• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JEPANG DALAM PERANG DUNIA II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II JEPANG DALAM PERANG DUNIA II"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Darma Persada BAB II

JEPANG DALAM PERANG DUNIA II

Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II mempunyai sejarah yang panjang dan berkaitan antara satu peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya. Ada yang berpendapat bahwa Perang Dunia II mulai berlangsung sejak tahun 1937. Hal ini ada kaitannya dengan Perang Jepang Cina pada 1937, tetapi ada juga yang menyatakan bahwa Perang Dunia II berlangsung sejak tahun 1939. Ini dikaitkan dengan Perang Eropa dan peristiwa embargo yang dilakukan Amerika dan Inggris terhadap Jepang. Dalam Perang Eropa, Jepang bersama Jerman dan Italia melawan Amerika dan sekutunya. Menurut analisa penulis, terjadinya Perang Dunia II berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelum tahun 1937, di mana Jepang merasa diperlakukan tidak adil oleh bangsa Barat dan kedudukannya direndahkan. Perlakuan bangsa Barat ini membuat Jepang bertekad menjadikan negaranya maju dan kuat.

A. Latar Belakang Terjadinya Perang Dunia II

Sebagaimana telah diuraikan di atas, menurut pendapat penulis, keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelum tahun 1937, di mana Jepang merasa diperlakukan tidak adil oleh bangsa Barat dan kedudukannya direndahkan. Ini dimulai ketika Jepang dipaksa membuka negaranya saat Jepang melakukan politik Sakoku (menutup negara dari bangsa asing) pada masa pemerintahan Bakufu.

Pemerintahan Bakufu adalah pemerintahan di bawah kepemimpinan seorang Shogun sebagai kepala pemerintahan. Pemerintahan yang dipimpin oleh Shogun di Jepang, terjadi dalam masa yang panjang yaitu dari tahun 1192 sampai tahun 1867. Pemerintahan Bakufu ini berlangsung dalam tiga periode, yakni masa pemerintahan Kamakura Bakufu, pemerintahan Muromachi Bakufu dan pemerintahan Edo Bakufu. Pemerintahan Bakufu juga disebut dengan pemerintahan feodalisme di mana ada hubungan tuan dan anak buah dalam hal ini Shogun dan Daimyo (kepala daerah). Daimyo mempunyai pengikut, yaitu samurai.

(2)

Universitas Darma Persada samurai adalah kasta atau golongan tertinggi pada masyarakat Jepang masa Edo Bakufu, di mana derajatnya di atas golongan Nomin, Kosakunin dan Shonin yang dikenal dengan Shinokosho (Suryohardiprojo Sayidiman, 1987: 25).

1. Sikap Arogan Negara Barat

Pada pemerintahan Edo Bakufu, Jepang di bawah kepemimpinan Shogun Tokugawa melaksanakan politik Sakoku selama lebih dari 250 tahun, sehingga Jepang dipaksa untuk membuka negara dan menandatangani perjanjian oleh Amerika pada 1854. Setelah Jepang dipaksa oleh Amerika pada 1854 membuka negaranya dan menandatangani perjanjian dagang, Jepang juga dipaksa untuk melakukan perjanjian-perjanjian dengan negara Barat lainnya. Pada perjanjian-perjanjian tersebut, orang-orang Barat mulai memaksakan kehendak mereka sendiri dengan meninggikan status orang Barat dan merendahkan peraturan-peraturan yang diberlakukan pihak otoritas Bakufu. Sebagai contoh, jika warga Barat melakukan tindakan kriminal di Jepang, maka hukum Jepang tidak berlaku untuk mengadilinya. Kondisi seperti ini dilegalkan dalam perjanjian Harris pada 1858. Persetujuan atau perjanjian-perjanjian itu jelas menggambarkan keangkuhan bangsa-bangsa Barat terhadap Jepang. Hal ini menyebabkan Jepang merasa diperlakukan tidak adil oleh bangsa Barat (Todd S. Munson, 2012: 6).

