. Acara rambu solo’ pun bisa dilaksanakan di daerah mana pun selagi yang melaksanakannya orang Toraja itu sendiri. Pada kenyataanya dalam keseharian setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan yang lebih tinggi terhadap hal-hal tertentu, akan menempatkan hal tersebut pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal-hal lainnya. Kalau suatu masyarakat lebih menghargai kekayaan material daripada kehormatan misalnya, mereka yang lebih banyak mempunyai kekayaan materiil akan menempati kedudukan upacara adat yang lebih tinggi di karenakan status Stratifikasi Sosialnya yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak-pihak yang lain yang stratifikasi sosialnya rendah. Gejala tersebut menimbulkan lapisan masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal. Ukuran yang dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-harinya, setiap manusia mempunyai suatu pandangan yang berbeda-beda. Begitupula dengan masyarakat Toraja dalam melaksanakan upacara kematian. Bagi sebagian orang, tradisi ini bisa jadi dinilai sebagai pemborosan. Bahkan ada ungkapan bahwa orang Toraja mencari kekayaan hanya untuk dihabiskan pada pesta rambu solo’. Pandangan lain pun sering muncul, bahwa sungguh berat acara ini dilaksanakan. Sebab, orang yang melaksanakannya harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk pesta. Bagi masyarakat Toraja, berbicara pemakaman.

(19) 9. bukan hanya tentang upacara, status, jumlah kerbau yang dipotong, tetapi juga soal malu (Siri’), dan hal inilah yang menyebabkan upacara rambu solo’ terkait dengan tingkat Stratifikasi Sosial. Kaum hamba dan bangsawan tetap saja dapat hidup berdampingan dengan rukun. Mengapa hal tersebut dapat terjadi, oleh karena adanya nilai yang dianut dalam masyarakat setempat. Kelompok-kelompok ini sama-sama dapat mengakui keadaan statusnya secara terbuka, namun kuantitas yang tidak sedikit dari kelompok hamba membuat mereka memiliki kekuatan untuk bertahan. Mereka mengakui bahwa mereka adalah kelompok hamba atau pun rakyat biasa yang miskin, tetapi pada kenyataannya orang-orang kaya atau mereka yang berasal dari kelompok bangsawan tidak dapat terpisah dengan keberadaan kelompok ini. Orang-orang kaya memiliki banyak harta, baik itu sawah, kebun, atau pun ternak. Karena banyaknya harta, mereka tidak mampu untuk mengelola atau mengurus semuanya tanpa bantuan mereka yang berasal dari kelompok miskin untuk menjadi buruh atau pekerja. Sebaliknya, mereka yang miskin atau kelompok hamba membutuhkan kehadiran orang-orang kaya agar mereka dapat bekerja atau pun mendapat makanan dari kelompok kaya tersebut. Hal ini mengakibatkan adanya hubungan saling ketergantungan di antara kelompok kaya dan miskin, sehingga di antara mereka terbentuk pula nilai Kasianggaran atau saling menghormati (termasuk menghormati kelompok yang miskin) dan karena itu mereka dapat hidup berdampingan dalam keadaan. Oleh karena itu, secara subjektif, setiap individu tentunya akan berbeda satu dengan yang lain. Namun jika individu-individu yang berbeda itu terikat dalam sebuah pola budaya yang sama, mereka cenderung menjadi sama. Bahkan budaya.

(20) 9. itulah yang akan membedakan mereka dengan kelompok masyarakat lain dan berkumpul di tempat yang lain. Hasil penelitian dari Misela Rayo 2012 sebelumnya ini menunjukkan bahwa dari beberapa persepsi, masyarakat toraja melaksanakan upacara rambu solo’ sebagai bakti penghormatan terakhir serta wujud kasih sayang pada orang-tua dan untuk menaikkan status dengan mempertahankan prestise, harga dirin dalam masyarakat sehingga pada akhirnya yang terjadi adalah pemborosan. Sedangkan Status sosial seseorang dalam upacara rambu solo’ dapat dilihat dari jenis pesta kematian, seberapa lama pelaksanaan upacara berlangsung, berapa jumlah hewan yang dikurbankan, sampai pada simbol-simbol yang dipakai dalam upacara yang dapat menunjukkan strata seseorang yang meninggal. Hasil penelitian dari Suparman Abdullah 2019 ini menunjukkan bahwa Rambu Solo’ menurut Eksistensialisme Sartre dalam Masyarakat Modern di Lembang Saloso berada pada kategori sedang yang menandakan bahwa rambu solo’ yang eksis dilakukan oleh masyarakat modern saat ini bersifat kekinian dan ada nilai-nilai adat rambu solo’ yang sesungguhnya yang sudah mulai hilang. Hal ini dibuktikan dari hasil penilitian fokus masalah penelitian yaitu pandangan terhadap strata sosial dalam rambu solo’, pengetahuan, antusias, dan penilaian yang masuk dalam kategori sedang. Sehingga diperlukan peranan pemangku adat setempat dalam rangka penguatan nilainilai adat dan peningkatan pengetahuan tentang rambu solo’ kepada masyarakat Lembang Saloso. Hasil penelitian yang di lakukan Robi Panggarra 2014 terdapat beberapa data penting dari praktik upacara pemakaman di Tana Toraja yang memiliki kaitan erat dengan apa yang disebut Coser sebagai konflik. Karena adanya praktik upacara yang berbeda-beda bentuk pelaksanaannya, baik dari hal waktu dilaksanakan, bentuk.

(21) 9. upacara, dan tingkat upacaranya. Ada upacara yang berlangsung hanya satu hari dan tidak boleh bermalam, tetapi ada juga upacara yang dapat berlangsung selama satudua malam, atau pun lebih dari tiga malam. Bentuk upacara yang dilakukan berbedabeda untuk upacara yang berlangsung selama satu hari, satu-dua malam, atau yang lebih dari tiga malam. Hal itu dapat dilihat dari persiapan tempat untuk upacara pemakaman yang mana sangat bervariasi. Ada yang hanya memasang tenda, ada juga yang menyiapkan tempat berupa pondok/rumah (biasa disebut Lantang) dengan posisi melingkar di sebuah halaman yang luas (yang disebut Rante). Ada yang menggunakan kain merah dan ukiran, ada yang memakai patung, ada yang memiliki tempat khusus untuk menerima tamu yang datang, ada yang memiliki Lakkian (tempat menaruh jenasah selama upacara berlangsung), tetapi ada juga yang tidak boleh memakai kain merah dan Lakkian. Fakta lain yang juga peneliti temukan di lapangan ialah adanya perbedaan dalam bentuk dan banyaknya binatang yang dikorbankan (contohnya: babi dan kerbau). Dari apa yang dipaparkan ini, terkandung makna yang peneliti amati sebagai pengaruh adanya perbedaan strata sosial yang cukup kental dalam masyarakat Toraja. Hal tersebut dapat memberi dampak psikologis dan sosial terhadap pelaku budaya, yang rentan untuk membentuk konflik hubungan di antara pelaku budaya dengan strata sosial yang berbeda. Penelitian tentang peran masyarakat terhadap upacara rambu solo’ berdasarkan stratifikasi sosial. Sebelumnya telah di kaji oleh beberapa peneliti diantaranya adalah: Misela Rayo (2012), Suparman Abdullah (2019), dan Robi Panggarra (2014). Sama-sama mengakaji tentang masyarakat dalam upacara Rambu Solo’ di Kabupaten Tanah Toraja, dimana peneliti sebelumnya melakukan penelitian yang berlokasi di Tanah Toraja yang akan peneliti sekarang lakukan. Dan metode yang akan di pakai sama dengan peneliti sebelumya. Dalam bidang kajian yang.

