• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-37/PJ/2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-37/PJ/2009"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

-1-

NOMOR PER-37/PJ/2009

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK KE KANTOR PELAYANAN PAJAK

WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang : a. bahwa sehubungan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009 terdapat kesalahan tulis pada batang tubuh dan lampirannya, maka perlu dilakukan ralat atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak terkait dengan pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, maka perlu menyempurnakan beberapa ketentuan

dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009 tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali

diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3986);

(2)

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Pengurangan, atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang Tidak Benar, dan Pembatalan Hasil Pemeriksaan;

10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;

11. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-160/PJ/2007;

12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;

13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;

14. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ/2008

tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan

Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT secara

(3)

Elektronik (e-filing) melalui Penyedia Jasa Aplikasi (ASP);

15. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2008 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

16. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dalam Bentuk Elektronik;

17. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2009 tentang Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Dikukuhkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar atau Kantor Pelayanan Pajak Madya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2009;

18. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009 tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK KE KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009 tentang Tata Cara Penatausahaan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi diubah dan diralat sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 diubah menjadi berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang perpajakan adalah semua undang- undang yang mengatur tentang ketentuan formal dan material perpajakan.

2. Kantor Pelayanan Pajak Lama, yang selanjutnya disebut KPP Lama, adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Wajib Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

3. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi

yang selanjutnya disebut KPP Wajib Pajak Besar Orang

Pribadi adalah Kantor Pelayanan Pajak di bawah Kantor

(4)

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar yang lokasi dan wilayah kerjanya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

4. Kantor Wilayah Lama, yang selanjutnya disebut Kanwil Lama, adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP Lama.

5. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dan melaporkan usahanya di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

6. Pengusaha Kena Pajak adalah Wajib Pajak yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

7. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha yang berbeda dengan alamat tempat tinggalnya.

8. Saat Mulai Terdaftar (SMT) adalah tanggal saat Wajib Pajak terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

9. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

10. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

11. e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

12. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

13. e-FIN adalah nomor identitas yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan e-Filing.

14. NPWP Lama adalah NPWP yang diberikan oleh KPP Lama.

15. NPWP Baru adalah NPWP yang diberikan pada saat Wajib Pajak terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

16. Berkas Wajib Pajak adalah dokumen-dokumen

perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak baik

dalam bentuk kertas atau bentuk lainnya seperti dokumen

perpajakan yang ada dalam Induk Berkas, Anak Berkas,

Berkas Pemeriksaan, Berkas Pemeriksaan Bukti

(5)

Permulaan, Berkas Penyidikan, Berkas Penagihan, Berkas Keberatan dan berkas lainnya.

17. Data Wajib Pajak adalah data perpajakan yang berkaitan dengan Wajib Pajak, termasuk profil Wajib Pajak, yang tertulis di atas kertas, atau terekam dalam media elektronik yang ada di KPP Lama.

18. Informasi perpajakan adalah dokumen perpajakan dan/atau data perpajakan yang telah diolah dan tersimpan dalam bentuk digital yang terdapat dalam aplikasi sistem informasi perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak termasuk pada unit organisasi vertikalnya.

19. Induk Berkas adalah berkas yang berisi dokumen- dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas maupun media elektronik) tentang Wajib Pajak, jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak, laporan penelitian, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan informasi lainnya.

20. Anak Berkas adalah dokumen-dokumen (baik dalam bentuk dokumen kertas maupun media elektronik) yang merupakan bagian dari Induk Berkas per jenis pajak dan per Tahun Pajak termasuk SPT, Surat Setoran Pajak (SSP) dan dokumen penerimaan lainnya, Surat Keterangan Bebas (SKB), perubahan angsuran, surat ketetapan pajak (skp), Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), Surat Keputusan Pendahuluan Pengembalian Kelebihan Pajak (SKPPKP), Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), Surat Keputusan Pengembalian Imbalan Bunga (SKPIB), Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB), Pemindahbukuan (Pbk), dan dokumen lainnya.

21. Berkas Pemeriksaan adalah berkas yang berisi Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), Nota Penghitungan dan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan.

22. Berkas Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah berkas yang berisi Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan (LPBP), Nota Penghitungan dan Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKP) serta dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan bukti permulaan.