2. Kebutuhan Sumber Daya Alam dan Mitos Jepang

Selain karena sikap negara-negara Barat, penyebab lainnya Jepang terlibat dalam Perang Dunia II adalah karena kebutuhan Jepang akan sumber daya alam dan adanya kebanggaan nasional yang berlebihan (Chauvinisme). Jepang mempunyai sebuah mitos bahwa Jepang adalah bangsa yang dipilih oleh langit yang dipimpin oleh seorang kaisar dan merupakan keturunan Dewa Matahari untuk menjadi pemimpin. Jepang berpropaganda bahwa Jepang adalah bangsa yang dipilih untuk mengemban tugas suci dalam memimpin dan membimbing bangsa-bangsa di Asia yaitu Negara Asia Timur Raya.

(3)

Universitas Darma Persada yang disebut Hakko Ichi-u. Konsep Hakko Ichi-u muncul sejak Kaisar Jinmu yang merupakan kaisar pertama Jepang pada 660 SM. Konsep Hakko Ichi-u ini erat hubungannya dengan Shintoisme. Dalam Shintoisme, kaisar dianggap sebagai perwujudan Amaterasu Omikami (Dewi Matahari), sehingga kaisar dianggap sebagai orang paling penting di seluruh Jepang. Tak ada yang berani membantah titah kaisar karena takut akan mengusik Dewa. Oleh karena itu, pada zaman Showa ketika Jepang menjalankan konsep Hakko Ichi-u dengan melakukan ekspansi ke beberapa negara yang berujung pada keterlibatannya dalam Perang Dunia II, para tentara Jepang dengan semangat tinggi, rela melakukan apapun demi kaisar yang dianggap Dewa. Menggunakan Hakko Ichi-u sebagai pemacu semangat ekspansi benar-benar efektif bagi Jepang pada masa itu (I Ketut Surajaya, 2003 : 316).

3. Ancaman Eksistensi Negara Barat

Pada uraian di atas, telah disebutkan bahwa negara-negara Barat memperlakukan Jepang dengan tidak adil dan merendahkan. Sikap dari tindakan negara-negara Barat yang arogan terhadap Jepang, sangat tidak disukai oleh rakyat Jepang, khususnya golongan para Bushi (kasta samurai) yang melihat negara-negara Barat (Eropa dan Amerika Serikat) sebagai ancaman terhadap eksistensi Jepang. Dalam persepsi para Bushi, peradaban Barat dengan ujung tombak industri senjatanya, ternyata telah berhasil menundukan negara-negara terbelakang khususnya di Asia dan Afrika. Jepang tidak mau ditundukkan oleh negara Barat.

4. Kelahiran Semboyan Fukoku Kyōhei

Sikap dan tindakan negara Barat terhadap Jepang yang disebutkan di atas, melahirkan kesadaran pada bangsa Jepang, bahwa senjata Barat harus dilawan dengan senjata Barat, hukum Barat harus dipatahkan dengan hukum Barat, begitu pula dalam bidang ekonomi (dalam hal ini penerapan ekonomi kapitalis). Oleh karena itu, para pemimpin pemerintahan Jepang pada zaman Meiji mengumandangkan semboyan Fukoku Kyōhei yang artinya negara sejahtera,

(4)

Universitas Darma Persada tentara kuat. Mereka berpendapat bahwa hanya melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat dapat dibangun industri dan ekonomi Jepang yang maju.

Zaman Meiji adalah zaman sesudah penggulingan pemerintahan Edo Bakufu. Pemerintahan Edo Bakufu digulingkan karena pada masa itu banyak terjadi kekacauan, sehingga rakyat Jepang menghendaki pemerintahan dikembalikan kepada kaisar. Sejak itu Jepang kembali dipimpin oleh kaisar yang dikenal dengan sebutan Kaisar Meiji. Meiji adalah nama yang diturunkan dari perhitungan tahun Meiji yang diresmikan pada 3 Januari 1868. Pada zaman ini selanjutnya dikenal dengan Restorasi Meiji yang intinya adalah mengakhiri peran Shogun Tokugawa sebagai penguasa feodal dan memulihkan kekuasaan politik pada kaisar (Oseifukko) yang diikuti oleh teriakan (Sonno Joi) yang artinya hormati Tenno dan usir kaum barbar (maksudnya orang-orang asing).