(22) 9. peneliti sebelumya lakukan yaitu sama-sama meneliti tentang upacara rambu solo’ dan yang akan peneliti teliti yaitu peran masyarakat dalam upacara rambuh solo’ berdasarkan staratifikasi sosial. Persamaaan dari peneliti sebelumnya dan penelitian sekarang yaitu sama-sama mengkaji tentang upacara rambuh solo’ lokasi penelitian yang berada di Kabupaten Tanah Toraja yang dimana lokasi tersebut yang akan peneliti lakukan, dan metode yang akan digunakan sama-sama menggunakan metode Kualitatif Deskriftif. Perbedaan dari penelitian ini adalah dari segi peran dan presepsi dan staratifikasi sosialnya. Sesuai dengan ruang lingkup strata sosial yang mana mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, maka pada akhirnya masalah yang menarik untuk dipelajari dan dibahas lebih jauh ada hubungannya dengan upacara rambu solo’. Dalam hal budaya upacara rambu solo’, rambu solo’ bagi orang Toraja merupakan budaya yang paling tinggi nilainya dibandingkan dengan unsur budaya lainnya. Upacara rambu solo’ diatur dalam Aluk Rampe Matampu. dan mempunyai sistem serta tahapan. sendiri. Lebih banyak dinyatakan dalam upacara pemakaman dan kedukaan. Masyarakat Toraja dalam ajaran Todolo memberikan perhatian pada upacara pemakaman, karena upacara ini diyakini sangat istimewa serta mengandung dimensi religi, kemampuan ekonomi, dan dimensi sosial. Secara harafiah bahwa budaya rambu solo’ di Tana Toraja banyak menyinggung tentang stratifikasi sosial atau lapisan masyarakat seperti di jelaskan di atas bahwa pelaksanaan upacara rambu solo’ menjamin gengsi sosial atau menjunjung tinggi kehormatan keluarga dan seluruh rumpun keturunan yang meninggal, juga terselenggaranya upacara ini turut menentukan seberapa tinggi tingkat dan martabat keluarga dalam masyarakat yang dapat dilihat dari tingkatan bangsawan, rakyat.

(23) 9. menengah, dan kalangan bawah, serta menimbulkan banyak pandangan yang berbeda dari berbagai lapisan masyarakat. Berdasarkan fenomena dan kenyataan yang terjadi di lingkungan masyarakat Tana Toraja maka peneliti mengharapkan agar masyarakat setempat mempertahankan adat upacara rambu solo’ yang sebelumnya lebih mengedepankan stratifikasi sosial menjadi tidak memamandang satus sosial atau membeda bedakan antara masyarakat bawah dengan masyarakat atas (sama rata). Untuk itu peneliti sangat bersemangat untuk melakukan penelitian dengan judul: “Kearifan Lokal Upacara Rambu Solo’ Berdasarkan Stratifikasi Sosial di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja” Sesuai dengan ruang lingkup strata sosial yang mana mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat maka pada akhirnya masalah yang menarik untuk dipelajari dan di bahas lebih jauh ada hubungannya dengan uapacar rambu solo’..

(24) 9. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pentingnya penelitian ini dilakukan, maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai acuan pengumpulan data dalam penelitian yaitu: 1. Bagaimana eksisteksi upacara rambu solo’ sebagai kearifan lokal di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja? 2. Bagaimana peran masyarakat menurut stratifikasi sosial terhadap upacara rambu solo’ di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui eksisteksi upacara rambu solo’ di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja? 2. Untuk mengetahui peran masyarakat menurut stratifikasi sosial terhadap upacara rambu solo’ di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Totaja D. Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian tersebut, maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi dan menambah khasanah pengetahuan tentang peran Masyarakat terhadap Upacara rambu solo’ Berdasarkan Stratifikasi Sosial di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja..

(25) 9. 2. Manfaat praktis a. Bagi pemerintah Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah Kabupaten Tana Toraja bagaimana menyikapi budaya/ tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Desa Potong Kecamatan Bonggaradeng Kabuapten Tana Toraja. b. Bagi masyarakat umum/ pembaca Memberikan imformasi tentang peran masyarakat menurut staratifikasi sosial yang berbeda terhadap upacara rambu solo’ dan mengetahui makna symbol status dalam upacara rambu solo’ bagi masyarakat yang melaksanakannya. c. Bagi peneliti Memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang dapat memeperluas khasanah dan wawasan berfikir peneliti, serta untuk memenuhi prasyarat memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1)..

(26) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kearofan Lokal a. Pengertian Kearifan Lokal Kearifan lokal adalah kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan suatu kelompok manusia, yang merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang lama, pada dasarnya kearifan lokal atau kearifan tradisional dapat didefinisikan sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan tersebut berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, fungsi lingkungan, reaksi alam terhadap tindakan-tindakan manusia, dan hubungan-hubungan yang sebaiknya tercipta antara manusia (masyarakat) dan lingkungan alamnya (Tia Oktaviani Sumarna Aulia, 2010). b. Ciri-ciri Kearifan Lokal Kearifan lokal memiliki beberapa ciri-ciri yaitu: 1. Mempunyai kemampuan mengendalikan 2. Merupakan benteng untuk bertahan dari pengaruh budayah luar. 3. Mempunyai kemampuan mengakomodasi budaya luar. 4. Mempunyai kemampuan memberi arah perkembangan budaya. 5. Mempunyai kemampuan mengintegrasi atau menyatukan budaya luar dan budaya asli. 2. Masyarakat. 11.

