• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS EKSTRAK Sargassum crassifolium J. G Agardh DAN Sargassum polycystum C. Agardh SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS EKSTRAK Sargassum crassifolium J. G Agardh DAN Sargassum polycystum C. Agardh SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS EKSTRAK Sargassum crassifolium J. G Agardh DAN

Sargassum polycystum C. Agardh SEBAGAI ANTIFUNGI Candida albicans

(Study of Sargassum crassifolium J. G Agardh and Sargassum polycystum C. Agardh Extract

To the Antifungus of Candida albicans)

Rina Yulianti

1

, Oom Komala

2

, Triastinurmiatiningsih

3

1,2,3)

Program Studi Biologi, FMIPA – Universitas Pakuan, Bogor

ABSTRAK

Sargassum crassifolium dan Sargassum polycystum merupakan spesies yang termasuk ke

dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum crassifolium dan Sargassum polycystum merupakan alga

cokelat penhasil sumber alginat dan mengandung senyawa aktif antara lain flavonoid, alkaloid,

saponin, fenol, dan triterpenoid yang berfungsi sebagai antibakteri, antivirus, dan antijamur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi ekstrak Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum yang memiliki daya aktivitas sebagai antifungi Candida albicans dan

kandungan senyawa aktif dengan metode fitokimia. Ekstraksi dilakukan menggunakan metode

maserasi. Uji aktivitas antifungi dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar dan kertas

cakram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Diameter Darah Hambat pada konsentrasi

100%, ekstrak Sargassum crassifolium yang lebih besar yaitu 22 mm dan Sargassum polycystum

sebesar 21,6 mm. Analisis fitokimia menunjukkan bahwa Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum mengandung golongan senyawa aktif seperi flavonoid, saponin, dan triterpenoid.

Kata kunci : Sargassum crassifolium, Sargassum polycystum, Candida albicans, uji fitokimia,

aktivitas antifungi.

PENDAHULUAN

Perairan Indonesia memiliki kekayaan

jenis rumput laut yang melimpah sehingga

dijuluki “Gudang Rumput Laut” (Waryono,

2001). Salah satu organisme laut yang paling

banyak dijumpai hampir di seluruh pantai di

Indonesia adalah makroalga. Rumput laut

memiliki kandungan metabolit primer dan

sekunder. Metabolit primer seperti vitamin,

mineral, serat, alginat, dan agar. Sedangkan

kandungan metabolit sekunder berpotensi

dengan aktivitas yang sangat luas antara lain

sebagai antibakteri, antivirus, dan antijamur

(Zainuddin dan Malina, 2009).

Sargassum

crassifolium

dan

Sargassum

polycystum

mengandung

senyawa aktif antara lain flavonoid, alkaloid,

saponin, fenol, dan triterpenoid berfungsi

sebagai antibakteri, antivirus, dan antijamur

(Kusumaningrum dkk., 2007). Menurut

Triastinurmiatiningsih, dkk (2011), terdapat

tujuh jenis Sargassum yang dapat ditemukan

di Pantai Bayah, Banten, yaitu : Sargassum

binderi, Sargassum cinereum, Sargassum

echinocarpum, Sargassum sp., Sargassum

plagyophyllum, Sargassum crassifolium, dan

Sargassum duplicatum.

Candida albicans dikenal sebagai

fungi dimorfik yang terdapat di saluran

pencernaan, pernafasan, vagina, uretra, kulit,

jari dan kuku, tangan, dan kaki. Candida

albicans dapat menjadi dominan dan dapat

menyebabkan keadaan patologik ketika daya

tahan tubuh menurun baik secara lokal

maupun secara sistemik (Simatupang, 2009).

Penggunaan bahan kimia sebagai pengendali

pertumbuhan jamur dapat menimbulkan

dampak yang merugikan bagi kesehatan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian

untuk mengetahui aktivitas jenis Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

terhadap pertumbuhan Candida albicans.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui masing-masing konsentrasi dari

ekstrak

Sargassum

crassifolium

dan

Sargassum polycystum yang memiliki daya

aktivitas sebagai antifungi jamur Candida

albicans dan kandungan golongan senyawa

fitokimia

Sargassum

crassifolium

dan

(2)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium

Biologi FMIPA – Universitas Pakuan,

Bogor, selama tiga bulan yaitu Maret – Juni

2015. Sampling dilakukan di Pantai Bayah,

Provinsi Banten.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan antara lain