Meskipun semboyan Sonno Joi terus dikumandangkan ke seluruh rakyat Jepang, tetapi para pemimpin Jepang yang telah mengunjungi Eropa dan Amerika menyadari bahwa pengusiran bangsa asing harus dengan cara yang tepat, jika tidak, akan mengancam kelangsungan hidup bangsa Jepang. Para pemimpin ini berpendapat bahwa Eropa dan Amerika dapat mengusai Asia karena keunggulan mereka dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi modern, bahkan dengan keunggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, mereka dapat memperdayakan Cina yang dimata Jepang ketika itu merupakan sumber kebudayaan dan pengetahuan. Dengan demikian, para pemimpin Meiji menarik kesimpulan bahwa jika Jepang dapat mencapai tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang sama dengan dunia Barat, maka kelangsungan hidup Jepang dapat terjamin.

Untuk mewujudkan cita-cita Fukoku Kyōhei, langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah menghapus golongan samurai. Kebijakan menghapus samurai merupakan tindakan berani dan merupakan nilai-nilai dasar dari pemerintah Meiji. Hakikat dari keputusan ini adalah bahwa golongan samurai dilikuidasi atau lebih tepat dikatakan membubarkan diri sendiri. Hal ini jarang

(5)

Universitas Darma Persada terjadi dalam sejarah umat manusia, di mana golongan berkuasa membubarkan diri sendiri.

Disebut membubarkan diri sendiri yaitu golongan militer yang berasal dari golongan samurai yang sedang berkuasa (pada zaman Meiji), menghapus golongan samurai yang ada pada Shinokosho. Dengan dihapusnya golongan Samurai, maka di Jepang tidak ada lagi perbedaan tingkatan masyarakat. Keadaan ini tercermin dalam keputusan untuk mengadakan sistem wajib militer bagi seluruh lapisan masyarakat Jepang tanpa membeda-bedakan dari golongan mana dia berasal. Keputusan ini diambil guna mengangkat harkat dan martabat Jepang sederajat dengan negara-negara Barat yang sudah memiliki angkatan perang yang modern.

Selanjutnya, selain mengadakan wajib militer, juga mengadakan wajib belajar kepada seluruh masyarakat Jepang. Caranya dengan belajar ke Barat dan meniru Barat. Demikian pula dalam membentuk angkatan perang Jepang modern untuk Angkatan Darat mencontoh Jerman dan untuk Angkatan Laut menerapkan pola sistem Angkatan Laut Kerajaan Inggris (Saiyidiman Suryohadiprojo, 1987: 25).

5. Keberhasilan Semboyan Fukoku Kyōhei

Upaya Jepang dalam menjalankan Fukoku Kyōhei berhasil. Dengan keberhasilannya itu, militer Jepang yang pada awal proses pembangunan kekuatan militer modern bertujuan untuk memperluas wilayah (defensif), yaitu bagaimana menghilangkan hak-hak ekstra teritorial bangsa-bangsa Eropa dan Amerika di tanah Jepang, lambat laun sikap defensif tersebut tidak lagi dirasakan cukup dan Jepang mulai merasa perlu juga untuk mempunyai wilayah jajahan seperti negara-negara Barat yang menjadi model tiruannya.

Hasil yang mereka peroleh dari upaya Fukoku Kyōhei mulai terlihat pada waktu Jepang memenangkan perang melawan Rusia sebagai salah satu akibat dari imperialisme Barat, sebelumnya pada 1895 Jepang mencoba untuk menaklukan Cina. Dari kedua perang ini, timbul semangat imperalis dan eskpansi kekaisaran yang menimbulkan sejumlah perang di berbagai tempat

(6)

Universitas Darma Persada selain perang dengan Cina (1894-1895) dan Rusia (1904-1905), Jepang melawan kekuatan Jerman terkait semenanjung Shantung (1914-1915), kemudian di Siberia setelah Revolusi Bolshevik (1918-1922).

