TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGANGKUT DMH TRANS TERHADAP PENUMPANG YANG MENJADI KORBAN KECELAKAAN DI PANGANDARAN
Galadri Badar Muhammad
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: [email protected])
Siti Nurbaiti
(Dosen Fakultas Hukum Trisakti) (Email: [email protected])
ABSTRAK
Semakin pesatnya pertumbuhan manusia semakin pula manusia, membutukan transpotasi umum yang memadai, tapi tidak jarang dalam menjalankan transportasi kerap terjadi kecelakaan, kecelakaan yang terjadi biasanya terjadi karna kelalaian pengangkut.,yang menyebabkan kerugian bagi penumpang..seperti halnya kasus DMH Trans yang menyebabkan penumpang mengalami luka berat. Bagaimana Tanggung jawab DMH trans selaku pengangkut terhadap penumpang dalam kecelakaan bus berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.Bagaimana pemberian ganti rugi yang diberikan DMH Trans terhadap penumpang yang menjadi korban berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, merupakan pokok permasalahan yang diteliti, penelitian yang di gunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan data sekunder yang di dukung data primer. Pengumpulan data yang dilakukan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan dan penarikan kesimpulan yang dengan logika deduktif. Hasil penelitian menggambarkan pengangkut DMH Trans tidak mau bertanggung jawab kepada korban yang mengalami luka berat, dan DMH Trans juga tidak mau memberikan ganti rugi kepada korban yang mengalami luka berat.
Kata kunci: Hukum penngangkutan, tanggung jawab, DMH Trans
▸ Baca selengkapnya: apa yang menjadi tanggung jawab seorang front office supervisor?
(2)A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
Pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena didasari oleh berbagai factor, baik geografis maupun kebutuhan yang tidak dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
1Pengangkutan merupakan sarana yang menjembatani jarak geografis antara produsen dan konsumen. Fungsi tersebut akan terpenuhi jika terpenuhi juga beberapa syarat yaitu, aman, cepat, dan murah. Syarat aman, mengharuskan bahwa muatan tidak mengalami kerusakan (cacat) ketika sampai di tujuan. Pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan
2Menurut arti katanya, pengangkutan berasal dari kata dasar angkut yang berarti angkat, bawa, dan muat, mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya proses, cara, perbuatan mengangkut
3. Tujuan diadakannya pengangkutan adalah untuk memindahkan barang dari tempat asal ke tempat tujuan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Pada saat ini terdapat beberapa alternative transportasi atau pengangkutan yang dapat digunakan ,baik itu melalui darat,laut,maupun udara. Beberapa alternative pengangkutan tersebut di harapkan dapat mendekatkan jarak antara kota yang ada di Indonesia sehngga memudahkan aktivitasnya sehari-hari.Fungsi pengangkutan yang paling utama ialah memindahkan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna serta nilai.
4Faktor kecepatan dalam pengangkutan diusahakan dengan menyempurnakan teknologi
1 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2013), h.30.
2 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, (Jakarta: Djambatan, 1991), h. 26.
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi Ke Empat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2014), h.69.
4 Ibid., h. 1.
pengangkutan modern, sarana dan prasarana angkutan modern, dan hukum pengangkutan modern.
5Transportasi atau pengangkutan darat merupakan transportasi yang paling dominan di Indonesia di bandingkan dengan trasnportasi lainnya seperti trasnportasi udara dan laut hal itu di sebabkan karena hamper semua aktivitas manusia di lakuka di darat. Pengangkutan darat mempunyai peran yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena harus mampu menjadi jembatan penghubung dan membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia , sehingga harus menjadi sarana pemerataan di segala bidang
6.
Saat ini ketentuan yang mengatur tentang pengangkutan darat. Khususnya angkutan angkutan jalan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dang angkutan halan (selanjutnya disebut UULLAJ), yang mulai berlaku pada tanggal 22 juni 2009. Berdasarkan ketentuan penutup Pasal 325 UULLAJ. Pada saat undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang nomor 14 tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan di cabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sedangkan , peraturan pelaksana dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas jalan menggunakan peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun1993 tentang angkutan jalan
Pada umumnya masyarakat yang melakukan pergerakan dengan tujuan yang berbeda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkuttan, yaitu dengan kendaraan.kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor
7.kendaraan bermotor terbagi atas dua jenis berdasarkan fungsinya, yaitu kendaraan bermotor perserongan dan kendaraan ber motor umum
8atau yang kita kenal dengan kendaraan umum.
