• Tidak ada hasil yang ditemukan

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANG PASCA PERANG DUNIA II(1952-1974).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANG PASCA PERANG DUNIA II(1952-1974)."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

perkembangan yang sangat pesat pada perekonomian Negara Jepang pasca Perang Dunia II, padahal Jepang baru saja mengalami kekalahan di perang tersebut. Setelah membaca berbagai literatur mengenai perkembangan perekonomian Jepang, penulis menemukan bahwa faktor utama pemicu percepatan perekonomian Jepang adalah kehadiran perusahaan-perusahaan dagang atau Sogo Shosha. Sehingga masalah utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah “Bagaimana Peranan Sogo Shosha dalam Perkembangan Perekonomian Jepang Pasca Perang Dunia II (1952-1974)?”. Masalah utama tersebut kemudian dibagi menjadi empat pertanyaan penelitian, yaitu (1) Bagaimana keadaan perekonomian Jepang pada masa sebelum Perang Dunia II? (2) Bagaimana sejarah kemunculan sogo shosha dalam perekonomian Jepang sebelum Perang Dunia II? (3) Bagaimana kiprah sogo shosha dalam perekonomian Jepang pasca Perang Dunia II? (4) Bagaimana dampak sogo shosha bagi Negara Jepang pasca Perang Dunia II?. Metode yang penulis gunakan adalah metode historis dengan melakukan empat langkah penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data digunakan studi literatur, yaitu mengkaji sumber-sumber literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan interdisipliner dari disiplin ilmu-ilmu sosial utamanya adalah ilmu ekonomi, karena penulis menggunakan Teori Perdagangan Internasional, konsep Anti-Dumping dan Monopoli. Berdasarkan hasil penelitian, didapat beberapa kesimpulan. Pertama, pembangunan perekonomian Jepang yang sangat maju pasca Perang Dunia II tidak terjadi begitu saja secara instan, karena perekonomian modern Jepang mulai membangun fondasinya ketika lahirnya sebuah perubahan politik penting yang kemudian dikenal sebagai Restorasi Meiji di tahun 1868. Kedua, perekonomian modern Jepang yang mulai membentuk fondasi di masa Restorasi Meiji juga sekaligus menjadi periode lahirnya perusahaan-perusahaan dagang atau sogo shosha. Ketiga, kemajuan perekonomian Jepang pasca Perang Dunia II tidak dapat dilepaskan dari peranan sogo shosha. Keempat, keaktifan sogo shosha dalam perdagangan internasional membawa dampak positif dan dampak negatif pada perekonomian Negara Jepang pasca Perang Dunia II. Secara garis besar, sogo shosha sangat berperan dalam meningkatkan perekonomian Negara Jepang. Dampaknya terlihat dari hasil positif perekonomian mereka dalam periode pasca Perang Dunia II. Kesemuanya dikarenakan oleh peranan sogo shosha dalam perdagangan internasional yang mereka jalani. Sebagai rekomendasi, penelitian mengenai sogo shosha yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah pendudukan Amerika Serikat di Jepang belum banyak dibahas oleh penulis dalam penelitian ini, sehingga dapat dijadikan penelitian selanjutnya.