(27) 9. a. Pengertian Masyarakat Secara umum pengertian Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama, berkerjasama dalam memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam lingkungannya. Masyarakat berasal dari bahasa inggris yaitu “society” yang berarti “masyarakat”, lalu kata society berasal dari bahasa latin yaitu “societas” yang berasal dari bahasa arab yaitu “musyarak”. Pengertian Masyarakat secara sederhana adalah sekupulan manusia yang saling berinteraksi atau bergul dengan kepentingan yang sama. Terbentuknya Masyarakat karena manusia menggunakan perasaan, pikiran dan keinginannya memberikan reaksi dalam lingkungannya. Ada beberapa definisi tentang masyarakat. Menganbil berbagai pendapat, (Soekanto Soekanto, 2012) menuliskan sebagai berikut: 1. Mac Iver & Page mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan masyarakat merupakan jalinan sosial yang selalu berubah. 2. Ralph Linton mengatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menggapnya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. 3. Selo sumarjan mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. 4. Soerjono soekanto mengatakan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat.

(28) 9. tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama (soekanto, 1999). 5. Masyarakat adalah kesatuan sosial yang mempunyai ikatan-ikatan kasih saying yang erat. Individu di dalam masyarakat merupakan kesatuan yang saling bergaul, saling berinteraksi sehingga membentuk kehidupan yang mempunyai jiwa, sebagaimana terungkap dalam ungkapan-ungkapan jiwa rakyat, kehendak rakyat, kesadaran masyarakat, dan seterusnya. Jiwa masyarakat ini merupakan potensi yang bersal dari unsur-unsur masyarakat, meliputi pranata, status, dan peranan sosial. Dari beberapa penjelasan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang membentuk suatu kelompok yang hidup bersama/berdampingan dan saling membantu antara satu sama yang lain baik dalam hubungan satu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok lain, kelompok dengan masyarakat. Jadi masyarakat adalah bentuk pengelompokkan manusia yang dapat menunjukkan aktivitasaktivitas bersama yang tampak dalam interaksi diantara anggota-anggota kelompok tersebut, yang dimana anggota kelompok hanya dapat dipenuhi dengan jalan berinteraksi dengan kelompok kelompok lainnya. b. Pengertian peran masyarakat Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang tersebut telah melakukan sesuatu peran. Kedudukan tak dapat di pisahkan karena satu dengan yang lain saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa satatus dan tidak ada satus tanpa peran. Sebagaimana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai.

(29) 9. macam-macam peran yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilakuan seseorang, di samping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya (Nurfitriani, 2017). Peran serta masyarakat adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan berdasarkan gotong royong dan swadaya masyarakat dalam rangka menolong mereka sendiri, memecahkan masalah, dan kebutuhan yang di rasakan masyarakat, baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan agar mampu memelihara kehidupannya yang sehat dalam rangka meningkatkan mutuh hidup dan kesejahteraan masyarakat (Notoatmojo, 2009). Menurut Soejono Soekanto 2012 mengatakan peran merupakan aspek dinamis kedudukan (Status), apabila seseorang melaksakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Pada hakikatnya peran juga dapat di rumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu, kepribadian juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung kepada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Sebagaimana halnya dengan.

(30) 9. kedudukan, peranan juga mempunyai dua arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang di perbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur periku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya (Soejono Soekanto, 2013). Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (sosial – position) merupakan unsur status yang menunjukan tempat individu pada oraganisasi masyarakat. Peran lebih manunjukkan pada fungsi, penyesuain diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, sesorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran (Soejono Soekanto, 2013). Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa peran adalah suatu sikap atau perilaku yang di harapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu.. 3. Upacara Rambu Solo’ a. Pengertian Rambu Solo’.

(31) 9. Rambu Solo’ adalah upacara pemakaman adat tanah Toraja. Para leluhur masyarakat Toraja menyebutnya dengan istiah rambu solo’ yang artinya hati yang sedang menurun karena penuh duka dan sedih (Arman Marwing, 2011). Rambu solo’ sebagai suatu upacara adat budaya Toraja dilaksanakan atas pemahaman leluhur (dandanan sangka’) pada masa lampau dan hingga kini ternyata masih di ikuti oleh masyarakat Toraja yang sudah memeluk agama lain (Arman Marwing, 2011). 1. Tingkatan upacara Rambu Solo’ Upacara rambu solo’ terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Tana Toraja (Misela Rayo, 2012) yakni: a. Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja. b. Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam dan dilaksanakan dirumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan. c. Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam dan dilaksanakan disekitar rumah almarhum serta dilakukan pemotongan hewan. d. Dipapitung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam yang pada setiap harinya dilakukan pemotongan hewan. 2. Upacara tertinggi Biasanya upaca tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang-kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara rante biasa dilaksanakan di sebuah.

(32) 9. lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma’tundan, Ma’balun (membungkus jenazah), Ma’rota (membubuhkan ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma’Popengkalao Alang (menurunkan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan), dan yang terakhir Ma’Palao (yakni mengusun jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir) (Dwi Wahyuningsih, 2018). Masyarakat Toraja menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah manusia yang meninggal tersebut, Puang matua (Tuhan), unsur kekuatan tertinggi sebagai pencipta bumi, lagi, dan segala isisnya menempati dunia atas, langi; (lagit) atau dalam bahasa puitis Toraja yaitu suangan. Deata-deata (penguasa dan pemelihara bumi) menempati dunia tengah, Lino/padang, yang di tempati manusia. Sedangkan tomembali puang (arwah para leluhur yang telah menjelma menjadi dewa) menempati dunia bawah, tempat bersemanyamnya deata. Dalam konteks ini, Upacara rambu solo’ menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada manusia tua mereka yang meninggal dunia (Ethos, 2016). b. Tradisi Upacara Upacara merupakan rangkaian atau kegiatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat-istiadat, agama, dan kepercayaan. Upacara juga dapat diartikan sebagai perayaan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa penting. Upacara adalah bagian yang tak terpisahkan d ari kebudayaan masyarakat toraja. Upacara telah menjadi bagian dari sistem kepercayaan atau ungkapan kepercayaan yang merefleksikan ajaran Aluk Todolo. Keseluruhan dari rangkaian upacara senantiasa.