gelas laboratorium, autoclave, inkubator,

laminar air flow cabinet, timbangan analitik,

ose, labu ukur, cutton bud, cawan petri, pipet

ukur 5 mL, hot plate, mikropipet, pengayak

No. 20, tabung reaksi, rak tabung, dicseting

set, kertas saring Whatman, oven, plastik

silk, gelas ukur, jangka sorong, desikator,

grinder, moisture balance dan rotary

evaporator. Sedangkan bahan-bahan yang

digunakan seperti Sargassum crassifolium

dan

Sargassum

polycystum,

Candida

albicans, etanol 96 %, aquadest steril,

bayclin, Potato Dextrose Agar (PDA),

H

2

SO

4

2 M, HCl, Mg, pereaksi (Mayer,

Dragendorf, dan Wagner), Ketokonazol 50

ppm, dan FeCl

3

5%.

Metode Penelitian

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan di

Pantai Bayah, Banten. Pengambilan sampel

dengan menyusuri pesisir pantai (di daerah

rataan terumbu karang) dan mengambil

secara langsung Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum yang terlihat dari

substratnya menempel di rataan terumbu

karang. Setelah Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum dikoleksi, sampel

dimasukkan ke dalam kantong plastik atau

cool box.

Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel jenis Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum di

Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI)

Ancol Timur, Jakarta Utara.

Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi peralatan seperti cawan

petri dan tabung reaksi yang dibungkus

dengan kertas, selanjutnya dilakukan dengan

sterilisasi kering menggunakan oven pada

suhu 60 - 180

0

C selama ± 50 menit,

sedangkan untuk sterilisasi basah seperti

media agar dan aquadest steril dengan

menggunakan autoclave pada suhu 121

0

C,

tekanan 1 atm selama 15 – 20 menit .

Pembuatan Simplisia

Pembuatan

simplisia

Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

dibersihkan dari kotoran yang menempel

menggunakan air yang mengalir sampai

bersih. Sampel dikeringkan dalam oven pada

suhu 50

0

C sampai kering, kemudian sampel

kering digrinder sehingga diperoleh bubuk

kering dan diayak dengan pengayak No. 20,

kemudian ditimbang dan disimpan dalam

wadah tertutup (DepKes RI, 1985).

Analisis Kadar Air

Analisis kadar air

cawan dikeringkan

pada suhu 105

0

C ± 30 menit. Setelah itu,

diletakkan di dalam desikator, ditimbang

sebanyak 5 gr. Sampel dimasukkan dalam

oven pada suhu 105

0

C selama ± 6 jam.

Setelah itu, dimasukkan dalam desikator

kemudian ditimbang hingga memperoleh

bobot konstan. Rumus kadar air :

% Kadar Air = x 100 %

Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum, simplisia di timbang

masing-masing sebanyak 200 gr, kemudian

di maserasi pelarut etanol 96 % dengan

perbandingan 1 : 10 selama 3 x 24 jam.

Serbuk simplisia direndam dalam 1500 ml

etanol 96 % selama 3 x 24 jam, dan disaring

sehingga diperoleh filtrat. Residu yang

diperoleh, direndam kembali dengan pelarut

etanol 96 % selama 3 x 24 jam, kemudian

disaring

sehingga

diperoleh

filtat.

Selanjutnya, filtrat di evaporasi dengan

menggunakan rotary evaporator pada suhu

50

0

C sampai tidak terjadi pengembunan

pelarut etanol pada kondensor.

Pembuatan Kertas Cakram

Kertas cakram dibuat menggunakan

kertas saring Wahtman diameter 6 mm,

kemudian direndam ke dalam sediaan uji (±

1 jam) dan dikeringkan pada suhu 37

0

C.

(3)

Larutan yang digunakan adalah ekstrak

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum yang dilarutkan ke dalam pelarut

aquadest steril. Selanjutnya kertas cakram

direndam pada masing-masing konsentrasi

50% dan 100%, serta kontrol positif dan

dikeringkan dalam oven pada suhu 40

0

C

kemudian ditanam pada permukaan agar

selama 1 x 24 jam.

