Universitas Sumatera Utara
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn)
S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
DANIEL SIMAMORA 140200471
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Daniel Simamora*) Madiasa Ablisar **) M. Ekaputra***)
Dampak negatif pekembangan teknologi informasi yang pesat sempat menyebabkan terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacuum), karena kesulitan dalam merumuskan delik dan ketidakmampuan hukum pidana positif mengejar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) hingga munculnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaturan hukum tentang tindak pidana informasi elektronik. Bagaimakah penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.Bagaimakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn).Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yakni dengan melakukan analisis terhadap permasalahan.
Pengaturan hukum tentang tindak pidana informasi elektronik.Pengaturan dalam Bab XVI tentang Penghinaan berlaku dalam ruang lingkup unsur
‘penghinaan dan/atau pencemaran nama baik’ dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Sehingga apabila Pasal 27 ayat 3 UU ITE diterapkan pada kasus konkret, hendaknya juga merujuk kepada Pasal yang sesuai tentang penghinaan terkait dalam KUHP.Penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan, penerapan hukum terutama sanksi pidana terhadap pelaku pencemaran nama baik dalam cybercrime, yang dimana penerapan hukum ini ditinjau dari KUHP dan UU ITE. Penerapan hukum terhadap tindak pidana penghinaan ini menggunakan asas Lex spesialis derogat legi generali yaitu dimana pengaturan pencemaran nama baik di dunia maya yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 UU ITE merupakan “Lex spesialis”Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan (Analisis Putusan Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn). Penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap pelaku tindak Pidana penghinaan dalam putusan tersebut telah sesuai karena telah memenuhi unsur-unsur sebagaimana menurut ketentuan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE
Kata Kunci :Pertanggungjawaban Pidana, mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.1
Daniel Simamora*)
Daniel Simamora*) Madiasa Ablisar **)
4
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi merupakan salah satu persyaratan bagi setiap mahasiswa untuk mencapai gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Sehubungan dengan itu, disusun skripsi yang berjudul:Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Dengan Sengaja Dan TANPA HAK MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn)
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
6. Bapak Dr. H.M. Hamdan, SH., MH, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Liza Erwina SH., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan arahan sehingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Dr. M. Ekaputra, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis yang telah memberikan pengarahan dalam proses pengerjaaan skripsi ini.
10. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.
11. Kepada Ayah tercintaP. Edison Simamora, SS dan Ibunda Herna Umega Panjaitan yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk tidak patah semangat dalam menyelesaikan skripsi penulis yang selalu memberikan dukungan, arahan sebagai penyemangat dan doa yang tidak pernah putus- putusnya yang menjadi kekuatan penulis sehingga terselesaikanya skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kita semua dan semoga doa yang telah diberikan mendapatkan berkah dari Tuhan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan perkembangan hukum di negara Republik Indonesia.
Medan, Februari 2019 Penulis
Daniel Simamora
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Keaslian Penulisan... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 10
1. Pertanggungjawaban Pidana ... 10
2. Pelaku Tindak Pidana ... 13
3. Tindak Pidana Informasi Elektronik ... 16
4. Penghinaan ... 18
F. Metode Penelitian ... 18
G. Sistematika Penulisan ... 22
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA INFORMASI ELEKTRONIK ... 25
A. Latar Belakang Terbitnya Informasi Elektronik ... 25
B. Perbedaan antara penghinaan yang ada dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 201 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 32
C. Bentuk-Bentuk Penghinaan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan ... 40
Universitas Sumatera Utara
BAB III. PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK
MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG
MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN ... 47
A. Jenis-Jenis Sanksi Pidana Pelaku Tindak Pidana Dengan Sengaja dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan ... 47
B. Ancaman Pidana terhadap Tindak Pidana Dengan Sengaja dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan ... 49
C. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan ... 54
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN (Analisis Putusan Pengadilan Neger Nomor 1010 /Pid.Sus/ 2018/PN-Mdn). ... 56
A. Kasus Posisi ... 56
B. Dakwaan ... 58
C. Tuntutan Jaksa Penutut Umum ... 58
D. Putusan Pengadilan ... 59
E. Analisis Kasus ... 63
1. Analisis Dakwaan ... 63
2. Analisis Tuntutan ... 65
3. Analisis Putusan ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
H. Latar Belakang
Di negara demokrasi tuntutan masyarakat terhadap keterbukaan informasi semakin besar. Pada masa sekarang kemajuan teknologi informasi, media elektronika dan globalisasi terjadi hampir disemua bidang kehidupan. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet dapat dioperasikan dengan menggunakan media elektronik seperti komputer. Komputer merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial pada masyarakat, yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, yang terus menjalar kebagian lain dari sisi kehidupan manusia, sehingga muncul adanya norma baru, nilai-nilai baru, dan sebagainya.2
Setiap teknologi diciptakan untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu manusia. Setelah diciptakan, teknologi dikembangkan agar dapat semakin efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan yang dimaksud maka teknologi lampau akan ditinggalkan. Pada masa sekarang kemajuan teknologi informasi, media elektronika dan globalisasi terjadi hampir disemua bidang kehidupan. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet dapat dioperasikan dengan menggunakan media elektronik seperti komputer. Komputer merupakan salah satu penyebab munculnya perubahan sosial pada masyarakat, yaitu mengubah perilakunya dalam berinteraksi dengan manusia lainnya, yang terus menjalar
2Dikdik M. Arif Mansyur, dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005, hlm 3.