(33) 9. bersumber dari Aluk Todolo, sebagai agama atau religi yang mewarnai tingkah laku berpola tiap individu. Unsur-unsur pokok ajaran Aluk Todolo terdiri atas sistem kepercayaan, sistem upacara, dan organisasi sosial. Ketiga macam unsur ini dalam keagamaan memancarkan ajaran-ajaran, aturan, dan nilai-nilai yang diyakini. Agama sebagai pusatnya, kemudian berpedoman pada sistem kepercayaan dimana sistem upacara sebagai perwujudannya dan didukung oleh organisasi sosial (Misela Rayo,2012). Dalam pandangan Aluk Todolo ada klasifikasi anggapan-anggapan tentang alam raya, yaitu pembagian timur (mataallo) dan barat (matampu). Mataallo adalah tempat terbitnya matahari dianggap mewakili kebahagiaan, terang, kesukaan, dan sumber kehidupan. Sedangkan Matampu adalah tempat terbenamnya matahari, yang mewakili unsur gelap, kedukaan dan semua yang mendatangkan kesusahan. Konsekuensi dari pembagian ini dalam kehidupan berdampak pada tatacara pelaksanaan upacara (Robi Panggarra, 2014). Kehidupan masyarakat Toraja tidak ada yang tidak lepas dari upacara, sama halnya dalam kehidupan ini, tidak ada yang luput dari suka dan duka, terang dan gelap,. kebahagiaan. dan. kecelakaan. dan. sebagainya. yang. kesemuanya. diidentifikasikan dalam timur dan barat. Karena itu, jenis upacara rambu tuka’ dan upacarar rambu solo’, pelaksanaannya tidak boleh dicampur-adukkan, satu jenis upacara harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum melakukan jenis upacara lainnya (Misela Rayo, 2012). Dalam kebudayaan Rambu Solo’, ada beberapa jenis upacara yang dikaitkan dengan Tongkonan rumah adat sebagai tempat pelaksanaan upacara. Hal yang menarik adalah Tongkonan di Tana Toraja merupakan bangunan yang ada secara turun-temurun. Oleh karena itu, tidak mungkin semua orang mempunyai.

(34) 9. Tongkonan, sekalipun ada yang mampu membangun rumah yang sama bentuknya dengan rumah adat Toraja. Menegaskan bahwa “Tidak semua rumah adat Toraja adalah Tongkonan, tetapi semua Tongkonan adalah rumah adat Toraja. Tidak dapat dihindari bahwa ini dapat menjadi potensi konflik bahwa mereka yang memiliki uang yang banyak juga memiliki keinginan untuk membangun rumah adat yang bagus untuk keluarga mereka, namun jika tidak ada dasar Tongkonan mereka untuk membangun suatu Tongkonan baru maka mereka hanya membangun rumah adat, tetapi sudah pasti tidak dapat disebut sebagai Tongkonan. Hal itu dikarenakan pembangunan sebuah rumah adat Tongkonan di Tana Toraja selalu dikaitkan dengan sejarah nenek moyang secara turun-temurun. Rumah Tongkonan yang pernah ada dapat dibangun kembali, direnovasi, dan dapat dipindahkan oleh keluarga yang lain ke tempat yang baru dengan membawa nama dari Tongkonan yang sudah ada sebelumnya (Robi Panggarra, 2014). c. Tongkonan dalam Adat Rambu Solo’ Randa dalam (Selmita Paranoan, 2015), Secara harafiah, Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang berarti duduk, yang mengartikan bahwa sebagai tempat duduk menyelesaikan masalah kehidupan terutama kehidupan keluarga yang berketurunan dari Tongkonan itu dan juga kehidupan masyarakat pada umumnya. Tongkonan merupakan pusat budaya masyarakat toraja dalam menjalankan aktifitas mereka sejak lahir hingga meninggal. Di samping itu, Tongkonan juga menjadi satu kesatuan rumpun keluarga yang mengikat tali persaudaraan di antara para anggotanya yang disebut To ma’rapu. Kedua fungsi ini menempatkan Tongkonan sebagai pusat ritus dan pusat tata kelola kekerabatan suatu kelompok masyarakat. Dengan demikian jelas bahwa Tongkonan adalah organisasi untuk membina keluarga dan masyarakat dalam segala aspek kehidupannya, sesuai dengan peranan.

(35) 9. dan fungsinya sebagai badan tertinggi dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Disamping fungsi dan peranan Tongkonan sebagai organisasi yang menghadapi anggota keluarga dan masyarakat luas, juga terdapat segi-segi lain yang mendukung kedudukan Tongkonan dalam kehidupan sosial, misalnya dalam menghadapi tugastugas adat ataupun upacara-upacara adat (Aluk) yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Toraja sehari-hari. Kehidupan masyarakat toraja dalam sebuah Tongkonan diatur oleh Aluk Sanda Pitunna (ASP) . Menurut Boris Calvin Tangdialla’ dalam (Anonim, 2015). Aluk Rambu Solo’ adalah upacara adat kematian masyarakat suku Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya (surga). Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dalam konteks ini, aluk rambu solo’ menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat suku Toraja akan mengadakannya sebagai bentuk pengabdian dan tanda penghormatan terakhir kepada orang tua mereka yang meninggal dunia. Kemeriahan aluk rambu solo’ ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, yang diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Tongkonan sebagai organisasi sosial yang menjadi pusat aktivitas masyarakat dan mengatur tata kelola kemasyarakatan bagi masyarakat Toraja, khususnya dalam melaksanakan. ritual. aluk. rambu. solo’. wajib. untuk. menyampaikan. pertanggungjawabannya baik secara individual (sebagai anggota Tongkonan) maupun secara organisasional sebagai wujud akuntabilitas organisasi guna meningkatkan kepercayaan dan keberterimaan antar individu dalam organisasi.

(36) 9. maupun organisasi dengan komunitas yang lebih luas (masyarakat) (Selmita Paranoan, 2015). 4. Stratifikasi sosial a. Pengertian stratifikasi sosial Binti Maunan 2015, Stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kekas-kelas secara hierarkis (bertingkat). Pelapisan sosial di atas, tentunya tidak berlaku umum, sebab setiap kota ataupun desa masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Sistem stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat, yang diwujudkan dalam kelas tinggi, kelas sedang, dan kelas bawah. Dasar dari inti sistem stratifikasi masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan pembangian hak dan kewajiban, serta tanggung jawab masing-masing individu atau kelompok dalam suatu sistem sosial. Penggolongan dalam kelas-kelas tersebut berdasaarkan dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam suatu lapisan-lapisan yang lebih hierarkis (bertingkat) menurut dimensi kekuasaan, privilese dan prestise. Pitirin A. Sorokin (Binti Maunan 2015), menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan penduduk kedalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hierarkhis). Perwujudanya adalah adanya kelas-kelas tinggi dan kelas-kelas yang lebih rendah. Menurut Sorokin, dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban-kewajiban, dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengarahanya diantara anggota masyarakat. Diantara masyarakat yang ada, mereka sebagain ada yang mempunyai stratifikasi sosial yang sangat ketat. Seorang lahir dalam golongan tertentu dan ia tidak akan mungkin meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Keanggotaanya.