Kendaraan bermotor umum adalah setiap kendaraan yang di gunakan untuk angkutan barang dana tau orang di pungut bayaran
9kendaraan bermotor umum juga di bagi lagi menjadi dua yaitu angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam trayek dan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
105 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: 1998), h. 2.
6 Siti Nurbaiti, Op.Cit., h.2.
7 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 1 angka 7.
8 Ibid., Pasal 47 ayat (3)
9 Ibid., Pasal 1 angka 10
10 Ibid., Pasal 140.
Dalam hal kesehariannya dalam pelaksanaan jasa pengangkutan tidaklah berjalan lurus seperti halnya yang di cita citakan namun adanya beberapa kejadian yang terduga maupun tidak terduga yang di sebabkan karena kesengajaan dan kelalaian dari para pihak-pihak yang adalah pengguna jalan raya.
Dalam kejadiannya yang terduga maupun tak terduga disebabkan oleh perbuatan salah satu pihak yang mana pihak tersebut akan bertangging jawab atas akibat dari peristiwa yang disebabkannya. Kejadian-kejadian yang kerap terjadi di jalan rayapun tidak luput dari urusan ganti kerugian. Berjibaku mengenai ganti kerugian pun pasti adanya satu pihak yang merasakan kerugian yang disebabkan oleh pihak tertentu dan pihak tertentu tersebut wajib untuk mengganti kerugian pihak tersebut. Dalam hal penggntian kerugian bila kita turun melihat kedaan lapangan ganti kerugian yang dimaksud adalah berkutat mengenai materi atau uang. Kewajiban penggantian yang dilakukan oleh pihak tertentu ini ada yang tertulis diundang-undang maupun tidak. Namun apabila ganti kerugian yang dimaksud termaktup dalam undang-undang maka kewajiban tersebut bersifat memaksa. Namun ada juga yang tidak melakukan penggantian kerugian yaaitu melepaskan diri dari tanggung jawab apabila ada aspek-aspek yang terpenuhi.
Namun sebagai warga Negara Indonesia yang baik, apa yang menjadi kewajiban haruslah dilaksanakan. Lebih parahnya tidak jarng fakta di lapangan para pihak yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain menyamakan tanggung jawabnya korban yang mengalami luka ringan dan luka berat dimana korban yang mengalami luka berat kehilanngan anggota tubuhnya dan mengalami kelumpuhan sehingga korban tersebut kehilangan pekerjaannya
Berdasarkan uraian tersebut,penulis tertarik melakukan penelitian mengenai kecelakan lalu lintas Bus pariwisata DMH trans sebagai pengangkut khususnya dalam tanggung jawab pengangkut dan bagai mana bentuk ganti ruginya dalam Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkkutan jalan, yang di tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul. Tanggung Jawab Perusahaan Pengangkut DMH Trans terhadap Penumpang Yang Menjadi Korban Kecelakaan di Pangandaran
2. Pokok Permasalahan
a. Bagaimana Tanggung jawab DMH trans selaku pengangkut terhadap penumpang dalam kecelakaan bus berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan?
b. Bagaimana pemberian ganti rugi yang diberikan DMH Trans terhadap penumpang yang menjadi korban berdasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan?
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah sebuah sarana atau, cara bagaimana mengelola pemikiran dengan prosedur tertentu untuk kemudian dituangkan dalam sebuah karya tulis ilmiah.Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian hukum yang berifat normatif. dalam penulisan ini di perlukan suatu penelitian yang di harapkan dapat memperoleh data-data yang akurat guna pemecahan permasalahan atau jawaban atas pokok permasalahan. dengan melakukan penelitian ini yang di gunakan adalah penelitian normatif yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek , yaitu aspek teori,sejarah,filosofi,perbandingan,struktur dan komposisi, lingkup dan materi,konsistensi,penjelasan umum, dan Pasal demi Pasal
11dengan dilakukan juga wawancara guna melengkapi data dalam penelitian ini, sehingga dalam aspek normatif ini adalah meninjau bentuk tanggung jawab pengangkut yang terkait dengan objek penelitian yaitu terhadap kecelakaan antara pengangkut dengan penumpang bus pariwisata DMH Trans sesuai dengan Undang-undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penelitian ini bersifat deskriptif.
adalah peneletian yang dimaksudnkan untuk memberikan data yang lengkap dan seteliti mungkin dengan cara menggambarkan mengenai objek yang di teliti dengan data yang tersedia.
12yang berkaitan dengan tanggung jawab DMH trans sebagai pengangkut terhadap korban dan bentuk ganti rugi yang terdapat dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kemudian dilakukan analisis untuk mencari jawaban atas permasalahan yang di ajukan oleh penulis. Sumber data adalah tempat dimana data dari suatu penelitian dapat diperoleh. Sumber data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder.Data
11 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h.102.
12 Ibid., h.10.
primer yaitu data yang di peroleh langsung dari masyarakat , data sekunder yaitu data yang di dapat dari studi kepustakaan . Pengumpulan data dalam penyusunan skripsi ini dilakukan dengan: Studi Kepustakaan Pengumpulan data melalui studi kepustakan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dalam hal ini studi kepustakaan akan dilakukan di beberapa tempat, seperti Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Trisakti, mengakses data melalui Internet, maupun Perpustakaan Nasional. Wawancara Pengumpulan data dengan metode wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer, dalam hal ini wawancara akan dilakukan terhadap general manager DMH Trans bapak Herdish dan bapak Cecep Sukaja selaku korban kecelakaan untuk mendukung data sekunder. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode pola pikir deduktif, artinya metode penarikan kesimpulan dari penyataan-pernyataan yang bersifat umum ke pernyataan- pernyataan yang bersifat khusus
13dengan menggunakan metode ini sehingga penulis melakukan analisis terhadap konsep-konsep tanggung jawab dan ganti kerugian dalam hukum pengangkutan yang ada dalam buku-buku, literature maupun peraturan Perundang-Undang. yang dikaitkan dengan kasus yang menggunakan Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. dari pernyataan yang bersifat umum lalu di padukan dengan data yang tersedia kemudian di tarik kesimpulan yang bersifat khusus untuk menggambarkan tanggung jawab DMH Trans terhadap penumpang dang anti kerugian yang diberikan
C. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
1. Analisis Tanggung Jawab Pengangkut DMH Trans Terhadap Penumpang Berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Sebelum membahas mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang pada angkutan jalan dengan kendaraan umum. Berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan (UULLAJ), maka penulis membahas terlebih dahulu asas apa yang digunakan dalam undang- undang ini , asas yang di gunakan apabila terjadi kecelakaan dalam presumption of liability dimana pengangangkut selalu di anggap bersalah apa bila terjadi
13 Ibid., h.5.
kecelakaan hal ini dapat dilihat pada Pasal 188 dan Pasal 192 ayat (1) tetapi asas tersebut tidak di gunakan terhadap barang bawaan penumpang, asas yang berlaku terhadap barang bawaan adalah asas presumption of non liability dimana pengangkut di anggap tidak bersalah terhadap hilangnya barang bawaan hal ini dapat dilihat pada Pasal 192 ayat (4) apa yang dimaksud dengan pengangkut dan apa yang dimaksud dengan penumpang menurut UULLAJ. Dalam angkutan orang dengan kendaraan umum di jalan, yang di maksud dengan pengangkut adalah perusahaan angkutan umum, yaitu badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang / barang dengan kendaraan bermotor umum, hal ini diatur pada Pasal 1 angka (21) UULLAJ, sedangkan yang dimaksud dengan penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan.
Penumpang mempunyai dua peran, yaitu bertindak sebagai subjek dalam hal melakukan perjanjian pengangkutan, dan bertindak sebagai objek dalam hal dia sebagai muatan yang diangkut oleh pengankut.. Sebagai perusahaan pennggangkut sudah sewajibnya menjaga keselamatan dari penumpang yang dibawanya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan melakukan pemeriksaan bus sebulan sekali oleh suku Dinas Lalu Lintas Angkutan jalan yang meliputi pemeriksaan persyaratan administrasi pengemudi dan kendaraan yang terdiri dari pemeriksaan:Surat Izin Mengemudi (SIM) Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK),Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor,tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Tanda Coba Kendaraan Bermotor,sedangkan pemerikasaan persyaratan teknis dan laik jalan terdiri dari Pemeriksaaan tanda lulus ujian, Pemeriksaan fisik kendaraan bermotor antara lain: system kemudi, badan kerangka kendaraan, lampu dan emisi gas buang
Pengangkutan menurut Purwosutjipto adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan
14Berdasarkan pengertian, pengangkutan yaitu perjanjian timbal balik antar pengangkut dengan pengguna jasa yaitu penumpang
14 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, (Jakarta: Djambatan, 1991), h. 26.
dan atau pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan penumpang menngikatkan diri untuk membayar uang angkutan, sehingga dapat di ketahui bahwa pengangkutan dapat terlaksana karena adanya perjanjian yang disebut dengan perjanjian pengangkutan Dari perjanjian pengangkutan dengan penumpang dapat dilihat hak dan kewajiban dari masing masing pihak, anatara lain hak dari penumpang yang memperoleh pelayanan dari pengangkut dan kewajibannya adalah membayar biaya yang sesuai dengan pelayanan yang dia terima, sama halnya denngan pengangkut haknya adalah menerima pembayaran dari penumpang mengenai biaya angkut dan kewajibannya adalah mengangkut penumpang dari tempat awal pengangkutan di selengarakan sampai tempat tujuan yang di inginkan,Berdasarkan hal itulah maka timbul tanggung jawab pengangkut terhada penumpang, dimana tanggung jawab dalam hukum pengangkutan biasa di sebut liability, tanggung jawab atau liability adalah suatu keharusan dimana seseorang harus melaksanakan dengan layak suatu pengangkutan dan apabila orang tersebut tidak melaksanakan dengan layak apa yang telah menjadi kewajibanya, maka oranng tersebut tidak dapat melaksanakan pengangkutan tidak layak harus tersebut harus memberikan ganti rugi
15Seperti yang sudah di jelaskan dalam Pasal 188 UULLAJ 2009 bahwa “ perusahaan angkutan umum wajib mengganti kerugian yang di derita oleh penumpang atau pengirim barang karena kelalaian dalam melaksanakan pelayanan angkutan” Dalam Pasal 189 UULLAJ menyatakan “ perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimkasud dalam Pasal 188 Berdasarkan Pasal Pasal 189 UULLAJ 2009 pengangkut diwajibkan mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dala Pasal 188,sehingga apabila pengangkut mengasuransikan tanggung jawabnya, maka ada pihak ketiga atau pihak asuransi yang akan meringankan beban tanggung jawab pengangkut, untuk membayar kerugian kepada penumpang,
Pasal 192 UULLAJ 2009 menjelaskan bahwa:
15 Elfrida Gultom, Hukum Pengangkutan Darat (Jakarta PT Literata Lintas Media, 2008), h.23.
(1) Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan Penumpang;
(2) Kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan;
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak Penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati;
(4) Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan Penumpang, kecuali jika Penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut;
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai besarnya ganti kerugian diatur dengan peraturan pemerintah.
Mengenai kapan tanggung jawab pengangkut dalam Pasal 192 ayat 1 UULLAJ dapat berlaku bisa dilihat dari periode tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang yang diatur pada Pasal 192 ayat (3) yaitu “tanggung jawab sebagaimana dimaksud ayat (1) dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir ditempat tujuan yang disepakati”. Berdasarkan keterangan ayat tersebut dapat ditafsirkan pengangkut mulai memikul tanggung jawabnya sejak penumpang berada di angkutan umum dan sampai pada tujuan yang telah di sepakati, jika di kaitkan dengan kasus kecelakan yang menimpa para korban dari Yayasan Al- Masoem maka, DMH Trans sebagai pengangkut sudah mulai memikul tanggung jawabnya, karena pada saat kejadian para korban sudah berada di dalam bus/angkutan.
Dengan demikian berdasarkan Pasal 192 ayat (1) UULLAj 2009 pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian yang diterima oleh penumpang yang meninggal
dunia maupun luka luka akibat penyelengaraan angkutan yang dilakukan
perusahaan pengangkut. sehingga kelalaian pengangkut dalam melaksanankan
tugasnya harus dibuktikan oleh pengangkut sendiri karena prinsip tanggung
jawab yang di gunakan pada Pasal 192 ayat (1) UULLAJ 2009 yaitu presumption
of liability, dimana pada prinsip ini pengangkut selalu di anggap bersalah atau
selalu bertanggung jawab apabila terjadi kerugian pada penumpang dan
pengangkutlah yang harus membuktikan terhadap kelalaiannya kecuali
pengangkut dapat membuktikan apabila kerugian yang diderita penumpang
disebabkan oleh:
a. Kerugian yang di sebabkan oleh malapetaka yang tidak dapat di cegah, dihindari, atau berada di luarkekuasaan manusia;
b. Dia telah mengambil semua tindakan yang di perlukan untuk mencegah terjadinya kerugian;
c. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya;
d. Kerugian timbul oleh kelalian atau kesalahan dari penumpang sendiri.
Jika dihubungkan dengan kasus kecelakaan bus DMH Trans pengangkut harus membuktikan apakah dia telah mengambil segala tindakan yang di perlukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang menimbulkan kerugian terhadap penumpang. Dalam kasus kecelakaan bus DMH Trans pengangkut tidak dapat di bebaskan dari tanggung jawabnya, untuk membayar ganti kerugian karena pengangkut tidak dapat memenuhi satu unsur pun yang dapat membebaskannya terhadap tanggung jawabnya, dan pengangkut di wajibkan bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang diderita penumpang,sebesar kerugian yang nyata diderita oleh penumpang. Dalam kasus kecelakaan DMH Trans di daerah Pangandaran pihak pengangkut, tidak mengganti kerugian yang diderita korban. sebagaimana hasil wawancara yang di lakukan terhadap korban bapak Cecep Sukaja pada tanggal 10 Juli 2019.
Penulis dalam hal ini tidak setuju dengan pendapat dari Direksi DMH Trans yang menyamakan antara tanggung jawabnya terhadap korban yang mengalami luka berat dan luka ringan dengan tidak memberikan santunan terhadap korban yang mengalami luka berat, karena berdasarkan penjelasan Pasal 229 ayat (4) UULLAJ yang di maksud dengan luka berat adalah yang mengakibatkan jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan, kehilangan salah satu pancaindra, menderita cacat atau lumpuh,terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih, gugur atau matinya kandungan seorang perempuan dan luka membutuhkan perawatan lebih dari 30 (tiga puluh) hari.
Berdasarkan penjelasan tersebut terdapat 6 korban yang mengalami luka
berat yaitu menderita cacat atau lumpuh dan akibat dari cacat dan lumpuh
tersebut korban tidak dapat menjalankan lagi tugas jabatan atau pekerjaan maka,
oleh karna itu korban yang mengalami luka berat tidak boleh disamakan dengan korban yang mengalami luka ringan.
ketentuan Pasal 191 UULLAJ menegaskan bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab secara perdata untuk memberikan ganti kerugian kepada penumpang, pengirim barang maupun terhadap pihak ketiga yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang di pekerjakannya dalam penyelengaraan angkutan, namun untuk angkutan di jalan maka yang berlaku adalah Pasal 191 UULLAJ, karena berlaku lex specialis derogate lex generalis
16. Oleh sebab itu perusahaan angkutan umum tetap bertanggung jawab secara perdata atas kerugian yang di akibatkan oleh pengemudi atau orang yang di pekerjankannya.
Dengan demikian dalam kasus ini menurut penulis DMH Trans selaku pengangkut harus bertanggung jawab secara perdata kepada korban. meskipun kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian pengemudi tetapi berdasarkan Pasal 191 UULLAJJ pihak yang harus bertanggung jawab atas orang yang di pekerjakanya tersebut.dengan mengganti kerugian kepada penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat 1 UULLAJ adalah DMH Trans selaku perusahaan angkutan umumm dan /atau pengangkut, karena penumpang mengalami kerugian akibat penyelerenggaraan angkutan yang di lakukan oleh DMH Trans dan pada saat terjadinya kecelakaan tersebut periode tanggung jawab DMH Trans selaku pengangkut sudah dimulai, karena penumpang sudah berada di dalam angkutan bus DMH Trans.
2. Ganti Rugi Yang Diberikan Oleh DMH Trans Selaku Pengangkut Terhadap Penumpang
Mengenai bentuk ganti kerugiannya, maka dalam hal ini dapat diterapkan ketentuan Pasal 235 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa:
“Jika terjadi cidera terhadap badan atau kesehatan korban akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi,pemilik kendaraan bermotor,dan/atau perusahaan angkutan
16 Siti Nurbaiti, Op.Cit., h.107.