• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.

Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi matematika, yang sesuai dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual siswa, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan siswa secara aktif, (5) keterkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari, (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis.

Usaha pembelajaran perlu pihak yang mendukung dan mampu menumbuhkan kemampuan matematika yaitu guru yang profesional dan kompeten, guru yang menguasai pembelajaran matematika, memahami karakteristik belajar siswa dan dapat membuat keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

Beberapa komponen dalam standar guru matematika yang profesional adalah: (1) penguasaan dalam pembelajaran matematika, (2) penguasaan dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran matematika, (3) penguasaan dalam pengembangan profesional guru matematika, dan (4) penguasaan tentang posisi penopang dan pengembang guru matematika dalam pembelajaran matematika.

Guru matematika yang profesional dan kompeten mempunyai wawasan landasan yang dapat dipakai dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran matematika.

Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika di SD adalah proses belajar yang sebelumnya harus direncanakan sesuai dengan strategi yang digunakan dan materi harus benar-benar dikuasai guru agar siswa mampu menangkap kompetensi bahan matematika dari guru.

(2)

2.1.2 Hakekat Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting`dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.

Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini (Standar Isi, 2006 : 416). Tujuan dari pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah (Depdiknas, 2006).

Matematika merupakan salah satu jenis dari enam materi ilmu yaitu matematika, fisika, biologi, psikologi, ilmu-ilmu sosial, dan linguistik.

Didasarkan pada pandangan konstruktivisme, hakikat anak yang belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya (Hamzah dalam Junaidi, 2010:1).

Cockroft dalam Mulyono (2003: 253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan;

dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki nilai obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari (Junaidi, 2010: 1).

(3)

2.1.3 Keaktifan Siswa

Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pengertian dari keaktifan belajar siswa:

1) Sardiman (2001:98): aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berpikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.

2) Rohani (2004:6-7): belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik ialah siswa giat- aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) adalah, jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran. Saat siswa aktif jasmaninya dengan sendirinya ia juga aktif jiwanya, begitu juga sebaliknya.

3) Hermawan (2007 : 83): keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran.

4) Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31): belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Pada dasarnya, jenis aktivitas belajar berdasar meliputi yaitu aktivitas kognitif, afektif, dan psikomotor. Aktivitas dibedakan menjadi: (a) aktivitas yang alami (innate behavior) dan (b) aktivitas operan (operant behavior).

aktivitas alami yaitu aktivitas yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu yang berupa refleks-refleks dan insting-insitng, sedangkan aktivitas operan yaitu aktivitas yang dibentuk melalui proses belajar. Aktivitas belajar menurut pembagian Skinner merupakan aktivitas operan (Skinner dalam Bimo Walgito, 2004:17).

(4)

Aktivitas belajar banyak macamnya. Para ahli mencoba mengadakan klasifikasi aktivitas belajar menjadi delapan kelompok.

1) Kegiatan visual: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

2) Kegiatan lisan (oral): mengemukakakn suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

3) Kegiatan mendengarkan : mendengarkan ceramah, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrument musik, mendengarkan siaran radio.

4) Kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan salinan (copy), membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

5) Kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

6) Kegiatan metrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun.

7) Kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan, membuat keputusan.

8) Kegiatan emosional: minat, membedakan, mengingat, berani, tenang, dan sebagainya (Hamalik, 1995).

Rusyan Tabrani (1998:139) menjelaskan bentuk-bentuk aktivitas belajar dalam proses belajar inquiry adalah berikut ini: (a) bertanya, (b) bertindak, (c) mencari penyelesaian masalah, (d) menemukan problem, (e) menganalisis, (f) membuat sintesis, (g) berpikir, (h) menghasilkan/ memproduksi, (i) menyusun, (j) menciptakan, (k) menerapkan, (l) eksperimen, (m) mengkritik, (n) merancang, (o) mengevaluasi dan menghubungkan.

Dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa adalah pengerahan semua tenaga dalam kegiatan belajar, tidak hanya mengerahkan tenaga dari badan tetapi juga menggunakan pikiran untuk mengeluarkan pendapat.

(5)

2.1.4 Hakekat Belajar

Belajar merupakan kegiatan manusia sepanjang zaman sejak kecil hingga akhir kehidupan. Banyak teori tentang pengertian belajar, beberapa di antaranya sebagai berikut.

Menurut Hamalik (1995:36) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Berarti pula belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Menurut Tabrani dkk. (1989:8) definisi belajar dalam arti luas ialah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau, lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.

Belajar selalu menunjukkan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.

Slameto mengemukakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Gagne, belajar merupakan kegiatan yang komleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang di lakukan oleh pebelajar.

Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku berdasarkan praktek dan pengalaman tertentu dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.1.5 Hasil Belajar

Dalam proses pembelajaran, dalam periode waktu tertentu dilakukan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam menyerap materi

(6)

pelajaran. Menurut Gagne, hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan kepada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema-skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus- stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori- kategori (Purwanto, 2009: 42).

Hasil belajar sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu. (Hamalik (2003:155).

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pembelajaran dan sering digunakan sebagai ukuran seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan. Menurut Gronlund (1985) dalam Purwanto (2009: 45) hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yaitu tujuan yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat dari hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati dan diukur. Semua komponen pengajaran seperti pemilihan bahan pengajaran, kegiatan guru dan peserta didik, pemilihan sumber belajar, serta penyusunan tes bertolak dari tujuan pembelajaran, karena itu merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran.

Hasil belajar merefleksikan keleluasaan, kedalaman, dan kompleksitas dan digambarkan secara jelas serta dapat di ukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu (Sugandi, 2004: 63).

Benyamin S. Bloom (Catharina, 2004: 6) mengelompokkan hasil belajar ke dalam 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Ketiga ranah ini menjadi obyek penilaian hasil belajar yang terdiri dari beberapa tingkatan. Ranah Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu:

pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu : penerimaan, tanggapan, penilaian,

(7)

pengorganisasian nilai, dan karakteristik nilai. Sedangkan ranah psikomotorik terdiri dari tujuh tingkatan yaitu : persepsi, kesiapan, mekanisme, respon terbimbing, kemahiran, adaptasi, dan keaslian.

Hasil belajar kognitif berupa perubahan dalam aspek kemampuan berpikir. Hasil belajar afektif berupa perubahan dalam aspek kemampuan merasakan. Sedangkan hasil belajar psikomotorik berupa sikap dan keterampilan. Hasil belajar yang diidentifikasikan dalam tulisan ini mengacu pada ranah kognitif.

Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur melalui instrumen dalam bentuk tes. Tes yang peneliti gunakan yaitu tes objektif dalam bentuk tes pilihan ganda.

Dari beberapa pendapat di atas, hasil belajar dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk perubahan perilaku yang meliputi 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik yang disebabkan karena telah menguasai bahan yang diajarkan sesuai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar dan dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian. Tes ini disusun dan dikembangkan dari pengetahuan, pemahaman, atau aplikasi suatu konsep yang dipelajari oleh siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

2.1.6 Faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang. Demikian pula hasil belajar siswa di sekolah, berbagai faktor dan kondisi mempengaruhi hasil belajar siswa.

Hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal (Slameto, 2003: 54). Sementara itu, Arikunto (1990:133) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati, dan dapat diukur”. Mengemukakan bahwa hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak hanya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil

(8)

yang berciri sebagai berikut: Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Menurut Purwanto (1990:3), evaluasi dalam pendidikan adalah penafsiran atau penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju kearah tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam kurikulum.

Hasil penillaian ini pada dasarnya adalah hasil belajar yang diukur. Hasil penilaian dan evaluasi ini merupakan umpan balik untuk mengetahui sampai dimana proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar.

