• Tidak ada hasil yang ditemukan

BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN KERING SETELAH ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BEBERAPA SIFAT KIMIA TANAH PADA LAHAN KERING SETELAH ERUPSI GUNUNG SINABUNG DI KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO SKRIPSI"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI OLEH :

CHRISTINE LORRAINE MARBUN 160301096

ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

SKRIPSI OLEH :

CHRISTINE LORRAINE MARBUN 160301096

ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)
(4)

i ABSTRACT

This study aims to determine the chemical properties of soil on dry land after the eruption of Mount Sinabung in Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. The eruption of Mount Sinabung that occurred from 2010 to 2020, released volcanic ash containing Silica, Aluminum, Sulfur, Magnesium, Sodium, Potassium, Calcium, Iron, Phosphate, and Manganese. Analysis of soil chemical properties was carried out at the Research and Technology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra and PT. SOCFINDO. This study used 8 composite soil samples as research material, using survey methods and stratified sampling / grouping by overlaying several maps. Soil pH data analysis using electrometric method, C-organic content with Walkley and Black method, Cation Exchange Capacity (CEC) with NH4OAc extraction method pH 7, P2O5 ex-HCl, K2O ex-HCl, and Base Saturation (KB) with calculations (number of exchangeable base cations / CEC x 100%). The results of soil analysis showed that after the eruption of Mount Sinabung, dry land in Kecamatan Payung had acidic soil pH, high levels of P2O5 ex-HCl, levels of K2O ex-HCl with low to high criteria, levels of organic C tended to be high, soil CEC tended to be high and KB very low soil. Soil fertility status is included in the criteria of low and medium.

Keywords : Eruption of Mount Sinabung, Kecamatan Payung, Dry Land Agricultural Land, Soil Chemical Properties, Soil Fertility Status

(5)

ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia tanah pada lahan kering setelah erupsi Gunung Sinabung di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada 2010 sampai 2020, mengeluarkan abu vulkanik yang mengandung Silika, Aluminium, Sulfur, Magnesium, Natrium, Kalium, Kalsium, Besi, Fosfat, dan Mangan. Analisis sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan PT. SOCFINDO. Penelitian ini menggunakan 8 sampel tanah komposit sebagai bahan penelitian, menggunakan metode survei dan pengambilan sampel secara stratified / pengelompokan dengan melakukan overlay beberapa peta.

Analisis data pH tanah menggunakan metode elektrometri, kadar C-organik dengan metode Walkley and Black, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan metode ekstraksi NH4OAc pH 7, P2O5 eks-HCl, K2O eks-HCl, dan Kejenuhan Basa (KB) dengan perhitungan (jumlah kation basa yang dapat dipertukarkan / KTK x 100%). Hasil analisis tanah menunjukkan pasca erupsi Gunung Sinabung, lahan kering di Kecamatan Payung memiliki pH tanah masam, kadar P2O5 eks- HCl tinggi, kadar K2O eks-HCl dengan kriteria rendah sampai tinggi, kadar C-organik cenderung tinggi, KTK tanah cenderung tinggi dan KB tanah sangat rendah.Status kesuburan tanah termasuk dalam kriteria rendah dan sedang.

Kata kunci : Erupsi Gunung Sinabung, Kecamatan Payung, Lahan Kering, Lahan Pertanian, Sifat Kimia Tanah, Status Kesuburan Tanah

(6)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada 09 Desember 1998. Penulis merupakan putri dari Bapak Johnry Marbun, S.KM dan Ibu Susila Regina Br. Bangun.

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Swasta Katolik Assisi Medan pada tahun 2010, SMP Swasta Katolik Assisi Medan pada tahun 2013, SMA Negeri 17 Medan pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dengan minat Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Klinik Tanaman Fakultas Pertanian USU 2018/2019.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Perkebunan Nusantara III Kebun Membang Muda Kec. Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Utara pada bulan Juli – Agustus 2019 dan melakukan Kuliah Kerja Nyata secara daring di Desa Petatal Kec. Datuk Tanah Datar, Kabupaten Batubara, Prov.

Sumatera Utara pada bulan Juli – Agustus 2020.

(7)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun skripsi ini berjudul “ Beberapa Sifat Kimia Tanah Pada Lahan Kering Setelah Erupsi Gunung Sinabung di Kecamatan Payung Kabupaten Karo ” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Jamilah, S.P., M.P. dan Bapak Dr. Ir. Sarifuddin, M.P. selaku ketua komisi

pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberi berbagai masukan berharga kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kedua orangtua yang selalu memberi doa, semangat serta dukungan baik segi moril dan materil, serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2021

Penulis

(8)

v DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Praktikum ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik Gunung Sinabung ... 4

pH tanah ... 6

C-organik ... 7

Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 9

Kejenuhan Basa (KB) ... 10

Kalium (K) ... 12

Fosfor (P) ... 13

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 17

Metode Penelitian ... 17

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Tahap Persiapan ... 18

Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data ... 18

Analisis Sifat Kimia Tanah ... 20

Parameter Amatan ... 20

Klasifikasi dan Pemetaan Status Kesuburan Tanah ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 22

Kondisi Umum Penelitian ... 22

Sifat Kimia Tanah... 23

Penilaian Status Kesuburan Tanah ... 25

(9)

vi

Pembahasan ... 30 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 36 Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

vii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Hal

1 Titik Sampel 18

2 Contoh Penentuan Status Kesuburan Tanah 21

3 Kadar Reaksi Tanah (pH), C-organik, P2O5 dan K2O Tanah 23 4

Kadar Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan Kejenuhan Basa (KB) tanah

24

5 Status Kesuburan Tanah 26

(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Hal

1 Lokasi Titik Sampel 19

2 Peta Sebaran KTK Tanah 27

3 Peta Sebaran KB Tanah 28

4 Peta Status Kesuburan Tanah 29

(12)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Hal

1 Hasil Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), K2O eks-HCl

25% , K Tukar, Ca Tukar, Mg Tukar dan Na Tukar 41

2 Hasil Analisis P2O5 eks-HCl 25% 43

3 Titik Kordinat Pengambilan Sampel Tanah di Kecamatan

Payung Kabupaten Karo 44

4 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Menurut PPT (1995) 44 5 Kriteria Penilaian Status Kesuburan Tanah Menurut PPT (1995) 45

6 Kuisioner Penelitian 46

7 Peta Administrasi Kecamatan Payung Kabupaten Karo 48 8 Peta Jenis Tanah Kecamatan Payung Kabupaten Karo 49 9 Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Payung Kabupaten Karo 50 10 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Payung Kabupaten Karo 51 11 Peta Unit Lahan Dan Lokasi Titik Sampel Kecamatan Payung

Kabupaten Karo 52

12 Lokasi Sampel 1 (T1) 53

13 Lokasi Sampel 2 (T2) 53

14 Lokasi Sampel 3 (T3) 53

15 Lokasi Sampel 4 (T4) 54

16 Lokasi Sampel 5 (T5) 55

17 Lokasi Sampel 6 (T6) 55

18 Lokasi Sampel 7 (T7) 56

19 Lokasi Sampel 8 (T8) 56

(13)

PENDAHULAN Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai gunung berapi aktif terbanyak di dunia, 127 (30%) diantaranya terdapat di Indonesia. Salah satu gunung berapi aktif yang berada di Provinsi Sumatera Utara adalah Gunung Sinabung. Gunung Sinabung berada di Kabupaten Karo, berjarak lebih kurang 80 km dari Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara. Gunung ini termasuk ke dalam klasifikasi tipe B yaitu gunung berapi dengan sejarah letusan (erupsi)

yang diketahui setelah tahun 1600 (Hendrasto et al, 2013 dalam Sukarman dan Suparto, 2015).

Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi pada 2010 sampai 2020, mengeluarkan abu vulkanik, melepaskan awan panas, serta mengalirkan lahar.

