• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. klasa. Membicarakan makna sama halnya berpikir keras mengenai arti dari sebuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. klasa. Membicarakan makna sama halnya berpikir keras mengenai arti dari sebuah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Konotatif

Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, frasa, atau klasa. Membicarakan makna sama halnya berpikir keras mengenai arti dari sebuah objek yang dituju. Makna sebagai penghubung bahasa dengan bahasa di dunia luar yang telah disepakati para pemakainnya sehingga dapat saling mengerti arti dari bahasa tersebut (Djajasudarma, 2009:7). Lyons (dalam Djajasudarma 2009:

7) mengkaji atau memberikan makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lainnya. Dengan kata lain, mempelajari makna sama halnya mengartikan pemakaian bahasa dalam suatu masyarakat bahasa bisa saling mengerti satu sama lain.

Menurut Ferdinand de Saussure (dalam Chaer 2012:286) setiap tanda linguistiknya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau mengartikan yang wujudnya berupa runtukan bunyi, dan komponen signifie atau yang diartikan yang wujudnya berupa pengertian atau konsep. Dalam penelitian ini makna yang digunakna adalah komponen signifie atau yang diartikan jadi wujudnya berupa konsep atau pengertian. Adapun menurut Ogden & Richards (dalam Aminuddin 2015:80) sign atau lambang, kemudian ada signifiant unsur dasar dari lambang, yang terakhir ada signifikantor yang menunjukkan adaanya makna dalam lambang. Hubungan ketiga unsur dasar digambarkan oleh Ogden dan Richards (dalam Aminuddin 2015:80) sebagai berikut.

(2)

Referensi

Lambang Referen

Bentuk lambang berupa kata, frasa, klausa, kalimat,dsb yang mewakili objek dunia luar maupun pengalaman masyarakat pemakainya. Hubungan lambang dengan referensi saling terikat karena referensi merupakan unsur dasar dari sebuah lambang. Selain itu, antara lambang dan referen memiliki hubungan yang tidak langsung karena keduanya memiliki hubungan yang bersifat arbiter.

Dalam penelitian ini lambang yang dimaksud ialah kata, frasa atau klausan yang memiliki makna konotatif.

Makna konotatif adalah suatu jenis makna yang mengandung nilai emosional di dalam stimulus respon. Makna yang murni atau asli telah ditambahkan sebuah perasaan,emosi, atau nilai tertentu sehingga menimbulkan kata-kat baru. Makna konotatif berbeda dengan makna denotasi meskipun makna konotasi dan makna denotasi sangat berkaitan erat. Perbedaannya tentu terletak pada makna kata-katanya. Menurut Parera (2004:98), terdapat pula makna konotasi yang berbeda antarpribadi, antarkelompok masyarakat, antaretnis, dan antargenerasi. Dengan demikian, telaah makna konotatif harus dilakukaan secara historis dan deskriptif.

Setelah melihat penjelasan makna konotasi di atas dari berbagai macam ahli. Makna konotasi juga memiliki dua sifat yang bisa disebut juga ragam konotasi. Menurut Tarigan (2015: 53) konotasi ada yang bersifat individual dan

(3)

kolektif. Konotasi individual lebih mengutamakan atau menonjolkan diri sendiri dan hanya perorangan, sedangkan konotasi kolektif lebih mengutamakan nilai rasa yang berlaku untuk suatu golongan atau masyarakat.

Tarigan (2015: 54) menjelaskan konotatif individual lebih sulit diteliti karena mengutamakan nilai rasa individual itu sendiri. Konotasi kolektif dapat dibagi menjadi dua menurut garis besarnya, yaitu (1) konotasi baik meliputi konotasi tinggi dan konotasi ramah, (2) konotasi tidak baik meliputi konotasi berbahaya, konotasi tidak pantas, konotasi tidak enak, konotasi kasar, konotasi keras, dan (3) konotasi netral meliputi konotasi bentukan sekolah, konotasi kanak- kanak, konotasi hipokoristik, dan konotasi bentuk nonsens. Dalam penelitian ini jenis konotatif yang dipilih ialah makna konotasi positif dan makna konotasi negatif. Penggunaan makna konotatif ditinjau dari segi nilai rasa positif maupun negatif.