Hanya dengan keuletan, sungguh-sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya.

Hasil dari proses belajar disebut sebagai hasil belajar yang dapat dilihat dan diukur. Keberhasilan seseorang di dalam mengikuti satuan program pengajaran pada satu jenjang pendidikan tertentu dapat dilihat dari hasil belajarnya dalam program tersebut. (Bloom,1976 : 76) membagi hasil belajar ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan ranah psikomotor. Untuk dapat belajar sesuatu diperlukannya kondisi yang mempengaruhi belajar, meliputi kondisi internal yang ada pada diri orang yang belajar. Kondisi internal ini sebagai karakteristik siswa yang merupakan diskripsi umum dari sifat-sifat siswa yang akan menerima pelajaran misalnya, usia, kelas, minat, profesi, kesehatan, motivasi, tingkat prestasi, kemampuan, status social ekonomi, atau kemampuan berbahasa asing.

Menurut Hamalik (1995:50), unsur-unsur dinamis yang terkait dalam proses belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran siswa terdiri dari (a) motivasi siswa, (b) bahan belajar, (c) alat bantu belajar, (d) suasana belajar, dan (e) kondisi subjek yang belajar.

Faktor pertama adalah motivasi siswa. Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Perbuatan belajar

(9)

terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Motivasi yang timbul karena kebutuhan dari dalam diri siswa dianggap lebih baik dibandingkan dengan motivasi yang disebabkan oleh rangsangan dari luar. Namun dalam praktiknya, sering motivasi dari dalam itu tidak ada, atau belum muncul. Keadaan ini memerlukan rangsangan dari luar sehingga timbul motivasi belajar.

Faktor kedua adalah bahan belajar. Bahan belajar merupakan unsur belajar yang penting. Dengan bahan itu, para siswa dapat mempelajari hal-hal yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar.

Faktor ketiga yaitu alat bantu belajar. Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar, misalnya dalam bentuk bahan tercetak, alat-alat yang dapat dilihat (media visual), media yang dapat didengar (media audio), dan alat-alat yang dapat didengar dan dilihat (audio visual aids), serta sumber masyarakat yang dapat dialami secara langsung.

Keempat, belajar berdasarkan unsur-unsur dinamis dalam proses belajar dipengaruhi secara langsung oleh suasana belajar, misalnya adanya belajar kelompok atau bimbingan kelompok. Sebagaimana telah dijelaskan, suasana belajar sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar. Suasana belajar inilah yang mendukung konsentrasi belajar seseorang. Suasana belajar di rumah akan dipengaruhi suasana di rumah tersebut. Jika suasana di rumah tenang, tidak ramai oleh berbagai bunyi dan suara, akan mendukung belajar seseorang.

Suasana belajar penting bagi kegiatan belajar. Suasana yang menyenangkan dapat menumbuhkan kegairahan dan konsentrasi belajar, sedangkan suasana yang kacau, ramai, tak tenang, dan banyak gangguan, sudah tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang efektif dan mengganggu konsentrasi belajar. Karena itu, guru dan siswa senantiasa dituntut agar menciptakan suasana lingkungan belajar yang baik dan menyenangkan, menantang, dan menggairahkan. Hal ini berarti bahwa suasana belajar turut menentukan motivasi, kegiatan, keberhasilan belajar siswa.

(10)

Kelima, kondisi seseorang akan berpengaruh dalam belajar. Seorang yang berbadan sehat akan mudah belajar, jika memiliki intelegensi memadai, akan lebih mudah lagi untuk konsentrasi belajar dan memahami bahan pelajaran. Siswa yang sakit/ kurang sehat, intelegensi rendah, belum siap belajar, tidak berbakat untuk mempelajari sesuatu, dan tidak memiliki pengalaman apersepsi yang memadai, akan mempengaruhi kelancaran dan konsentrasi belajar serta hasil belajarnya. Kondisi subjek belajar turut menentukan kegiatan dan keberhasilan belajar. Siswa dapat belajar secara efisien dan efektif apabila berbadan sehat, memiliki intelegensi yang memadai, siap untuk melakukan kegiatan belajar, memiliki bakat khusus, dan pengalaman yang bertalian dengan pelajaran, serta memiliki minat untuk belajar.