Selain menutupi jalan dan rumah-rumah penduduk, abu vulkanik juga menutupi lahan dan tanaman pertanian. Abu vulkanik, lahar, dan awan panas berdampak pada sebagian besar desa dan kampung yang berada di lima kecamatan di sekitar Gunung Sinabung yaitu Kecamatan Naman Teran, Simpang Empat, Tiga Nderket, Payung, dan Merdeka. Dampak yang sangat jelas terlihat akibat dari abu vulkanik dan lahar adalah tertutupnya lapisan olah lahan pertanian serta rusaknya tanaman yang ditutupinya. Kerusakan tanaman pertanian bervariasi dari rusak ringan sampai rusak berat (Tim Badan Litbang Pertanian, 2014).

Material erupsi Gunung Sinabung yang menutupi areal pertanian secara garis besar berupa: abu vulkanik, lahar, dan endapan awan panas. Ketiga jenis material tersebut memberikan dampak yang berbeda terhadap kerusakan lahan pertanian maupun tanaman pertanian. Material abu merupakan material yang

(14)

penyebarannya paling luas, dan banyak merusak tanaman hortikultura (sayuran dan tanaman buah-buahan), tanaman pangan (antara lain padi sawah, padi gogo, jagung), tanaman tahunan (kakao, kopi, alpukat), lahan pertanian, lingkungan pertanian dan perikanan (Sukarman dan Suparto, 2015)

Sebagai tempat tumbuhnya tanaman, tanah tidak hanya berperan sebagai tempat tegaknya tanaman tetapi juga menjadi sumber dari hampir semua unsur hara yang dibutuhkan. Akar tanaman menyerap unsur hara tersedia untuk memenuhi kebutuhannya. Proses penyediaan unsur hara agar dapat diserap akar tanaman terjadi secara kimia. Unsur hara tersedia dapat juga menjadi tak tersedia dan hilang dari sistem tanah oleh reaksi-reaksi kimia, seperti fiksasi, retensi, volatilisasi, denitrifikasi, dan presipitasi. Ketersediaan unsur hara sangat dipengaruhi oleh reaksi kimia tanah (Mukhlis et al, 2017).

Kecamatan Payung merupakan salah satu daerah di Kabupaten Karo yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Memiliki kondisi lahan pertanian yang baik menjadikan penduduk Kecamatan Payung

dapan menanam berbagai jenis tanaman mulai dari padi, jagung, cabai, tomat, buncis, bawang merah sampai tanaman perkebunan seperti kopi dan

tembakau (Tarigan et al, 2013).

Abu vulkanik Gunung Sinabung mengandung Silika, Aluminium, Sulfur, Magnesium, Natrium, Kalium, Kalsium, Besi, Fosfat, dan Mangan, dengan pH 3,5 – 4,8. Abu vulkanik yang jatuh ke tanah dapat mempengaruhi sifat kimia tanah.

Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sifat kimia tanah di Kecamatan Payung Kabupaten Karo setelah terjadi erupsi Gunung Sinabung selama kurang lebih 10 (sepuluh) tahun.

(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat kimia tanah pada lahan kering setelah erupsi Gunung Sinabung di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik Gunung Sinabung

Andisol merupakan tanah yang berkembang dari bahan piroklastik hasil erupsi gunung berapi berupa bahan-bahan volkan seperti tuff, abu, dan gelas volkan sebagai bahan induk Andisols. Abu vulkanik berasal dari gunung api aktif, salah satunya ialah Gunung Sinabung. Gunung Sinabung merupakan gunung api bertipe strato di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, yang tercatat kembali aktif sejak 2010 di Indonesia (Arifin et al, 2017).

Pengaruh aktivitas gunung api dapat merugikan dan menguntungkan.

Kerugian yang ditimbulkan antara lain, hancurnya daerah pemukiman, pertanian, hutan, bahkan merenggut jiwa yang diakibatkan lava dan elvata dengan suhu tinggi yang dikeluarkan gunung berapi saat erupsi, awan panas dan debu vulkanik yang menyebabkan polusi udara, dan lain sebagainya. Keuntungan yang ditimbulkan salah satunya adalah material gunung berapi yang dikeluarkan saat erupsi sangat kaya akan mineral penyubur tanah. Setelah mengalami proses pelapukan secara sempurna, bahan tersebut menjadi tanah vulkanis yang subur.

Tanah vukanis terbentuk dari material-material gunung api seperti pasir dan debu vulkanis. Material vulkanis tersebut mengalami pelapukan dan membentuk tanah vulkanis yang sangat subur karena banyak mengandung mineral hara yang dibutuhkan tanaman (Utoyo, 2007).

Lahan pertanian yang telah rusak akan mempengaruhi kadar hara dalam tanah. Analisis sifat kimia tanah dapat membantu mengetahui kadar hara pada tanah dan langkah apa yang dilakukan untuk memperbaikinya. Abu vulkanik dan lahar hasil erupsi Gunung Sinabung bersifat sangat masam dengan kisaran pH

(17)

antara 3,6-4,5. Tingginya tingkat kemasaman tersebut berkaitan dengan kandungan sulfur (S) yang tinggi yang bervariasi dari 0,16-0,32%. Kandungan

mineral dalam abu vulkanik dapat dipandang sebagai cadangan unsur hara dalam tanah untuk tanaman di masa yang akan datang. Hal ini dapat diartikan

bahwa kandungan hara tanaman dari abu vulkanik belum dalam keadaan tersedia untuk tanaman (Sukarman dan Suparto, 2015).

Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas silika. Bahan letusan gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, klastik = bongkahan). Abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman dengan komposisi total unsur tertinggi yaitu Ca, Na, K dan Mg, unsur makro lain berupa P dan S, sedangkan unsur mikro terdiri dari Fe, Mn, Zn, Cu. Mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan mineral tanah, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah-tanah miskin hara atau tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut. Batuan hasil erupsi gunung api berdasarkan kadar silikanya dapat dikelompokkan menjadi batu vulkanis masam (kadar SiO2 > 65%), sedang (35 ± 65%) dan basa / alkali (< 35%) (Fiantis, 2006).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa abu vulkanik gunung berapi memiliki kandungan material silika. bahan silikat (SiO2) yang yang terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung mencapai 74,47%. Keberadaan abu vulkanik hasil erupsi gunung Sinabung yang sangat besar dibandingkan dengan gunung

(18)

berapi lainnya merupakan hal yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan adsorben berbasis silika. (Barasa et al, 2013).

Dalam penelitian Simanjuntak et al (2015), diperoleh beberapa data sifat kimia tanah setelah erupsi Gunung Sinabung selama 2 tahun terakhir (2013 sampai 2015) pada Kecamatan Barusjahe. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa pada tanah dengan kedalaman 5-20 cm memiliki pH tanah 4,43 (sangat masam), nilai C-organik tanah 3,01% (tinggi) dan nilai KTK tanah 24,88 (sedang).

pH Tanah

Kemasaman tanah merupakan indikator kesuburan tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara di dalam tanah. Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Perbedaan penggunaan lahan menyebabkan perbedaan pH pada tanah (Putri et al, 2019).

Tanah dapat menjadi masam karena masuknya ion H + ke dalam tanah.

Sumber ion H + dapat berasal dari beberapa sumber diantaranya adalah curah hujan, respirasi, pemupukan, oksidasi sulfur dan pirit, dekomposisi bahan organik, penyerapan unsur hara, serta hidrolisis aluminium. Kemasaman tanah memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Mukhlis et al, 2017).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah sistem tanah yang dipenuhi oleh ion-ion H+ sehingga akan bersuasana asam. Penyebab keasaman tanah adalah ion H+ dan Al3+ yang berada dalam larutan tanah unsur-unsur yang terkandung dalam tanah, konsentrasi ion H+ dan ion OH- , mineral tanah, air hujan dan bahan induk (Prabowo dan Subantoro, 2018).