Universitas Sumatera Utara
kebagian lain dari sisi kehidupan manusia, sehingga muncul adanya norma baru, nilai-nilai baru, dan sebagainya.3
Hukum sebagai alat dalam melakukan kontrol sosial dalam hal ini membutuhkan bantuan ilmu kriminologi, kriminologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan seluas-luasnya.4
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat modern terhadap penggunaan teknologi, sehingga teknologi merupakan kunci keberhasilan pembangunan pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Disamping memberikan dampak positif, kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi juga memberikan dampak negatif yaitu banyaknya kejahatan yang berkaitan dengan aplikasi internet, seperti cybercrime, pemalsuan akun jejaring sosial dan pencemaran nama baik.
Dengan kriminologi dapat diketahui sebab-sebab si pelaku melakukan perbuatan kejahatannya tersebut, lalu atas dasar apa si pelaku melakukan perbuatannya dan aturan-aturan hukum yang layak diterapkan terhadap kasus penghinaan serta pelecehan terhadap presiden tersebut
5
Internet adalah produk dari perkembangan teknologi yang mempermudah dalam penerimaan informasi maupun pengiriman data. Internet juga mudah untuk didapatkan dan digunakan serta dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat. Penggunaan internet dapat dilakukan di komputer, laptop atau
3Suhartanto, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Internet Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Jurnal Pro Hukum, Vol. VI, No. 2, Desember 2017, hlm 112.
4 Yesmil Anwar danAdang, Kriminologi, Reflika Aditama, Bandung, 2010, hlm.2
5Edwin Pardede, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penegakan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Twitter.Diponegoro Law Journal Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, hlm 2-3
Universitas Sumatera Utara
notebook maupun dengan telepon genggam (handphone). Hal ini menyebabkan penyalahgunaan teknologi informasi pun dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Dampak negatif pekembangan teknologi informasi yang pesat sempat menyebabkan terjadinya kekosongan hukum (rechtsvacuum), karena kesulitan dalam merumuskan delik dan ketidakmampuan hukum pidana positif mengejar perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) hingga munculnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) sebagai payung hukum dalam mengantisipasi kejahatan- kejahatan di dunia maya (cyber). UU ITE ini memuat tentang cyberlaw yang meliputi transaksi elektronik, alat bukti elektronik, privasi, yurisdiksi, intelectual property, termasuk tindak pidananya. Hal tersebut tertuang dalam Bab VII tentang perbuatan yang dilarang, yang diuraikan dalam beberapa pasal, mulai dari Pasal 27 sampai dengan Pasal 37, kemudian Bab XI tentang ketentuan pidana yang mengancam sanksi pidana atas pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut.6
Salah satu teknologi informasi yang mampu mendorong perubahan itu adalah internet yang ditemukan oleh Leonard Kleinrock, seorang insinyur dan ilmuwan komputer yang lahir di New York, 13 Juni 1934. Internet yang ditemukannya pada 29 Oktober 1969, kini telah semakin berkembang, bahkan dapat berkembang menjadi media untuk saling berinteraksi, saling berkomunikasi dengan segala manusia yang ada disegala penjuru dunia hanya dengan hitungan detik. Ketika manusia saling berinteraksi, saling mengutarakan pendapatnya
6Ibid., hlm 3
Universitas Sumatera Utara
melalui internet, baik itu dengan media facebook, twitter, mails, dan sebagainya.
Sudah barang tentu terjadinya gesekan-gesekan atau ketersinggungan yang menimbulkan permasalahan. Ketika permasalahan itu di bawah masuk kerana hukum, maka menjadi pertanyaan bagaimana hukum dapat mengatur perkembangan teknologi dengan segala dampak yang ditimbulkannya.7
Kecanggihan teknologi disadari telah memberikan kemudahan, terutama dalam membantu pekerjaan manusia. Selain itu, perkembangan teknologi komputer menyebabkan munculnya kejahatan-kejahatan baru, yaitu dengan memanfaatkan komputer seperti modus operandinya. 8 Hukum sebagai alat dalam melakukan kontrol sosial dalam hal ini membutuhkan bantuan ilmu kriminologi, kriminologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang kejahatan seluas-luasnya.9 Dengan kriminologi dapat diketahui sebab-sebab si pelaku melakukan perbuatan kejahatannya tersebut, lalu atas dasar apa si pelaku melakukan perbuatannya dan aturan-aturan hukum yang layak di terapkan terhadap kasus penghinaan serta pelecehan terhadap presiden tersebut.10
Hukum di Indonesia penghinaan atau pencemaran nama baik secara umum diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang berbunyi sebagai berikut: “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik dengan menuduhkan suatu hal, yang dimaksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
7 Tunggal Wawan, Pencemaran Nama Baik, Wartapena, Jakarta, 2012, hlm. 44-45
8Maskun, Kejahatan Siber (Cyber Crime). Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, 2013,hlm 17
9Yesmil Anwar danAdang, Op.Cit., hlm.2
10Ibid
Universitas Sumatera Utara
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”11
Perbuatan melawan hukum dalam UU ITE, kejahatan dalam teknologi informasi disebut dengan cyber crime. Cyber crime adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi dan komunikasi tanpa batas, serta memiliki sebuah karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan tingkat keamanan yang tinggi, dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pengguna internet.
Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) UU ITE “Setiap orang yang memenuhi unsur sebgaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah)”
12
Harap Dibaca Agar Tidak Ada Korban Lagi, Nama : RITA (38 tahun), Alamat : Jln. Platina Raya, Komplek Titimas Blok A-15 Medan Marelan,
Wilsen Chandra als. A Sen pada hari Selasa tanggal 12 Juli 2016 sekira pukul 22.00 Wib pemilik akun facebook atas nama Henny Yap (DPO) membuat status dengan melampirkan foto, identitas saksi dan istri saksi serta membuat tulisan serta komentar yang isinya menghina dan mencemarkan nama baik saksi, istri saksi dan keluarga saksi lalu pemilik akun facebook atas nama Haini Tan (DPO), terdakwa Wilsen Chandra Als A Sen dan William Chandra menyebarkannya lagi. Adapun isi tulisan yang dibuat oleh pemilik akun facebook atas nama HENNY YAP (DPO) pada status facebooknya.
11 R.Soesilo, Undang-Undang Hukum Pidana , Politea, Bogor, 1996, hlm. 225
12 Agus Tri P.H. Cyber Crime dalam Perspektif Hukum Pidana,Skripsi, ,Surakarta:UMS, 2010, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
Pengusaha barang-barang botot, awalnya mohon bantuan pinjaman uang untuk tambahan modal usaha, cara pembayarannya dengan menggunakan Giro atas nama orang lain (katanya giro ini punya customernya yang bayar dia untuk pengambilan barang). Awalnya percaya saja dan tidak menaruh curiga sama sekali karena kenal dekat seperti saudara sendiri. Beberapa kali pembayaran pun lancar- lancar saja. Peminjaman uangpun semakin meningkat, jadi pemikiran pun berarti usaha orang ini lancar.
Setelah beberapa bulan, beberapa Giro jatuh tempo yang dicairkan ternyata kosong dan GIRO PALSU. Ini orangpun kabur entah kemana ketika mau diminta pertanggungjawaban. Setelah dicek ternyata orang ini punya KTP lebih dari 1 (satu) dengan nama-nama dan alamat berbeda pada tanggal 8 Mei 2016 akhirnya tertangkap juga dia di kostnya dengan muka tidak bersalah dan Tidak Tahu Malu mengaku tidak kenal dengan kami serta tidak mau berdamai, maka kamipun membawa masalah ini ke jalur hukum. Jadi harap hati-hati ya guys, kalau next time jumpa/diajak kerja sama sama orang ini. Penampilan tidak mencerminkan hati seseorang.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Dengan Sengaja dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn).
I. Rumusan Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian-uraian latar belakang diatas, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yang dapat dikemukakan adalah
1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang tindak pidana informasi elektronik?
2. Bagaimakah penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan?
3. Bagaimakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan (Analisis Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn)?
J. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang tindak pidana informasi elektronik.
2. Untuk mengetahuipenerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.
3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan (Analisis StudiPutusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn).
Universitas Sumatera Utara
Adapun manfaat dari penulisan proposal ini bagi penulis merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar sarjana hukum, selain itu dalam melakukan penelitian ini manfaat yang diberikan ada dua macam, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi kajian ilmu pengetahuan khususnya di bidang Hukum Pidana, dan dapat menambah literatur terutama yang berkaitan dengan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pembaca, terutama sekali bagi pihak-pihak yang memiliki perhatian dalam perkembangan hukum pidana untuk mengetahui pertanggungjawaban dalam tindak pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.
K. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik secara fisik maupun online berkaitan dengan judul Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku dengan Sengaja dan Tanpa Hak Mendistribusikan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn), tidak ditemukan, namun ada beberapa judul berkaitan dengan tindak pidana penghinaan antara lain:
Universitas Sumatera Utara
Rahmawati Kusuma R. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar (2017), dengan judul penelitian Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penghinaan Nama Baik (Studi Kasus Putusan Nomor: 15/Pid/B/2011/PN.EKg). Adapun permasalahan dalam penelitian ini:
1. Penerapan hukum terhadap tindak pidana penghinaan nama baik.
2. Pertimbangan majelis hakim terhadap tindak pidana penghinaan nama baik dalam Putusan Nomor: 15/Pid/B/2011/PN.Ekg.
Aldi Hidayat. Fakultas Syari’ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang (2017), dengan judul penelitian Sanksi Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Menurut Perundang-Undangan Dan Hukum Islam. Adapun permasalahan dalam penelitian ini:
1. Sanksi pencemaran nama baik di dalam pasal 310 KUHP.
2. Sanksi pencemaran nama baik melalui internet
3. Tinjauan hukum Islam terhadap sanksi pencemaran nama baik menurut hukum Islam.
Muchammad David Faishal. Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang (2015), dengan judul penelitian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 68/PID.SUS/2014/PT YYK). Adapun permasalahan dalam penelitian ini:
1. Dasar pertimbangan hukum dan sanksi putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 68/PID.SUS/2014/PT YYK tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik.
Universitas Sumatera Utara
2. Tinjauan hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor: 68/PID.SUS/2014/PT YYK tentang Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Melalui Media Elektronik.
Baiti Rahmanita. Universitas Brawijaya Fakultas Hukum (2014), dengan judul penelitian Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Di Dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Adapun permasalahan dalam penelitian ini:
1. Konsep pencemaran nama baik di dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE
2. Implikasi penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap Pasal 310 KUHP.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian berbeda dengan penelitian sebelumnya, adapun perbedaaan dalam penelitian yaitu objek dan subjek penelitian, sedangkan persamaan dalam penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan UU ITE dan KUHP.