Keberhasilan belajar seseorang dalam mencapai hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang tinggi tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Tabrani (1989:66) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah: (a) Faktor raw input, (b) Faktor environmental input, (c) Faktor instrumental input, (d) Faktor learning process.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Faktor raw input ( bahan baku )

Yaitu siswa atau anak itu sendiri, dimana tiap anak memiliki kondisi fisiologis dan psikologis yang berbeda. Kondisi fisiologis adalah keadaan yang berkaitan dengan fisik seseorang. Termasuk di dalamnya yaitu kesehatan fisik tubuh, keberadaan anggota tubuh dan keadaan yang berkaitan dengan psikis /jiwa seseorang. Termasuk di dalamnya yaitu minat, bakat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif seperti persepsi, ingatan dan berfikir. Latar belakang kondisi fisik tubuh yang sehat dan psikis/ jiwa yang baik pada diri seseorang dimungkinkan dapat membantu aktivitas seseorang dalam belajar, sehingga hasil belajar yang dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan.

(11)

2) Faktor environmental input (lingkungan)

Yaitu faktor lingkungan sosial dan lingkungan alam. Lingkungan sosial termasuk di dalamnya adalah manusia, represtasi/ wakil manusia dan situasi sekitar aktivitas manusia. Sedang lingkungan alam termasuk di dalamnya adalah cuaca, suhu udara, suasana dan lain sebagainya.

Seseorang dapat mengkonsentrasikan diri dengan baik dalam belajar bila didukung adanya kondisi lingkungan sosial yang tenang dan lingkungan alam yang baik, itu lingkungan yang tidak ramai, cuacanya cerah, suhu udara normal, tidak dekat dengan aktivitas kegiatan manusia dan sebagainya. Keadaan ini dapat membantu hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran anak.

3) Faktor instrumental input (sarana prasarana)

Yaitu alat-alat bantu untuk menunjang kegiatan belajar. Faktor alat-alat bantu ini ada dan penggunaannya telah dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan, termasuk di dalamnya adalah kurikulum, bahan /materi pelajaran, guru dan fasilitas-fasilitas belajar seperti gedung sekolah, ruang belajar, ruang perpustakaan dan lain sebagainya.

Faktor alat-alat bantu belajar besar pengaruhnya pada aktivitas belajar anak. Dengan tersedianya alat-alat bantu belajar yang memadai dan penggunaannya telah dirancang dengan baik, dimungkinkan akan dapat membantu anak dalam mencapai hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran tinggi.

4) Faktor learning process (proses belajar)

Yaitu aktivitas diri anak yang melibatkan aspek-aspek sosial, psikis, fisik dan lingkungan dalam menuju tercapainya tujuan belajar. Setiap aktivitas belajar tidak terlepas adanya proses belajar di dalamnya. Mengingat masing-masing anak mempunyai teknik proses belajar, maka hasil belajar dan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang tercapai akan berbeda-beda pula. Anak yang mempunyai teknik proses belajar baik, hasil belajar akan tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

(12)

dan keaktifan siswa dalam pembelajaran terdiri dari raw input ( bahan baku ), environmental input (lingkungan), instrumental input (sarana prasarana), dan learning process (proses belajar).

2.2 Pembelajaran Quantum

2.2.1 Pengertian Pembelajaran Quantum

Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Pembelajaran Quantum.

Pembelajaran ini mengubah kegiatan belajar dengan sangat menyenangkan.