(19)

Tanah andisol di Indonesia memiliki kisaran pH yang cukup lebar yaitu antara 3,4 sampai 6,7 dengan rata-rata 5,4. Namun kisaran pH antara 4,5

sampai 5,5 merupakan kisaran pH yang paling banyak sedangkan yang kedua terbanyak adalah pada kisaran pH antara 5,5 sampai 6,5. Berdasarkan beberapa

contoh tanah andisol yang diambil dari beberapa daerah di Indonesia diperoleh kisaran pH 4,5 sampai 5,5 dan 5,5 sampai 6,5 yang menunjukkan

bahwa tanah andisol di Indonesia didominasi oleh mineral-mineral liat amorf (Sukarman dan Dariah, 2014). Kandungan sulfur atau belerang yang tinggi pada tanah yang terkena debu vulkanik dapat menurunkan pH. Belerang didalam tanah secara perlahan akan diubah menjadi asam sulfit, dan secara bertahap akan menurunkan pH tanah (Sudirja dan Supriatna, 2000 dalam Sarah et al, 2015)

Sistem olah tanah yang terdiri atas olah tanah intensif, olah tanah minimum, dan tanpa olah tanah tidak berpengaruh pada pH tanah. Pemasaman tanah terjadi karena adanya proses dekomposisi bahan organik pada lahan. Proses tersebut melepaskan asam-asam organik sehingga menyebabkan tanah masam (Kusumastuti et al, 2018). Tingkat kemasaman tanah mempengaruhi kelarutan hara tanah. Peningkatan pH pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara-hara makro dan mengurangi kelarutan unsur Al dan Mn, apabila pH semakin rendah maka jumlah Fe dan Mn menjadi larut dalam jumlah yang begitu banyak (Ramadhana et al, 2019).

C-Organik

Pemberian bahan organik dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah. Peningkatan C-organik tanah juga dapat mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber makanan

(20)

mikroorganisme tanah, sehingga keberadaan C-organik dalam tanah akan memacu kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, dan fiksasi N (Afandi et al, 2015).

Kandungan karbon organik dalam tanah umumnya mencirikan jumlah bahan organik dalam tanah. Bahan organik adalah kunci keberhasilan dan keberlanjutan pertanian di daerah tropika basah. Adapun penyebab degradasi bahan organik meliputi pemupukan, erosi, pembakaran sisa panen, dan pengolahan tanah berlebih. Faktor-faktor penentu kesuburan tanah salah satunya adalah bahan organik yang berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bahan organik dalam tanah antara lain iklim, vegetasi, kondisi drainase, budidaya tanaman dan tekstur tanah (Kadarwati, 2016).

Kadar C-organik dalam tanah mencerminkan kandungan bahan organik dalam tanah yang merupakan tolak ukur yang penting untuk pengelolaan tanah- tanah pertanian. Bahkan C-organik dipercaya sebagai kunci ketahanan terhadap kekeringan dan kelestarian produksi pangan. Penurunan jumlah karbon di dalam tanah dapat disebabkan oleh pemanenan kayu/pohon, pembakaran sisa-sisa tumbuhan, peningkatan dekomposisi, pengembalian yang kurang dari C-organik, dan lain-lain (Azmul et al, 2016).

Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur

(21)

tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang lebih halus tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah.Bahkan bahan organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat (Atmojo, 2003).

Pada tanah akibat erupsi Gunung Sinabung, sumber bahan organik berupa tumbuhan yang telah mati karena awan panas dan abu vulkanik. Awan panas dan abu vulkanik menyebabkan tumbuhan di sekitar Gunung Sinabung banyak yang mati. Kandungan sulfur yang tinggi dalam abu vulkanik dapat menjadi racun bagi tanaman. Sulfur banyak terdapat dalam abu dan menyebabkan banyak tanaman yang terkena menjadi mati. Selain itu, tingginya kandungan unsur-unsur seperti Si, Fe, Al, Mn yang bersifat toksik bagi tanaman (Sudaryo dan Sucipto , 2009).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah merupakan kemampuan koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation. Tanah muda dan baru berkembang, belum banyak mengalami proses pencucian biasanya memiliki nilai KTK yang tinggi.

Besarnya KTK sangat ditentukan oleh pH tanah, tekstur tanah atau kadar liat, jenis mineral liat, kandungan bahan organik dan pemupukan. Semakin halus tekstur tanah dan semakin tinggi jumlah liat, maka semakin tinggi KTK tanah tersebut (Pinatih et al, 2015).

Salah satu yang mempengaruhi nilai KTK tanah adalah kandungan humus tanah dan jenis mineral liat. Tanah yang didominasi oleh fraksi oksida-hidrat Al dan Fe biasanya memiliki muatan negatif yang rendah pada permukaan koloid,

(22)

sehingga nilai KTK tanah biasanya rendah. Kondisi ini sering ditemukan pada tanah-tanah mineral (lahan kering) yang terdapat di iklim tropika basah.

Sebaliknya, tanah-tanah yang memiliki bahan organik sedang hingga tinggi biasanya memiliki KTK tanah yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang rendah bahan organik (Suriadikarta et al, 2002).

KTK berpengaruh terhadap pertukaran kation-kation, seperti kation asam dan kation basa. Dalam pertukaran kation dalam tanah akan berpengaruh terhadap ketersediaan unsur untuk tanaman. Pemberian kombinasi bahan organik dan pupuk anorganik pada tanah akan meningkatkan kadar air tanah, kandungan P tersedia, Ca dapat ditukar, dan KTK tanah. Manajemen pemupukan menggunakan kombinasi pupuk anorganik dengan pupuk organik dapat menghasilkan sifat kimia tanah yang menguntungkan baik untuk tanaman maupun untuk mikroba tanah (Agustin dan Sianturi, 2018).

KTK tanah memiliki hubungan yang erat dengan pH tanah. Hubungan antara keduanya bersifat linier, semakin masam tanah, maka KTK akan semakin rendah sehingga hal ini berdampak pada kesuburan tanah dan pertumbuhan

tanaman, begitu sebaliknya. Karena tanah didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah) sehingga mengurangi kesuburan tanahnya

atau tanah kurang mampu menjerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman (Rusdiana dan Lubis, 2012).

Kejenuhan Basa (KB)

Nilai Kejenuhan Basa (KB) tanah merupakan persentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa, yaitu Ca, Mg, Na, dan K. Nilai KB ini sangat penting dalam penggunaannya untuk pertimbangan-pertimbangan

(23)

pemupukan dan memprediksi kemudahan unsur hara tersedia bagi tanaman.

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah dengan pH rendah mempunyai kejenuhan basa rendah, sedangkan tanah dengan pH tinggi mempunyai kejenuhan basa yang tinggi pula (Sudaryono, 2009).

Kejenuhan basa menjadi salah satu indikator suatu tanah apakah tanah tersebut merupakan tanah yang subur atau tidak. Kation-kation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman pada umumnya, sehingga tanah dengan kejenuhan basa yang tinggi dapat dikatakan bahwa tanah tersebut belum mengalami terlalu banyak pencucian dikarenakan kation basa tersebut mudah tercuci. peningkatan KB ditanggapi dengan peningkatan produksi, dengan KB yang semakin tinggi kesuburan tanah akan meningkat. Pada KB yang tinggi maka pelepasan basa-basa yang dibutuhkan untuk tanaman dapat dipertukarkan lebih mudah, sehingga peningkatan produksi dapat ditingkatkan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001).

Kejenuhan basa berikatan sangat erat terhadap pH tanah. Hubungan antara kejenuhan basa dan ph tanah bersifat linier, apabila kejenuhan basa rendah maka kation-kation basa akan berkurang dan digantikan oleh ion H+ sehingga dapat menyebabkan pH tanah akan menurun. Demikian juga sebaliknya. kemasaman akan meningkat dan kesuburan akan menurun dengan menurunnya kejenuhan basa. Laju pelepasan kation terjerap bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa (Wilson et al, 2015).

(24)

Kalium (K)

Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah N dan P yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak dan berperan penting dalam proses fotosintesa, pembentukan karbohidrat dan protein. Pemupukan kalium pada lahan pertanian kering menunjukkan hasil yang nyata, apabila pupuk nitrogen dan fosfor juga diberikan dalam jumlah yang cukup, tetapi bila terjadi konsumsi kalium yang berlebihan, maka konsentrasi kalium dalam jaringan tumbuhan meningkat, akibatnya translokasi kation lain terutama Mg akan terganggu sehingga terjadi penurunan kadar Mg dalam daun sedemikian rendahnya sehingga fotosintesa akan

terganggu. Sebaliknya bila kadar Mg dalam tanah dalam jumlah tinggi, maka kadar kalium yang tersedia bagi tanaman akan menurun, karena difiksasi oleh koloid tanah atau tercuci bersama air drainase (curah hujan tinggi)(Sudaryono, 2009).