(2)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

This paper is entitled “Sogo Shosha in Japan Economic Development after The Second World War (1952-1974)”. The writer chose this problem after studying that there was a condition where a great economic development happened in Japan after the second world war – in which Japan was lost. After reading various literature about the development of Japan economic sector, the writer found that the main factor that fastened Japan econmic development was the presence of trading companies or Sogo Shosha. Therefore, the main problem rised in this paper was on “How was the role of Sogo Shosha in Japan economic development after the second world war (1952-1974)?” That main problem was divided into four research questions, those were (1) How was the condition of Japan economic sector before the second world war? (2) How was the history of the appearence of Sogo Shosha in Japan economic sector before the second world war? (3) How was the pace of Sogo Shosha in Japan economic sector after the second world war? And (4) How was the effect of Sogo Shosha for Japan after the second world war? The method used in this paper was historical method by doing four steps of research, such as heuristic, critic, interpretation, and histography. While the technique used in collecting the data was literature study which was examining the literure sources which were in line with the problem studied. The approach used in writing this paper was interdiscipline approach from social sciences especially economics, since the writer used the international trade theory, also the Anti-Dumping and monopoly concept. Based on the result, several conclusion were taken. First, the great development of economic sector in Japan did not happen instantly, for Japan modern economic started to build its foundation when an important politic revolution happened which was called Meiji Restoration in 1868. Second, the moment Japan modern economic started to form its foundation was the moment Sogo Shosha appeared in Japan. Third, the development of Japan economic sector after the second world war could not be separated from the role of Sogo Shosha. Fourth, the activeness of Sogo Shosha in international trade brought possitive and negative effects in Japan economic sector after the second world war. Over all, Sogo Shosha had a great impact in increasing Japan Economic sector. The effects could be seen in the possitive result in their economic sector after the second world war. All of them happened due to the role of Sogo Shosha in international trade they went through. As the recomendation, the research about Sogo Shosha which was connected with the regulation of the United States occupation government in Japan has not been elaborated a lot in this research, so that it can be elaborated more in the next study.

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ...vi

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 9

BAB II: KAJIAN PUSTAKA ...11

2.1 Sogo Shosha ...11

2.2 Perkembangan Perekonomian Jepang sejak Restorasi Meiji hingga Pasca-Perang Dunia II ...16

2.3 Teori Perdagangan Internasional ...22

2.4 Dumping dan Monopoli Ekonomi ...26

2.5 Penelitian Terdahulu ...32

BAB III: METODE PENELITIAN ...34

3.1 Persiapan Penelitian ...37

3.1.1 Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian ...37

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ...38

3.1.3 Bimbingan ...40

3.2 Pelaksanaan Penelitian ...40

3.2.1 Heuristik ...41

3.2.2 Kritik Sumber ...45

3.2.3 Interpretasi ...48

(4)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV: KIPRAH SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN

PEREKONOMIAN JEPANG PASCA PERANG DUNIA II (1952-1974) ...53

4.1 Kondisi Perekonomian Jepang Pada Masa Pra-Perang Dunia II ...53

4.1.1 Keadaan Geografis dan Demografis Negara Jepang ...53

4.1.1.1 Kondisi Geografis ...53

4.1.1.2 Kondisi Demografis ...56

4.1.2 Kondisi Perekonomian Jepang ...61

4.2 Sejarah Kemunculan Sogo Shosha dalam Perekonomian Jepang ...69

4.2.1 Mitsui Bussan ...70

4.2.2 Mitsubishi Shoji ...73

4.2.3 Chubei Itoh dan Marubeni ...77

4.2.4 Iwai ...82

4.2.5 Nissho ...85

4.2.6 Kanematsu ...89

4.2.7 Ataka ...90

4.2.8 Toyo Menka, Nippon Menka (Nichimen), dan Gosho ...92

4.3 Kiprah Sogo Shosha dalam Perekonomian Jepang Pasca Perang Dunia II .96 4.3.1 Kondisi Perekonomian Jepang Pasca Perang Dunia II hingga Berakhirnya Pendudukan Amerika Serikat di Jepang ...96

4.3.2 Kiprah Sogo Shosha ... 102

4.3.2.1 Pengimpor Bahan-bahan Makanan dan Bahan-bahan Mentah untuk Industri ... 103

4.3.2.2 Pelopor Gerakan Ekspor Jepang ... 106

4.3.2.3 Pemberi Bantuan Keuangan Dalam Negeri dan Membantu Pertumbuhan Perusahaan Kecil dan Menengah ... 109

4.3.2.4 Perantara dalam Alih Teknologi Maju ... 113

4.4 Dampak Sogo Shosha bagi Negara Jepang Pasca Perang Dunia II ... 117

4.4.1 Dampak Positif pada Perekonomian Jepang ... 117

(5)

BAB V: SIMPULAN DAN SARAN ... 127

5.1 Simpulan ... 127

5.2 Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(6)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih.

Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara

Jepang, yaitu Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Pulau Honshu merupakan

yang paling besar dan di sanalah terletak kota-kota terkenal seperti Tokyo, Osaka,

Yokohama, Nagoya, dan Kyoto. Hokkaido merupakan pulau yang terletak paling

utara, selalu tertutup salju tebal apabila musim dingin. Sedangkan Kyushu yang

paling selatan, sebagian tempatnya beriklim subtropik.

Bila kita membicarakan Jepang, maka yang terbayang adalah negara

modern, negara yang penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya

dan sebutan-sebutan lainnya yang menggambarkan bahwa Jepang adalah negara

yang dapat disejajarkan dengan negara-negara di Eropa atau Amerika Serikat.

Apalagi Jepang saat ini merupakan salah satu Negara di Asia yang

perekonomiannya paling maju. Karakter bangsa Jepang yang pekerja keras adalah

salah satu faktor penting berkembangnya perekonomian negara mereka saat ini.

Saat terpuruk pasca Perang Dunia II, pemerintah Jepang memilih perekonomian

sebagai prioritas pembangunan mereka kala itu meskipun sumber daya alam

mereka tidak memadai untuk perindustrian mereka, namun karena karakter bangsa

(7)

Sebagaimana dikemukakan oleh Mangandaralam (1993: 70-71) bahwa:

Berdasarkan situasi sumber daya alam yang sangat minim sedangkan keperluan energi sepenuhnya bergantung kepada luar negeri, maka perekonomian Jepang memusatkan diri pada sektor perdagangan luar negeri. Jepang memasarkan barang-barang hasil industrinya ke segenap negara di dunia. Barang-barang Jepang bahkan merajai pasaran Amerika dan Eropa Barat. Negara-negara tersebut terpaksa melakukan politik proteksi untuk melindungi industry nasional masing-masing negara, untuk membendung arus impor barang-barang Jepang yang selalu unggul dalam persaingan di negara-negara tersebut.

Suatu negara, jika ingin berhasil dalam membangun aspek

perekonomiannya maka negara tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan

seperti, memiliki dasar kekuatan sendiri dengan bertumpu pada kekuatan dan

kemampuan perekonomian yang dimiliki oleh negara tersebut. Selanjutnya

dengan adanya perubahan struktural, yaitu suatu perubahan yang berasal dari

masyarakat negara itu sendiri. Contoh yang paling banyak digunakan adalah

perubahan dari masyarakat pertanian tradisional menjadi masyarakat ekonomi

industri modern. Perubahan ini juga mencakup berbagai aspek, mulai dari

perubahan lembaga, sikap-sikap sosial dan budaya yang menunjang

pembangunan. Sedangkan faktor yang memiliki pengaruh penting dalam

pertumbuhan ekonomi adalah modal, selain itu juga adalah sumber daya alam dan

sumber daya manusia dari negara itu sendiri. Modernisasi Negara Jepang sendiri

dimulai sejak era Restorasi Meiji di tahun 1868. Pemerintah Jepang pada masa

Meiji telah berani mengambil resiko untuk melakukan percepatan dalam bidang

ekonomi dengan merombak sistem ekonomi tradisional menjadi sistem ekonomi

modern. Percepatan ekonomi ini juga didukung oleh perubahan-perubahan besar

dalam bidang pemerintahan, sosial serta pendidikan.

Pendidikan adalah salah satu dari bidang yang paling banyak dipelajari

oleh utusan-utusan Jepang ke Barat, baik itu sebelum Restorasi Meiji maupun

sesudahnya. Perluasan pendidikan akan menciptakan tenaga-tenaga ahli di

bidang-bidang yang diperlukan demi kemajuan ekonomi suatu negara. Karena

(8)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

diri dalam suatu bidang yang dapat menciptakan teknologi baru, dan kemajuan

teknologi ini merupakan sesuatu yang diperlukan untuk kemajuan ekonomi.