Pembelajaran Quantum berawal dari upaya Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar. Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Pembelajaran Quantum), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik. Konsep itu sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun De Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktoral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73%, meningkatkan harga diri 84%, dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98% (Hendry Risjawan, 2010:1).

Pengertian Pembelajaran Quantum Menurut Bobby De Porter yaitu:

“Pembelajaran Quantum adalah konsep yang menguraikan cara-cara baru dalam memudahkan proses belajar mengajar, lewat pemaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian yang terarah, apapun mata pelajaran yang diajarkan.”

(Bobby De Porter, 2003:3).

Sebagaimana ungkapan di atas, Colin Rose juga berpendapat bahwa Pembelajaran Quantum adalah panduan praktis dalam mengajar yang berusaha mengakomodir setiap bakat siswa atau dapat menjangkau setiap siswa. Metode ini sarat dengan penemuan-penemuan terkini yang menimbulkan antusiasme

(13)

siswa (Colin Rose dalam Muhammadi Zainal Abidin, 2010:1). Pembelajaran Quantum menjadikan ruang-ruang kelas ibarat sebuah konser musik yang memadukan berbagai instrumen sehingga tercipta komposisi yang menggerakkan dari keberagaman tersebut. Sebagai guru yang akan mempengaruhi kehidupan murid, anda seolah-olah memimpin konser saat berada di ruang kelas.

Trainers Club Indonesia (2010, 07:12) menjelaskan kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Pembelajaran Quantum menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas. Dalam Pembelajaran Quantum bersandar pada konsep “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Pembelajaran Quantum tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.

Dengan Pembelajaran Quantum kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing- masing. Penelitian di Universitas California mengungkapkan bahwa masing- masing otak tersebut mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.

Dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Quantum merupakan pembelajaran yang menjadikan segala sesuatu berarti dalam proses belajar mengajar, setiap kata, pikiran, tindakan asosiasi dan sampai sejauh mana mengubah lingkungan, presentasi dan rancangan pengajaran yang dikombinasikan dengan unsur seni.

2.2.2 Asas dan Tujuan Pembelajaran Quantum

Pembelajaran Quantum menjadikan segala sesuatu berarti dalam proses belajar mengajar dengan asas dan tujuan yang telah dirancang sebelumnya.

Adapun asas Pembelajaran Quantum adalah bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Hal ini mengingatkan pada pentingnya memasuki dunia murid sebagai langkah pertama. Memasuki

(14)

terlebih dahulu dunia mereka berarti akan memberi izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Dengan mengaitkan apa yang diajarkan oleh guru dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang didapatkan dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, dengan mudah dunia siswa dibawa ke dunia guru atau pengajar.

Guru akan memberikan pemahaman tentang isi dunia itu (Muhammadi Zainal Abidin, 2010:1).

Adapun tujuan Pembelajaran Quantum adalah untuk meraih ilmu pengetahuan yang luas dengan berdasarkan prinsip belajar yang menyenangkan dan menggairahkan. Terdapat perbedaan antara tujuan dan prioritas. Tujuan merupakan hasil akhir yang ingin diraih. Sedangkan prioritas merupakan tahapan-tahapan yang akan dilalui dalam mencapai tujuan. Menciptakan suasana yang dinamis dalam belajar, dengan memadukan berbagai unsur- unsurnya serta melakukan penggubahan, merupakan tahapan-tahapan untuk mencapai ilmu pengetahuan yang luas sebagai tujuan (Muhammadi Zainal Abidin, 2010:2).

Dapat disimpulkan bahwa asas Pembelajaran Quantum adalah membawa dunia anak ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka, adapun tujuan Pembelajaran Quantum adalah mengajarkan siswa untuk meraih ilmu pengetahuan yang luas dengan berdasarkan prinsip belajar yang menyenangkan dan menggairahkan.

2.2.3 Prinsip dan Model Dalam Pembelajaran Quantum

Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, Pembelajaran Quantum memiliki prinsip-prinsip yang dikenali dengan model-model yang telah dirancang sebelumnya.

Prinsip Pembelajaran Quantum adalah sebagai berikut:

1) Segalanya berbicara

Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh, dari kertas yang dibagikan hingga rancangan pelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar.

(15)

2) Segalanya bertujuan

Semua yang terjadi dalam penggubahan kita, mempunyai tujuan. Oleh karena itu, Kathy Wagone membuat istilah yang memotivasi: “tetapkanlah sasaran tersebut agar bisa berprestasi setiap harinya”

3) Pengalaman Sebelum Pemberian Nama

Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses yang paling baik terjadi ketika siswa telah mendapatkan informasi sebelum memperoleh kesimpulan dari apa yang mereka pelajari.

4) Akui Setiap Usaha

Belajar mengandung resiko. Belajar berarti keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Seperti kata Noelle c. Nelson bahwa pujian atau penghargaan kepada seseorang atas karyanya memunculkan suatu energi yang membangkitkan emosi positif.

5) Jika Layak Dipelajari, Layak Pula Dirayakan

Perayaan adalah sarapan para pelajar juara. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan minat dalam belajar.

Sehubungan dengan itu, Dryden berpesan bahwa ingatlah selalu untuk merayakan setiap keberhasilan (Gordon Dryden, 2004: 327)

Adapun model Pembelajaran Quantum terdiri atas dua tahap, tahap pertama disebut konteks, dan tahap kedua adalah isi (De Porter, 2003: 9).

1) Tahap Pertama (Konteks)

Yang dimaksud dengan tahap pertama atau konteks yaitu tahap persiapan sebelum terjadinya interaksi di dalam kelas. Berhubungan dengan konteks, ada empat aspek yang harus dipersiapkan:

a) Suasana, termasuk di dalamnya keadaan kelas, bahasa yang dipilih, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan sikap terhadap sekolah dan belajar.

b) Landasan, yaitu kerangka kerja: tujuan, keyakinan, kesepakatan, prosedur, dan aturan bersama yang menjadi pedoman untuk bekerja

(16)

dalam komunitas belajar.

c) Lingkungan, yaitu cara menata ruang kelas, pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, dan semua hal yang mendukung proses belajar.

d) Rancangan, yaitu penciptaan terarah unsur-unsur penting yang menimbulkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi.

2) Tahap Kedua (Isi)

Tahap kedua (isi) merupakan tahap pelaksanaan interaksi belajar, hal-hal yang berhubungan dengan bagian ini adalah:

a) Presentasi, yaitu penyajian pelajaran dengan berdasarkan prinsip-prinsip Pembelajaran Quantum sehingga siswa mereka dapat mengetahui banyak hal dari apa yang dipelajari. Tahap ini juga diistilahkan pemberian petunjuk, yang bermodalkan dengan penampilan, bunyi dan rasa berbeda.

b) Fasilitas, yaitu proses untuk memadukan setiap bakat-bakat siswa dengan kurikulum yang dipelajari, dengan kata lain bagian ini menekankan bagaimana keahlian seorang pengajar sebagai pemberi petunjuk, langkah-langkah apa yang akan ditempuh untuk mengakomodasi karakter siswa.

c) Keterampilan Belajar, yaitu bagian yang mengajarkan bagaimana trik- trik dalam belajar yang tentu berdasarkan pada prinsip-prinsip Pembelajaran Quantum, sehingga para siswa memahami banyak hal, meskipun dalam waktu yang singkat.

d) Keterampilan Hidup, bagian ini mengajarkan bagaimana berkomunikasi dengan efektif dengan orang lain sehingga terbina kebersamaan dalam hidup. Keterampilan hidup diistilahkan juga keterampilan sosial.