Kerak bumi mengandung kalium dengan rerata 2,6%, sedangkan bahan induk dan tanah-tanah muda umumnya mengandung 2-2,5% K atau 40-50

ton K/ha. Unsur hara kalium diambil tanaman dalam bentuk ion K+ . Senyawa K hasil pelapukan mineral, di dalam tanah dijumpai jumlah yang bervariasi tergantung jenis bahan induk pembentuk tanah, tetapi karena unsur ini mempunyai ukuran bentuk terhidrasi yang relatif besar dan bervalensi 1, maka unsur ini tidak kuat dijerap muatan permukaan kaloid, sehingga mudah mengalami pelindian (leaching) dari tanah. Keadaan ini menyebabkan ketersediaan unsur ini dalam tanah umumnya rendah dibanding basa-basa lain, meskipun bahan induk tanahnya adalah mineral berkalium relatif tinggi (Hanafiah, 2005).

(25)

Kalium berhubungan dengan tekstur, karena tekstur berpasir dan berpH rendah K mudah tercuci begitu sebaliknya apabila tanah bertekstur halus maka K akan tersedia bagi tanaman. Meskipun K dalam tanah cukup besar, namun presentase yang tersedia bagi tanaman selama musim pertanaman cukup rendah.

Ketersediaan K dalam tanah dapat digolongkan menjadi K segera tersedia, K lambat tersedia dan K relatif tidak tersedia. Bentuk K relatif tidak tersedia mencakup 90% sampai 98% dari K total pada tanah mineral. Selain itu keseimbangan unsur lain sangat perlu diperhatikan dalam mempertahankan K tersedia tanah. Karena K mempunyai sifat antagonis dengan unsur lain, ketidakseimbangan K dengan unsur lain akan mengakibatkan kekahatan pada salah satu unsur (Sayekti, 2010).

Sistem olah tanah intensif tidak memberikan pengaruh pada kandungan K-total tanah. Pada olah tanah intensif tanah diolah dengan cara dibajak sehingga struktur tanah menjadi gembur yang menyebabkan tanah mudah tercuci oleh air hujan dan tanah tidak ada penambahan bahan organik. Pada sistem olah tanah minimum dan tanpa olah tanah memberikan pengaruh terhadap kandungan K-total tanah. Sistem olah tanah minimum dan tanpa olah tanah, struktur tanahnya lebih baik artinya tanah tidak mudah pecah dan tercuci akibat benturan air hujan.

Melakukan sistem olah tanah minimum dan tanpa olah tanah, tanah mendapatkan tambahan bahan organik dari gulma dan sisa tanaman sebelumnya yang dapat menyumbang unsur hara K di dalam tanah (Kusumastuti et al, 2018).

Fosfor (P)

Fosfor merupakan salah satu unsur hara makro esensial dan secara alami fosfor di dalam tanah berbentuk senyawa organik atau anorganik. Kedua bentuk

(26)

tersebut merupakan bentuk fosfor yang tidak larut, sehingga ketersediaannya di tanah sangat terbatas. Mineral fosfat anorganik pada umumnya terikat sebagai Aluminium Fosfat dan Besi (III) Fosfat pada tanah masam dan sebagai Trikalsium Fosfat pada tanah basa. Sebagian besar bentuk fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik rendah memiliki kandungan fosfat organik bervariasi tergantung jenis tanahnya. Unsur P termasuk unsur hara makro yang memilki fungsi penting sebagai penyusun ATP dan DNA (Islamiati dan Zulaika, 2015).

Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap kadar P tanah antara lain adalah: (1) bahan induk, (2) tingkat perkembangan, dan (3) pengelolaan tanah. Di antara ketiga faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor pengelolaan tanah. Kadar P total tanah tidak selalu menggambarkan tingkat ketersediaan P tanah karena ketersediaan P tanah selain tergantung kadar P total tanah juga tergantung kadar aktual dan daya sangga P tanah. Sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap jerapan P antara lain: tekstur, pH, kation, dan lain-lain.

Semua variabel tersebut berbeda antar tanah yang satu dengan yang lainnya (Nursyamsi dan Setyorini, 2009).

Peningkatan P-tersedia selain disebabkan oleh penambahan pupuk P juga disebabkan karena adanya pelepasan P yang terjerap. Kemampuan tanah dalam menjerap atau mengikat bahan organik cenderung mencapai suatu batas maksimum, karena tanah tidak mempunyai kapasitas jerapan yang tidak terhingga tetapi cepat atau lambat akan jenuh. Oleh sebab itu tanah yang sudah jenuh dalam menjerap bahan organik kemungkinan akan menjerap P, sehingga ketersediaan P menjadi menurun (Sari et al, 2017).

(27)

Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ortofosfat primer (H2PO4) dan sebagian kecil dalam bentuk ortofosfet sekunder (HPO4). Bentuk P dalam tanah dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu organik dan anorganik. Proporsi kedua bentuk fosfor tersebut sangat bervariasi. Nilai P-organik dilaporkan antara 5-80%.

Tanggapan tanaman terhadap pemupukan P sangat tergantung pada tersedianya unsur N di dalam tanah. Kondisi pertumbuhan tanaman yang baik akibat tercukupinya hara N akan menyebabkan tanaman mampu menyerap P lebih efektif (Fahmi et al, 2010).

Semakin banyak fosfor yang diberikan maka semakin banyak pula fosfor yang diikat oleh koloid tanah, sehingga akan meningkatkan P-total tanah. P-total merupakan akumulasi fosfor yang terlarut dan fosfor yang tidak terlarut dalam tanah, tapi berpotensi menjadi bentuk tersedia. Pupuk fosfor yang diberikan memberikan residu yang cukup besar dalam tanah, karena kehilangan fosfor akibat tercuci, tererosi dan terserap tanaman relatif kecil. Ketersediaan fosfor di dalam tanah ditentukan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya pH tanah dan lepasanya Al serta Fe sehingga fosfor dapat diserap tanaman (Faizin et al, 2015).

Olah tanah maksimum dan olah tanah minimum tidak memberikan pengaruh pada P-tersedia tanah. Sistem olah tanah maksimum, tanah diolah secara sempurna dan tidak ada penambahan bahan organik tanah sehingga kondisi tanah lebih masam. Pemasaman tanah pada lahan olah tanah maksimum menyebabkan kejenuhan Al dan Fe lebih tinggi sehingga unsur hara fosfor banyak terikat oleh Al dan Fe. Sistem tanpa olah tanah, mampu meningkatkan P-tersida di dalam tanah. Peningkatan P-tersedia pada lahan tanpa olah tanah terjadi akibat

(28)

penambahan bahan organik yang berasal dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang tumbuh diatasnya. Peningkatan P-tersedia ini dapat terjadi karena bahan organik melepaskan fosfor di dalam tanah, dan terjadi pengaruh secara tidak langsung bahan organik terhadap fosfor yang ada dalam kompleks jerapan tanah. Bahan organik diketahui dapat mengurangi jerapan fosfor oleh oksida besi dan Al dan juga koloid lempung yang terdapat dalam tanah ini. Pelapukan bahan organik menghasilkan asam humat dan fulvat yang bersifat polielektrolit sehingga dapat mengikat Al dan Fe yang mengakibatkan ketersediaan fosfor dalam tanah meningkat (Kusumastuti et al, 2018).

(29)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Payung Kabupaten Karo, Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO) pada bulan November 2020 sampai dengan Februari 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah cangkul/bor tanah untuk mengambil sampel tanah, ember sebagai wadah pencampuran tanah, GPS untuk mendapatkan titik lokasi pengambilan sampel tanah, kamera sebagai alat dokumentasi, meteran untuk mengukur kedalaman tanah serta alat-alat laboratorium yang digunakan untuk menganalisis tanah.