2.1.1 Makna Konotatif Positif

Makna konotatif menurut Chaer (1995: 66-68) dibedakan menjadi dua yaitu, konotasi positif dan konotasi negatif. Konotasi positif merupakan kiasan yang mengandung makna baik atau positif. Menurut Djajasudarma (2009: 13) makna konotatif dan makna emotif cenderung berbeda dalam bahasa indonesia Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembaca dan pendengar); (penulis dan pembaca) ke arah positif.

Menurut Wijana dan Rohmadi (2008: 23) nilai emotif dari suatu kata berbeda-beda bisa jadi halus maupun kasar. Nilai emotif yang terdapat dalam suatu kebahasaan disebut konotasi Sebagai contohnya, kata wanita memiliki

(4)

konotasi yang positif karena memiliki nilai rasa yang tinggi daripada perempuan.

Wanita memiliki nuanasa halus dan perempuan memiliki nuansa lebih kasar. Hal ini bisa dibedakan dari makna suatu kata atau sinonim suatu kata. Maka akan terlihat perbedaan makna konotatif dan makan emotif. Contoh tersebut ditinjau dari penggunaan kata, adapun contoh dari ungkapan anak emas yang artinya anak kesayangan. Positif atau negatifnya nilai rasa bergantung pada konteks yang digunakan kata, frasa, atau klausa.

2.1.2 Makna Konotatif Negatif

Makna konotatif merupakan kiasan yang mengandung makna buruk atau negatif..Menurut Djajasudarma (2009: 13) makna konotatif dan makna emotif cenderung berbeda dalam bahasa indonesia. Makna konotasi muncul akibat asosiasi perasaan kita terhadap apa yang didengar atau diucapkan. Makna konotatif cenderung mengarah pada hal-hal yang negatif, sedangkan emotif merujuk ke hal-hal yang positif. Konotasi negatif dapat dilihat dari nilai rasa yang kurang baik atau buruk

Sebagai contohnya kata perempuan dan wanita, perempuan memiliki nilai rasa yang rendah daripada wanita sehingga kata perempuan memiliki konotasi yang negatif. Contoh lain yang berupa ungkapan adu domba memiliki makna yang negatif yaitu membuat orang lain menjadi bermusuhan atau berselisih paham. Penggunaan konotasi negatif bergantung pada konteks yang digunakan, konotasi negatif bisa berupa kata, frasa atau klausa. Peribahasa ataupun ungkapan yang memiliki makna konotasi negatif

(5)

2.2 Bahasa dalam Media Massa

Bahasa memiliki peranan yang penting dalam jurnalistik sebagai alat komunikasi. Bahasa media massa tentu berbeda dengan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat dilihat dari ragam bahasa jurnalistik. Dewabrata (2004: 4) menjelaskan bahasa jurnalistik yang kerap dikatakan sebagai bahasa koran maupun media massa, cenderung memiliki alinea atau kalimat yang pendek. Dengan demikian, bahasa jurnalistik harus singkat, padat dan jelas.

Bahasa jurnalistik pada umumnya harus lugas, hemat kata, dan sederhana agar isi dari penulisan berita menjadi ringkas, padat, dan mudah dipahami oleh pembaca. Ada pun etika dalam ragam jurnalistik yang menuntut bahasa di media massa menyiaratkan kejujuran, sopan santun, akurat, tidak menggunakan kata- kata kasar, hangat, menarik dsb (Dewabrata, 2004: 4). Mengingat tidak semua masyarakat membaca surat kabar, sehingga bahasa yang digunakan harus lugas dan pemilihan kata haru tepat. Oleh karenanya, pembaca tidak perlu membaca berulang-ulang untuk mendapatkan sebuah informasi yang ada di surat kabar, hanya perlu membaca sekali dan dapat dipahami pembaca.