23. Berkas Penyidikan adalah berkas perkara dalam pelaksanaan penyidikan.

24. Berkas Penagihan adalah berkas yang berisi kartu tunggakan pajak tidak termasuk tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan/atau Bea Perolehan Hak atas

Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB),

SKPKB/SKPKBT/STP dengan bukti pelunasannya, dokumen tindakan penagihan serta dokumen penundaan pembayaran atau permohonan angsuran pembayaran tunggakan pajak, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penagihan yang ada di KPP Lama.

25. Berkas Keberatan dan Banding adalah berkas yang berisi

dokumen Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD),

surat permohonan Wajib Pajak, Uraian/Laporan

Penelitian, surat keputusan, putusan dan dokumen lainnya

(6)

yang berkaitan dengan pelaksanaan penyelesaian pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, banding, gugatan dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

26. Berkas Dalam Proses adalah Anak Berkas Wajib Pajak yang sedang dalam proses pemberian pelayanan, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penagihan, pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, banding dan gugatan serta peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

27. Formulir Perpajakan Lama adalah formulir perpajakan selain Faktur Pajak Standar yang:

a.

telah dicetak dengan menggunakan NPWP Lama dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi; atau

b.

diterbitkan dengan menggunakan sistem penomoran NPWP otomatis yang belum dilakukan perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

28. Formulir Perpajakan Baru adalah formulir perpajakan yang diterbitkan dengan menggunakan NPWP Baru.

29. Faktur Pajak Standar Lama adalah:

a.

Faktur Pajak Standar yang telah dicetak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak, serta NPWP Lama dan belum digunakan pada saat Wajib Pajak terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi; atau

b.

Faktur Pajak Standar yang diterbitkan dengan menggunakan sistem pemberian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara otomatis dan masih menggunakan NPWP Lama yang belum dilakukan perubahan program oleh Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

30. Faktur Pajak Standar Baru adalah Faktur Pajak Standar yang menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak serta NPWP Baru.

31. Nomor Seri Faktur Pajak Standar Lama adalah Nomor Seri yang digunakan oleh Wajib Pajak pada KPP Lama.

32. Nomor Seri Faktur Pajak Standar Baru adalah Nomor Seri yang akan digunakan oleh Wajib Pajak pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

33. Faktur Pajak Cacat adalah Faktur Pajak yang tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang

Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

(7)

Nomor 18 Tahun 2000 jo. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ/2006.

2. Ketentuan Pasal 2 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diubah serta di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b), sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diadministrasikan pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi meliputi:

a. Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, kecuali untuk PPh Pasal 25 bagi cabang Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang lokasi tempat usaha/gerai (outlet) berada di luar Provinsi DKI Jakarta;

b. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM);

c. Pemotongan dan pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah Provinsi DKI Jakarta; dan

d. Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL).

(1a) Kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 bagi cabang Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang lokasi tempat usaha/gerai (outlet) berada di luar Provinsi DKI Jakarta dilakukan atas nama Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) terdaftar dimaksud.

(1b) Kewajiban pembayaran PPh Pasal 25 bagi cabang Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang lokasi tempat usaha/gerai (outlet) berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta dilakukan atas nama dan NPWP Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu yang terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.

(2) Pengadministrasian kewajiban perpajakan Wajib Pajak terkait dengan PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, mengikuti ketentuan yang berlaku.

(3) Kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh akibat dari transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dan/atau cabang Wajib Pajak selain dari transaksi sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf c, tetap diadministrasikan pada KPP Pratama.

(4) Kewajiban PBB atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki Wajib Pajak dan kewajiban BPHTB atas hak atas tanah dan/atau bangunan yang diperoleh Wajib Pajak, tetap diadministrasikan pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak bumi, tanah dan/atau bangunan tersebut.

3. Mengubah Lampiran V dan Lampiran V-1 Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2009 sehingga menjadi

sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I dan Lampiran I-1

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(8)

4. Meralat Lampiran III angka 3, Lampiran VI huruf C, Lampiran VI-3, Lampiran VI-4, Lampiran VII huruf B angka 1 dan angka 6 dan huruf C angka 1 dan angka 2, Lampiran VIII huruf B angka 4, Lampiran IX huruf A angka 4 butir b, huruf B angka 1, angka 2 butir b, angka 3 butir b dan angka 4 butir b, dan Lampiran X angka 2, sebagai berikut:

a. Lampiran III angka 3 Tertulis:

"3 Terhadap penggunaan NPWP lama dalam dokumen pembayaran (SSP) sebagaimana dimaksud pada butir 2, KPP Lama agar melakukan Pemindahbukuan (Pbk) secara jabatan dengan mencantumkan NPWP baru, dan menyampaikan bukti pemindahbukan kepada Wajib Pajak melalui KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi."