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah yang telah diambil dari lapangan, plastik dan label sebagai wadah dan penanda sampel tanah yang telah diambil, serta bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis tanah di laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei. Pengambilan sampel di lapangan menggunakan metode stratified atau pengelompokan.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

(30)

Tahap Persiapan

Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing penyusunan usulan penelitian.Kegiatan persiapan awal yang dilakukan berupa studi literatur dan penyusunan kuisioner.

Studi literatur bertujuan untuk mengetahui lokasi mana yang akan dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel tanah serta pembuatan peta satuan unit lahan di Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan dengan pembuatan peta kerja dengan cara tumpang susun (overlay) beberapa peta, yaitu peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan (lahan kering). Dari hasil overlay beberapa peta tersebut, maka diperoleh 8 (delapan) titik pengambilan sampel :

Tabel 1. Titik Sampel

Sampel Jenis Tanah Kemiringan Lereng Penggunaan Lahan

T1 Andisol 0-8% Ladang

T2 Andisol 0-8% Ladang

T3 Andisol 0-8% Kebun

T4 Andisol 0-8% Kebun

T5 Andisol 0-8% Kebun

T6 Andisol 8-15% Ladang

T7 Andisol 8-15% Kebun

T8 Andisol 15-25% Kebun

Kemudian pengambilan sampel dilakukan secara komposit sesuai dengan titik sampel pada peta dengan kedalaman 20 cm sebanyak 1-2 kg pada tiap titik.

Pengambilan data juga dilakukan dengan tanya jawab menggunakan kuisioner kepada petani. Sampel tanah yang telah diambil kemudian dimasukkan kedalam plastik dan diberi label.

(31)

Gambar 1. Lokasi Titik Sampel

(32)

Titik pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1. yang tersebar pada beberapa daerah di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo sesuai dengan kriteria yang terdapat pada Tabel 1.

Analisis Sifat Kimia Tanah

Sampel tanah yang telah diambil dan dikompositkan kemudian akan dianalisis di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan PT. Socfin Indonesia (SOCFINDO).

Parameter Amatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: pH H2O (metode elektrometri), KTK (NH4OAc, pH 7), KB (Jumlah Kation Basa yang Dapat dipertukarkan / KTK x 100%), C-Organik (metode Walkley and Black), P2O5

(ekstrak HCl 25%) dan K2O (ekstrak HCl 25%).

Klasifikasi dan Pemetaan Status Kesuburan Tanah

Data hasil analisis tanah selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan kriteria penilaian parameter kesuburan tanah sesuai petunjuk teknis evaluasi kesuburan tanah Pusat Penelitian Tanah 1995. Pengklasifikasian status kesuburan tanah ditentukan dengan cara :

- Tentukan kriteria Kapasitas Tukar Kation (KTK), yaitu tinggi, sedang, atau rendah dari hasil analisis terhadap tabel kriteria penilaian status kesuburan tanah. (Contoh : kriteria KTK tanah Tinggi)

- Kemudian tentukan kriteria Kejenuhan Basa (KB), yaitu tinggi, sedang, atau rendah dari hasil analisis terhadap tabel kriteria penilaian status kesuburan tanah. (Contoh : kriteria KB tanah Sedang)

(33)

- Selanjutnya tentukan kriteria status hara P2O5, K2O dan C-organik hasil analisis tanah dan bandingkan terhadap tabel kriteria penilaian status kesuburan tanah. (Contoh : kriteria P2O5 Tinggi, K2O Sedang dan C-organik Tinggi atau 2 Tinggi tanpa Rendah)

- Kemudian lihat pada tabel yang memiliki KTK (Tinggi), KB (Sedang), P2O5, K2O, C-organik (2 Tinggi tanpa Rendah).

- Maka diperoleh status kesuburan tanah tersebut, yaitu Tinggi.

Tabel 2. Contoh Penentuan Status Kesuburan Tanah

No. KTK KB P2O5 K2O C-organik Status

Kesuburan 1 Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang Tinggi

T T 2 S Tanpa R Tinggi

2

Tinggi Rendah Sedang Tinggi Tinggi Sedang

T R 2 T Tanpa R Sedang

3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah

R T 2 T dengan R Rendah

4

Sangat

Rendah Sedang Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

SR S Semua Kombinasi Sangat

Rendah Setelah pengklasifikasian dilakukan kemudian, akan dipetakan dengan menggunakan software ArcGis 10.1, sehingga diperoleh peta status kesuburan hara pada Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Payung merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Karo yang berada di sebelah selatan kaki Gunung Sinabung. Wilayah Kecamatan Payung sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tiganderket dan Naman Teran, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Munte, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tiganderket, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Simpang Empat. Kecamatan Payung memiliki luas wilayah 4.724 Ha yang terdiri dari 8 (delapan) desa, yaitu Desa Batu Karang, Desa Rimo Kayu, Desa Cimbang, Desa Ujung Payung, Desa Payung, Desa Suka Meriah, Desa Guru Kinayan dan Desa Selandi.

Kecamatan Payung berada pada ketinggian 850 – 1200 m diatas permukaan laut dan berjarak 7 km dari puncak Gunung Sinabung. Erupsi Sinabung yang terjadi pada tahun 2010 sampai saat ini mengakibatkan 2 desa di Kecamatan Payung masuk dalah zona merah yang menyebabkan penduduk desa tersebut untuk pindah. Desa tersebut adalah desa Suka Meriah dan desa Guru Kinayan yang berjarak ± 3 km dari puncak Gunung Sinabung. Namun, beberapa dari penduduk desa Guru Kinayan masih memasuki daerah tersebut dan melakukan kegiatan bertani di lahan mereka.

Lahan pertanian di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo adalah sebesar 3.168 Ha yang ditanami oleh berbagai jenis tanaman pertanian, antara lain: padi, jagung, bawang merah, cabai merah, kubis, sawi, wortel, cabai rawit, tomat, kopi

(35)

dan tembakau. Sampel tanah diambil pada lahan kering di Kecamatan Payung dengan kedalaman 0-20cm sesuai dengan peta kerja yang telah dibuat.

Sifat Kimia Tanah

Dari hasil analisis tanah yang telah dilakukan, diperoleh data pH tanah (H2O), C-Organik tanah, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB), P2O5 (eks-HCl 25%), K2O (eks-HCl 25%). Data hasil analisis tanah pada lahan kering di Kecamatan Payung dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Reaksi Tanah (pH), Kadar C-organik, P2O5 dan K2O Tanah

Keterangan : masam (m); agak masam (am); sangat rendah (sr); rendah (r); sedang (s);

tinggi (t); sangat tinggi (st)

Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa pada kemiringan 0-8% pengukuran pH tanah di laboratorium setelah dikering udarakan masuk dalam kriteria masam sampai agak masam dengan pH tanah terendah adalah 5,23 dan pH tertinggi 5,77.

Nilai C-organik pada kemiringan 0-8% masuk dalam kriteria sedang dan tinggi.

Nilai P2O5 pada kemiringan ini masuk dalam kriteria tinggi dan sangat tinggi sedangkan nilai K2O masuk dalam kriteria rendah sampai tinggi. Pada kemiringan 8-15% nilai C-organik tanah masuk dalam kriteria rendah dan sedang. Nilai P2O5

Sampel Kemiringan pH C-org P2O5 eks-HCl K2O eks-HCl --- (%) ---

T1 0-8% 5.59 m 2.23 s 0.09 t 0.10 s

T2 0-8% 5.77am 2.92 t 0.08 t 0.07 s

T3 0-8% 5.56m 3.29 t 0.08 t 0.09 s

T4 0-8% 5.42m 3.43 t 0.13 st 0.05 r

T5 0-8% 5.25m 3.57 t 0.07 t 0.14 t

T6 8-15% 5.63am 2.94 s 0.08 t 0.10 s

T7 8-15% 5.26m 1.50 r 0.15 st 0.17 t

T8 15-25% 5.04m 3.41 t 0.08 t 0.05 r

(36)

pada kemiringan ini masuk dalam kriteria tinggi dan sangat tinggi sedangkan nilai K2O masuk dalam kriteria sedang dan tinggi. Pada kerimingan 15-25% nilai C- organik masuk dalam kriteria tinggi, nilai P2O5 masuk dalam kriteria tinggi dan nilai K2O masuk dalam kriteria rendah.