Dapat disimpulkan bahwa prinsip Pembelajaran Quantum adalah (a) segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar, (b) dalam Pembelajaran Quantum siswa diberitahu tujuan mereka mempelajari materi yang diajarkan, (c) dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep, (d) menghargai

(17)

usaha siswa sekecil apa pun, (e) layak dirayakan, yaitu guru harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran. Pembelajaran Quantum dilaksanakan dalam dua model yaitu tahap konteks dan tahap isi.

2.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Quantum Kelebihan Pembelajaran Quantum antara lain:

1. Dapat membimbing peserta didik kearah berfikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.

2. Karena pembelajaran Quantum lebih melibatkan siswa, maka saat proses pembelajaran perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru, sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti.

3. Karena gerakan dan proses dipertunjukan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.

4. Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.

5. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan dapat mencoba melakukannya sendiri.

6. Karena pembelajaran Quantum Teaching membutuhkan kreativitas dari seorang guru untuk merangsang keinginan bawaan siswa untuk belajar, maka secara tidak langsung guru terbiasa untuk berfikir kreatif setiap harinya.

7. Pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimengerti oleh siswa.

Kelemahan Quantum antara lain:

1. Pembelajaran Quantum memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang, yang mungkin terpaksa mengambil waktu atau jam pelajaran lain.

2. Fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik.

3. Karena dalam metode ini ada perayaan untuk menghormati usaha seseorang siswa baik berupa tepuk tangan, jentikan jari, nyanyian dll. Maka dapat mengganggu kelas lain.

4. Banyak memakan waktu dalam hal persiapan.

(18)

5. Pembelajaran Quantum memerlukan keterampilan guru secara khusus, karena tanpa ditunjang hal itu, proses pembelajaran tidak akan efektif.

6. Agar belajar dengan pembelajaran Quantum ini mendapatkan hal yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran. Namun kadang-kadang ketelitian dan kesabaran itu diabaikan. Sehingga apa yang diharapkan tidak tercapai sebagaimana mestinya.

2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, Fitria Linda, 2010 dalam penelitiannya “Penerapan Model Pembelajaran Quantum Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran Matematika Di Kelas IV SD Negeri Bajang 02 Kecamatan Talun Kabupaten”, dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Quantum Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan rata-rata persentase ketuntasan belajar siswa pada pra tindakan 55% menjadi 75% pada siklus I, sehingga terjadi peningkatan sebesar 20%. Sedangkan pra siklus II ketuntasan belajar mencapai 85%, hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar sebesar 10%. Simpulan hasil penelitian memberikan informasi bahwa penerapan model Quantum Learning pada kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Muddrikah, 2012 dalam penelitiannya

”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Operasi Hitung melalui Penerapan Model Quantum Pada Siswa Kelas II SD Negeri 3 Urutsewu Ampel Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012”, dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa penerapan model Quantum dapat meningkatkan hasil belajar dari prasiklus ke siklus I dan dari siklus I ke Siklus II. Sebelum dilaksanakan tindakan nilai rata-rata kelas 53,7 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 41,4%, siklus I rata-rata kelas 71,03 dengan persentase ketuntasan klasikal sebesar 79,3%, dan siklus II nilai rata kelas 81,1 dengan

(19)

persentase ketuntasan klasikal sebesar 93,1%. Skor keaktifan siswa sebelum dilaksanakan tidakan yaitu skor keaktifan sebesar 17,24, siklus I skor keaktifan sebesar 34,48, dan siklus II skor keaktifan sebesar 82,76%.