(37) 9. dalam suatu kategori merupakan faktor utama yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang didudukinya, orang yang dinikahinya dan lain sebagainya. Golongan yang ketat ini biasanya disebut dengan kasta. Dalam struktur sosial terdapat sistem kedudukan dan peranan anggota-anggota kelompok yang kebanyakan bersifat hirarkis, yakni dari kedudukan yang tinggi yang memegang kekuasaan. Stratifikasi sosial yang atas adalah keluarga lapisan atas, dengan ciri-ciri: kehidupan ekonomi sangat baik, kaya raya, berwibawah, tidak khawatir dengan kehidupan ekonomi di kemudian hari, mempertahankan status, pendidikan formal tidak di pandang sebagai alat mencapai kemajuan. Perbedaan atau pengelompokan ini didasarkan dengan adanya suatu symbol-symbol tertentu yang dianggap berharga dan bernilai, baik berharga atau bernilai sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya, maupun dimensi lainya dalam suatu kelompok sosial ( komunitas). Adapun ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pemebentukan stratifikasi soasial (Misela Rayo, 2012). Strata sosial menegah adalah pengahasilan melebihi keperluan hidup, biasa menabung, terpelajar, pendidikan sebagai alat kemajuan, mengandrungi rugi masa depan lebih baik, menyekolahkan anak dalam waktu yang panjang, dan sekolah bermutu tinggi (Binti Maunah, 2015). Strata sosial bawah adalah keluarga ekonomi lemah: buruh tani, pedagang kecil, karyawan harian, berpendidikan formal rendah, tempat tinggi sederhana dan kurang baik, anak diarahkan segera lepas dari tanggung jawab, produktifitas rendah, taat, tahan penderitaan, masukan kesekolah kurang bermutuh/ syaratnya ringan (Binti Maunah, 2015)..

(38) 9. Dwi Wahyuningsih dalam (Panggarara, 2015) Berdasarkan stratifikasi sosial maka upacara kematian di Tana Toraja dapat di bagi atas empat yaitu: 1.. Upacara di silli’, yaitu upacara kematian bagi masyarakat dari tanak kua-kua. Mayat tidak bole disimpan bermalam dirumah dan dikuburjan pada sore hari atau malam hari. Bagi yang tidak mampu secara ekonomis biasanya tanpa disertai dengan korban dan bagi yang mampu di sertai dengan korban beberapa telur ayam saja atau beerapa ekor ayam dan babi. Mayat di kuburkan digua alam (Liang Sillik) dengan hanya dibalut kain tanpa mempergunakan wadah erong.. 2.. Upacara dipasangbongi, yaitu upacara kematian yang hanya berlangsung satu malam terutama bagi masyarakat yang berasal dari tanak karurung, atau tanak bassi dan bulaan yang tidak mampu secara ekonomis. Korban yang dipersembahkan adalah minimal empat ekor babi dan maksimal delapan ekor kerbau. Dan mayat yang dikuburkan di Liang memakai erong, biasanya bentuk erong yang dipergunakan ialah bentuk persegi panjang.. 3.. Upacara didoya, yaitu upacara kematian yang berlangsung tiga malam, lima malam atau tujuh malam, terutama masyarakat yang berasal dari tanak bassi yang mampu secara ekonomis atau tanak bulaan atau para keluagra bangsawan tertinggi yang mampu secara ekonomis. Selama berlangsungnya upacara tersebut, maka perserta upacara tidak boleh tidur semalam suntuk (didoya). Korban yang dipersembahkan adalah beberapa ekor babi (biasanya sampai ratusan ekor), dan minimal tiga dan maksimal 12 ekor kerbau. Tempat pelaksanaan upacara ialah rumah atau tongkonan masing-masing, kecuali kalau yang mati berasal dari bangsawan tinggi (tanak bulaan) maka harus diupacarakan di Tongkonan Layuk dan Rante Simbuang)..

(39) 9. 4.. Upacara dirapai atau rapasan, yaitu upacara kematian bagi yang berasal dari tanak bulaan yang berlangsung minimal tujuh hari tetapi dapat berlangsung dalam waktu berbulan-bulan lamanya tergantung kesepakatan keluarga. Upacara rapasan terdiri dari beberapa tahapan dan memakan waktu yang lama dengan minimal persembahan korban berupa kerbau sebanyak 12 ekor. Upacara rambu solo’ yang ada di tana toraja dilaksanakan berdasarkan. stratifikasi sosial misalanya kalang bawa di namakan upacara di silli’ dan di pasang bongi sedangkan kalangan menengah upacara rambu solo’ dinamakan upacara di doya, sedangkan kalangan tinggi di namakan upacara di rapai atau rapasan. b. Macam-macam stratifikasi sosial berdasarkan sifatnya Sintya Ayu wardani, (2018) Berdasarkan sifatnya stratifikasi sosial di bagi menjadi sebagai berikut: a. Stratifikasi sosial terbuka Dimana stratifikasi sosial terbuka kelas-kelas sosial tidak tertutup artinya seseorang dapat saja masuk kedal kelas sosial tertentu yang di inginkan atau pun keluar setelah mencapai kelas sosial yang lebih tinggi. Seseorang dapat pula di keluarkan apabilah tidak sanggup melaksanakan hak-hak dan kewajiban yang sesuai dengan kelas sosial. b. Kelas sosial tertutup Pada sistem stratifikasi ini terdapat pembatasan terhadap kemungkinan pindahnya kependududkan seseorang dari suatu lapisan kelapisan sosial lainnya. Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut: a) Ukuran kekayaan.

(40) 9. Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja. b) Ukuran kekuasaan dan wewenang Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan. c) Ukuran kehormatan Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur. d) Ukuran ilmu pengetahuan Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang yang menghargai ilmu pengetahuan. Seorang yang paling.

(41) 9. mengtahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik ( kesarjanaan), atau profesi yang di sandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doctor ataupun gelar propesional seperti professor.. Stratifikasi sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai. Mungkin berupa uang atau bendabenda bernilai ekonomis, atau tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan agama, atau keturunan keluarga terhormat. Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai akan dianggap sebagai orang yang menduduki pelapisan atas. Sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan rendah.. Gaya hidup dari lapisan atas akan berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat dibedakan, sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas sosial mana seseorang berasal. Stratifikasi sosial juga menyebabkan adanya perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam stratasosial tertentu berdasarkan kekuasaan, privilese dan prestise. Dalam lingkungan masyarakat dapat terlihat perbedaan antara individu, atau satu keluarga lain, yang dapat didasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki. Yang kaya ditempatkan pada lapisan atas dan miskin pada lapisan bawah. Atau mereka yang berpendidikan tinggi berada di lapisan atas sedangkan yang tidak sekolah pada lapisan bawah. Dari perbedaan lapisan sosial ini terlihat adanya kesenjangan sosial (Misela Rayo, 2012).. c. Ruang lingkup stratifikasi sosial masyarakat Tana Toraja.