Tabel 4. Kadar Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan Kejenuhan basa (KB) Tanah

Sampel Kemiringan K Ca Mg Na KTK KB

--- (me/100g) --- (%) T1 0-8% 0,97t 1,02sr 0,93r 0,07sr 22.60 s 13.23 sr T2 0-8% 1,73st 1,60sr 1,82s 0,16sr 38.00 t 13.97 sr T3 0-8% 1.01st 1,43sr 1,28s 0,14sr 45.65 st 8.46 sr T4 0-8% 1.18st 1,44sr 1,12s 0,14sr 21.85 s 17.76 sr T5 0-8% 0,52s 0,49sr 0,55r 0,06sr 32.13 t 5.04 sr T6 8-15% 1,67st 2,06r 1,24s 0,39r 32.10 t 16.70 sr T7 8-15% 0,22r 0,09sr 0,13sr 0,04sr 15.28 r 3.14 sr T8 15-25% 0,73t 0,38sr 0,46r 0,07sr 44.39 st 3.69 sr Keterangan : sangat rendah (sr); rendah (r); sedang (s); tinggi (t); sangat tinggi (st)

Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa nilai Kalium terendah adalah 0,22 me/100g dan tertinggi dengan nilai 1,73 me/100g. Nilai Kalsium terendah adalah 0,09 me/100g dan nilai tertinggi adalah 2,06 me/100g. Nilai Magnesium terendah adalah 0,46 me/100g dan tertinggi adalah 1,82 me/100g. Nilai Natrium terendah adalah 0,04 me/100g dan tertinggi adalah 0,39 me/100g. Nilai KTK tanah terendah adalah 21,85 me/100g dan nilai tertinggi adalah 45,65 me/100g. Pada kemiringan 8-15% diperoleh nilai pH 5,26 yang masuk dalam kriteria masam dan 5,63 yang masuk dalam kriteria agak masam sedangkan perolehan nilai KTK tanah adalah 15,28 me/100g yang masuk dalam kriteria rendah dan 32,10 me/100g yang masuk dalam kriteria tinggi. Pada kemiringan 15-25% diperoleh nilai pH

(37)

tanah 5,04 yang masuk dalam kriteria masam. Nilai KTK tanah 44,39 me/100g yang masuk dalam kriteria sangat tinggi. Nilai KB tanah keseluruhan masuk dalam kriteria sangat rendah dengan nilai 3,14% - 17,76% .

Pada Gambar 2. dapat dilihat persebaran KTK (Kapasitas Tukar Kation) tanah pada lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Nilai KTK pada lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo masuk dalam kriteria rendah sampai sangat tinggi yang juga dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada Gambar 3. dapat dilihat persebaran KB (Kejenuhan Basa) tanah pada seluruh lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo masuk dalam kriteria sangat rendah. Data hasil analisis KB tanah dapat dilihat pada Tabel 4.

Penilaian Status Kesuburan Tanah

Setelah melakukan analisis beberapa sifat kimia tanah di laboratorium, kemudian dilakukan klasifikasi penilaian status kesuburan tanah pada lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo yang dapat dilihat pada Tabel 5. dan peta sebaran status kesuburan tanah pada Gambar 4.

Pada Tabel 5. diperoleh data bahwa status kesuburan tanah pada lahan kering di kecamatan Payung, Kabupaten Karo masuk dalam kriteria rendah dan sedang. Berikut tabel status kesuburan tanah (Tabel 5.), peta sebaran KTK tanah (Gambar 2.), peta sebaran KB tanah (Gambar 3.), dan peta status kesuburan tanah (Gambar 4.) pada lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo.

(38)

Tabel 5. Status Kesuburan Tanah

Sampel KTK KB C-Org P2O5

eks-HCl

K2O eks-HCl

Status Kesuburan

Tanah me/100g --- (%) ---

T1 Sedang Sangat

Rendah Sedang Tinggi Sedang Rendah T2 Tinggi Sangat

Rendah Tinggi Tinggi Sedang Sedang T3 Sangat

Tinggi

Sangat

Rendah Tinggi Tinggi Sedang Sedang T4 Sedang Sangat

Rendah Tinggi Sangat

Tinggi Rendah Rendah T5 Tinggi Sangat

Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Sedang T6 Tinggi Sangat

Rendah Sedang Tinggi Sedang Rendah T7 Rendah Sangat

Rendah Rendah Sangat

Tinggi Tinggi Rendah T8 Sangat

Tinggi

Sangat

Rendah Tinggi Tinggi Rendah Rendah

(39)

Gambar 2. Peta Sebaran KTK Tanah

(40)

Gambar 3. Peta Sebaran KB Tanah

(41)

Gambar 4. Peta Status Kesuburan Tanah

(42)

Setelah melakukan klasifikasi status kesuburan tanah yang dilihat dari beberapa sifat kimia tanahnya, diperoleh data sebaran status kesuburan tanah Kecamatan Payung seperti pada Gambar 4., T1, T4, T6, T7 dan T8 masuk dalam kriteria rendah sedangkan T2, T3, dan T5 masuk dalam kriteria sedang.

Pembahasan

Abu vulkanik yang jatuh ke tanah dapat menjadi hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Dalam penelitiannya, Tindaon et al (2016) memperoleh bahwa total kandungan unsur di dalam abu vulkanik Gunung Sinabung, yaitu SiO2 (84,72%), Al2O3 (7,12%), SO4 (5,66%), MgO (0,37%), lalu Na2O (0,30%), K2O (0,27%), CaO (0,22%), Fe2O3 (0,19%), P2O5 (0,1%),dan MnO (0,01%), dengan pH 3,5 – 4,8. Mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan mineral tanah, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah-tanah miskin hara atau tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut.

Tanah andisol di Indonesia memeiliki kisaran pH yang cukup lebar yaitu antara 3,4-6,7. Tanah masam pada tanah andisol dipengaruhi oleh tingginya kandungan sulfur pada abu vulkanik. Semakin jauh lahan dari puncak Gunung Sinabung maka kemungkinan akan semakin sedikit pula abu vulkanik yang menutupi lahan. Dapat dilihat pada Tabel 3., pH tanah pada T2, T3, dan T6 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan Sudirja dan Supriatna (2000) dalam Sarah et al (2015) yang menyatakan bahwa kandungan sulfur atau belerang yang tinggi pada tanah yang terkena debu vulkanik dapat menurunkan pH. Belerang didalam tanah secara perlahan akan diubah menjadi asam sulfit, dan secara bertahap akan menurunkan pH tanah.

(43)

Kandungan P2O5 pada lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo tergolong tinggi pada seluruh daerah pengamatan. Ada 2 daerah penelitian yang memiliki kriteria sangat tinggi, yaitu pada T4 yang diduga hal ini terjadi karena cukup banyak pemberian pupuk yang mengandung fosfor jika dibandingkan dengan daerah lain dan pada T7 yang memiliki jarak yang sangat dekat dengan Gunung Sinabung, sehingga material-material dari erupsi Gunung Sinabung yang dapat menyumbang hara akan lebih banyak tertimbun pada daerah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anda et al (2012) dalam Tindaon et al (2016) yang mengatakan bahwa abu vulkanik Gunung Sinabung mempunyai cadangan mineral mudah lapuk yang cukup tinggi yang terdiri atas: gelas vulkanik 23%, augit 11%, hiperstein 14%, labradorit 8%, bitownit 3%, dan turmalin 1%.

Mineral mudah lapuk lainnya yang dijumpai dalam jumlah sedikit adalah epidot.

Bahan-bahan piroklastik tersebut di atas merupakan cadangan unsur hara yang cukup tinggi, yang jika melapuk akan menjadi sumber unsur hara esensial kelak terutama Ca, Mg, K, Na, P, S, Fe, Mn, dan B.