L. Tinjauan Kepustakaan
5. Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing disebut sebagai
“toereken-baarheid”,“criminal responsibility”, “criminal liability”, pertanggung jawaban pidana ini dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atas pidananya atau tidak terhadap tindakan yang dilakukan itu.13
13S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cet. IV, Alumni Ahaem-Pateheam, Jakarta, 1996, hlm. 245.
Universitas Sumatera Utara
Pertanggungjawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, ini berarti harus dipastikan terlebih dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana.14 Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana. 15
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti) maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya.16
Berbicara mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap seseorang dalam hal ini berhubungan dengan kesalahan karena pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya,
14Roeslan Saleh, Op.Cit, hlm. 80
15Ibid., hlm 75
16Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
tegasnya yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya17
Pertanggungjawaban merupakan salah satu bagian dari suatu sistem aturan-aturan dalam moral, agama, dan hukum. Dalam konsep pertanggung jawaban pidana pada dasarnya mengarah kepada pemahaman pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana, yang bertanggungjawab atas sesuatu perbuatan pidana berarti yang bersangkutan secara sah dapat dikenai pidana karena perbuatan itu. Dengan singkat dapat dikatakanbahwa tindakan ini dibenarkan oleh sistem hukum tersebut.
. Antara kesalahan dan pertanggungjawaban pidana erat sekali kaitannya. Hal ini dikarenakan adanya asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld).
18
Pertanggungjawaban itu dinyatakan dengan adanya suatu hubungan antara kenyataan-kenyataan yang menjadi syarat dan akibat-akibat hukum yang disyaratkan. KUHP tidak mengatur pengertian mengenai kemampuan bertanggungjawab, akan tetapi terdapat aturan yang berhubungan mengenai kemampuan bertanggungjawab, yaitu seperti yang terdapat didalam Pasal 44 ayat (1) KUHP teks resmi (bahasa Belanda) menggunakan istilah ‘gebrekkige ontwikkeling of ziekelijke storing zijnerverstandelijke vermogens’, yang oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan HukumNasional telah diterjemahkan sebagai: Pasal 44 ayat (1) Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya
17Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta, 2001, hlm 156
18Eflin Christy, Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penipuan Melalui Investasi Online,Jurist-Diction: Vol. 1 No. 1, September 2018, hlm 112
Universitas Sumatera Utara
atau sakit berubah akal.19
a. Keadaan batin orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Seseorang yang melakukan perbuatan pidana akan dapat dipidana, apabila memiliki kesalahan. Seseorang yang memiliki kesalahan akan dapat dipidana, apabila pada waktu melakukan perbuatan pidana perbuatannya tersebut dapat dicela. Menurut Mezger sebagaimana dikutip oleh Tri Andrisman bahwa “Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya percelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana”. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldvorrn) yang berupa kesengajaan (dolus, opzet, atau intention). Jadi hal yang harus diperhatikan yakni:
b. Hubungan antara keadaan batin itu dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga orang itu dapat dicela karena perbuatannya tadi.20
6. Pelaku Tindak Pidana
Tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana yaitu stafbaarfeit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda dengan demikian juga WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan stafbaarfeit karena itu para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti pada istilah itu.21
Menurut Moeljatno sebagaimana dikutip oleh Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
19Ibid., hlm 113
20Tri Andrisman, Asas-Asas dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Universitas Lampung. Bandar Lampung, 2009, hlm 94-95
21Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 Stelsel Pidana Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm. 67.
Universitas Sumatera Utara
hukum, larangan tersebut disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.22
Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang- undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.
Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan.23
Roeslan Saleh, perbuatan pidana adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata ketertiban yang dikehendaki oleh hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang terhadap pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Sedangkan menurut Tresna, peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lain terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.24
22Ibid
23Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta. 2001. hlm. 22
24Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 2003, hlm 53
Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur- unsur tindak pidana, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Unsur objektif
Unsur yang terdapat di luar pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan di mana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Terdiri dari:
1) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;
2) Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seorang pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau
“keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu peseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
3) Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.25
b. Unsur subjektif
Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari:
1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);
2) Maksud atau voormemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud di dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
25 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, hlm. 193
Universitas Sumatera Utara
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.26
7. Tindak Pidana Informasi Elektronik
Ketentuan umum dalam Pasal 1 Bab 1 UU ITE, pada angka 1, bahwa yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto, Elektronik Data Interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perfrasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Pasal 1 angka 3 UU ITE, pengertian teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis dan atau menyebarkan informasi. Istilah “teknologi informasi” mulai dipergunakan secara luas tahun 80-an.27
Menurut Indra Safitri mengemukakan, kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari
26Ibid., hlm 117-118
27 Raida L. Tobing, Penelitian Hukum Tentang Efektivitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta,2012, hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.
28Widodo menjelaskan cyber crime dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu cyber crime dalam arti sempit dan cyber crime dalam arti luas. Cyber crime dalam arti sempit adalah kejahatan terhadap sistem komputer, sedangkan dalam arti luas mencakup kejahatan terhadap sistem atau jaringan komputer dan kejahatan yang menggunakan komputer.29
Tindak pidana yang berkaitan dengan bidang teknologi informasi lebih dikenal dengan istilah cyber crime. Istilah cyber crime dapat ditemukan di dalam EU Convention on Cyber Crime yang mana prinsip-prinsip dalam konvensi tersebut diakomodasi dalam UU ITE yang berlaku di Indonesia saat ini. Berbagai sumber sering menggunakan juga istilah computer crime, computer-related crime, computer assisted crime, kejahatan mayantara (cyber crime), kejahatan internet (Internet crime) dan kejahatan telematika. Istilah-istilah yang berbeda-beda tersebut pada umumnya digunakan untuk menggambarkan kejahatan yang dihasilkan oleh konvergensi teknologi telekomunikasi, media dan informatika.