Platting Media Agar

Media agar yang digunakan adalah

Potato Dextrose Agar dengan komposisi

media terdiri dari kentang sebayak 200 gr

dipotong dadu, gula 20 gr, agar powder

sebanyak 20 gr dan dilarutkan dalam

aquadest 1000 ml, diaduk sampai homogen,

dipanaskan sampai mendidih, dan disaring

dengan penyaring. Filtrat dimasukkan ke

dalam Erlenmeyer 1000 ml kemudian

ditutup dengan alumunium foil dan karet.

Kemudian disterilkan di dalam autoclave

suhu 121

0

C, tekanan 1 atm, selama 15 – 20

menit.

Peremajaan Candida albicans

Isolat Candida albicans diperoleh dari

Laboratorium Mikrobiologi (InaCC), Pusat

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) -

Cibinong, Bogor. Biakan jamur diinkubasi

selama 120 menit pada suhu 30 – 35

0

C

didalam inkubator. Candida albicans dari

sediaan 1 ose kemudian diremajakan di

dalam media dengan cara menggoreskan

secara zig-zag di cawan petri dan diinkubasi

dalam inkubator selama 1 x 24. Pengujian

aktivitas antifungi, Candida albicans yang

diremajakan, selanjutnya dilakukan deret

pengenceran dengan aquadest steril. Biakan

Candida albicans yang telah diencerkan

dengan aquadest, dipipet sebanyak 1 ml

dalam 9 ml aquadest, dikocok sampai

homogen sehingga didapatkan konsentrasi

10

-1

koloni/ml.

Pengenceran

Candida

albicans dilakukan sampai konsentrasi 10

-4

koloni/ml. Biakan Candida albicans ditanam

pada permukaan media agar PDA dengan

menggoreskan secara zig-zag menggunakan

cotton bud. Inkubasi dalam inkubator selama

1 x 24 jam.

Gambar 1. Hasil Peremajaan Candida albicans (Sumber : Dok. Pribadi)

Perhitungan Rendemen

Perhitungan rendemen ekstrak total

dihitung dengan membandingkan berat awal

simplisia

Sargassum

crassifolium

dan

Sargassum polycystum dengan jumlah berat

ekstrak. Sedangkan perhitungan rendemen

serbuk kering Sargassum crassifolium dan

Sargassum

polycystum

membandingkan

berat simplisia dengan berat basah awal.

Rumus rendemen :

Rendemen ekstrak total =

Rendemen serbuk =

Uji Aktivitas Antifungi

Uji

aktivitas

ekstrak

Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

konsentrasi 50% dan 100% dibandingkan

kontrol positif menggunakan antibiotik

Ketokonazol 50 ppm. Uji ini dilakukan

untuk mengetahui ada atau tidak pengaruh

dari ekstrak Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum dalam pembentukan

diameter

daerah

hambat.

Pembuatan

pengenceran konsentrasi 100% diperoleh

dari maserasi 200 gr ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum.

Sebanyak 0,5 ml ekstrak 100% di pipet

dalam 0,5 ml aquadest steril sehingga di

dapatkan konsentrasi 50%.

Metode yang digunakan pada uji

terhadap

pertumbuhan

jamur

Candida

albicans ini adalah metode difusi agar padat

(Ely et al., 2004). Pada media agar

diinokulasi dengan mikroba uji. Paper disk

yang

mengandung

ekstrak

Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

yang berukuran 6 mm diletakkan di atas

media agar PDA. Selanjutnya, cawan petri

dibungkus menggunakan plastik silk dan

disimpan dalam inkubator pada suhu 37

0

C

(4)

selama 1 x 24 jam untuk jamur. Hambatan

pertumbuhan mikroorganisme antimikroba

terlihat zona hambat sekitar kertas cakram

pada media. Zona hambat merupakan suatu

petunjuk kepekaan mikroorganisme terhadap

senyawa antifungi. Perhitungan besarnya

zona hambat adalah diameter zona hambat

dikurangi 6 mm (diameter paper disk).

Pengukuran diameter zona hambat dilakukan

menggunakan jangka sorong, dilakukan

pengulangan sebanyak tiga kali ulangan

untuk menghasilkan data yang representatif.

Uji Fitokimia

Uji fitokimia

merupakan uji analisis

secara kualitatif yang dilakukan untuk

mengetahui komponen senyawa bioaktif

yang terkandung pada serbuk simplisia

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum. Analisis fitokimia meliputi uji

alkaloid, flavonoid, triterpenoid, saponin,

dan tanin (Harborne, 1987).

a)

Uji Alkaloid

Sebanyak ± 0,3 gr simplisia dengan

menggunakan 2 pelarut masing-masing

menggunakan 10 ml etanol dan 10 ml

aquadest dan di saring untuk mendapatkan

filtrat. Filtrat hasil penyaringan ditambahkan

beberapa tetes H

2

SO

4

pekat 2 M, kemudian

dikocok sehingga terbentuk dua lapisan.