Kalium merupakan unsur tanah yang sebagian besar berasal dari pelapukan bahan vulkanik tersebut. Abu vulkanik yang jatuh ke tanah akan menjadi cadangan hara, oleh karena itu semakain tebal abu maka akan semakin banyak pula cadangan haranya hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa T7 memiliki kadar K2O paling tinggi. Namun, kalium juga merupakan unsur yang mudah tercuci. Lokasi penelitian yang berada di daerah pegunungan memiliki curah hujan yang tinggi hal ini ditunjukkan pada daerah T8 yang memiliki nilai K2O yang rendah. Hal ini sesuai dengan Hakim et al (1986) dalam Sinuraya (2007) yang menyatakan bahwa kalium tanah terbentuk dari

(44)

pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Kalium merupakan salah satu hara tanah yang mudah tercuci sehingga lereng yang miring memiliki kandungan kalium yang rendah.

Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa semakin jauh lahan dari puncak Gunung Sinabung, maka semakin tinggi nilai KTK tanahnya. Hal ini diduga karena abu vulkanik yang memiliki tekstur dominan pasir dan belum terdekomposisi dengan sempurna. Daerah yang jauh dari puncak Gunung Sinabung akan tertutup oleh abu vulkanik yang lebih tipis dan daerah yang berada dekat dengan puncak Gunung Sinabung akan tertutup abu yang lebih tebal.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) akan memiliki nilai yang tinggi pada tanah yang memiliki liat yang tinggi, namun akan bernilai rendah pada tanah yang bertekstur kasar. Hal ini sesuai dengan Hakim et al (1986) dalam Suryani (2014) yang menyatakan bahwa KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat.

Semakin tinggi jumlah liat suatu jenis tanah yang sama. Makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid organiknya, sehingga KTK juga relatif lebih kecil dibandingkan tanah bertekstur halus. Sukarman dan Suparto (2015) mengatakan bahwa material yang dikeluarkan oleh Gunung Sinabung tergolong kasar yang terdiri lebih dari 45 persen kandungan pasir dan kurang dari 16 persen kandungan liat. Bahan- bahan yang jatuh dekat dengan pusat erupsi biasanya berukuran lebih kasar, sedangkan yang jatuh jauh, akan berukuran lebih halus.

(45)

Tingginya nilai C-organik tanah disebabkan karena para petani memilih untuk tidak memanen tanaman yang terkena erupsi Gunung Sinabung, sehingga tanaman tersebut menjadi bahan organik baru di tanah. Sedangkan pada T7, nilai C-organik tanah masuk dalam kriteria rendah. Hal ini diduga karena daerah tersebut merupakan daerah yang paling dekat dengan puncak Gunung Sinabung dan banyak lahan yang kurang diperhatikan sehingga tanah tertutup oleh abu vulkanik yang cukup tebal. Abu vulkanik yang jatuh ke tanah akan menjadi padat dan keras. Noor (2012) dalam Sukarman dan Suparto (2015) menyatakan bahwa bahan piroklastik atau tephra yang dilemparkan ke udara dan kemudian jatuh ke permukaan bumi sebagai suatu endapan campuran. Kebanyakan dari fragmen batuan cenderung merupakan batuan gunung berapi yang terkonsolidasi dari hasil erupsi gunung berapi. Kadangkala material erupsi yang masih panas mencapai permukaan bumi dan kemudian membeku dan mengeras menjadi welded tuff.

Persentase Kejenuhan Basa (KB) diperoleh dari banyaknya kation-kation basa (Ca, Mg, Na dan K) dibagi dengan nilai kapasitas Tukar Kation (KTK) dikali dengan 100%. Berdasarkan perhitungan tersebut, KTK tanah sangat berpengaruh terhadap kejenuhan basa. Pada daerah penelitian diperoleh data bahwa kejenuhan basa pada lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo tergolong sangat rendah karena tingginya nilai KTK tanah, namun jumlah kation-kation basa yang rendah. Abu vulkanik Gunung Sinabung yang jatuh ke tanah mengandung mineral yang dapat menjadi cadangan hara bagi tanah. Namun, kation-kation basa juga merupakan unsur yang mudah tercuci sehingga diduga tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kejenuhan basa tanah. Dapat dilihat pada Tabel 4. bahwa kandungan Kalsium, Natrium dan Magnesium tanah tergolong rendah. Sudaryono

(46)

(2009) mengemukakan bahwa nilai Kejenuhan Basa (KB) tanah merupakan persentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa, yaitu Ca, Mg, Na, dan K. Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation- kation basa dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut.

Kejenuhan Basa (KB) secara relatif ditentukan oleh jumlah kation basa dan reaksi tanah (pH). Hubungan KB dengan pH tanah pada umumnya positif, yakni pH tanah se-makin tinggi KB tanah juga semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), kation-kation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman pada umumnya, dapat dikatakan bahwa tanah dengan KB tinggi menandakan bahwa tanah tersebut belum mengalami terlalu banyak pencucian karena kation- kation basa merupakan unsur yang mudah tercuci.

Menurut Susila (2013), status kesuburan tanah merupakan kondisi kesuburan tanah di tempat dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan kriteria baku parameter kesuburan tanah sesuai Petunjuk Teknis Evaluasi Kesuburan Tanah Pusat Penelitian Tanah 1995. Hasil penetapan status kesuburan tanah di Kecamatan Payung Kabupaten Karo disajikan dalam Tabel 5. serta peta penyebaran status kesuburan tanah pada Gambar 4. T1, T4, T6, T7 dan T8 memiliki kriteria status kesuburan tanah rendah sedangkan T2, T3, dan T5 memiliki kriteria status kesuburan tanah sedang. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Simanjuntak et al (2015) penelitian tersebut dilkukan pada Kecamatan Barusjahe pada tanah dengan kedalaman 5-20 cm dan diperoleh nilai pH tanah

(47)

4,43 (sangat masam), nilai C-organik tanah 3,01% (tinggi) dan nilai KTK tanah 24,88 (sedang). Bila dibandingkan, nilai pH, C-organik serta Kapasitas Tukar Kation (KTK) tersebut lebih rendah. Hal ini diduga karena adanya perbedaan sebaran abu vulkanik oleh angin dan curah hujan serta bentuk topografi daerah yang berbeda-beda.

Kejenuhan basa yang sangat rendah pada seluruh lahan kering di Kecamatan Payung, Kabupaten Karo dapat di tingkatkan dengan menambahkan dosis pupuk yang mengandung Ca, Mg, Na dan K, seperti pupuk dolomite, kalsium nitrat, magnesium sulfat, atau pupuk dengan merek dagang lain yang mengandung unsur diatas serta memberikan pupuk organik, seperti kompos dan pupuk kandang. Menurut Syukur dan Harsono (2008), fungsi utama bahan organik antara lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, memasok unsur hara dan asam-asam organik untuk melepaskan ikatan-ikatan material secara kimia, meningkatkan kapasitas tukar kation dan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral dan energi bagi mikroba.

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pasca erupsi Gunung Sinabung, lahan kering di Kecamatan Payung memiliki pH tanah masam, kadar P2O5 eks-HCl tinggi, kadar K2O eks-HCl dengan kriteria rendah sampai tinggi, kadar C-organik cenderung tinggi, KTK tanah cenderung tinggi dan KB tanah sangat rendah.

2. Status kesuburan tanah pada lahan kering di Kecamatan Payung berdasarkan hasil analisis beberapa sifat kimia tanah (pH, Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa, C-organik, P2O5, dan K2O), termasuk dalam kriteria rendah sampai sedang.

Saran

Untuk mengurangi dampak erupsi Gunung Sinabung serta memperbaiki Kejenuhan Basa tanah pada lahan pertanian di Kecamatan Payung, sebaiknya menambahkan dosis pupuk yang mengandung Ca, Mg, Na dan K, seperti pupuk dolomite, kalsium nitrat, magnesium sulfat, atau pupuk dengan merek dagang lain yang mengandung unsur diatas serta memberikan pupuk organik, seperti kompos dan pupuk kandang.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, F. N., Siswanto, B. dan Nuraini, Y. 2015. Pengaruh Pemberian Berbagai Jenis Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah Pada Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Ubi Jalar Di Entisol Ngrangkah Pawon, Kediri. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, Vol. 2, 237-244.

Agustin, S. E., dan Suntari, R. 2018. Pengaruh Aplikasi Urea Dan Kompos Terhadap Sifat Kimia Tanah Serta Pertumbuhan Jagung (Zea mays L.) Pada Tanah Terdampak Erupsi Gunung Kelud. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, Vol.5, 775-783.

Arifin, M., Yuniarti, A., dan Dahliani, D. 2017. Pengaruh Abu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Batuan Fosfat Dalam Bentuk Nanopartikel Terhadap Retensi P, Delta pH, Dan Kejenuhan Basa pada Andisol Ciater, Jawa Barat. Jur. Agroekotek, 9 (1), 75-85.

Atmojo, S.W., 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Azmul, Yusran, dan Irmasari. 2016. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan Di Sekitar Taman Nasional Lore Lindu (Studi Kasus Desa Toro Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah). Warta Rimba, Vol. 4, 24-31.

Barasa, R. F., Rauf, A., dan Sembiring, M. 2013. Dampak Debu Vulkanik Letusan Gunung Sinabung Terhadap Kadar Cu, Pb, Dan B Tanah Di Kabupaten Karo. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(4):1288-1297

Fahmi, A., Syamsudin, Utami, S. N., & Radjagukguk, B. 2010. Pengaruh Interaksi Hara Nitrogen Dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L) Padatanahregosoldan Latosol. Berita Biologi, Vol. 10, 297-304.

Faizin, N., Mardhiansyah, M., dan Yoza, D. 2015. Respon Pemberian Beberapa

Dosis Pupuk Fosfor Terhadap Pertumbuhan Semai Akasia (Acacia mangium Willd.) Dan Ketersediaan Fosfor Di Tanah.

JOM Faperta, Vol. 2.

Fiantis, D., 2006. Laju Pelapukan Kimia Debu Vulkanis G. Talang dan Pengaruhnya Terhadap Proses Pembentukan Mineral Liat Non-Kristalin. Fakultas Pertanian/Jurusan Tanah. Universitas Andalas.

Padang.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Raja Grafindo.

(50)

Hardjowigeno. S. dan Widiatmaka, 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Islamiati, A., dan Zulaika, E. 2015. Potensi Azotobacter Sebagai Pelarut Fosfat . Jurnal Sains Dan Seni Pomits, Vol. 2, 1-3.

Kadarwati, F. T. 2016. Evaluasi Kesuburan Tanah Untuk Pertanaman Tebu Di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah . Jurnal Littri , Vol. 22, 53-62.

Kusumastuti, A., Fatahillah, Wijaya, A., dan Sukmawan, Y. 2018. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Residu N Tahun ke-29 Pada Beberapa Sifat Kimia Tanah Dengan Tanaman Indikator Leguminosa. Jurnal Agriprima, Vol. 2, 18-26.

Mukhlis, Sarifuddin, dan Hanum, H. 2017. Kimia Tanah Teori dan Aplikasi.

Medan : USU Press.

Nursyamsi, D., dan Setyorini, D. 2009. Ketersediaan P Tanah-Tanah Netral dan Alkalin. Tanah dan Iklim, 25-36.

Pinatih, I. S., Kusmiyarti, T. B., dan Susila, K. D. 2015. Evaluasi Status Kesuburan Tanah Pada Lahan Pertanian di Kecamatan Denpasar Selatan . Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol. 4, 282-292.

Prabowo, R., dan Subantoro, R. 2018. Analisis Tanah Sebagai Indikator Tingkat Kesuburan Lahan Budidaya Pertanian Di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah Cendekia Eksakta, 59-64.

Putri, O. H., Utami, S. R., dan Kurniawan, S. 2019. Sifat Kimia Tanah Pada Berbagai Penggunaan Lahan Di UB Forest. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, Vol. 6, 1075-1081.

Ramadhana, D. D., Donantho, D., dan Rachel, R. 2019. Penilaian Status Kesuburan Tanah Pada Lahan Pascatambang Areal PT. Trubaindo Coal Mining Kabupaten Kutai. Jurnal Agroteknologi Tropika Lembab, Vol. 2, 24-28.

Rusdiana O., dan R.S. Lubis. 2012. Pendugaan Korelasi Antara Karakteristik Tanah Terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) Pada Hutan Sekunder.

Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1): 14-21.

Sarah, P., Elfiati, D., dan Delvian. 2015. Aktivitas Mikroorganisme Pada Tanah Bekas Erupsi Gunung Sinabung Di Kabupaten Karo. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

(51)

Sari, M. N., Sudarsono, dan Darmawan. 2017. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Fosfor Pada Tanah-Tanah Kaya Al Dan Fe. Buletin Tanah dan Lahan, 65-71.

Sayekti, N. 2010. Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Kualitas Tanah Pada Lahan Tegal Di Kecamatan Jatiyoso Kabupaten Karanganyar. Skripsi.

Simanjuntak, C. M., Elfiati, D., dan Delvian. 2015. Dampak Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Sifat Kimia Tanah Di Kabupaten Karo. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sinuraya, R. 2007. Pemetaan Status Hara P-Tersedia, P-Total, dan K-tukar di Kebun Tanjung Garbus-Pagar Marbau PTPN II. Departemen Ilmu Tanah USU. Medan.

Sudaryo dan Sucipto. 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam Berat pada Tanah Vulkanik di Daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat, Seminar Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta.

Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta,Kalimantan Timur. J. Tek. Ling, Vol. 10, 337-346.

Sukarman dan Dariah, A. 2014. Tanah Andosol Di Indonesia Karakteristik, Potensi, Kendala, Dan Pengelolaannya Untuk Pertanian. (M. Anda, Hikmatullah, dan Y. Sulaeman, Eds.) Bogor: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Sukarman dan Suparto. 2015. Seberan dan Karakteristik Material Vulkanik Hasil Erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Jurnal Tanah dan Iklim, Vol.

39, 19-18.

Suriadikarta, D.A., Prihatini, T., Setyorini, D., dan Hartatiek, W. 2002.

Teknologi Pengololaan Bahan Organik Tanah hlm 339 – 358. Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Suryani, I. 2014. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Berbagai Kedalaman Tanah Pada Areal Konversi Lahan Hutan. Jurnal Agrisistem, Vol.10, 99-106.

Susila, D. K. 2013. Studi Keharaan Tanaman dan Evaluasi Kesuburan Tanah di Lahan Pertanian Jeruk Desa Cenggiling, Kecamatan Kuta Selatan.

Agrotrop Vol.3, Hal.13-20.

Gambar

Tabel 1. Titik Sampel
Gambar 1. Lokasi Titik Sampel
Tabel 2. Contoh Penentuan Status Kesuburan Tanah
Gambar 2. Peta Sebaran KTK Tanah
+6

Referensi

Dokumen terkait

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir September 2018 sebesar Rp1.512,55 triliun, mencapai sekitar 68,1 persen dari pagu APBN, atau meningkat 10,00 persen jika dibandingkan

ةيموكحلا ةيملاسلإا اجيتلاس ةعماج ٕٓٔٛ.. بٔإ ةذاتسلأا ةفلأ بٌاكلايسوس تَتسجالدا ةسيئر مسق سيردت ةغللا ةيبرعلا ةعمابج اجيتلاس ةيملاسلإا ةيموكلحا ِ. اجيتلاس ةعمابج ؿكدلا

: Berarti peristiwa yang terjadi dalam hal OJK telah dimana Perseroan dinyatakan terganggu kelangsungan usahanya dengan cara memberikan pemberitahuan tertulis kepada

Complementing the NCGIA Core Curriculum in GIScience, the Remote Sensing Core Curriculum was produced by the International Center for Remote Sensing Education (ICRSEdu)

setelah diterimanya teguran tertulis dari Wali Amanat, tanpa diperbaiki kehilangan keadaan tersebut atau tanpa adanya upaya perbaikan untuk menghilangkan keadaan tersebut, yang

Keluaran Terselenggaranya administrasi keuangan 1 Kegiatan Hasil Meningkatnya layanan administrasi perkantoran 0,61%. Kelompok Sasaran Kegiatan

Pajak Kendaraan Bermotor Antara Pemerintah Daerah Dalam Provinsi Bengkulu Tahun 2015;.. Mengingat :

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-1/W4, 2015 International Conference on Unmanned Aerial Vehicles