2.2.1 Media Massa

Media massa merupakan sarana penyampaian pesan untuk masyarakat atau yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Media memiliki peranan yang sangat besar dalam penyampaian informasi, ide-ide, hiburan atau gambaran umum tentang suatu kejadian. Menurut Cangara (2006) media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada

(6)

khalayak, sedangkan pengertian media massa sendiri alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Keberadaan media massa sudah menjadi hal yang umum dibicarakan maupun dicari oleh masyarakat. Tanpa adanya media massa masyarakat buta akan informasi yang terkini, aktual, maupun lugas.

Media massa memiliki fungsi atau karakteristik menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999, Bab II pasal 3.1, fungsi media massa adalah (1) menginformasikan (to inform), (2) mendidik (to educate), (3) menghibur (to entertain), (4) pengawasan Sosial (social control) – pengawas perilaku publik dan penguasa. Fungsi-fungsi tersebut berperan penting dalam penyebaran media massa di masyarakat agar masyarakat dapat manfaat dalam penggunaan media massa. Berkaitan dengan fungsi media massa tentu tidak lepas dengan jenis-jenis media massa yang berkembang di masyarakat

Rivers, dkk (dalam Pureklolon 2016: 46) menjelaskan media massa memiliki tiga jenis yaitu, (1) media online merupakan media massa yang menyebarkan infomasi melelalui online atau internet, (2) media massa elektronik merupakan media massa yang informasi mellaui elekronik seperti televisi, radio, film, dll, (3) media massa cetak merupakan media yang dicetak seperti surat kabar/koran, majalah, buku, tabloit, buletin, dan newslett. Dalam media massa cetak, koran menjadi sarana informasi yang sering digunakan oleh masyarakat setiap harinya.

Koran adalah salah satu media massa cetak yang memberitakan kejadian- kejadian sehari-hari dalam kehidupan manusia. Koran biasanya memiliki

(7)

informasi yang aktual dan fakta sesuai dengan apa yang ada di lapangan.Tulisan- tulisan yang terdapat dalam sebuah koran dihasilkan oleh para penulis berita yang disebut sebagai wartawan. Wartawan tersebut bertugas untuk menulis kejadian- kejadian menarik yang terjadi di tengah masyarakat. Oetama (2001: 289) mengatakan aktualisasi surat kabar atau koran menunjukan waktu tetapi juga menunjukan suatu kejadian yang hangat dimasalahkan dalam masyarakat.

Koran memiliki sebuah informasi yang dikemas dalam beberapa rubrik untuk memudahkan pembaca lebih memahami isi informasi dari koran tersebut.

Rubrik itu sendiri biasanya menjadi sebuah ciri khas atau kriteria dari suatu hal atau informasi yang ada dalam koran. Jenis-jenis rubrik biasanya ada pendidikan, politik, kesehatan, fashion, traveling, opini dan kolom, dsb. Penulisan judul rubrik juga harus menarik minat baca msyarakat. Sehingga, masyarakat tertarik dan penasaran tentang isi rubrik atau informasi yang ada dalam rubrik tersebut.

2.2.2 Pilihan Kata dalam Media Massa

Keraf (2007: 24) mengatakan bahwa diksi adalah kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan dengan membentuk suatu pengelompokan kata-kata yang tepat sesuai dengan suatu situasi. Persoalan diksi tidak hanya untuk mengungkapkan ide atau gagasan tapi juga persoalan tenang frasa, ungkapan, dan gaya bahasa (Awalludin 2017: 19). Dengan demikian, diksi tidak dapat digunakan semua kosakata hanya beberapa kosakata yang sesuai dengan situasi yang diperlukan.