Lapisan atas di pipet ke dalam tabung reaksi

dan ditambah pereaksi Mayer, Dragendorf,

dan Wagner.

Jika terdapat endapan putih dengan

perekasi Mayer, endapan merah jingga

dengan pereaksi Dragendorf, dan endapan

cokelat dengan pereaksi Wagner maka

senyawa alkaloid terdapat di sampel tersebut

(Harborne, 1987).

b)

Uji Flavonoid

Sebanyak ± 0,1 gr simplisia dilarutkan

dalam 100 ml air panas dan 100 ml etanol,

kemudian di didihkan selama 5 menit lalu

disaring. Sebanyak 5 ml filtrat ditambahkan

0,1 mg Mg, 1 ml HCl pekat dan 1 ml amil

alkohol lalu di kocok. Adanya flavonoid

ditunjukkan dengan terbentuknya warna

merah, kuning, atau jingga (Harborne,

1987).

c)

Uji Triterpenoid

0,1 gr simplisia ditambahkan 2 ml

asam asetat ditambahkan 1 ml etanol dan 1

ml aquadest, kemudian ditambahkan 1 ml

H

2

SO

4

pekat. Adanya triterpenoid ditandai

adanya perubahan warna dari violet menjadi

biru atau hijau (Harborne, 1987).

d)

Uji Saponin

Sebanyak 0,2 gr simplisia ditambah

dengan 2 pelarut yaitu 20 ml etanol 70% dan

1 gr sampel menggunakan 20 ml aquadest.

Kemudian di didihkan dengan menggunakan

penangas air, kemudian saring menggunakan

kertas saring. Campurkan 10 ml filtrat

dengan 5 ml aquadest dan kocok hingga

terbentuk busa stabil (Harborne, 1987).

e)

Uji Tanin

Sebanyak 0,1 gr sampel di ekstrak

menggunakan 2 pelarut yaitu 1 ml etanol dan

1 ml aquadest. Kemudian filtrat ditambah

beberapa tetes FeCl

3

1%. Adanya senyawa

tanin ditunjukkan dengan terbentuk warna

hijau, biru atau ungu (Harborne, 1987).

Parameter yang Diamati

1.

Mengukur diameter daerah hambat

ekstrak Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum terhadap daya

pertumbuhan Candida albicans.

2.

Menentukan golongan senyawa aktif

ekstrak Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum meliputi uji

alkaloid, flavonoid, tanin, triterpenoid,

dan saponin.

Analisis Data

Metode yang digunakan di dalam

penelitian ini adalah metode eksperimen

untuk menentukan perbedaan diameter

daerah hambat melalui 3 perlakuan (100%,

50%, dan kontrol positif), dan 3x ulangan.

Rancangan percobaan ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

dengan Rancangan Acak Lengkap. Analisis

data menggunakan Analysis of Variance

(ANNOVA) dan uji lanjut Duncant dengan

menggunakan aplikasi SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan

jumlah ekstrak yang diperoleh dari suatu

bahan terhadap awal berat bahan simplisia.

Hal ini dimaksudkan bahwa hasil rendemen

merupakan hasil senyawa bioaktif yang

(5)

terkandung dalam bahan simplisia tersebut

sesuai dengan berat awal simplisia yang

diperoleh. Semakin tinggi hasil persentase

rendemen menunjukkan semakin banyak

senyawa bioaktif terkandung dalam suatu

bahan (Rohmansyah, 2011). Berat basah

awal Sargassum crassifolium sebanyak 7800

gr, berat simplisia Sargassum crassifolium

sebanyak 420,77 gr, rendemen ekstrak total

1,2 %, dan rendemen serbuk diperoleh 5,3

%. Berat basah awal Sargassum polycystum

sebanyak 6700 gr, berat simplisia kering

sebanyak 350,60 gr, rendemen ekstrak total

1,5 %, dan rendemen serbuk diperoleh

sebanyak 5,2 %. Hasil rendemen ekstrak

total dan rendemen serbuk kering Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

tersebut dipengaruhi jumlah pelarut yang

digunakan dan lama waktu maserasi. Hasil

rendemen sebagai berikut :