Seperti yang dikemukakan oleh Suryahadiprojo (1982: 29) bahwa:

Faktor pendidikan itu nantinya berpengaruh besar sekali kepada pertumbuhan Jepang dalam menjadi negara yang modern dan kuat dalam bidang ekonomi, karena bagaimanapun juga pendidikan yang tersebar luas itu akan menciptakan tenaga manusia yang cakap dalam proses produksi dalam jumlah yang besar.

Melalui pendidikan di sekolah, rakyat Jepang tidak hanya memperoleh

pelajaran yang diperlukan untuk modernisasi bangsa dalam bidang pertanian dan

terutama untuk industrialisasi. Tetapi juga etika samurai pun diperluas ke seluruh

rakyat melalui sekolah-sekolah. Suryahadiprojo (1982: 29) di dalam bukunya

menjelaskan:

Bersamaan dengan itu, sistem pendidikan ini dimanfaatkan juga untuk mendidik sifat-sifat yang terkandung dalam ajaran Bushido kepada seluruh rakyat. Patriotisme dan kesetiaan kepada Tenno Heika merupakan ajaran yang penting. Maka melalui penyebaran menyeluruh atau demokratisasi pendidikan, para pemimpin Jepang memperoleh tiga hal sekaligus. Pertama, meningkatkan mutu seluruh rakyat. Kedua, tumbuhnya kesetiaan kepada negara dan pemerintah (khususnya kepada Tenno Heika). Ketiga, digerakkannya semangat untuk orang yang mampu belajar. Jelaslah bahwa hal ini memperkuat partisipasi rakyat dalam melaksanakan modernisasi Jepang.

Modernisasi pendidikan yang terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Meiji

membuat rakyat Jepang memiliki tambahan ilmu dan kecakapan, sehingga lebih

mahir dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi negara mereka.

Perusahaan-perusahaan zaibatsu seperti Mitsui, Mitsubishi, dan Sumitomo telah muncul di

masa sebelum Restorasi Meiji, namun setelah sistem perekonomian Jepang

mengalami modernisasi membuat usaha-usaha mereka semakin berkembang ke

bidang-bidang lainnya, seperti tekstil, gula, kertas, dan permesinan. Dalam setiap

zaibatsu biasanya ada perusahaan dagang dan bank yang mendukung perusahaan industrinya. Perusahaan dagang besar itulah yang kemudian dikenal dengan nama

(9)

Sogo shosha telah berjasa besar dalam ekspansi ekonomi Jepang, terutama ke luar negeri. Sogo shosha memiliki manfaat yang besar sekali untuk

perdagangan produk-produk Jepang di luar negeri. Karena mereka memiliki

perwakilan di banyak negara dan hal ini membuat mereka dapat menyediakan

informasi tentang pasaran kepada para produsen. Selain itu, mereka juga telah

mempunyai hubungan di banyak negara, mereka lebih cekatan dalam menjual

barang-barang daripada bila perusahaan industri itu sendiri yang mengurus

ekspornya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Alexander Young, “Dengan mengembangkan pertumbuhan ekonomi Jepang secara cepat, sogo shosha juga

membantu untuk memperkuat persaingan barang-barang ekspor Jepang (terutama produk-produk berat dan kimia) dalam pasaran dunia...” (1985: 168).

Selain itu, sogo shosha juga menanggung resiko penjualan yang mereka

lakukan, sehingga produsen dapat mengkonsentrasikan diri dalam memproduksi

barang-barang mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Alexander K. Young

(1985: 171) bahwa:

...bahwa peranan sogo shosha dalam meningkatkan jumlah besar dengan harga murah atas bahan mentah industri dan pasaran luar negeri yang luas yang mereka kembangkan, memungkinkan pengusaha-pengusaha Jepang terus menerus memusatkan diri dalam memperbesar jumlah produksi melalui rekor penanaman modal yang tinggi...