Istilah tersebut apabila dicari penggunaan istilah yang tepat, maka istilah kejahatan telematika adalah yang paling sesuai. Istilah telematika (telematics) berasal dari kata telematique yang merupakan gabungan kata dari bahasa Prancis telecomunications dan informatique. Mayoritas ahli information technology juga memahami istilah telematika merupakan gabungan dari kata telekomunikasi, media, dan informatika.30
28Indra Safitri, Tindak Pidana Di Dunia Cyber” dalam Insider, Legal Journal From Indonesian Capital & Investmen Market, 2012, hlm 12
29Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime, Laksbang Meditama, Yogyakarta, 2009, hlm. 24.
30 Al WisnubrotoKebijakan hukum pidana dalam penanggulangan penyalahgunaan computer. Universitas Widyatama. Yogyakarta, 1996, hlm 1-4
Universitas Sumatera Utara
8. Penghinaan
Penghinaan dalam UU ITE (Pasal 27 ayat (3) merumuskan: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusukan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Tindak pidana tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Jelas, bahwa sebagai lex specialis dari lex generalis dalam Bab XVI Buku II KUHP, pengertian yuridis “pencemaran” dan “penghinaan” dalam rumusan Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus mengacu pada bentuk-bentuk penghinaan dan pengertian yuridis beserta unsur-unsur dari bentuk-bentuk penghinaan khususnya pencemaran dalam lex generalisnya in casu Bab XVI KUHP tersebut. Disebabkan UU ITE tidak memberikan pengertian yuridis dari kedua kualifikasi pencemaran maupun penghinaan.
M. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian hukum pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
Universitas Sumatera Utara
menganalisinya.31Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Metode penelitian normatif merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.32 Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin.33
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian dalan penulisan skripsi ini penelitian deskripstif analisis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat.34
31Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2015, hlm 135
32Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2011, hlm 57.
33Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit, h. 34.
34 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2010, hlm. 9.
Metode deskripstif analisis tersebut menggambarkan peraturan yang berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pengaturan hukum tentang tindak pidana informasi elektronik. Penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.
Universitas Sumatera Utara
3. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut bahan hukum.35
a. Bahan hukum primer yang terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan. Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini antara lain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Tahun 1968.
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang dapat berupa pendapat para ahli, jurnal ilmiah, surat kabar dan berita internet.
c. Bahan hukum tersier, yautu bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, yang berupa kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia, dan Ensiklopedia.36
4. Teknik pengumpulan data
Teknik penelitian hukum normatif atau kepustakaan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun
35 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad,Op.Cit., h. 156
36Ibid., hlm. 157-158
Universitas Sumatera Utara
bahan hukum tersierdan atau bahan non hukum. Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dapat dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan maupun sekarang banyak dilakukan bahan hukum tersebut dengan melalui media internet.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam studi pustaka, yaitu:
a. Adakalahnya data sekunder dianggap sebagai data yang tuntas.
b. Autentisitas data sekunder harus ditelaah secara kritis sebelum diterapkan pada penelitian yang dilakukan sendiri.
c. Apabila tidak ada penjelasan, sukar untuk mengetahui metode yang dipergunakan dalam pengumpulan dan pengolahan data sekunder tersebut.
d. Kerap kali sukar untuk mengetahui secara pasti lokasi terhimpunnya data sekunder tersebut.37
5. Analisis data
.
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik, mendukung. Menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori yang telah dikuasainya.38
Metode analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis deskriptif kualitatif, dimana peneliti selain mengolah dan menyajikan data, juga melakukan analisis data kualitatifnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat
37Ibid.
38Ibid.,hlm. 180
Universitas Sumatera Utara
mensinergikan antara beberapa data yang telah didapatkan dengan berbagai literatur maupun data-data lain yang telah dipersiapkan. Selanjutnya data-data tersebut akan dianalisa dengan memunculkan beberapa kesimpulan dan hasil temuan berdasarkan usaha penelitian tersebut. Oleh karenanya, apabila data yang diperlukan telah terkumpul dan dengan metode analisis deskripsi kualitatif tersebut di atas, maka langkah selanjutnya dalam proses pengolahan dan penganalisaan data, peneliti dalam analisis data mengupayakan langkah dengan menyusun secara induktif, metode analisis yang bertumpu dari kaidah-kaidah khusus kemudian ditarik menjadi kaidah umum.39
N. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah dalam suatu penelitian, agar cara kerja penelitian menjadi lebih terarah, runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam memahami hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun atas lima bab. Adapun kelima bab itu, sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian serta Sistematika Penulisan
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA INFORMASI ELEKTRONIK
39Soerjono Soekanto,Op.Cit., hlm 36-37
Universitas Sumatera Utara
Bab ini berisikan latar belakang terbitnya informasi elektronik.Perbedaan antara penghinaan yang ada dalam KUHP dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Bentuk-Bentuk Penghinaan Informasi Elektronik Yang Memiliki Muatan Penghinaan.