Tabel 1. Analisis Rendemen

Spesies Berat Basah Berat Simplisia Rendemen (%) Ekstrak Serbuk Sargassum crassifolium 7800 gr 420,77 gr 1,2 5,3 Sargassum polycystum 6700 gr 350,60 gr 1,5 5,2

Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air perlu dilakukan

sebelum melakukan ekstraksi dengan tujuan

untuk mengetahui batasan minimal besarnya

kandungan air di dalam suatu bahan (Ditjen

POM, 2000). Penetapan rata-rata kadar air

simplisia Sargassum crassifolium diperoleh

3,01 % dan kadar air Sargassum polycystum

diperoleh 2,87 %. Semakin lama waktu

pengeringan yang dilakukan, maka kadar air

yang terdapat suatu bahan semakin rendah.

Kadar air Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum pada pengeringan

menggunakan oven masih memenuhi standar

kadar air pada alga cokelat yaitu 5 % (Ditjen

POM, 2000). Kadar air sangat berpengaruh

terhadap kualitas bahan. Semakin rendah

kadar air rumput laut, semakin baik kualitas

rumput laut tersebut (Hidayat, 2004).

Uji Aktivitas Antifungi

Uji aktivitas Sargassum crassifolium

dan Sargassum polycystum menunjukkan

hasil yang beragam. Setiap perlakuan uji

menunjukkan

diameter

daerah

hambat

terhadap pertumbuhan Candida albicans.

Diameter daerah hambat ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

sebagai berikut :

Tabel 2. Rata-rata DDH Hambat S.

crassifolium dan S. polycystum

Spesies Ulangan Perlakuan (mm)

50% 100% K (+) Sargassum crassifolium 1 20 22 25 2 20 21 24 3 21 23 27 Total 61 66 76 Rata-rata 20,3ab 22a 25,3 Sargassum polycystum 1 20 23 23 2 19 20 24 3 21 22 25 Total 60 65 72 Rata-rata 20ab 21,6a 24

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf menunjukkan perbedaan yang nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 99%.

Ardiansyah

(2005),

menyatakan

bahwa kategori zona hambatan suatu bahan

uji ditentukan lemah jika ≤ 5 mm, cukup

kuat jika 6 – 10 mm, kuat jika 11 – 20 mm,

dan sangat kuat jika ˃ 20 mm. Semakin

tinggi konsentrasi maka semakin besar zona

hambat yang akan terbentuk. Keaktifan

penghambatan merupakan kriteria pemilihan

suatu senyawa antimikroba untuk fungisida.

Kerusakan yang ditimbulkan

komponen-komponen

antimikroba

dapat

bersifat

mikosidal (kerusakan tetap) dan mikostatik

(kerusakan sementara).

Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan

bahwa ekstrak Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum memiliki aktivitas

antifungi

sangat

kuat

karena

dapat

menghambat pertumbuhan Candida albicans

dengan rata-rata diameter hambatan lebih 20

mm (Ardiansyah, 2005). Ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

yang menunjukkan zona hambat paling besar

yakni konsentrasi 100% masing-masing 22

mm dan 21,6 mm. Kertas cakram uji yang

mengandung 100%, 50% dan kontrol positif

tidak terdapat pertumbuhan koloni Candida

albicans pada media agar dan tidak ada

pertumbuhan

mikroorganisme

lainnya,

sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi

kontaminasi mikroba. Zona hambat pada

kontrol positif digunakan sebagai indikator

pada berbagai konsentrasi perlakuan yang

(6)

lainnya. Zat yang bersifat antijamur pada

ekstrak

Sargassum

crassifolium

dan

Sargassum polycystum adalah mono

(2-ethilheksil) falat, polisakarida dan polifenol.

Senyawa tersebut menekan pertumbuhan

jamur patogen (Johannes, 2008). Mekanisme

hambatan mikroorganisme oleh senyawa

antimikroba disebabkan beberapa faktor,

diantaranya

:

(1)

gangguan

senyawa

penyusun dinding sel jamur, (2) peningkatan

permeabilitas membran sel jamur sehingga

dapat

menyebabkan

adanya

kerusakan

komponen penyusun sel, (3) inaktivasi

enzim, dan (4) destruksi atau kerusakan

fungsi material genetik (Anonimus, 2007).