Hal ini penting sekali bagi perusahaan industri yang tidak terlalu besar yang

biasanya sulit untuk mengetahui bagaimana keadaan pasar di luar negeri atau

perusahaan industri yang tidak ingin menanggung resiko penjualan produk

mereka di luar negeri. Oleh sebab itu, kemampuan penetrasi Jepang ke pasaran

luar negeri tidak hanya berasal dari kemampuan perusahaan-perusahaan

industrinya, tetapi juga merupakan hasil pekerjaan sogo shosha.

Far Eastern Economic Review bahkan berani menyebut sogo shosha sebagai faktor penting dalam tumbuh kembangnya perekonomian Jepang yang

signifikan di tahun 1960-an hingga awal tahun 1970-an, karena pendapatan kotor

(10)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

perekonomian yang sangat hebat. Majalah Far Eastern Economic Review (1980:

39) bahkan menulis:

Kalau kita harus memilih satu faktor penyebab pertumbuhan perekonomian Jepang yang luar biasa sejak Perang Dunia II, tidak akan diragukan lagi bahwa faktornya adalah keahlian tanpa tanding dari bangsa itu dalam perdagangan luar negeri. Di pusat jaringan seluruh dunia dari operasi perdagangan, pemasaran, dan keuangan ini, berdirilah Sembilan sogo shosha (perusahaan perniagaan umum) raksasa, yang memainkan perdagangan internasional Jepang yang kompleks dan beragam.

Yoshihara Kunio (1987: 10-11) di dalam bukunya mengemukakan definisi dari

sogo shosha sebagai berikut:

Di sekitar masa kini, tidak terdapat definisi yang pasti dengan apa yang

dimaksudkan dengan “sogo shosha”, tetapi tampaknya orang mengerti secara kasar apa yang dimaksudkannya. Untuk menjadi suatu sogo shosha, sebuah perusahaan niaga harus menangani banyak produk (tidak hanya terpusat pada suatu pengelompokkan produk, seperti tekstil atau baja), bergerak baik dalam ekspor dan impor, mempunyai kantor di pelbagai kawasan dunia, dan mempunyai kekuasaan yang memadai di bidang pemasaran dan keuangan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa bila menyebut sogo shosha maka erat

kaitannya dengan keajaiban ekonomi Negara Jepang pasca Perang Dunia II.

Mereka inilah yang memainkan peranan utama dalam pertumbuhan ekonomi

Jepang sejak Perang Dunia kedua. Dan perkembangan ekonomi yang pesat itu

dengan sendirinya menjadikan Jepang sebagai pengusaha internasional yang

sukses kala itu.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai

sepak terjang sogo shosha dalam perkembangan perekonomian Jepang, karena

terdapat alasan-alasan yang menarik dalam tema penelitian ini. Pertama, ketika

Jepang mengalami kekalahan di Perang Dunia II. Terlebih saat itu kota Hiroshima

dan Nagasaki dihancurkan oleh Sekutu, padahal kedua kota tersebut merupakan

pusat industri yang berpengaruh penting bagi perekonomian negara Jepang kala

itu. Namun hanya dalam kurun waktu 1 dekade ternyata Jepang dapat menata

(11)

yang kemudian memunculkan sogo shosha sebagai salah satu faktor penting dari

kemajuan perekonomian Jepang saat itu.