(42) 9. Tangke Tasik dalam (Wini Rahayu 2017), ada beberapa macam kebudayaan masyarakat Toraja dikenal 4 macam tingkat atau strata sosial diantaranya: 1) Tana’ Bulaan atau golongan bangsawan Tana bulawan (To Parenge’) adalah kasta tertinggi, Pada umumnya golongan bangsawan ini memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat karena mereka bertugas menciptakan aturan-aturan yang kemudian menjadi ketua pemerintahan adat tertinggi dalam masing-masing adat/kelompok adat, misalnya raja dan kaum bangsawan. Mereka juga menguasai tanah persawahan di Toraja. 2) Tana’ Bassi atau golongan bangsawan menengah Tana’ bassi (To Makaka) adalah bangsawan menengah yang sangat erat hubungannya dengan Tana’ Bulaan. Mereka adalah golongan bebas, mereka memiliki tanah persawahan tetapi tidak sebanyak yang dimiliki oleh kaum bangsawan, mereka ini adalah para tokoh masyarakat, orang-orang terpelajar, dan lain-lain. 3) Tana’ Karurung atau rakyat biasa/rakyat merdeka Tana’ Karurung (To Pa’tondokan) adalah Kasta ini merupakan rakyat kebanyakan atau sering di sebut pa’tondokan. Golongan ini tidak mempunyai kuasa apa-apa tetapi menjadi tulang punggung bagi masyarakat toraja. 4) Tana’ Kua-kua atau golongan hamba Tana’ Kua-kua (kaunan) atau golongan hamba adalah Golongan kasta ini merupakan pengabdi atau hamba bagi Tana’ Bulaan dengan tugas-tugas tertentu. Misalnya membungkus orang mati dan lain-lain, mereka sangat dipercaya oleh atasannya karena nenek moyang mereka telah bersumpah turuntemurun akan mengabdikan dirinya, akan tetapi atasannya juga mempunyai.

(43) 9. kewajiban untuk membantu mereka dalam kesulitan hidupnya. Golongan ini tidak boleh kawin dengan kelas yang lebih tinggi, seperti Tana’ Bulaan dan Tana’ Bassi. Dari beberapa macam kebudayaan masyarakat toraja, penulis menyimpilkan bahwa stratifikasi adalah kelompok sosial masyarakat yang membeda-bedakan golongan antara masyarakat bawah, menemgah dan masyarakat atas. Glory Tulaktondok, (2019). Sesuai dengan ruang lingkup stratifikasi sosial yang mana mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, maka pada akhirnya masalah yang menarik untuk. dipelajari dan dibahas lebih jauh. ada hubungannya dengan. upacarar rambu solo’. Dalam hal budaya upacara rambu solo’, rambu solo’ bagi orang toraja merupakan budaya yang paling tinggi nilainya dibandingkan dengan unsur budaya lainnya. Upacara rambu solo’ diatur dalam aluk rampe matampu. dan. mempunyai sistem serta tahapan sendiri. Lebih banyak dinyatakan dalam upacara pemakaman dan kedukaan. Masyarakat Toraja dalam ajaran Todolo memberikan perhatian pada upacara pemakaman, karena upacara ini diyakini sangat istimewa serta mengandung dimensi religi, kemampuan ekonomi, dan dimensi sosial. Dalam kehidupan sehari-harinya, setiap manusia mempunyai suatu pandangan yang berbeda-beda. Begitupula dengan masyarakat Toraja dalam melaksanakan upacara kematian. Bagi sebagian orang, tradisi ini bisa jadi dinilai sebagai pemborosan. Sebab, demikian besar biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraannya. Bahkan, ada yang sampai tertunda berbulan-bulan untuk mengumpulkan biaya pelaksanaan upacara ini, bahkan ungkapan bahwa orang toraja mencari kekayaan hanya untuk dihabiskan pada pesta rambu solo’. Pandangan lain pun sering muncul, bahwa sungguh berat acara ini dilaksanakan. Sebab, orang yang melaksanakannya harus mengeluarkan biaya besar untuk pesta. Bagi Masyarakat Toraja, berbicara pemakaman bukan hanya tentang.

(44) 9. upacara, status, jumlah kerbau yang dipotong, tetapi juga soal malu (siri’), dan hal inilah yang menyebabkan upacara rambu solo’ terkait dengan tingkat stratifikasi sosial (Misela Rayo, 2012). Dulunya, pesta meriah hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan dalam masyarakat ini. Akan tetapi, sekarang sudah mulai bergeser, siapa yang kaya itulah yang pestanya meriah. Kemeriahan upacara rambu solo’ ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi (Agnes Risda Taruk Lobo’, 2015). B. Kerangka Pikir Berdasarkan kerangka. pekir maka. peneliti. dapat. mrnjelaskan. atau. menguraikan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan masyarakat kedalam kelaskelas secara bertingkat (vertical), pada masyarakat tana Toraja pada umumnya terbadi dalam strata sosial. Dalam kehidupan masyarakat yang di lingkupi oleh kepercayaan aluk, adat, dan kebudayaan erat kaitannya dengan strata sosial dalam upacara rambu solo’. Berdasarkan realita yang saya liat atau yang terjadi dalam pesta upacara rambu solo’ dimana orang yang dianggap lebih ditempatkan berbeda dengan orang biasa atau dianggap rendah. Bukan hanya itu, pada perayaan tersebut juga sangat kental terhadap pelabelan akan orang biasa (kaunan) dalam menghelat upacara yang dilihat dari seberapa banyak hewan kurban dan tata upacara yang dilaksanakan. Serta Kecenderungan yang dinilai dari segi keturunan penghelat upacara rambu solo’, pendidikan dan kekayaan keluarganya..

(45) 9. Adapum Makna symbol status dalam upacara rambu solo’ terdiri dari symbol verbal dan symbol nonverbal. Adapun symbol verbal yang terdapat dalam upacara adat rambu solo’ adalah berupa doa-doa yang di ucapkan oleh To Minaa yang bermakna sebagai pujian, permohonan, dan untuk pengangungan. Sedangkan symbol nonverbal berupa alat-alat sebagai perlengkapan upacara yang bermakna sebagai persembahan kepada leluhur serta penghormatan terakhir bagi almarhum dan bagi keluarga yang di tinggalkan. Rambu solo’ sebagai suatu upacara adat budaya Toraja dilaksanakan atas pemahaman leluhur (dandanan sangka’) pada masa lampau dan hingga kini ternyata masih di ikuti oleh masyarakat Toraja yang sudah memeluk agama lain. Peran Masyarakat. Stratifikasi sosial. Peran masyarakat menurut stratifikasi sosial terhadap upacara rambu solo’. Eksistensi upacara rambu solo’. Rambu Solo’.