Berdasarkan Tabel 2,analisis ragam

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum dengan pembanding kontrol

positif menggunakan aplikasi SPSS 16.0 uji

lanjut Duncant taraf kepercayaan 99%, dapat

diketahui bahwa antar perlakuan konsentrasi

50%, 100%, dan kontrol positif ketokonazol

50 ppm menunjukkan hasil pengaruh

berbeda nyata (P < 0,01). Perlakuan pada

konsentrasi 50% dan 100% memiliki

pengaruh berbeda nyata terhadap kontrol

positif. Huruf superkrip yang berbeda

menunjukkan pengaruh beda nyata antar

perlakuan (significant). Hal ini dikarenakan

diameter zona hambat ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

lebih kecil daripada kontrol positif.

Ketokonazol merupakan antimikroba

komersial sebagai kontrol positif yang dapat

menghambat seluruh jamur uji dengan

diameter zona hambat yang lebih besar

dibanding ekstrak Sargassum crassifolium

dan Sargassum polycystum. Hal ini karena

ketokonazol merupakan zat antimikroba

murni

sedangkan

ekstrak

Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

mengandung bahan-bahan organik selain

antimikroba. Antibiotik ketokonazol dapat

bekerja melalui penghambatan sintesis

protein (AHFS, 2005).

Hasil positif senyawa aktif saponin,

triterpenoid dan flavonoid pada ekstrak

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum, memperkuat dugaan bahwa

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum memiliki aktivitas antifungi.

Selain itu, senyawa flavonoid, triterpenoid,

dan saponin pada cakram uji yang diberi

konsentrasi 50% dan 100% dengan kontrol

positif ketokonazol 50 ppm menunjukkan

ekstrak

Sargassum

crassifolium

dan

Sargassum polycystum dapat menghambat

pertumbuhan Candida albicans. Flavonoid

merupakan senyawa turunan fenol yang

merupakan senyawa metabolit sekunder

bersifat polar, memiliki tingkat kepolaran

rendah (Harborne, 1987).

Gambar 2. Perlakuan Ekstrak S. crassifolium (konsentrasi

50%, 100%, K +)

Gambar 3. Perlakuan Ekstrak S. polycystum (konsentrasi

50%, 100%, K +) (Sumber : Dok. Pribadi) (Sumber : Dok. Pribadi)

Perbedaan diameter zona hambat ini

dapat disebabkan ada perbedaan konsentrasi

senyawa aktif dalam hal ini golongan

senyawa fitokimia yang terdapat di ekstrak

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum. Menurut Setyowati, dkk (2013)

menyatakan bahwa ukuran diameter zona

hambat dipengaruhi sensitivitas organisme

uji, media kultur yang digunakan dan masa

inkubasi, kecepatan difusi dan konsentrasi

senyawa aktif antifungi.

Uji Fitokimia

Hasil fitokimia ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kandungan senyawa dalam kedua ekstrak

tersebut. Berdasarkan hasil uji diperoleh

data sebagai berikut :

Tabel 3. Analisis Fitokimia S. crassifolium

dan S. polycystum

Keterangan : (-) negatif, (+) positif, (++) positif kuat (Harborne, 1987).

(7)

Berdasarkan Tabel 3, identifikasi uji

senyawa

alkaloid

ekstrak

Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

menggunakan pereaksi Mayer, Dreagendorf,

dan Wagner masing-masing menunjukkan

hasil yang negatif (-) dengan tidak adanya

perubahan warna di lapisan atas bahan

pengujian. Kelarutan dan sifat senyawa

alkaloid sangat berbeda. Alkaloid pada

umumnya tidak ditemukan pada tumbuhan

gymnospermae, paku-pakuan, lumut dan

tumbuhan tingkat rendah (Harborne, 1987),

sehingga dapat dikatakan bahwa Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

tidak mengandung senyawa alkaloid.

Hasil uji fitokimia senyawa saponin

menunjukkan hasil positif ditandai dengan

terbentuk busa stabil. Hal ini terjadi, karena

buih yang terdapat dalam ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

stabil selama didiamkan 15 menit setelah

pengocokan. Sari (2013) menyatakan bahwa

busa yang terdapat dalam pengujian senyawa

saponin menunjukkan adanya glikosida yang

mampu

membentuk

busa

dalam

air.