Penelitian yang dilakukan oleh Arif Nur Hidayat, 2010 dalam penelitiannya “Penerapan Model Pembelajaran Quantum Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perkalian Pada Siswa Kelas II SD Negeri Kragilan 2 Tahun Pembelajaran 2009/2010”, dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa penerapan model Quantum dapat meningkatkan hasil belajar pada siklus I rata-rata hasil belajar 68 nilai di atas KKM 70,6%, siklus II rata-rata 72,9% persentase 82,4%, siklus III rata-rata 81,8% persentase 94,1%.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi Hidayah, Syahrilfuddin, Hendri Marhadi dalam penelitiannya “Penerapan Model Quantum Teaching Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 145 Pekanbaru, dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pada tindakan pertama / siklus I rata-rata siswa bertambah dari 65,53 menjadi 74,12 dengan peningkatan 8,59 poin (13,1%). Pada siklus II rata-rata siswa bertambah dari 74,12 menjadi 79,75 dengan peningkatan 5,63 poin (7,59%). Seperti pada aktifitas siswa pada siklus I bertambah dari 56,2% menjadi 72,9% dengan peningkatan 16,7%.

Pada siklus II bertambah dari 83,3% menjadi 95,8% dengan peningkatan 12,5%.

Pada siklus II bertambah 29 siswa (90,62%).

2.4 Kerangka Berpikir Penelitian

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan upaya penggunaan Pembelajaran Quantum untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas 5 SD Negeri Lamper Kidul 03 Semarang. Kerangka pikir pembelajaran Matematika dengan pembelajaran Quantum tersebut dapat divisualisasikan dalam bagan berikut ini.

(20)

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Model Quantum Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar

6.1Mengidentifikasi sifat- sifat bangun datar.

6.2Mengidentifikasi bangun ruang

Siswa : diberi pertanyaan lebih banyak diam daripada menjawab pertanyaan guru, tidak memperhatikan guru yang

mengajar.

belajar ≤KKM 70 = 74,29 %

MODEL QUANTUM

Tahap Tumbuhkan

Tahap Alami

Tahap Namai

Tahap Demonstrasi

Tahap Ulangi

Aktifitas

Siswa menyimak materi sifat bangun datar dan bangun ruang.

Siswa bertanya tentang materi sifat bangun datar, bangun ruang

Siswa menyimak penjelasan langkah pengerjaan soal diskusi

Siswa berdiskusi mengerjakan soal materi bangun datar, bangun ruang

Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok

Kesimpulan materi sifat- sifat bangun datar, bangun

ruang

Mengerjakan butir soal tes formatif

Pengukuran Menggunakan Instrumen Keaktifan Siswa

Menyimak materi pada pembelajaran

Kerjasama siswa dalam kerja kelompok Keberanian Siswa

berpendapat

Skor Keaktifan Siswa

Menyimak penjelasan guru

Keberanian Siswa berpendapat

Ketekunan siswa dalam menyelesaikan tugas Hasil belajar Matematika

meningkat

Partisipasi dalam KBM

(21)

2.5 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka diajukan hipotesis sebagai berikut dengan upaya penggunaan Pembelajaran Quantum dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika pada siswa kelas 5 SD Negeri Lamper Kidul 03 Semarang.

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Model Quantum Untuk  Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar

Referensi

Dokumen terkait

Sutar Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian Dari Rumah6. Sakit Umum Daerah Tarutung Kabupaten

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DINAS PENDIDIKAN.. UPTD PENDIDIKAN

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin menganalisis intensi untuk menggunakan jasa layanan pemesanan daring (online) tiket kereta api dengan

Penelitian yang dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kota Cimahi ini latarbelakangi pada masalah pokok, yaitu kurang tercapainya efektivitas proses

komunikasi ini dengan connection oriented adalah, anda menelpon kekasih anda untuk makan malam, dan ketika anda menelponnya, ternyata yang menjawab adalah mesin. penjawab, anda

Dari hasil pengujian tersebut, penterjemah kode isyarat tangan dengan menggunakan analisa deteksi tepi bisa diterapkan pada ARM 11 tetapi sulit diterapkan pada kontrol robot

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Rasio Camel Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan Yang Terdaftar

kemandirian dibawah rata-rata dan tingkat ketergantungan dibawah rata-rata daerah kabupaten/kota di Provinsi Jambi adalah kabupaten merangin, dan kabupaten/kota