Setelah melihat kemajuan kekuatan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, negara Barat (dalam hal ini Amerika Serikat dan Inggris) kembali memprovokasi Jepang dengan memaksakan aturan kepemilikan kapal dengan perbandingan 5 : 5 : 3 (dalam setiap 5 kapal yang di miliki Amerika atau Inggris, Jepang hanya diperbolehkan memiliki 3) yang ditandatangani setelah Perang Dunia I, kemudian pada pembatasan berat (tonase) kapal dengan perbandingan 10 : 10 : 7 (Amerika = 10, Inggris = 10, dan Jepang = 7) dalam perjanjian yang ditandatangani di London pada tahun 1930. Selain itu, ketika depresi ekonomi dunia juga melanda Jepang, negara-negara Barat yang telah “kenyang” dengan ekspansi-ekspansinya dan pendudukan atas negara lain yang kaya akan sumber-sumber alamnya, menjadi relatif aman dari depresi ekonomi dunia, tetapi justru tetap berupaya memperdayakan Jepang untuk menghentikan ekspansinya. Namun sebaliknya, semangat militerisme Jepang yang tinggi telah melahirkan pemikiran-pemikiran untuk memperluas wilayah baik radikal maupun lunak ke luar Negeri. Bagi Jepang hal ini merupakan suatu yang dinamakan “perang suci”. Oleh karena itu, bagi Jepang tindakan ekspansinya tersebut bukan merupakan suatu tindakan kejahatan (Jerry Korn dan David Maness(ed), 1986: 134).

6. Ekspansi Militer Jepang

Pelaksanaan ekspansi militer Jepang yang pertama adalah penyerbuan ke Manchuria pada 1931. Ekspansi Jepang ke Manchuria tujuannya adalah untuk mendapatkan sumber daya alam, karena memang Jepang sangat minim akan sumber daya alamnya. Peristiwa ini dapat ditelusuri dari krisis internasional yang terjadi setelah Perang Dunia I, di antaranya adalah monopoli kekuasaan oleh negara-negara pemenang Perang Dunia I, hingga krisis ekonomi dunia tahun 1929. Sebagai cara untuk mengatasi krisis yang juga berimbas ke Jepang tersebut, maka Jepang mendirikan negara boneka Manchukuo pada tahun 1931

(7)

Universitas Darma Persada untuk memonopoli sumber bahan mentah dan daerah pemasaran di Manchuria (Ketut Surajaya, 1993: 316).

Menteri-menteri bahkan juga Perdana Menteri Jepang yang tidak menyetujui ekspansi tersebut dibunuh oleh kaum militeris Jepang. Dalam penyerbuan Jepang ke Manchuria inilah, awal mula kekecewaan Jepang terhadap bangsa Barat. Pada saat itu, pihak Barat menuduh Jepang telah melakukan sabotase dengan meledakan jalan kereta api milik perusahaan Jepang sendiri pada tahun 1928 dan 1931.

Pihak Barat menganggap bahwa sabotase Jepang secara sengaja dilakukan dengan maksud mendiskreditkan pemerintahan Cina yang seolah-olah tidak mampu menjaga keamanan terhadap kepentingan Jepang di Manchuria. Insiden tersebut dijadikan alasan oleh Jepang melakukan ekspansi untuk menduduki seluruh wilayah Manchuria. Akibat dari tindakan tersebut, Jepang mendapat kecaman dari masyarakat internasional yang ketika itu diwakili oleh Liga Bangsa Bangsa. Namun, kecaman tersebut justru ditanggapi Jepang dengan apatis dan puncak dari sikap apatisme itu adalah dengan keluar dari Liga Bangsa Bangsa pada tahun 1933. Sikap yang demikian membuat Jepang seolah terkucilkan dari dunia Internasional. Namun hal tersebut justru turut membentuk tumbuhnya Nationalistic Euphoria dikalangan masyarakat Jepang.

Pada 7 Agustus 1936 dikeluarkan suatu kebijakan yang dikenal dengan prinsip-prinsip fundamental kebijakan Nasional yang rumusannya dibuat oleh para perwira Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang. Menurut dokumen ini sasaran Jepang adalah ke Asia Timur dan ekspansi ke Selatan untuk menjadi pemimpin dunia. Perkembangan ini mengakibatkan pemerintahan sipil tidak mampu mengontrol dan mengusai ambisi politik pihak militer. Pihak militer lebih sering menentukan kebijakan politik luar negeri Jepang dengan cara “Fait Accompli”. Menteri-menteri bahkan Perdana Menteri Jepang yang lebih mencintai perdamaian di bunuh oleh kaum militeris, mereka ini lebih berkuasa dari pada Parlemen. Selain itu, mereka menjadikan kaisar sebagai alasan dengan berdalih patuh pada titah kaisar, namun sebetulnya mereka pun

(8)

Universitas Darma Persada memerintah kaisarnya.

Setelah menyerang Manchuria, pada 1937 Jepang kemudian menyerang wilayah-wilayah Cina. Penyerbuan ini ini dilakukan tanpa adanya pernyataan perang secara resmi oleh Jepang, sehingga tindakan Jepang ini mendapat protes dari Amerika Serikat. Amerika Serikat merasa terancam atas tindakan tersebut karena memiliki sejumlah kepentingan yang sama di Asia Tenggara dan Pasifik. Oleh karena itu, bersama Belanda dan Inggris, Amerika Serikat sepakat untuk menekan gerakan-gerakan yang dilakukan Jepang. Usaha penekanan itu seperti embargo atas barang-barang yang dibutuhkan Jepang yaitu Minyak, baja dan suku cadang.

Tindakan yang dilakukan oleh Amerika atas Jepang bukan saja melakukan penekanan dan melakukan embargo terhadap Jepang, melainkan lebih dari itu, Presiden Amerika Franklin Roosevelt dalam pidatonya pada 1937 menyerukan agar Jepang dikucilkan oleh masyarakat Internasional sehingga membuat negara-negara Barat semakin mengisolasi Jepang lebih dari sebelumnya. Sikap Barat seperti ini, oleh Jepang dinilai sebagai konspirasi kapitalis Barat karena ketidakrelaaan mereka (Barat) atas kemajuan yang telah dicapai Jepang, bahkan terhadap warga sipil Jepang pun (dalam hal ini para imigran Jepang di Hawai Amerika) mereka menerapkan diskriminasi

(https://rohmanf2.wordpress.com/2011/06/24/politik-ekspansi-dan-imperialisme-jepang-1894-1945/).

B. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II

Sebagaimana diuraikan di atas, keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II berkaitan dengan peristiwa di mana Jepang diperlakukan tidak adil, diremehkan dan diprovokasi oleh bangsa Barat yakni Amerika Serikat dan sekutunya, namun puncaknya awal keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II yaitu dengan keluarnya Jepang dari Liga Bangsa-Bangsa dan pada Perang Eropa yang terjadi pada 1939, di mana Jepang mendudukan posisinya pada kubu Jerman dengan melawan kubu Amerika. Perang Eropa diawali dengan invasi Jerman ke Polandia yang diikuti serangkaian pernyataan perang terhadap Jerman oleh Perancis dan

(9)

Universitas Darma Persada Britania.

Ketika Amerika Serikat, Inggris dan Belanda mengembargo Minyak, baja dan suku cadang ke Jepang akibat kedudukan mereka terancam atas ekspansi Jepang ke Cina, maka Jepang memutuskan untuk bergerak ke Selatan dalam rangka memperoleh bahan baku di Asia Tenggara dan wilayah sekitar Pasifik. Untuk itu Jepang memutuskan menyerang Pearl Harbour. Jepang memutuskan untuk menyerang Pearl Harbour, yang bertujuan untuk menekan gerakan Amerika agar Jepang dapat dengan mudah menginvasi Asia Tenggara dan wilayah sekitar Pasifik. Persiapan serangan ke Pearl Harbour sudah dilakukan Jepang sejak 7 Januari 1941, hal ini dilakukan setelah adanya kesepakatan rahasia dalam lingkungan pemerintahan militer Jepang. Pada saat itu, Laksamana Yamamoto memanggil Kepala Staf Armada Udara 11, Laksamana Madya Takijiro Onishi, dan menginstruksikan Onishi untuk mempelajari kemungkinan arah penyerangan di Pulau Oahu, yang diselesaikan oleh Onishi dalam waktu tiga bulan. Namun berbeda dengan penyerangan ke Oahu, Onishi menyatakan kepada Yamamoto bahwa keberhasilan serangan ke pangkalan udara Armada Besar Pearl Harbour dapat dicapai, tetapi sekitar 50-50 persen.

Begitu juga halnya ketika Yamamoto menyampaikan hal tersebut kepada anak buahnya, banyak sekali yang meragukan keberhasilan penyerang ini, dan rencana penyerangan ini menjadi perdebatan yang panjang, dikalangan politikus, perwira militer, diplomat, bahkan kaisar dan penasihatnya. Sampai pada 22 Mei 1941, Staff Umum Angkatan Laut Jepang masih menentang operasi penyerangan ini, sebab mempunyai resiko yang sangat besar, salah satunya adalah kerahasiaan operasi sebelum memulai perang dan masalah cuaca buruk angin musim Utara yang dapat menggagalkan operasi ini dan esensi dari perang itu sendiri mudah sekali hilang jika bertemu dengan kapal asing. Namun demikian, Yamamoto tetap bersikeras untuk melanjutkan rencananya dan pada 29 Juli 1941 ia memerintahkan prosedur pelatihan khusus bagi seluruh armada udara dibawah komandonya. Selain itu, ia juga merekrut para pilot veteran Perang Nanking karena mereka lebih berpengalaman dan percaya diri dalam serangan udara di atas lautan.

(10)

Universitas Darma Persada Pemimpin penyerangan Komandan Minoru Genda, Kepala Staff, dan Mitsuo Fuchida bertugas untuk mempelajari peta Pearl Harbour dengan teliti termasuk pelabuhan dan juga lapangan di sekelilingnya. Pada saat bersamaan para pilot yang ikut serta mengambil bagian melanjutkan latihan di Kagoshima, Izumi, Kanoya, Saeki dan lima lokasi lainnya di Kyushu. Pada 3 November 1941 rencana itu disetujui oleh Laksamana Osami Nagano, Kepala Staff Umum Angkatan Laut. Yamamoto membawa semua pimpinan armada dan para pimpinan serangan udara Pearl Harbour untuk melakukan simulasi penyerangan dan sebagai komando lapangan adalah Laksamana muda Chuichi Nagumo di Bantu Kolonel Fuchida yang memimpin serangan udara.

Berdasarkan uraian di atas, berbagai kalangan berpendapat bahwa penyerangan Jepang ke Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, tidak dapat dikatakan sebagai suatu tindakan mendadak, karena semua informasi dan berbagai pernyataan tentang kesiapan Jepang untuk perang melawan Amerika Serikat dan Inggris sudah dapat diketahui melalui pemberitaan yang bersifat terbuka. Penyerangan ke Pearl Harbour ini membuat Amerika Serikat marah, sehingga pada 8 Desember 1941 Amerika mengumumkan perang pada Jepang dan terjadi Perang Pasifik. Perang Pasifik adalah perang yang terjadi di Samudra Pasifik dan pulau-pulau yanga ada di Asia. Perang Pasifik juga dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur Raya (Greater East Asia War) (大東亜戦争 (Dai Tō-A Sensō)). Perang Pasifik selanjutnya merupakan perang antara Jepang dan pihak Sekutu (Cina, Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Australia, Belanda dan Selandia Baru). Sementara pihak Jepang adalah Jerman Nazi dan Italia. Perang Pasifik selanjutnya berkembang menjadi Perang Dunia II (Suryohadiprojo, 1987:130).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui : (1) Kondisi pendidikan di negara Jepang sebelum terjadinya Perang Dunia II, (2) Kondisi pendidikan di negara Jepang

namun keberadaan yakuza sebagai organisasi kejahatan yang mampu masuk ke dalam kehidupan politik Jepang terutama setelah perang dunia kedua merupakan.. fakta yang

Mengetahui pandangan dunia pengarang mengenai masalah sosial yang dialami oleh masyarakat Jepang pasca Perang Dunia II dalam novel Saga no Gabai Baachan karya

Lebih ke selatan, induk dari tentara Jepang di kawasan perang ini berperang sampai terhenti di perbatasan Burma-India oleh Tentara ke-14 Inggris yang dikenal

Pertempuran Laut Karang atau Laut Koral merupakan pertempuran laut besar di medan Perang Pasifik yang berlangsung pada 4 Mei sampai 8 Mei 1942 antara Angkatan Laut

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui : (1) Kondisi pendidikan di negara Jepang sebelum terjadinya Perang Dunia II, (2) Kondisi pendidikan di negara Jepang

Perang Dunia II berakhir dengan beberapa perjanjian antara pihak yang kalah yaitu Jerman, Jepang dan Italia dan menang perang pihak sekutu AS, Uni Soviet,

Bagaimana kita memahami motif pilot-pilot Jepang untuk melakukan serangan bunuh diri ini, juga motif para petinggi angkatan perang Jepang untuk menggagas serangan bunuh diri