Senyawa saponin bersifat larut dalam air dan

mengandung

gugus

fungsi

hidroksil

sehingga lebih mudah masuk dalam sel dan

membentuk

kompleks

dengan

protein

membran sel. Kerusakan tersebut dapat

menyebabkan

perubahan

permeabilitas

membran, sehingga mengakibatkan lisisnya

membran sel jamur (Setyowati, 2013).

Hasil uji senyawa flavonoid ekstrak

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum menujukkan perubahan warna

kuning. Sari (2013) menyatakan bahwa

campuran asam kuat dan logam, hal ini

menunjukkan senyawa yang dihasilkan pada

pereaksi ini merupakan senyawa kompleks

yang dapat bereaksi dengan ion logam (Mg).

Flavonoid terdapat pada tumbuhan, terikat

dalam gula sebagai glikosida (Harborne,

1987). Senyawa flavonoid pada tanaman

berfungsi meningkatkan toleransi terhadap

lingkungan yang bersifat suboptimal, untuk

menstimulasi, melakukan fiksasi nitrogen

dan pertahanan diri terhadap cendawan

patogen. Dapat dikatakan bahwa ekstrak

Sargassum crassifolium dan Sargassum

polycystum positif mengandung senyawa

aktif flavonoid dengan pereaksi asam.

Mekanisme kerja flavonoid dalam

menghambat pertumbuhan jamur yakni

menyebabkan

gangguan

permeabilitas

membran sel jamur. Gugus hidroksil

senyawa flavonoid menyebabkan perubahan

komponen organik dan transport nutrisi yang

akan mengakibatkan timbulnya efek toksik

terhadap jamur (Harborne, 1987).

Uji triterpenoid ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum,

keduanya menunjukkan hasil positif (+)

ditandai dengan perubahan warna violet

menjadi warna hijau pekat. Perubahan warna

terjadi setelah penambahan H

2

SO

4

pekat

sebanyak sepuluh tetes. Uji yang banyak

digunakan ialah reaksi Lieberman-Burchard

yang dengan kebanyakan triterpena dan

sterol yang memberikan warna hijau-biru.

Pada tumbuhan tingkat rendah biasanya

terdapat pada daun (thallus) yang berfungsi

untuk menolak serangga dan mikroba

(Harborne, 1987). Hal ini sesuai dengan

pernyataan Harborne (1987) menyatakan

bahwa senyawa aktif tersebut terutama

terdapat juga pada tumbuhan rendah, tetapi

terkadang terdapat dalam tumbuhan tinggi

misalnya triterpenoid yaitu pada alga cokelat

dan kelapa. Senyawa triterpenoid bersifat

lipofilik yang dapat menyebabkan gangguan

pada membran sel fungi dan melarutkan

lipid yang terdapat dalam membran sel.

Dapat menghambat pertumbuhan jamur

dengan merusak struktur dinding dan

membran sel sehingga dapat meningkatkan

aktivitas antifungi (Warsinah et al, 2011).

Hasil uji tanin ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum,

kedua ekstrak menunjukkan hasil negatif

dikarenakan tidak adanya perubahan warna

menjadi biru, ungu, atau hijau melainkan

perubahan warna kuning. Tanin terdapat luas

dalam tumbuhan berpembuluh (vaskuler),

angiospermae, jaringan kayu. Tanin terdapat

banyak pada tumbuhan berpembuluh. Tanin

dapat bereaksi dengan protein membentuk

kopolimer yang tidak dapat larut dalam air

(Harborne, 1987).

SIMPULAN

Ekstrak Sargassum crassifolium dan

Sargassum polycystum menunjukkan hasil

(8)

daya aktivitas antifungi Candida albicans.

Ekstrak Sargassum crassifolium konsentrasi

100%

menunjukkan

Diameter

Daerah

Hambat (DDH) lebih besar sebesar 22 mm

dibandingkan ekstrak Sargassum polycystum

sebesar 21,6 mm.

Hasil uji fitokimia ekstrak Sargassum

crassifolium dan Sargassum polycystum

positif mengandung flavonoid, triterpenoid

dan saponin.

SARAN

Diperlukan penelitian lebih lanjut

untuk mengetahui Sargassum crassifolium

dan Sargassum polycystum pada jamur

patogen lain dan konsentrasi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

American

Society

of

Health

System

Pharmacists.

2005.

AHFS

Drug

Information. United States of America.

Vol 1. Hal 1.

________. 2007. Mekanisme Penghambat

Mikroorganisme

Oleh

Senyawa

Antimikroba.