Seharusnya:

"3 Terhadap penggunaan NPWP Lama dalam dokumen pembayaran (SSP) sebagaimana dimaksud pada butir 2, KPP Lama agar melakukan Pemindahbukuan (Pbk) secara jabatan dengan mencantumkan NPWP Baru, dan menyampaikan bukti pemindahbukuan kepada Wajib Pajak melalui KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi."

b. Lampiran VI huruf C angka 5 Tertulis:

“5 Permintaan Penebusan Stiker Lunas PPN (khusus bagi Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP WP Besar Orang Pribadi di wilayah DKI Jakarta).”

Seharusnya:

“5 Permintaan Penebusan Stiker Lunas PPN (khusus bagi Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP WP Besar Orang Pribadi di wilayah Provinsi DKI Jakarta).”

c. Judul Lampiran VI-3 Tertulis:

“ DAFTAR INVENTARISASI PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK DISAMPAIKAN KE KPP WP BESAR ORANG PRIBADI”

Seharusnya:

“ DAFTAR INVENTARISASI PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK DISAMPAIKAN KE KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR”

d. Judul Lampiran VI-4 Tertulis:

CHECKLIST BERKAS PROSES PENYELESAIAN

PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK DISAMPAIKAN

KE KPP WP BESAR ORANG PRIBADI”

(9)

Seharusnya:

CHECKLIST

BERKAS PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN WAJIB PAJAK UNTUK DISAMPAIKAN KE KANWIL DJP WAJIB PAJAK BESAR”

e. Lampiran VII huruf B angka 1.

Tertulis:

“1 Kepala Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan pemeriksaan Bukti Permulaan yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja sebelum SMT dan mengirimkan inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”

Seharusnya:

“1 Kepala Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan pemeriksaan Bukti Permulaan yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja sebelum SMT dan mengirimkan inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”

f. Lampiran VII huruf B angka 6 Tertulis:

”6 Kepala Kanwil Lama wajib menginventarisasi pemeriksaan yang telah selesai sebelum SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dan menyerahkan LPBP, Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKP), serta berkas pemeriksaan lainnya ke Kanwil Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dengan Surat Pengantar Khusus, dan melakukan

checklist berkas sebagaimana ditetapkan dalam

Lampiran VII-2.”

Seharusnya:

”6 Kepala Kanwil Lama wajib menginventarisasi pemeriksaan yang telah selesai sebelum SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dan menyerahkan LPBP, Kertas Kerja Pemeriksaan Bukti Permulaan (KKP), serta berkas pemeriksaan lainnya ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dengan Surat Pengantar Khusus, dan melakukan

checklist berkas sebagaimana ditetapkan dalam

Lampiran VII-2.”

g. Lampiran VII huruf C angka 1 Tertulis:

“1 Kepala Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh

tunggakan Penyidikan yang belum selesai per 1 (satu)

(10)

hari kerja sebelum SMT dan mengirimkan inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”

Seharusnya:

“1 Kepala Kanwil Lama wajib menginvestarisasi seluruh tunggakan Penyidikan yang belum selesai per 1 (satu) hari kerja sebelum SMT dan mengirimkan inventarisasi tersebut ke Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah SMT dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII-1.”

h. Lampiran VII huruf C angka 2 Tertulis:

“2 Terhadap tunggakan Penyidikan yang Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan belum dibuat, maka penyidikannya dialihkan ke Kanwil Wajib Pajak Besar dengan menggunakan formulir VII-3.”

Seharusnya:

“2 Terhadap tunggakan Penyidikan yang Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan belum dibuat, maka penyidikannya dialihkan ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dengan menggunakan formulir VII-3.”

i. Lampiran VIII huruf B angka 4 Tertulis:

“4 Berkas penagihan sebagaimana dimakdud pada butir B angka 3 dilengkapi dengan dokumen pendukung yaitu jumlah utang pajak beserta rincian ketetapan pajaknya, rincian pembayaran (SSP/bukti pembayaran yang lain), serta tindakan penagihan yang telah dilakukan antara lain meliputi Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP), lelang, pencegahan dan pemblokiran.”

Seharusnya:

“4 Berkas penagihan sebagaimana dimaksud pada butir B angka 3 dilengkapi dengan dokumen pendukung yaitu jumlah utang pajak beserta rincian ketetapan pajaknya, rincian pembayaran (SSP/bukti pembayaran yang lain), serta tindakan penagihan yang telah dilakukan antara lain meliputi Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP), lelang, pencegahan dan pemblokiran.”

j. Lampiran IX huruf A angka 4 butir b Tertulis:

“4.b Pelaksanaan putusan yang jatuh temponya lebih dari dari

15 (lima belas) hari setelah SMT dialihkan ke KPP Wajib

(11)

Pajak Besar Orang Pribadi paling lambat 1 (satu) hari kerja kerja sebelum SMT.”

Seharusnya:

“4.b Pelaksanaan putusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT dialihkan ke KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

k. Lampiran IX butir B angka 1 Tertulis:

"1 Kanwil Lama wajib melakukan inventarisasi berkas permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang menjadi arestasi Kanwil dan belum selesai dengan membuat Daftar Nominatif Arestasi Kanwil yang diserahkan kepada Kanwil Wajib Besar Orang Pribadi paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT (Lampiran IX-2)."

Seharusnya:

"1 Kanwil Lama wajib melakukan inventarisasi berkas permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang menjadi arestasi Kanwil dan belum selesai dengan membuat Daftar Nominatif Arestasi Kanwil yang diserahkan kepada Kanwil DJP Wajib Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT (Lampiran IX-2)."

l. Lampiran IX butir B angka 2 butir a Tertulis:

"a Permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau

penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau

pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar,

pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil

pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh

temponya paling lama 2 (dua) bulan setelah SMT

diselesaikan oleh Kanwil Lama dan Laporan Penelitianya

harus diterima oleh Kanwil Wajib Besar Orang Pribadi

paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum jatuh

tempo, untuk kemudian ditetapkan Surat Keputusannya

oleh Kanwil Wajib Pajak Besar Orang Pribadi."

(12)

Seharusnya:

"a Permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya paling lama 2 (dua) bulan setelah SMT diselesaikan oleh Kanwil Lama dan Laporan Penelitianya harus diterima oleh Kanwil DJP Wajib Besar paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum jatuh tempo, untuk kemudian ditetapkan Surat Keputusannya oleh Kanwil DJP Wajib Pajak Besar."

m. Lampiran IX butir B angka 2 butir b Tertulis:

“b Permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya lebih dari 2 (dua) bulan setelah SMT, permohonan tersebut dialihkan ke Kanwil Wajib Pajak Besar disertai dengan Daftar Pengawasan Pengiriman Berkas Wajib Pajak (Lampiran IX-2) paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

Seharusnya:

“b Permohonan pembetulan, keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, dan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP, pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak, yang jatuh temponya lebih dari 2 (dua) bulan setelah SMT, permohonan tersebut dialihkan ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar disertai dengan Daftar Pengawasan Pengiriman Berkas Wajib Pajak (Lampiran IX-2) paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

n. Lampiran IX butir B angka 3 butir b Tertulis:

“b. Permintaan yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT dialihkan ke Kanwil Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

Seharusnya:

“b. Permintaan yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT dialihkan ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

o. Lampiran IX butir C angka 4 butir b Tertulis:

“b. Permintaan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima

belas) hari setelah SMT dialihkan ke Kanwil Wajib Pajak

Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

(13)

Seharusnya:

“b. Permintaan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT dialihkan ke Kanwil DJP Wajib Pajak Besar paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT.”

p. Lampiran X angka 2 Tertulis:

“2. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang belum diterbitkan sampai dengan SMT atas permohonan sebagaimana dimaksud pada butir 1 tetap diproses oleh KPP Lama, namun penerbitan SKPKPP tersebut dilakukan oleh KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi.”

Seharusnya:

“2. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan

Pajak (SKPPKP) yang belum diterbitkan sampai dengan

SMT atas permohonan sebagaimana dimaksud pada butir

1 tetap diproses oleh KPP Lama, namun penerbitan

SKPPKP tersebut dilakukan oleh KPP Wajib Pajak Besar

Orang Pribadi.”

(14)

Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

(15)

-1-

PER-27/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK KE KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI

TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT), NPWP DAN/ATAU SURAT PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP),

DAN PENGGUNAAN FORMULIR PERPAJAKAN, FAKTUR PAJAK, SERTA BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

1. KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi menerbitkan SKT dan NPWP masing-masing tempat usaha/gerai (outlet) di wilayah Provinsi DKI Jakarta, dan/atau Surat Pengukuhan PKP paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal SMT dengan tanggal SMT sebagai tanggal mulai terdaftar dan tanggal dikukuhkan.

2. Dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilampiri dengan surat pengantar sesuai contoh formulir pada Lampiran I -1.

3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 1 disampaikan kepada Wajib Pajak oleh KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah SMT.

4. Formulir Perpajakan

a. Wajib Pajak wajib menggunakan Formulir Perpajakan Baru.

b. Wajib Pajak masih dapat menggunakan Formulir Perpajakan Lama setelah diberlakukannya SKT, sampai dengan Formulir Perpajakan Lama tersebut habis atau paling lambat tanggal 31 Desember sesuai tahun SMT.

c. Penggunaan Formulir Perpajakan Lama sebagaimana dimaksud pada butir 4.b dilakukan dengan mengganti Kode KPP pada NPWP Lama yang tertera dalam Formulir Perpajakan Lama.

d. Penggantian Kode KPP pada NPWP Lama sebagaimana dimaksud pada butir 4.c dilakukan dengan mencoret Kode KPP Lama dan menggantikan dengan Kode KPP WP Besar Orang Pribadi di atas atau bawahnya sedemikian rupa sehingga Kode KPP Lama sebelumnya masih tetap dapat terbaca.

5. Faktur Pajak

a. Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan saat mulai digunakannya Nomor Seri Faktur Pajak Baru kepada Kepala KPP WP Besar Orang Pribadi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak Standar Baru.

b. Nomor Seri Faktur Pajak Baru sebagaimana dimaksud pada butir 5.a, untuk penerbitan yang pertama dimulai dengan nomor 00000001.

c. Pengusaha Kena Pajak masih dapat menggunakan Faktur Pajak Lama sampai habis atau paling lambat tanggal 31 Desember sesuai tahun SMT.

d. Penggunaan Faktur Pajak Lama sebagaimana dimaksud pada butir 5.c dilakukan dengan cara menambahkan:

1) Kode KPP WP Besar Orang Pribadi, di atas atau di bawah Kode KPP Lama pada kolom NPWP Lama; dan

2) Nomor Seri Faktur Pajak Baru, di atas atau di bawah kolom Nomor Seri Faktur Pajak Lama,

dengan cara diketik tanpa coretan atau koreksi apapun yang dapat mengakibatkan Faktur Pajak menjadi cacat.

e. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah SMT dan masih menggunakan Kode KPP Lama pada kolom

NPWP dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar dengan penomoran Faktur Pajak Standar pada KPP Lama, tetap dianggap sah sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bagi pembeli yang menggunakan Faktur Pajak Standar tersebut tetap dapat mengkreditkan PPN yang tercantum pada Faktur Pajak Standar tersebut sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

(16)

f. Dalam jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah SMT, Faktur Pajak yang diterima Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan NPWP Lama tetap dapat dikreditkan, sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

g. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak secara sistem, maka Faktur Pajak hasil cetakan secara sistem yang masih menggunakan kode dan nomor seri Faktur Pajak KPP Lama tetap dapat digunakan dan dianggap sah sampai Pengusaha Kena Pajak tersebut selesai melakukan perubahan sistem, paling lambat 6 (enam) bulan setelah SMT.

6. Penerbitan Faktur Pajak dalam rangka Pemusatan Tempat Terutang PPN

a. Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, namun:

1) Sistem penerbitan faktur pajaknya belum on-line antara kantor pusat dan kantor- kantor cabangnya; dan/atau

2) Kantor Pusat dan/atau kantor-kantor cabangnya ada yang ditetapkan sebagai pengusaha Kawasan Berikat dan/atau Pengusaha di Kawasan Berikat dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE),

wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas kode kantor pusat atau cabang yang akan dicantumkan pada Faktur Pajak Standar beserta keterangan dari kode kantor pusat atau cabang tersebut, kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak Standar.

b. Kode kantor pusat dan cabang pada Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir a ditentukan sendiri secara berurutan, dimulai dengan kode “000” untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode “001” untuk setiap Kantor Cabang.

c. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan Kode Cabang pada Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir a, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Cacat.

7. Pemberitahuan

a. Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar dengan identitas KPP WP Besar Orang Pribadi kepada Kepala KPP WP Besar Orang Pribadi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak Standar.

b. Pengusaha Kena Pajak dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar.

c. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir 7.a harus dilampiri dengan contoh tanda tangan masing-masing pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar.

d. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir 7.a, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak cacat.

e. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 7.a tidak wajib menyampaikan pemberitahuan nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sepanjang Pengusaha Kena Pajak tersebut pernah menyampaikan pemberitahuan tersebut kepada KPP Lama dan tidak terdapat perubahan nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar.

8. Formulir Bukti Pemotongan/Pemungutan

a. Formulir Bukti Pemotongan/Pemungutan yang telah dicetak dan belum digunakan oleh Wajib Pajak, diatur sebagai berikut:

1) Wajib Pajak masih dapat menggunakan formulir Bukti Pemotongan/Pemungutan sampai habis atau paling lambat tanggal 31 Desember sesuai tahun SMT;

(17)
(18)

LAMPIRAN I-1

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-37/PJ/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-27/PJ/2009 TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA PEMINDAHAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU PENGUSAHA KENA PAJAK KE KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR ORANG PRIBADI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...(1) KANTOR PELAYANAN PAJAK ...(2)

...

...

... (3)

…………...……….

………...…

... (4)

Nomor : ……….……. (5) .……..…, …….. 200.... (6)

Sifat : Sangat Segera

Lampiran : ………..…. (7)

Hal : Pemberitahuan Tempat Terdaftar

Yth. ……… (8)

………. (9)

Sehubungan dengan dilakukannya pemindahan tempat terdaftar bagi Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha bagi Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-..., dengan ini kami beritahukan bahwa sejak tanggal ...(10), Saudara terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dengan NPWP ... (11).

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Sejak tanggal ...(12), Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Orang Pribadi adalah tempat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Saudara.

2. Demi kelancaran dan kemudahan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, kami menghimbau untuk menggunakan NPWP Baru dalam pemenuhan kewajiban perpajakan Saudara sejak diterimanya surat pemberitahuan ini dan Surat Keterangan Terdaftar, NPWP dan/atau Surat Pengukuhan PKP sebagaimana terlampir.

3. Dalam hal Saudara telah memiliki formulir perpajakan, Faktur Pajak Standar dan/atau bukti pemotongan/pemungutan dengan identitas NPWP Lama yang telah dicetak dan belum digunakan atau memiliki sistem informasi yang akan mencetak formulir perpajakan, Faktur Pajak Standar dan/atau bukti pemotongan/pemungutan dengan identitas NPWP Lama, Saudara masih dapat menggunakannya dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Formulir Perpajakan:

1) Wajib Pajak masih dapat menggunakan Formulir Perpajakan Lama setelah diberlakukannya Surat Keterangan Terdaftar, sampai dengan Formulir Perpajakan Lama tersebut habis atau paling lambat tanggal 31 Desember ...(13);

2) Penggunaan Formulir Perpajakan Lama tersebut dilakukan dengan mengganti Kode KPP pada NPWP yang tertera dalam Formulir Perpajakan Lama yaitu dengan mencoret Kode KPP Lama dan menggantikan dengan Kode KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi di atas atau di bawahnya sedemikian rupa sehingga Kode KPP Lama masih tetap dapat terbaca;

(19)

3) Kode KPP Lama pada NPWP Lama adalah 3 angka setelah digit ke 9 pada NPWP Lama dan Kode KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi pada NPWP Baru adalah 3 angka setelah digit ke 9 pada NPWP Baru.

Contoh :

NPWP Lama : 01.234.567.8-001.000 NPWP Baru : 01.234.567.8-093.000

Kode KPP Lama Kode KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi b. Faktur Pajak Standar

1) Pengusaha Kena Pajak masih dapat menggunakan Faktur Pajak Standar Lama sampai habis atau paling lambat tanggal 31 Desember ...(14).

2) Penggunaan Faktur Pajak Standar Lama tersebut dilakukan dengan cara menambahkan:

a. Kode KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, di atas atau di bawah Kode KPP Lama pada kolom NPWP Lama; dan

b. Nomor Seri Faktur Pajak Standar Baru, di atas atau di bawah kolom Nomor Seri Faktur Pajak Lama dengan cara diketik sedemikian rupa tanpa coretan atau koreksi apapun yang dapat mengakibatkan Faktur Pajak Standar menjadi cacat.

3) Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan saat mulai digunakannya Nomor Seri Faktur Pajak Standar Baru kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak Standar Baru (contoh surat terlampir).

4) Nomor Seri Faktur Pajak Standar Baru untuk penerbitan yang pertama dimulai dengan nomor 00000001.

5) Pengusaha Kena Pajak yang dipusatkan secara jabatan pada KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kode kantor pusat dan seluruh kantor cabangnya, yang akan dicantumkan pada Faktur Pajak Standar kepada Kepala KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya Faktur Pajak Standar, apabila:

1) Sistem penerbitan faktur pajaknya belum on-line antara kantor pusat dan kantor- kantor cabangnya; dan/atau

2) Kantor Pusat dan/atau kantor-kantor cabangnya ada yang ditetapkan sebagai pengusaha Kawasan Berikat dan/atau Pengusaha di Kawasan Berikat dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

6) Kode kantor pusat dan cabang pada Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada butir 5 ditentukan sendiri secara berurutan, dimulai dengan kode “000” untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode “001” untuk setiap Kantor Cabang.

c. Penggunaan formulir Bukti Pemotongan/Pemungutan

1) Formulir Bukti Pemotongan/Pemungutan yang telah dicetak dan belum digunakan oleh Wajib Pajak masih dapat menggunakan formulir Bukti Pemotongan/

Pemungutan sampai habis atau paling lambat tanggal 31 Desember ...(15);

2) Penggunaan formulir Bukti Pemotongan/Pemungutan tersebut dilakukan dengan cara menambahkan Kode KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi, di atas atau di bawah Kode KPP Lama pada kolom NPWP Lama pemotong pajak, dengan cara diketik tanpa coretan atau koreksi apapun.

4. Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah tanggal terdaftar dan masih menggunakan Kode KPP Lama dan Nomor Seri dengan penomoran Faktur Pajak Standar pada KPP Lama, tetap dianggap sah sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bagi pembeli yang menggunakan Faktur Pajak Standar tersebut tetap dapat mengkreditkan PPN yang tercantum pada Faktur Pajak Standar tersebut sepanjang memenuhi ketentuan sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

(20)

5. Dalam jangka waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan setelah tanggal terdaftar, Faktur Pajak yang diterima Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan NPWP Lama tetap dapat dikreditkan, sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

6. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak secara sistem, maka Faktur Pajak hasil cetakan secara sistem yang masih menggunakan kode dan nomor seri Faktur Pajak KPP Lama tetap dapat digunakan dan dianggap sah sampai Pengusaha Kena Pajak tersebut selesai melakukan perubahan sistem, paling lambat 6 (enam) bulan setelah tanggal terdaftar.

7. Bukti pemotongan/pemungutan yang diterbitkan oleh Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dengan identitas KPP Lama, tetap dianggap sah sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 3 (tiga) bulan setelah tanggal terdaftar.

8. Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal terdaftar, Bukti Pemotongan/Pemungutan yang diterima Wajib Pajak dengan menggunakan NPWP Lama tetap dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

9. Untuk informasi dan ketentuan lebih lengkap atas hal-hal yang terkait dengan pemindahan tempat terdaftar ini, Saudara dapat menghubungi kami melalui Sdr...(16) di nomor telepon ...(17).

Bersama surat ini, terlampir kami sampaikan Surat Keterangan Terdaftar, Kartu NPWP dan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (dalam hal Saudara/perusahaan Saudara sebelumnya telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak), sebagai identitas dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan di KPP Wajib Pajak Orang Pribadi Wajib Pajak Besar.

Demikian disampaikan untuk diketahui.

Kepala Kantor

... (18)

NIP ...

Tembusan : Kepala KPP...(19) (tanpa lampiran)

(21)

Angka 1 : Diisi dengan nama Kanwil atasan Unit KPP yang membuat dan mengeluarkan Surat Pengantar kepada Wajib Pajak

Angka 2 : Diisi dengan nama Unit KPP yang membuat dan mengeluarkan Surat Pengantar kepada Wajib Pajak

Angka 3 : Diisi dengan alamat lengkap Unit KPP yang membuat dan mengeluarkan Surat Pengantar kepada Wajib Pajak

Angka 4 : Diisi dengan nomor telepon dan faksimili Unit KPP yang membuat dan mengeluarkan Surat Pengantar kepada Wajib Pajak

Angka 5 : Diisi dengan nomor Surat Pengantar kepada Wajib Pajak

Angka 6 : Diisi dengan tanggal, bulan dan tahun dibuatnya Surat Pengantar kepada Wajib Pajak

Angka 7 : Diisi dengan jumlah lampiran Angka 8 : Diisi dengan nama Wajib Pajak Angka 9 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak Angka 10 : Diisi dengan tanggal SMT Angka 11 : Diisi dengan NPWP Baru Angka 12 : Diisi dengan tahun SMT Angka 13,14 &15 : Diisi tahun SMT

Angka 16 : Diisi dengan nama Account Representative atas Wajib Pajak di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi

Angka 17 : Diisi dengan nomor telepon KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi dari Account Representative atas Wajib Pajak di KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi yang dapat dihubungi.

Angka 18 : Diisi dengan nama, NIP, dan tanda tangan Kepala Kantor serta cap jabatan

Angka 19 : Diisi dengan Nama KPP Lama

PETUNJUK PENGISIAN SURAT PENGANTAR PENGIRIMAN SKT, NPWP DAN SURAT PENGUKUHAN PKP KEPADA WAJIB PAJAK MENGENAI PEMINDAHAN

TEMPAT TERDAFTAR

(22)

Contoh Surat Kepada Yth.

Kepala KPP ………

Jl ………

Di ………

Dengan ini, saya :

Nama : ………

Jabatan : ………

Nama PKP : ………

NPPKP : ………

Tanggal Pengukuhan : ………

Memberitahukan bahwa:

a. mulai masa ………… tahun …………, kami menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut dimulai dari 00000001; dan

b. menggunakan Kode Pusat/Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar, sebagai berikut:

No Nama dan alamat Kantor Pusat / Cabang

Tanggal Pengukuhan PKP

Kode Cabang pada Kode FP Standar

Mulai Digunakan 1. Nama ………

Alamat ………

2.

3.

4.

5.

dst

Demikian disampaikan, apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam surat ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

………, ………

Meterai

………

Referensi

Dokumen terkait

Telah ditetapkan sebagai Pemenang pada Pekerjaan Belanja Jasa Konsultasi Penelitian Rencana Pengadaan Tanah Untuk Ruang Terbuka Hijau Publik dan Taman Kota Kegiatan

Sehubungan dengan pelaksanaan Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi dilingkungan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pesawaran Tahun Anggaran 2013 Pada Kegiatan

Sehubungan dengan telah dilakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka sesuai dengan jadwal LPSE akan dilakukan pembuktian kualifikasi atas dokumen Penawaran

Kepada peserta yang keberatan terhadap hasil pengumuman ini dapat mengajukan sanggah melalui Aplikasi pada sistem SPSE sesuai jadwal dalam SPSE.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon kombinasi bahan organik dan varietas sorgum ratoon I yang tepat untuk produksi biomassa dan nira yang tinggi adalah pada dosis 10 ton/ha

Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja Di Unit Kerja Produksi Pengecoran Logam.. Skripsi, Universitas Muhammadiyah

Untuk memberi inspirasi bagi PT dalam menerapkan SPMI PT, maka dalam bab ini akan diuraikan beberapa praktik baik yang telah berlaku di PT menyangkut persoalan tentang bagaimana

Analisis Kinerja Perusahaan dengan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus pada PDAM Tirta Jaya Mandiri Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 s.d. Dibawah bimbingan Akhsanul Haq