Diksi mempunyai kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk membentuk kata-kata yang cocok

(8)

dengan nilai rasa yang dimiliki sekelompok pendengar. Penggunaan diksi harus sesuai dengan ketepatan kaidah kebahasaan yang benar. Ketepatan dalam pemilihan kata diungkapkan oleh Widjono (dalam Awalludin, 2017: 20) indikator ketepatan diksi meliputi, (1) mengomunikasikan diksi berdasarkan kaidah kebahasaan yang tepat, (2) menghasilkan komunikasi yang efektif tanpa adanya penafsiran makna yang salah, (3) menghasilkan respon pembaca atau pendengar yang baik sesuai harapan penulis, (4) menghasilkan target komunikais yang diharapkan.

2.3 Kolom Konsultasi dalam Media Massa

Kolom merupakan golongan dari ragam opini yang ada di koran. Hanya saja gaya penulisannya cenderung sangat santai dengan menyertakan idiom-idiom tertentu. Kolom bisa disebut juga artikel subjektif. Tulisan ini biasanya bersifat renungan, reflektif dengan gaya humor, satir dan konsultasi. Kolom konsultasi merupakan salah satu jenis rubrik yang ada di dalam koran. Kolom konsultasi ini biasanya beradadalam rubrik opini dan kolom. Akan tetapi tidak semua koran menyediakan rubrik ini, hanya beberapa yang menggunakannya biasanya pada koran kampus.

Kolom konsultasi memiliki fungsi sebagai saranan bagi masyarakat yang ingin menyampaikan kegelisahan atau masalah yang dihadapinya dengan meminta saran kepada konselor lewat koran. Soetomo menjelaskan (2003: 95) koran menyediakan satu forum bagi pembaca untuk menyuarakan kegelisaan, pendapat atau protes mereka. Dengan demikian, kolom konsultasi ada pada koran ketika

(9)

koran tersebut memberikan saranan bagi masyarakat yang ingin meminta pendapat tentang masalahnya kepada konselor yang disediakan oleh pihak koran.

Bahasa yang digunakan dalam kolom konsultasi biasanya tidak semerta- merta harus menggunakan bahasa baku. Adapun yang menggunakan bahasa komunikatif tapi tetap mengindahkan bahasa baku. Pemilhan kata yang tepat menjadi peran penting dalam menulis permasalahan di dalam kolom konsultasi pada koran. Pemilihan kata ini bertujuan agar pasien menulis permasalahannya tidak vulgar dan tidak menimbulkan kesalahpahaman makna, akan tetapi masih dapat dimengerti permasalahan yang dialami pasien tersebut. Dengan demikian, seseorang yang ingin konsultasi melalui surat kabar harus dapat menggunakan pilihankata yang tepat agar pembaca dan konselor paham apa yang menjadi pokok permasalahan.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.3 Perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan imunisasi terhadap kualitas pengetahuan ibu bayi tentang imunisasi dasar lengkap di posyandu Mugi Rahayu. desa

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada bcrbagai pihak yang membantu terlaksananya penelitian ini, terutama pada Proyek Peningkat'ul Penelitian dan

Logo pada awalnya memiliki bentuk yang sangat sederhana, yaitu berbentuk satu kode yang terdiri dari sebuah huruf, kemudian menjadi sebuah desain yang terdiri dari dua atau

Kemudian tulisan yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai pendukung gambar, kini telah berperan lebih dari sekedar pendukung gambar, bahkan tidak jarang memiliki kedudukan

Kemampuan Guru dalam menyusun naskah tes dengan menggunakan kalimat efektif masih sangat memprihatinkan hal ini diketahui dari naskah yang disusun oleh Guru SMK Negeri

(2) Pengelolaan database kependudukan oleh satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ialah pengetahuan dan sikap tenaga kerja terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan perilaku aman, persepsi tenaga

suatu lembaga yang pembentukan pertama dengan surat keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat Nomor 135 Tahun 1990 tanggal 26 Maret 1990 tentang susunan Organisasi