<http://respository.upi.edu/operator/up

load/s_bio.pdf> [20/03/2015].

Ardiansyah. 2005. Daun Beluntas Sebagai

Bahan Antibakteri dan Antioksidan.

Berita

IPTEK.

<http://berita.iptek.com/cetak-berita.php?kat=beritaandid=60>

[20/05/2015].

Ditjen POM, Depkes RI. 1985. Cara

Pembuatan Simplisia. Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Jakarta.

Ditjen POM, Depkes RI. 2000. Parameter

Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat. Cetakan Pertama. Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia.

Jakarta. Hal : 10 – 12.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia :

Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan.

(Diterjemahkan

oleh

Kosasih Padmawinata dan Iwang

Soediro). Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

Hidayat, A. 2004. Pengaruh Kelembaban

Udara Terhadap Kualitas Rumput

Laut Kering Selama Penyimpanan.

Departemen

Teknologi

Hasil

Perikanan Fakultas Perikanan dan

Ilmu

Kelautan.Institut

Pertanian

Bogor. Bogor.

Iswani, S. 2007. Preparasi Ekstrak Kasar

(Crude Extract) Etanol dari Makroalga

Untuk

Uji

Farmakologi.

Buletin

Teknologi Aquakultur Vol. 6 No. 1.

Johannes, E. 2008. Isolasi, Karakterisasi

dan

Uji

Bioaktivitas

Metabolit

Sekunder dari Hydroid Sargassum

Sebagai Bahan Dasar Antimikroba.

Program Pasca Sarjana Universitas

Hasanuddin. Makasar.

Rochmansyah. 2011. Optimasi Penebaran

Pada Budidaya Udang Windu :

Evaluasi Melalui Simulasi. Makalah

Falsafah Sains. Pascasarjana IPB.

Diakses

dari

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/rachmansyah.htm

diakses

pada tanggal 13 Maret 2015.

Setyowati,

Hanny.,

Hananun

Zharfa

Hanifah, dan Rr. Putri Nugraheni.

2013. Krim Kulit Buah Durian (Durio

zibethinus L.) Sebagai Obat Herbal

Pengobatan Infeksi Jamur Candida

Albicans.

Sekolah

Tinggi

Ilmu

Farmasi

“Yayasan

Pharmasi”.

Semarang.

Simatupang,

M.

M.,

2009.

Candida

albicans. Universitas Sumatera Utara.

Medan.(http://jurnal.usu.ac.id/index.p

hp/PFSJ/article/view/2823.

Diakses

Selasa, 24 Maret 2015.

Zainuddin, E. N dan Malina, A, C. 2009.

Skrining Rumput Laut Asal Sulawesi

Selatan Sebagai Antibiotik Melawan

Bakteri Patogen pada Ikan. [Laporan

Penelitian] Research Grant, Biaya

IMHERE-DIKTI.

Gambar

Tabel 1. Analisis Rendemen
Gambar 2. Perlakuan Ekstrak  S. crassifolium (konsentrasi

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu kebijakan yang sudah ada disosialisasikan kepada kelompok-kelompok strategis, seperti elit nasional, lokal, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

Yang jelas bahwasanya, di GDODP $O 4XUDQ VHQGLUL HK DQWDUD ED¶GX TXP PLP ED¶GL maksudnya adalah perempuan dan laki ± laki itu saling mengisi, harusnya konsepnya seperti itu di

Tahapan ini, guru dan peneliti berdiskusi mengenai pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. Guru dan penenliti berdiskusi mengenai proses pembelajaran yang belum terlaksana

Secara Topografi Kota Kotamobagu memiliki ketinggian yang bervariasi dan terdiri dari daratan dan pegunungan dengan ketinggian yang bervariasi, dimana Kecamatan yang

Hasil menunjukkan bahwa untuk semua kasus pembebanan baik statik, roling maupun sliding tegangan von Mises yang terbesar terjadi pada tekstur permukaan yang memiliki

Pendekatan dilakukan dengan cara menganalisis data upaya penangkapan dan data hasil tangkapan (produksi) ikan layang oleh unit penangkapan pukat cincin yang didaratkan di

80 karena signage harus akan sering dibaca pada jarak tertentu oleh para pejalan kaki yang bergerak cepat atau penumpang yang berada di dalam mobil yang bergerak, keterbacaan

Dengan ditetapkanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa