• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. METODE PENELITIAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Kerangka Pemikiran

Dari definisi UU no 7 tahun 1992 tentang perbankan, PDB HTR dapat dikategorikan sebagai kredit atau pinjaman karena terdapat persetujuan atau perjanjian pinjam-meminjam antara BLU Pusat P2H yang berperan sebagai Bank dan pihak lain atau petani (kelompok tani sebagai penerima kredit).

Menurut Muljono (2001) dalam kredit tercakup kesepakatan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dengan beberapa unsur yang tercakup di dalamnya seperti waktu, kepercayaan, penyerahan, resiko, persetujuan dan perjanjian. Hubungan tersebut pada hakekatnya merupakan bentuk kelembagaan (aturan main dan organisasi) dimana pelaku individu mengkombinasikan faktor produksi yang dimiliki dalam suatu proses produksi secara bersama karena adanya kepentingan pihak yang satu dan pihak lainnya (Kasper dan Streit 1998).

Hubungan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dianalisis

menggunakan teori agensi (agency theory) dari Jensen dan Meckling (1986),

analisis dilakukan terhadap perjanjian kerjasama atau akad kredit atau

kesepakatan antara keduanya. Jensen dan Meckling (1986) mendefinisikan

suatu hubungan keagenan sebagai suatu kontrak di mana satu atau lebih

orang (pemberi kuasa atau prinsipal) melibatkan orang lain (penerima kuasa atau

agen) untuk melakukan beberapa tindakan atas nama pemberi kuasa. Pemberi

kuasa mendelegasikan beberapa kewenangan dalam pengambilan keputusan

kepada penerima kuasa. Pemberi kuasa dapat membatasi keragaman minat dengan

membangun insentif yang tepat untuk penerima kuasa dan mendesain biaya

pemantauan untuk membatasi aktivitas yang menyimpang dari penerima kuasa,

disamping itu pada beberapa situasi pemberi kuasa akan meminta penerima kuasa

untuk mengeluarkan sumberdaya (biaya ikatan) untuk menjamin bahwa penerima

kuasa tidak akan mengambil tindakan yang akan membahayakan pemberi kuasa,

atau memastikan bahwa pemberi kuasa akan diberi kompensasi jika penerima

kuasa melakukan tindakan yang menyimpang tersebut. Hubungan pemberi kuasa

dan penerima kuasa dalam penelitian ini diartikan sebagai pemberi pinjaman dan

(2)

penerima pinjaman PDB HTR. Saling ketergantungan antara pemberi dan penerima pinjaman menjadi dasar penelitian mengenai kelembagaan PDB HTR, dengan fokus kajian penerima pinjaman adalah petani, dan BLU Pusat P2H sebagai pemberi pinjaman.

Dalam hubungan agensi antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman terdapat aturan main yang mengatur hak dan kewajiban pemberi dan penerima pinjaman, terdapat organisasi yang menjalankan dan mengatur perpindahan hak dari pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman. Bentuk kelembagaan ini yang mengontrol interdependensi antar para pelaku terhadap sesuatu, kondisi atau situasi.

Hubungan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dalam pelaksanaannya sangat bervariasi di lapangan, yaitu sesuai dengan situasi tertentu.

Situasi tersebut terjadi karena hubungan penerima dan pemberi pinjaman dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya: karakteristik (petani, kredit HTR), aturan yang dipergunakan serta organisasi yang menjalankan (termasuk ruang kebijakan yang tersedia, IDS 2006). Berbagai faktor tersebut bersinergi menghasilkan kinerja tertentu yang diharapkan memberi manfaat bagi pemberi pinjaman dan penerima pinjaman serta tidak ada yang dirugikan sehingga hubungan agensi dapat terus dilakukan (Just et al. 1982).

Jika kelembagaan PDB HTR belum mampu mengakomodir karakteristik, dan mengendalikan perilaku para pihak maka kinerja PDB HTR akan mengarah kepada kinerja yang tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjanto (2003) bahwa kebijakan

yang dalam implementasinya belum memberikan dampak positif khususnya bagi

petani hendaknya dievaluasi untuk diperbaiki dalam pelaksanaannya. Schaffer

(1980) dan Kartodihardjo (1998), menyatakan bahwa lingkungan hanya

menyediakan kesempatan (struktur) sedangkan kinerja yang dihasilkan tergantung

pada respon (conduct/behavior) dari para pelaku, karena berubahnya kesempatan

mengakibatkan berubahnya juga manfaat dan biaya yang harus dibayar oleh para

pihak (stakeholders). Gambar 1 menunjukkan kerangka pemikiran penelitian.

(3)

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 1 diatas menggambarkan hubungan antara situasi, struktur, perilaku dan kinerja, dimana struktur yang dibuat sebaiknya mempertimbangkan situasi atau karakteristik yang melekat pada subyek yang diatur, karena struktur akan mempengaruhi respon atau perilaku dari para pihak dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja yang dihasilkan. Tujuan rekomendasi kebijakannya adalah untuk memperbaiki kelembagaan PDB HTR melalui struktur yang sesuai dengan karakteristik dan persepsi para pihak sehingga mampu mengarahkan perilaku para pihak ke arah kinerja yang diharapkan.

2.2 Tempat, Waktu Penelitian, Narasumber dan Responden

2.2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di: (1) Propinsi Riau (Kabupaten Kuansing), (2) Propinsi Kalimantan Selatan (Kabupaten Tanah Laut), dari November 2008 sampai April 2009, dan (3) Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor), pada Mei 2009 sampai Februari 2011. Penelitian ini merupakan bagian dari kerja sama proyek antara CIFOR, IPB dan Lembaga penelitian yang ada di Riau (Kabupaten Kuansing) dan di Kalimantan Selatan yaitu Forestry Research Institutes (FRI) atau Regional Offices of Forestry Research and Development Agency (FORDA) atau Litbang.

Struktur:

Substansi kebijakan PDB HTR termasuk peraturan- perundangan dan kesepakatan

antara pemberi dan penerima pinjaman serta

kemampuan organisasi pengelola

Perilaku:

(persepsi dan perilaku para

pihak)

Kinerja

Rekomendasi Kebijakan Situasi:

(Karakteristik

petani –

kredit – HTR)

(4)

Pemilihan tempat penelitian dilakukan melalui aktivitas rapid appraisal di seluruh Indonesia dan mengumpulkan data awal dari beberapa tempat penelitian melalui wawancara dengan beberapa informan kunci, dan beberapa kepala rumah tangga. Kabupaten Kuansing dan Kabupaten Tanah Laut dipilih karena: (1) adanya industri pengolahan yang menggunakan bahan baku kayu, baik kayu yang berotasi panjang untuk industri pengolahan kayu (wood working) maupun kayu yang berotasi pendek untuk industri pulp, (2) adanya kompetisi penggunaan lahan seperti untuk kelapa sawit atau hutan tanaman rakyat berdasarkan rencana yang telah disusun oleh Kementerian Kehutanan, (3) lokasi penelitian memiliki jenis kayu berotasi pendek seperti Akasia (Acacia mangium) untuk industri pulp di Propinsi Riau dan adanya jenis kayu yang berotasi panjang seperti Mahoni (Swietenia macrophilla) dan Jabon (Antocephalus cadamba) untuk Industri pengolahan kayu (Wood Working) di Propinsi Kalimantan Selatan, (4) kedua propinsi dipilih karena telah dicadangkan untuk lokasi HTR, dan (5) adanya petani dalam jumlah yang cukup dan melakukan penanaman tanaman hutan.

Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat dipilih karena terdapat program PUAP yang dijadikan sebagai contoh pinjaman khsususnya dalam penerapan teori agensi.

2.2.2 Narasumber dan Responden

Wawancara serta kuisioner dilakukan dengan metode purposive terhadap para pihak terkait pinjaman HTR, seperti ketua kelompok tani, petani, penyuluh di dua propinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut (Propinsi Kalimantan Selatan) dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kuansing (Propinsi Riau), Kepala BRI, Askrindo, BP2HP, BPDAS, PT RAPP, PT Hendratna, dan PT Hutan Rindang Banoa serta pakar. Wawancara dilakukan untuk menggali data dan informasi yang berhubungan dengan pendapat para pihak terhadap segala aspek yang berkaitan dengan skema PDB HTR, sedangkan di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat responden yang dipilih adalah petani penerima pinjaman PUAP, penyuluh, Penyelia Mitra Tani (PMT), dan kepala seksi yang membawahi program PUAP.

Jumlah narasumber dan responden yang dimintai keterangan 355 orang

yang terdiri atas: petani, Kementerian Kehutanan pusat, dan unit kerja daerah,

(5)

lembaga keuangan formal dan non formal, akademisi, peneliti, dan perusahaan.

Detil narasumber dan responden pada Tabel 1.

Tabel 1 Narasumber dan responden

Lokasi Penelitian Kegiatan dan Lokasi Narasumber dan Responden Jumlah (orang)

Riau Kuisioner terbuka dan

tertutup Petani 103

FGD Propinsi dan

wawancara mendalam Para Pihak diluar petani (lembaga keuangan formal dan non formal, LSM, lembaga penelitian,

akademisi, Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten, perusahaan)

21

Kalimantan Selatan

Kuisioner terbuka dan

tertutup Petani 153

FGD Propinsi dan

wawancara mendalam Para Pihak diluar petani (lembaga keuangan formal dan non formal, LSM, lembaga penelitian,

akademisi, Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten, perusahaan)

18

Jawa Barat Kuisioner terbuka dan

tertutup Petani 27

Kementerian

Pertanian Kuisioner terbuka dan

tertutup Para pihak diluar petani (penyuluh, PMT, Kepala seksi)

8

Kementerian

Kehutanan Kuisioner terbuka dan

tertutup Kepala Pusat, Staf (BLU- RLPS-BUK-Biro Keuangan- Biro Kepegawaian-Biro Hukum)

17

Pakar Kuisioner terbuka

dan tertutup Akademisi, peneliti, birokrat,

APHI 8

Total 355

Pemilihan responden petani di Propinsi Riau dan Kalimantan Selatan

adalah berdasarkan tingkat kesejahteraan berdasarkan persepsi masyarakat di

kecamatan yang bersangkutan (Lampiran 13). Persentase tingkatan kesejahteraan

yang diambil sebagai responden adalah sebagai berikut: masyarakat prasejahtera

(7%), sedang (82%) dan Sejahtera (11%). Data yang diambil meliputi kegiatan

(6)

mereka dalam melakukan penananam tanaman hutan seperti kayu, dan pandangan serta perilaku petani terhadap kredit. Sedangkan petani di Jawa Barat yang terpilih adalah pengurus Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan penerima pinjaman PUAP.

2.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu metode pengumpulan data primer dan metode pengumpulan data sekunder.

Metode pengumpulan data primer

1

dilakukan melalui pencatatan, observasi dan wawancara mendalam, serta Grup Diskusi Terfokus (GDT) atau Focus Group Discussion (FGD)

2

di Provinsi Kalimantan Selatan, dan Riau.

Wawancara mendalam dilakukan dengan metode purposive terhadap pihak terkait kredit untuk pengembangan HTR seperti ketua kelompok tani, petani, penyuluh di tiga provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten Tanah Laut (Kalimantan Selatan) dan Dinas Kehutanan Kabupaten Kuansing (Provinsi Riau), Kepala BRI, Askrindo, BP2HP, BPDAS, PT RAPP, PT Hendratna, dan PT Hutan Rindang Banoa serta Pakar. Wawancara dilakukan untuk menggali data dan informasi yang berhubungan dengan pendapat para pihak terhadap aspek yang berkaitan dengan kelembagaan kredit untuk mendukung pengembangan HTR.

FGD yang dilakukan di 2 provinsi dihadiri oleh lembaga keuangan formal (Bank BRI, Bank BPD), lembaga penjamin kredit seperti ASKRINDO (Asuransi Kredit Indonesia), perusahaan (PT Arara Abadi, PT NPM, PT. Riau Andalan Pulp and Paper, PT Hendratna, PT Hutan Rindang Banoa), Dinas Kehutanan provinsi dan Kabupaten, BPDAS (Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai), lembaga penelitian (Litbang, CIFOR), akademisi (IPB, Universitas Lancang Kuning, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Riau), Instansi lain diluar Dinas Kehutanan (Badan Pertanahan Nasional, Badan Perencanaan Daerah), dan LSM (Scale up).

1

Sebagian data primer diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim CIFOR, tim IPB, dan tim Litbang di Provinsi Riau dan Kalimantan Selatan.

2

Focus Groups Discussion (FGD) menurut Bungin (2007) adalah sebuah tenik pengumpulan data

yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah

tema menurut pemahaman suatu kelompok. FGD dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan

yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti.

(7)

2.4 Metode Analisis Data

2.4.1 Pendekatan untuk Mengetahui Kinerja Kelembagaan PDB HTR Kinerja kelembagaan PDB HTR. Identifikasi data dan analisis menggunakan analisis deskriptif, tabulasi dan grafis berdasarkan hasil olahan data yang diberikan responden atau hasil pengumpulan data sekunder, data yang terindentifikasi dari laporan evaluasi kinerja BLU Pusat P2H secara tertulis ataupun tidak tertulis. Kinerja yang dikaji adalah kesesuaian antara target dan pelaksanaan yang ditetapkan oleh BLU Pusat P2H.

2.4.2 Pendekatan untuk Memahami Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PDB HTR

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja PDB HTR. Analisis dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Syukur 1993; Chaves et al . 1996; Mayrowani 1998; Windarti 2000; Wijaya 2009 dalam Sugianto 2009. Identifikasi meliputi peraturan-perundangan, surat perjanjian kerjasama (kontrak dalam akad kredit maupun sebelum akad, organisasi pengelola PDB HTR, karakteristik kredit dan HTR, persepsi petani terhadap PDB HTR, jenis konflik (ingkar janji atau perilaku oportunis yang mungkin dan sudah terjadi. Indikasi perilaku oportunis selanjutnya memberikan gambaran komitmen para pihak dalam menegakkan kontrak (Salim, 2002; Nugroho, 2003; Gibbons, 1998; 2005; Ostrom, 2005;

Yustika, 2006). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja akan menggunakan analisis isi

3

(Irawan 2007), analisis isi ditujukan khususnya terhadap peraturan-perundangan yang berkaitan dengan PDB HTR. Analisis ruang kebijakan seperti diskursus atau naratif, aktor atau jaringan, politik atau interest (IDS 2006), hubungan agensi (Jensen dan Meckling 1986; Prihadi 2010), dan analisis deskriptif (Bungin 2007).

3

Analisis isi dipahami sebagai penelitian objektif dan sistematik dan menggambarkan secara

kuantitatif isi-isi pernyataan suatu komunikasi. Analisis isi adalah salah satu teknik analisis

terhadap berbagai sumber informasi termasuk bahan cetak (buku, artikel atau jurnal, koran,

majalah), dan bahan non cetak seperti gambar, benda-benda

(8)

2.4.3 Perbandingan PDB HTR dan Model Pinjaman

Perbandingan PDB HTR dan model pinjaman. Analisis ini akan menggunakan teori perbandingan institusi dari Hirakuri (2003). Data yang dikaji meliputi peraturan-perundangan, kesepakatan antara pemberi dan penerima pinjaman, organisasi pengelola, karakteristik dan persepsi petani

Responden PDB HTR diwawancara dalam kaitannya dengan karakteristik responden yang meliputi pendidikan, usia, pengalaman menanam kayu, keinginan menanam kayu, jumlah pinjaman PDB HTR, tujuan peminjaman, jarak ke tempat peminjaman, jangka waktu pengembalian, jumlah anggota kelompok PDB HTR, aturan yang sebaiknya ada, tanggung renteng, sanksi, reward, luas yang mampu dikelola, jaminan, keharusan membuat laporan, waktu pembayaran, tujuan pinjaman, kemampuan membayar utang, penyuluhan PDB HTR, dan tata cara peminjaman di Bank.

Selain itu dikumpulkan juga persepsi responden tentang PUAP, diantaranya: peran PUAP dalam pemenuhan modal, sumber informasi PUAP, kemudahan prosedur, keikutsertaan dalam penetapan prosedur, kesesuaian kredit, agunan, waktu pengembalian, tingkat bunga, waktu pencairan pinjaman, persepsi terhadap waktu pencairan, pelayanan, besaran kredit, ketepatan penyaluran, asuransi pinjaman, kesediaan membayar premi, biaya administrasi, fasilitas kantor, keluhan tentang PUAP, dan keinginan meminjam dana PUAP lebih dari satu kali.

Mengkaji lingkungan fisik responden PUAP meliputi: kemudahan memperoleh barang, jarak ke pasar, sarana angkutan, pengetahuan pengembalian kredit anggota lain, dan pengetahuan peminjaman dari bank anggota Gapoktan lain. Aksesibilitas peserta PUAP terhadap pasar, meliputi: biaya angkutan, jumlah pembeli, keterlibatan pemda, penyuluh, dan ketua Gapoktan, yang meliputi:

kunjungan aparat pemda kabupaten, kunjungan camat, kunjungan lurah atau

kades, kunjungan ketua Gapoktan, dan kunjungan penyuluh. Dimensi usaha

anggota Gapoktan meliputi, usaha lain di luar pertanian, jenis usaha peminjam

dana PUAP, lama menjalankan usaha, harapan anggota kelompok terhadap

kelompoknya. Kekuatan pendampingan meliputi: bahan-bahan penyuluh,

(9)

kemampuan penyuluh, jumlah kunjungan anggota Gapoktan terhadap pencarian informasi atau kebiasaan membaca, dan pengalaman mengikuti penyuluhan.

2.4.4 Pendekatan untuk Menentukan Skema Kredit yang Optimal

Skema PDB HTR optimal untuk petani disusun berdasarkan pendapat para pakar yang berasal dari praktisi keuangan mikro, birokrat, akademisi, dan peneliti.

Skema ini awalnya disusun berdasarkan insentif pemungkin dan variabel, kemudian skema pendanaan tersebut diolah menggunakan PHA (Proses Hirarki Analitik). Hasil yang diperoleh diharapkan memberikan solusi skema pendanaan optimum untuk para pihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan hubungan pinjam-meminjam dapat terus dilakukan.

A. Analisis Insentif

Untuk mengetahui faktor yang bersifat insentif dan disinsentif terhadap

skema kredit HTR akan dilakukan dengan analisis insentif. Analisis ini bertujuan

untuk mengetahui apakah kelembagaan kredit untuk pengembangan HTR, sudah

sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani. Kesesuaian dengan kondisi dan

kebutuhan petani sangat penting sebagai modal bagi petani untuk ikut

berpartisipasi dalam program HTR. Analisis dilakukan terhadap hasil yang

diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pakar (wawancara dilakukan

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi skema kredit berdasarkan

faktor insentif dan disinsentif). Hasil wawancara mendalam kemudian

diklasifikasikan dan ditabulasikan berdasarkan jawaban pihak, analisis data

dilakukan secara deskriptif. Analisis insentif menggunakan tipologi insentif

menurut Enters (1999), tipologi tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.

(10)

Gambar 2 Tipologi insentif menurut Enters(1999)

Hasil tipologi insentif menurut Enters (1999) kemudian diverifikasi dengan pendapat para pakar, sehingga diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi skema pendanaan berdasarkan insentif pemungkin dan variabel, aktor yang mempengaruhi, dan alternatif strategi pendanaan yang dapat dipilih.

B. Alternatif Skema Pendanaan

Untuk mengetahui alternatif skema pendanaan menurut pakar, digunakan metode PHA. Metode ini digunakan untuk membantu memecahkan masalah yang kompleks dengan menyusun suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, faktor yang mempengaruhi, alternatif pilihan dan strategi dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan berbagai prioritas (Saaty 1993).

Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu dengan memperhatikan pengalaman dan pemahaman responden atas skema kredit HTR.

Penentuan prioritas pelaku yang berperan, tujuan, faktor, alternatif dan

strategi penentuan skema kredit yang optimal dibagi berdasarkan insentif variabel

dan insentif pemungkin, yang digambarkan dalam struktur hirarki seperti

diilustrasikan dalam Gambar 3 dan Gambar 4.

(11)

Gambar 3 Struktur hirarki penentuan skema pendanaan berdasarkan insentif pemungkin

Gambar 4 Struktur hirarki penentuan skema pendanaan berdasarkan

insentif variabel.

(12)

Metode analisis data untuk penelitian ini secara ringkas digambarkan dalam Tabel 2 dibawah.

Tabel 2 Metode analisis data

Tujuan Sumber data Metode

pengumpulan data

Metode

Analisis data Hasil Kinerja PDB

HTR Laporan Hasil

evaluasi kinerja secara tertulis atau tidak

Dokumentasi data sekunder, wawancara mendalam

Analisis deskriptif (Bungin 2007)

Persentase capaian hasil penyaluran dana PDB HTR Faktor-faktor

yang mem- pengaruhi kinerja

Peraturan- perundangan yang meliputi: perumusan kebijakan,

persyaratan, prosedur, tata cara penyaluran dan pengembalian PDB HTR, insentif dan penalti, pemantauan dan evaluasi), organisasi (organisasi di level tapak, pembinaan dan pendampingan secara insentif), karakteristik dan persepsi yang meliputi (karakteristik petani dan pinjaman HTR, kemampuan mengelola pinjaman, pemahaman mengenai hak dan kewajiban, pemasaran)

Dokumen primer dan sekunder, wawancara, dan FGD

Analisis isi (Irawan 2007), analisis ruang kebijakan (IDS 2006), teori agensi (Jensen and Meckling;

Prihadi 2010), analisis deskriptif (Bungin 2007), analisis kebijakan naratif (Van Eesten 2007:

Nugroho 2011a)

Faktor penentu keberhasilan kinerja

Perbanding- an PDB HTR dengan model pinjaman lain

Peraturan, kesepakatan

pinjaman, organisasi, karakteristik, persepsi, kinerja

Dokumentasi data sekunder, wawancara mendalam, studi literatur, dan FGD

Analisis perbandingan institusi (Hirakuri 2003)

Faktor-faktor pembeda capaian kinerja antara 2 program

Skema pendanaan optimal

Insentif pemungkin

dan variabel Wawancara

mendalam pakar

Metode AHP

(Saaty 1993) Skema

pendanaan

yang diharapkan

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 1 Narasumber dan responden
Gambar 2 Tipologi insentif menurut Enters(1999)
Gambar 3 Struktur  hirarki  penentuan  skema  pendanaan  berdasarkan insentif pemungkin
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan seseorang bekerja maka berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang karena ketika seseorang bekerja maka terjadi kontak (sosialisasi) dengan partner kerjanya

Dan kegiatan operasional yang akan evaluasi antara lain adalah Kinerja Arus Kapal yaitu lamanya waktu pelayanan Kapal di Pelabuhan (Turn Round Time, Waiting

carlett Whitening merupakan brand lokal perawatan kecantikan asal Indonesia yang didirikan pada tahun 2017 oleh artis Indoneisa yang bernama Felicya

meningkatkan kapasitas dan kapabilitas SDM personel Polres Sidoarjo yang meliputi perubahan pola pikir (Mindset) dan budaya kerja (Culture Set) Polri melalui

Sejalan dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran biologi dengan penerapan strategi

SURABAYA.. sukses menjadi pilot dan orang tuanya sangat bangga terhadap anaknya, begitupun kekasihnya. Mereka foto bersama untuk mengenang moment tersebut. Dan si

(1) Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII mempunyai tugas membantu kepala dinas melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan, koordinasi dan

Berdasarkan data di atas, penulis menarik simpulan bahwa ada dua (2) tindakan antisosial yang dilakukan Yuno, yaitu tidak peduli dengan keselamatan orang lain