BAB III. PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN
Bab ini berisikan dan jenis-jenis sanksi pidana pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan. Ancaman pidana terhadap tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan.
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU DENGAN SENGAJA DAN TANPA HAK MENDISTRIBUSIKAN INFORMASI ELEKTRONIK YANG MEMILIKI MUATAN PENGHINAAN (Analisis Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 1010 /Pid.Sus/2018/PN-Mdn).
Universitas Sumatera Utara
Bab ini berisikan kasus posisi, dakwaan, tuntutan jaksa penutut umum, Putusan Pengadilan dan analisis kasus
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam penulisan skripsi ini, dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan-pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran.
32 BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA INFORMASI ELEKTRONIK
D. Latar Belakang Terbitnya Informasi Elektronik
Pembangunan nasional merupakan suatu proses berkelanjutan yang senantiasa harus tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat.
Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik ditingkat nasional.
Pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar keseluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa, perkembangan dan kemajuan.
Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk- bentuk perbuatan hukum baru yang belum ada dan diatur hukum yang sudah ada.
Sehingga penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional agar tetap terjaga untuk kepentingan Nasional. Pemanfaatan
Universitas Sumatera Utara
Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya. Presiden mengeluarkan Undang- undang ini untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan luar Indonesia. Dalam pasal-pasal yang menjelaskan memberikan rasa aman dan mencerdaskan kehidupan bangsa.40
Latar belakang lahirnya UU ITE, Presiden mengeluarkan undang-undang ini untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan luar Indonesia.
Dalam pasal-pasal yang menjelaskan memberikan rasa aman dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Semakin berkembangnya kejahatan dalam masyarakat, sehingga hukum juga harus berkembang agar fungsinya sebagai pemberi rasa aman dapat terpenuhi, dengan adanya undang-undang ini, maka diharapkan masyarakat takut untuk melakuakan kesalahan, karna dijelaskan pada salah satu pasalnya, bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekwensi yang timbul, tetapi dalam UU ITE pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik.41
UU ITE mulai dirancang sejak Maret 2003 oleh Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dengan nama Rancangan Undang Undang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU-IETE). Semula UU ini
40Mastur, Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagai Tindak Pidana Non Konvensional, Jurnal Kosmik Hukum Vol. 16 No. 2 Juni 2016, hlm 115
41Muhammada Irfan Permana, uu-ite-tahun-2008, https://www. kompasiana. com/ joelax/
566a703bb3927387071a4edb/diakses tanggal 21 Desember 2018
Universitas Sumatera Utara
dinamakan Rancangan UndangUndang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik (RUU IKTE) yang disusun Ditjen Pos dan Telekomunikasi Departemen Perhubungan serta Departemen Perindustrian dan Perdagangan, bekerja sama dengan Tim dari Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Tim Asistensi dari ITB, serta Lembaga Kajian Hukum dan Teknologi Universitas Indonesia (UI). Setelah Departemen Komunikasi dan Informatika terbentuk berdasarkan Peraturan Presiden RI No 9 Tahun 2005, tindak lanjut usulan UU ini kembali digulirkan. Pada 5 September, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui surat No.R./70/Pres/9/2005 menyampaikan naskah RUU ini secara resmi kepada DPR RI.42
1. Menteri Komunikasi dan Informatika,
Bersamaan dengan itu, pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika membentuk Tim Antar Departemen Dalam rangka Pembahasan RUU Antara Pemerintah dan DPR RI” dengan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.83/KEP/M.KOMINFO/10/2005tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.:
10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007 dengan Pengarah:
2. Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, dan Sekretaris Jenderal 3. Depkominfo. Ketua Pelaksana Ir. Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Aplikasi
Telematika
4. Depkominfo, Wakil Ketua Pelaksana I: Dirjen Peraturan Perundang-undangan
42Hanatirta.undang-undang-no-11-tahun-2008-tentang-informasi-dan-transaksi- elektronik-uu-ite/ https://wordpress.com/2011/07/15/diakses tanggal 1 Desember 2018.
Universitas Sumatera Utara
5. Departemen Hukum dan HAM dan Wakil Ketua Pelaksana II: Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum.43
Departement komunikasi dan informasi mengeluarkan undang-undang baru tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Hadirnya Undang- Undang ini disambut positif berbagai kalangan masyarakat namun tidak sedikit juga yang menentangnnya. Bagi yang tidak setuju, UU ITE dianggap sebagai upaya untuk membatasi hak kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat serta bisa menghambat kreatifitas seseorang didunia maya. Bagi yang setuju, kehadirannya dinilai sebagai langkah yang tepat untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan penyalahgunaan internet yang tak terkendali sehingga bisa merugikan orang lain.44
UU ITE ini terlambat disahkan, sementara kasus-kasus penyalahgunaan internet sudah sering terjadi hingga pada taraf yang sangat menghawatirkan masyarakat dan bangsa Indonesia. Walaupun terlambat, kehadiran aturan hukum baru tersebut dapat dilihat sebagai bentuk respons pemerintah untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggungjawab dalam menggunakan internet hingga merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Sedikitnya ada tiga hal mendasar penyalahgunaan internet yang dapat menghancurkan keutuhan bangsa secara keseluruhan yakni pornografi, kekerasan, dan informasi yang mengandung hasutan sara.45
43Ibid
44Shinta, Cyberlaw Praktik Negara-negara Dalam Mengatur Privasi Dalam E- Commerce, Widya Padjadjaran, Bandung, 2009, hlm., 2
45Ibid
Universitas Sumatera Utara
Peraturan perundang-undangan yang konvensional, maka perbuatan pidana yang dapat digunakan dibidang komputer dan siber adalah penipuan, kecurangan, pencurian, dan perusakan, yang pada pokoknya dilakukan secara fisik dan pikiran oleh sipelaku.46
UU ITE yang diberlakukan sejak April 2008 lalu ini memang merupakan terobosan bagi dunia hukum di Indonesia, karena untuk pertama kalinya dunia maya di Indonesia mempunyai perangkat. Karena sifatnya yang berisi aturan main di dunia maya, UU ITE ini juga dikenal sebagai Cyber Law. Sebagaimana layaknya Cyber Law di negara-negara lain, UU ITE ini juga bersifat ekstraterritorial, jadi tidak hanya mengatur perbuatan orang yang berdomisili di Indonesia tapi juga berlaku untuk setiap orang yang berada di wilayah hukum di luar Indonesia, yang perbuatannya memiliki akibat hukum di Indonesia atau di luar wilayah Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. 47
Teknologi informasi, menurut Pasal 1, Bab Ketentuan Umum dalam UU ITE adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.48
46Niniek Suparni, Masalah Cyberspace Problematika Hukum Dan Antisipasi Pengaturannya, Fortun Mandiri Karya, cet., pertama, Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hlm., 4-5.
47Muhammada Irfan Permana. Loc.Cit
48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Pasal 1 angka 1
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan tindak pidana di dunia maya yang terus berkembang, pemerintah telah melakukan kebijakan dengan terbitnya UU ITE. UU ITE merupakan payung hukum pertama yang mengatur khusus terhadap dunia maya (cyber law) di Indonesia. Substansi/materi yang diatur dalam UU ITE ialah menyangkut masalah yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas persaingan usaha-usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, asas-asas hak atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta asas cybercrime. Undang-undang tersebut mengkaji cyber case dalam beberapa sudut pandang secara komprehensif dan spesifik, fokusnya adalah semua aktivitas yang dilakukan dalam cyberspace seperti perjudian, pornografi, pengancaman, penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media internet serta akses komputer tanpa izin oleh pihak lain (cracking) dan menjadikan seolah dokumen autentik (phising) .49
Harapan pembentukan UU ITE, yang memuat delik pidana khusus terhadap setiap perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan perangkat teknologi informasi salah satunya adalah dapat menciptakan kebaikan, dari segala aktifitas yang membutuhkan perangkat teknologi informasi. Idealisme ini tentu bukan sesuatu yang berlebihan, di tengah kehidupan yang serba sangat maju, sebagai suatu kejanggalan, manakala lingkungan masyarakat yang seyogyanya dapat memberikan suasana yang memberikan kehidupan yang baik sepenuhnya ternyata sebaliknya menjadi lingkungan yang dipenuhi dengan unsur
49F. Yerusalem R. Taidi, Pembuktian Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Teknologi Informasi. Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013, hlm 18-19
Universitas Sumatera Utara
kejahatan.50
Salah satu sarana implementasi dari penggunaan teknologi tersebut adalah dengan menggunakan media seperangkat komputer yang dapat mengolah semua data, sistem jaringan untuk menghubungkan komputer satu dengan lainnya dan teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) yang digunakan agar data dapat disebar dan dapat diakses secara global. Perkembangan teknologi informasi melahirkan sistem baru dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan e-life, artinya kehidupan sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik, dan sekarang ini sudah marak dengan dengan berbagai kata yang diawali dengan huruf
“e” seperti; e-commerce, e-government, eeducation, e-library, e-medicine danlain- lain.
Dengan demikian keberhasilan penegakan hukum sebagaimana amanat dari UU ITE ini, menjadi dambaan banyak pihak yang merindukan kenyamanan terhadap setiap aktifitas, yang membutuhkan teknologi informasi.
Walaupun ternyata sampai dengan saat ini, 8 (delapan) tahun setelah UU ITE diterbitkan pada tahun 2008, harapan adanya keamanan dan kenyamanan dalam melakukan kegiatan transaksi elektronik ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, tindak pidana penipuan transaksi elektronik menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
51
Kemajuan teknologi informasi telah mengubah pandangan manusia tentang berbagai kegiatan yang selama ini hanya dimonopoli oleh tentang berbagai kegiatan yang selama ini hanya dimonopoli oleh ativitas yang bersifat
50Hendy Sumadi, Kendala dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penipuan Transaksi Elektronik Di Indonesia.Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 33, No. 2, September 2015, hlm 178
51Suyanto Sidik,Dampak Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terhadap Perubahan Hukum dan Sosial Dalam Masyarakat.Jurnal Ilmiah Widya, Volume 1 Nomor 1 Mei-Juni 2013, hlm 3
Universitas Sumatera Utara
fisik belaka. Lahirnya internet mengubah paradigma komunikasi manusia dalam bergaul, berbisnis, dan juga berasmara. Internet mengubah konsep jarak dan waktu secara drastis sehingga seolah-olah dunia menjadi kecil dan tidak terbatas.
Setiap orang bisa berhubungan, berbicara, dan berbisnis dengan orang lain yang berada ribuan kilometer dari tempat dimana ia berada hanya dengan menekan tutstuts keyboard dan mouse komputer yang berada dihadapannya52
Tindak pidana siber didefinisikan sebagai kejahatan komputer. Mengenai definisi dari kejahatan computer sendiri, sampai sekarang para sarjana belum sependapat mengenai pengertian atau definisi dari kejahatan komputer.
.
53
Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 Bab 1 UU ITE pada angka 1, bahwa yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto, EDI, surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perfrasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.54
E. Perbedaan antara Penghinaan yang ada dalam KUHP dengan Undang- undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 310 KUHP menyatakan bahwa sebelum menerangkan penghinaan yang tersebut dalam pasal ini, ada baiknya untuk diterangkan disini apakah sebenarnya yang diartikan dengan “penghinaan” itu. “Menghina” yaitu menyerang
52Agus Raharjo, Cybercrime - Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm., 59.
53Budi Suharyanto, Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime) : Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya, Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm., 19
54 Raida L. Tobing, Op.Cit., hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang itu biasanya merasa malu.
“Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Perbuatan yang menyinggung kehormatan dalam lapangan seksual ini tidak termasuk kejahatan “penghinaan”, akan tetapi masuk kejahatan
“kesopanan” atau “kesusilaan” yang tersebut dalam Pasal 281-283.55
KUHP terdapat tindak pidana yang pada hakikatnya adalah tindak pidana seperti yang tercantum dalam Bab XVI KUHP akan tetapi obyek yang diserang kehormatannya atau martabatnya bukanlah Individu secara langsung akan tetapi jabatan, komunal (golongan penduduk) dan simbol-simbol agama. Tindak pidana tersebut ditempatkan dalam bab yang menyangkut Ketertiban Umum. Tindak pidana penghinaan ini ke dalam dua bagian yaitu tindak pidana Penghinaan Umum yang terdapat dalam KUHP dan Tindak Pidana Penghinaan Khusus yang ketentuan pidananya tersebar dalam undang-undang khusus di luar KUHP.56
1. Tindak Pidana Menista atau Pencemaran (smaad)
KUHP Penghinaaan itu ada beberapa macam diantaranya adalah:
Terdapat dua istilah yang sering digunakan untuk menyebut tindak pidana ini yaitu tindak pidana Penistaan atau Tindak Pidana Pencemaran. Dinamakan Tindak pidana menista atau Pencemaran karena dalam pasal tentang tindak pidana ini sendiri yang menyatakan atau menyebutkan penistaan atau pencemaran. Secara lengkap mengenai penistaan diatur dalam Pasal 310 KUH yang menyatakan : (1)
55 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-komentarnya Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1998, hlm.225
56 Adami Chazawi, Hukum Pidana Positif Penghinaan, ITS Press, Surabaya, 2009, hlm.
87
Universitas Sumatera Utara
bahwa barangsiapa dengan sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp 4.500,- 57
2. Tindak pidana menista dengan tulisan (smaad schrift)
Tindak Pidana penghinaan secara tertulis dirumuskan dalam KUHP yaitu Pasal 310 ayat (2) kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-58
3. Tindak pidana fitnah (laster)
Tindak pidana penghinaan maka rumusan normatifnya dapat dibaca dalam Pasal 311 KUHP yang pada pokoknya menyatakan :
(1) Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia di izinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal 35 No. 1-3 (KUHP 312 s, 316, 319, 488).59
57 R.Soesilo., Op.Cit., hlm 225
58Ibid.
59Ibid., hlm 227
Universitas Sumatera Utara
4. Tindak pidana penghinaan (Ringan)
Tindak pidana penghinaan ringan maka rumusan normatifnya dapat dibaca dalam Pasal 315 KUHP yang pada pokoknya menyatakan: Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak- banyaknya Rp 4.500.60
5. Tindak pidana pengaduan palsu
Bentuk penghinaan lainnya yang disebut dengan pengaduan fitnah dirumuskan dalam Pasal 317 KUHPidana Pasal 317 yang selengkapnya adalah sebagai berikut:
(1) Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka dihukum karena mengadu dan memfitnah dnegan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam Pasal 35 No.
1-3 (KUHP Pasal 319, 488).
6. Tindak pidana pengaduan/laporan palsu
60Ibid., hlm 228
Universitas Sumatera Utara
Bentuk penghinaan lainnya yang disebut dengan pengaduan/Laporan palsu dirumuskan dalam Pasal 318 KUHP yang selengkapnya adalah sebagai berikut:
(1) Barangsiapa dengan sengaja dengan melakukan suatu perbuatan menyebabkan orag lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum dengn tuduhan memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam Pasal 35 No. 1-3 (KUHP 319, 488)
7. Tindak Pidana Penghinaan orang yang meninggal
Kejahatan Penghinaan mengenai orang yang sudah meninggal dunia ada 2 (dua) macam yaitu:
1) Penghinaan mengenai orang meninggal yang apabila orang itu masih hidup adalah berupa pencemaran atau pencemaran tertulis, dirumuskan dalam Pasal 320 ayat (1). Bentuk penghinaan orang meninggal adalah bentuk khusus dari pencemaran atau pencemaran tertulis.
2) Penghinaan mengenai orang yang meninggal dengan perbuatan menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tuliskan atau gambar dimuka umum yang isinya mencemarkan nama baiknya dirumuskan dalam Pasal 320 ayat (1)
UU ITE rumusan pasal tentang penghinaan diatur dalam Pasal 27 ayat (3) jo 45 Ayat (1) “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau pencemaran nama baik, dipidana dengan pidana penjara