(46) BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dimana pendekatan ini menekankan pada fenomena yang diteliti yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan menggali informasi mengenai kearifan local upacara rambu solo’ berdasarkan stratifikasi sosial di Desa Potong Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Kualitatif adalah penelitian yang mrnghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari orang-orang, fenomena, peristiwa, aktivitas, sosial, sikap dan pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Penenilitan ini bersifat deskriptif Kualitatif. B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian Lokasi penelitian ini di lakukan di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja. 2. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2019 C. Fokus Penelitian Yang menjadi fokus dalam penelitian adalah Peran Masyarakat Terhadap Upacara Rambu Solo’ Berdasarkan Stratifikasi Sosial di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja demi tercapainya keselarasan atau persamaan tinggat stratifikasi sosial yang selama ini membeda-bedakan antara strativikasi sosial yang rendah, sedang dan tinggi. D. Sumber Data 36.

(47) 67. Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan secara langsung dari informan dengan menggunakan teknik wawancara (interview guide) dan pengamatan (observasi), sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pengkajian bahan pustaka berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen pada instansi Yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan teknik dokumentasi. Secara jelas sumber data sebagai berikut: 1. Data primer Merupakan data yang diperoleh dari obyek penelitian melalui observasi yakni mengamati secara langsung serta mencatat peristiwa penting yang berhubungan dengan pembahasan. Selanjutnya data yang diperoleh melalui wawancara tersebut sebagai data primer. 2. Data sekunder Data ini diperoleh melalui telaah dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian, data ini dapat melalui buku-buku hukum, bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan dan lain-lain.. E. Informan Penelitian Informan penelitian merupakan berbagai sumber informasi yang dapat memberikan data yang di perlukan oleh peneliti dengan cara melakukan wawancara kepada beberapa orang yang di anggap bisa memberikan data atau informasi yang benar terhadap masalah yang di teliti. Dalam penentuan informan penelitian maka peneliti menggunakan teknik sampling Nonprobability. Sampling. Nonprobability sampling adalah teknik.

(48) 67. pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/ kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk di pilih menjadi sampel (Sugiyono, 2016:218). Penentuan informan dalam penelitian kualitatif yang di gunakan peneliti menggunakan Teknik Purposive Sampling. Seperti yang di kemukakan Sugiyono (2016:218) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbanagn tertentu. Pertimbangan tertentu ini maksudnya,informan yang di ambil oleh peniliti adalah masyrakat yang sering mengikuti upacara rambu solo’. Informan penelitian dalam penelitian ini yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini adalah ketua adat. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling ). Pemilihan informan dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu; penarikan informan yang dilakukan secara sengaja dengan kriteria tertentu. Informan tersebut berjumlah 5 orang. yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Ketua Adat satu orang, Masyarakat Setempat tiga orang, dan Masyarakat yang Mengadakan rambu solo’ satu orang. Kelima orang tersebut dipilih karena faktor umur, dan memiliki pengetahun atau yang mengetahui tentang upacara rambu solo’. Table 1 Sampel jumlah masyarakat di Desa Poton kecamatan Bonggakaradeng Kabupaten Tana Toraja No.. Masyarakat desa poton. Jumlah. 1.. Tokoh Adat. 1. 2.. Masyarakat yang melaksanakan. 1. upacara.

(49) 67. 3.. Masyarakat setempat Total. 3 5. F. Instumen Penelitian Menurut Sugiyono (2009:), instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, sebagai instrumen utama peneliti sudah melakukan observasi dengan mengamati secara langsung obyek peneliti, selanjutnya dilakukan wawancara dengan beberapa informan, sedangkan instrument lain berupa alat perekam untuk merekam saat peneliti mewawancarai informan, sedangkan kamera yang di gunakan untuk mengambil gambar-gambar sebagai dokumentsi saat melakukan penelitian, dan pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan yang di siapkan oleh peneliti, untuk mengungkap informasi yang terkait dengan penelitian sehingga data yang di kumpulkan bersifat valid/sahih. G. Tehnik Pengumpulan Data a. Observasi Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada wilayah yang merupakan fokus penelitian, pada wilayah tersebut peneliti mengamati berbagai hal yang berhubungan dengan rambu solo’ di Desa Poton Kecamatan Bonggakaradeng. Hal yang paling penting ialah upacara rambu solo’ berdasarkan stratifikasi sosial. b. Wawancara Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan di peroleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul.

(50) 67. data telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah di siapkan. Dalam melakukan wawancara, selain harus membawa instrument sebagai pedoman untuk wawancara, maka pengumpul data juga dapat menggunakan alat bantu seperti tipe recorder, gambar, brosur, dan material lain yang dapat membantu pelaksanaan wawancara menjadi lancer. (Dr.Sugiyono, 2016 hal. 138) c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable. yang. berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, dan sebagainya. Dokumentasi yang diambil dalam penelitian tentang kearifan lokal upacara rambu solo’ berdasarkan stratifikasih sosial. Hasil dari penilaian yang dilaksanakan dilapangan. H. Tehnik Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan dari data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga akhirnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak (Rachman, 2011:173). Dalam bukunya Miles (1992:16-17) analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. a. Reduksi data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabsatakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan.

(51) 67. perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak waktu penelitiannya memutuskan (acap kali tanpa disadari sepenuhnya) kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data mana yang dipilihnya. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadi hapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo). Reduksi data/transformasi ini berlanjut terus sesudah penelian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan- kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan “reduksi. data” peneliti. tidak. perlu. mengartikannya sebagai. kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan transformasikan dalam aneka macam cara, yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan-nya dalam satu pola yang lebih luas, dsb. Kadang kala dapat juga mengubah data kedalam angka- angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana.. b. Penyajian data Penyajian data, yaitu menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dalam pengambilan tindakan..

(52) 67. Miles membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid, yang meliputi: berbagai jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna. c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi Penarikan kesimpulan atau verifikasi data, yaitu langkah terakhir dari analisis data. Dalam penarikan kesimpulan ini harus didasarkan pada reduksi data dan sajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. I. Teknik Keabsahan Data Penelitian kualitatif. harus mengungkapkan kebenaran yang objektif. Karena itu. keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan tringulasi. Adapun tringulasi adalah teknik pemeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap data itu (Meleong, 2009: 330) 1. Tringulasi Sumber, untuk mengkaji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data yang telah dianaliisis sihingga menghasilkan kesimpulan kemudian dimintakan kesepakatan dengan sumber data (Tu’nas Fuaidah, 2011)..

(53) 67. 2. Tringulasi Teknik, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk memastikan kebenaran data, bila data yang dihasilkan berbeda, peneliti kemudian melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data. (Tu’nas Fuaidah, 2011). 3. Tringulasi Waktu, untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara melakukan telaah wawancara, observasi atau teknik lain kepada sumber data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya (Tu’nas Fuaidah, 2011). Triangulasi antara Peneliti, dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam mengumpulkan dan analisis data (Tu’nas Fuaidah, 2011).. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografis Tana Toraja letaknya kurang lebih 300-600 meter di atas permukaan laut. Toraja juga telah mengalami pemekaran, yang membagi wilayah tersebut ke dalam 2 kabupaten yaitu; Kabupaten Toraja Utara yang beribukota Rantepao dan Kabupaten Tana Toraja denga ibukota Makale. Kabupaten Tana Toraja yang beribukota di Makale, terletak antara 2º - 3º Lintang Selatan dan 119º - 120º Bujur Timur. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Toraja Utara dan Propinsi Sulawesi Barat, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Kabupaten.

(54) 67. Pinrang, serta pada sebelah timur dan barat masing-masing berbatasan dengan Kabupaten Luwu dan Propinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Tana Toraja dilewati oleh salah satu sungai terpanjang yang terdapat di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu sungai Sa’dan. Jarak ibukota Kabupaten Tana Toraja dengan ibukota Propinsi Sulawesi Selatan mencapai 329 km yang melalui Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidrap, Kota Pare-pare, Kabupaten Barru, Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Maros. Luas wilayah Kabupaten Tana Toraja tercatat 2.054,30 km² yang meliputi 19 kecamatan, 112 desa/lembang, dan 47 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh Bupati, kepala camat, kepala lembang, dan kepala lurah. Kecamatan Malimbong Balepe dan Kecamatan Bonggakaradeng merupakan dua kecamatan terluas dengan luas masing-masing 211,47 km² dan 206,76 km², atau luas kedua kecamatan tersebut merupakan 20,35 persen dari seluruh wilayah Tana Toraja. 2. Gambaran Umum Desa Poton a. Topografi Lembang Poton memiliki kontur permukaan yang tidak beraturan seluas ± 21,47 Km2. Lembang/Desa Poton merupakan salah satu dari 5 Lembang/ \Desa dan 1 kelurahan di wilayah Kecamatan Bonggakaradeng. Desa ini terletak 5 km ke arah utara dari ibu kota Kecamatan Bonggakaradeng. Desa Poton memiliki wilah seluas ± 21,47 Km2. Posisi geografik berada pada 119º41’17.72” E Bujur Timur dan pada 3º09’53.52” Lintang Selatan. Batas batas wilayah desa: Sebelah Barat. : Kecamatan Simbuang. Sebelah Selatan. : Kelurahan Ratte Buttu Lembang Bau.

(55) 67. Sebelah Timur. : Lembang Buakayu dan Kecamatan Rembon. Sebelah Utara. : Lembang Mappa’. Lembang Poton terdiri dari 4 kampung yaitu: 1. Kampong Tombang. 2. Kampung Perattean 3. Kampong Dolo’ 4. Kampong Paken b. Mata pencaharian penduduk di Poton Sebagaimana umumnya masyarakat lainnya di Toraja maka di Desa Poton kebanyakan atau sebagian besar berkebun dan bertani, mereka merupakan petani pemilik, atau penggarap dan petani ladang/kebun. Sedangkan mata pencaharian penduduk di sektor lainnya merupakan mata pencaharian penduduk yang jumlahnya relatif lebih sedikit dibanding dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Mata pencaharian tersebut seperti PNS, Polri/TNI, Guru, dan Wiraswasta untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:. No. Tabel I Komposisi penduduk menurut mata pencaharian Mata pencaharian Jumlah KK. 1. Petani. 950. 2. Pegawai/Guru. 30. 3. Wiraswasta. 50. 4. Abri/Polri. 2. Jumlah. 1,038. Sumber: Kantor Desa Poton Tahun 2019 Tabel I diatas menggambarkan bahwa mayoritas Penduduk di Kelurahan Poton adalah Petani, sebanyak 950 orang dari jumlah penduduk, 1,285.

(56) 67. pegawai/guru 30, wiraswasta 50, Abri/polri 2. Dalam bidang pertanian dan perkebunan Kelurahan Poton terdapat lahan sawah dan kebun yang cukup luas. Umumnya Padi, Kopi, Cacao dan sebagian kecil sayur mayur. c.. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi suatu Kelurahan di suatu wilayah. Untuk mendukung pembangunan yang sedang berjalan, maka tersedianya sarana dan prasarana diberbagai bidang sangat dibutuhkan. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Poton adalah sebagai berikut: 1. Sarana Pemerintah Desa Poton memiliki sebuah kantor Kelurahan sebagai tempat untuk menjalankan pemerintahan. Kantor Desa tersebut memiliki 2 buah komputer , 2 buah mesin ketik, 15 buah meja, 50 kursi. 2. Sarana Kesehatan Terdapat 1 buah puskesmas, 2 buah posyandu. 3. Sarana Ibadah Terdapat 5 buah gereja Kristen Protestan, dan 2 buah masjid 4. Sarana Transportasi Sarana perhubungan Desa Poton cukup memadai, dimana semua pemukiman dijangkau jalan yang terdiri atas: aspal,pengerasan dan rintisan. Kondisi tersebut mendukung kelancaran aktivitas masyarakat Desa Poton 5. Sarana Air Bersih Desa Poton merupakan daerah yang kaya akan mata air sehinggah sebagian besar masyarakat Desa Poton mengkomsumsi air dari mata air yang jernih dan ada pula yang menggunakan sumur gali dan sumur pompa..

Referensi

Dokumen terkait

Pajar Pahrudin, S.Kom.,MH Awang Harsa K,S.Kom.,M.Kom Reza Andrea,S.Kom.,M.Kom M.. Pajar Pahrudin, S.Kom.,MH Awang Harsa

Penyedia yang mendaftar untuk ikut pelelangan namun tidak memasukkan Dokumen Penawaran tanpa alasan yang profesional akan dikenakan sanksi Blacklist selama 6 (enam)

Dalam sub bab ini akan diaplikasikan seluruh teori-teori yang digunakan pada teoritis diatas, dimana teori-teori tersebut akan diaplikasikan pada objek dan subjek

Penelitian Yetti dan Elita (2008) menunjukkan bahwa kombinasi pemberiaan pupuk organik (pupuk kandang ayam dan sludge sawit) dengan dosis KCl 25 g/10 m 2 berpengaruh

bahwa ketentuan Pasal 16 ayat (5) dan Pasal 39 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, mengasnanatkan pelimpahan sebagian

Selanjutnya, kedua sasaran tersebut diukur dengan empat indikator kinerja output berupa:(1) Jumlah paket teknologi spesifik lokasi yang dimanfaatkan (akumulasi 5

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan profit margin dan metode arus biaya persediaan dengan market value industri

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana nilai estetika musik marakka dalam upacara rambu solo’ di Tana Toraja, yang berfokus pada seni musikal dan makna syair nyanyian