Kedua, ketika perusahaan-perusahaan sogo shosha memberikan dampak positif bagi pembangunan perekonomian negara Jepang pasca Perang Dunia II

ternyata muncul juga tudingan-tudingan negatif dari pers, politisi, dan

cendikiawan kiri di tahun 1970-an. Perusahaan-perusahaan sogo shosha

dicaci-maki dengan berbagai sebutan, mulai dari “pengkhianat”, “pedagang licik”,

“parasit”, bahkan sampai sebutan “Drakula peminum darah masyarakat” pun

disematkan kepada perusahaan-perusahaan sogo shosha. “Sogo shosha mendapat serangan keras di Jepang pada tahun 1970-an. Pertanda pertama dari hal ini

muncul pada tahun 1972 sewaktu diungkapkan bahwa beberapa sogo shosha

terlibat dalam pembelian beras yang rekat” (Kunio, 1897: 304). Kritik keras terhadap sogo shosha ini merupakan ironi di dalam sejarah perkembangan

perekonomian Jepang. Karena disadari atau tidak, perusahaan-perusahaan sogo

shosha telah berhasil dalam memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Jepang kala itu.

Melihat permasalahan yang telah dipaparkan oleh penulis kemudian

dijadikan dasar untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai sogo shosha yang telah

berhasil memajukan perekonomian Jepang namun kemudian sempat mendapat

kritik keras dari masyarakat berupa tudingan-tudingan negatif. Dengan demikian

penulis memilih untuk mengangkat judul: “Sogo Shosha dalam Perkembangan

Perekonomian Jepang Pasca Perang Dunia II (1952-1974)”

Pemilihan judul dimulai dari tahun 1952, ketika ditandatanganinya

Perjanjian San Fransisco yang menandai berakhirnya pendudukan Amerika

Serikat di Jepang. Di tahun yang sama juga perusahaan-perusahaan sogo shosha

mulai menggeliat setelah kekalahan Jepang di Perang Dunia II membuat

perusahaan-perusahaan tersebut mendapat tekanan selama pendudukan Sekutu.

Penelitian dibatasi hingga tahun 1974, yaitu tahun ketika sogo shosha mendapat

(12)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal utama yang ditentukan pada saat

pertama kali akan melakukan penelitian. Karena rumusan masalah adalah

pertanyaan penelitian yang umumnya disusun dalam bentuk kalimat tanya.

Pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah inilah yang akan mengarahkan

penulis dalam penyusunan skripsi ini, sehingga dengan rumusan masalah yang

jelas maka dapat dijadikan penuntun yang baik bagi langkah-langkah selanjutnya.

Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, terdapat

beberapa permasalahan yang selanjutnya akan menjadi kajian di dalam penulisan

skripsi ini. Adapun yang menjadi permasalahan pokoknya adalah “Bagaimana Peranan Sogo Shosha dalam Perkembangan Perekonomian Jepang Pasca Perang

Dunia II (1952-1974)? ”

Agar permasalahan dapat terarah dan mengacu pada permasalahan utama

di atas, penulis merumuskan permasalahan tersebut dalam bentuk pertanyaan

berikut:

1. Bagaimana keadaan perekonomian Jepang pada masa pra-Perang Dunia

II?

2. Bagaimana sejarah kemunculan sogo shosha dalam perekonomian Jepang

sebelum Perang Dunia II?

3. Bagaimana kiprah sogo shosha dalam perekonomian Jepang pasca Perang

Dunia II?

4. Bagaimana dampak sogo shosha bagi Negara Jepang pasca Perang Dunia

(13)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Memperoleh gambaran tentang keadaan perekonomian Jepang pada masa

pra-Perang Dunia II

2. Memperoleh gambaran tentang sejarah kemunculan sogo shosha dalam

perkembangan perekonomian Jepang

3. Memperoleh gambaran tentang kiprah sogo shosha bagi kemajuan

perekonomian Jepang pasca Perang Dunia II

4. Mengidentifikasi dampak kehadiran sogo shosha bagi perekonomian

Jepang pasca Perang Dunia II

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi

semua pihak, umumnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan sosial di bidang

ekonomi dan khususnya di bidang sejarah, serta diharapkan mampu menambah

khazanah pengetahuan mengenai perkembangan perekonomian Negara Jepang.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan pengetahuan penulis dan menuangkannya dalam bentuk

karya tulis ilmiah, terutama mengenai sejarah perekonomian Jepang

khususnya peranan sogo shosha bagi perkembangan perekonomian

Jepang.

2. Berguna sebagai bahan referensi ilmiah dan sumbangan pengetahuan bagi

pembaca mengenai sejarah perekonomian Jepang khususnya peranan sogo

shosha bagi perkembangan perekonomian Jepang.

3. Penulis berharap dapat mengambil hal-hal positif mengenai perekonomian

di Jepang khususnya peranan sogo shosha bagi perkembangan

(14)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Adapun sistematika dalam penulisan skripsi yang akan dilakukan oleh

penulis adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Sistematika penulisan skripsi ini diawali dengan bab

pertama. Dalam bab ini penulis mengungkapkan latar belakang penelitian yang

menjadi alasan mengapa penulis mengkaji atau tertarik untuk melakukan

penulisan mengenai tema ini. Bab ini juga memuat rumusan dan batasan masalah

untuk membatasi permasalahan agar tidak melebar yang diuraikan menjadi

beberapa pertanyaan penulisan. Bab ini juga menguraikan tujuan dan manfaat dari

penulisan skripsi. Serta struktur organisasi yang kemudian akan menjadi kerangka

dan pedoman dalam penyusunan skripsi ini.

Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teori. Dalam bab ini dipaparkan

mengenai sumber-sumber buku yang digunakan penulis sebagai bahan referensi

yang dianggap relevan. Bab ini juga menyajikan teori-teori yang dipakai untuk

menunjang penulisan skripsi ini. Selain itu, dijelaskan pula tentang beberapa

kajian dan penelitian yang lebih dahulu dilakukan oleh para ahli mengenai sejarah

perekonomian di Jepang.

Bab III Metode Penelitian. Dalam bab ini diuraikan mengenai serangkaian

kegiatan serta cara-cara yang ditempuh penulis dalam melakukan penulisan

skripsi ini guna mendapatkan sumber yang relevan dengan permasalahan yang

sedang dikaji oleh penulis. Adapun metode yang digunakan adalah metode

historis yang memang lazim digunakan dalam penelitian sejarah dan teknik yang

(15)

Bab IV Kiprah Sogo Shosha dalam Perkembangan Perekonomian Jepang

Pasca Perang Dunia II (1952-1974). Dalam bab ini penulis akan memaparkan

mengenai kiprah sogo shosha dalam sejarah perekonomian Jepang, dimulai dari

kondisi perekonomian Negara Jepang pada masa sebelum Perang Dunia II, lalu

sejarah kemunculan sogo shosha pada masa sebelum Perang Dunia II, kemudian

kiprah sogo shosha di Jepang pada masa setelah terjadinya Perang Dunia II, serta

dampak sogo shosha bagi perekonomian Jepang pasca Perang Dunia II.

Bab V Simpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari rangkaian

penulisan skripsi yang berisi tentang kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan

(16)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

SIMPULAN DAN SARAN

5.1.Simpulan

Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul “Sogo

Shosha dalam Perkembangan Perekonomian Jepang Pasca Perang Dunia II (1952-1974)”. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis pada bab sebelumnya. Terdapat empat hal

yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang dibahas, yaitu:

Pertama, pembangunan perekonomian Jepang yang sangat maju pasca

Perang Dunia II ternyata tidak terjadi begitu saja secara instan, namun awal

mulanya sudah terjadi lama sebelumnya. Perekonomian modern Jepang mulai

membangun fondasinya ketika lahirnya sebuah perubahan politik penting yang

kemudian dikenal sebagai Restorasi Meiji di tahun 1868.

Langkah awal modernisasi perekonomian di Jepang dimulai dengan

mendatangkan teknisi dari luar negeri dan mengirimkan mahasiswa-mahasiswa ke

luar negeri untuk mempelajari dan mengamati perkembangan teknologi yang ada

di Barat. Hal ini mengisyaratkan dimulainya abad mesin di Jepang, dan dampak

yang paling terasa adalah meningkatnya industri tekstil kain katun pada periode

tahun 1886 hingga tahun 1911. Langkah selanjutnya adalah kebijakan dalam

mengembangkan prasarana negara seperti diperluasnya jaringan kereta api. Hal ini

sekaligus merupakan upaya pemerintah untuk semakin meningkatkan mobilitas

perekonomian yang ada di Jepang saat itu. Di tahun-tahun selanjutnya,

perekonomian Jepang pasca Perang Dunia II mengalami berbagai pasang surut.

Dimulai dari peristiwa Perang Dunia I yang terjadi pada tahun 1914

hingga tahun 1918, dan sangat mempengaruhi peningkatan produksi industri berat

(17)

tahun 1920-an yang diakibatkan oleh berakhirnya Perang Dunia I, Iishi Panic di

tahun 1922, Gempa Bumi hebat di Kanto tahun 1923, selain itu terjadi juga

peristiwa Great Depression yang menimpa perekonomian global. Muram disini

dalam artian bahwa banyak perusahaan menderita kerugian, banyak terjadi

kebangkrutan, dan banyak orang yang berhutang atau menganggur.

Periode kemuraman yang terjadi pada tahun 1920-an ternyata

mengakibatkan suatu seleksi alamiah dalam perusahaan-perusahaan. Beberapa

perusahaan kecil kemudian melakukan merger, sedangkan perusahaan yang kuat

akan menjadi lebih dominan. Pada periode inilah perusahaan-perusahaan besar

seperti Mitsui, Mitsubishi dan Sumitomo mulai membentuk posisi yang dominan.

Perusahaan-perusahaan zaibatsu tersebutlah yang kemudian pada dekade 1930-an

memegang peranan penting dalam perkembangan perekonomian Jepang.

Kedua, perusahaan-perusahaan zaibatsu yang di dalamnya juga pasti

terdapat perusahaan-perusahaan dagang atau sogo shosha, sudah lahir sejak

masa-masa awal pemerintahan Kaisar Meiji. Kebanyakan pendiri sogo shosha pada

awalnya hanyalah seorang pedagang biasa yang menjual barang-barang dari luar

negeri Jepang yang bisa dikategorikan sebagai barang langka namun sangat

dibutuhkan. Contoh barang-barang tersebut adalah gelas, benang wool, minyak,

korek api, obat-obatan, hingga minuman Barat.

Ketika perusahaan-perusahaan sogo shosha semakin mapan dan memiliki

jumlah modal yang besar, bisnis mereka mulai beralih kepada bidang

perindustrian. Fenomena ini terjadi di tahun 1900-an, ketika perekonomian Jepang

mulai merangkak naik setelah adanya kemajuan dalam industri tekstil dan kain

tenun. Diversifikasi yang dilakukan oleh kebanyakan sogo shosha terjadi ketika

memasuki tahun 1930-an. Saat itu Jepang mulai terlibat dalam Perang Dunia II, dan pemerintah Jepang “memaksa” sogo shosha untuk terjun ke dalam bidang industri berat sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan persenjataan dan alat-alat

(18)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

Ketiga, kemajuan perekonomian Jepang pasca Perang Dunia II tidak dapat

dilepaskan dari peranan sogo shosha. Karena disadari atau tidak, Negara Jepang

sangat bergantung pada sogo shosha. Contohnya adalah peranan sogo shosha

dalam bidang impor, mulai dari impor bahan-bahan makanan untuk para

penduduk Jepang, impor bahan-bahan mentah industri bagi keberlangsungan

berbagai macam perindustrian yang ada di Jepang, hingga impor dalam alih

teknologi maju dari Barat kepada para pabrikan Jepang.

Sogo shosha sangat mendukung industri-industri kecil yang ada di Jepang. Hal ini terlihat dari peran mereka dalam menyediakan bahan-bahan mentah yang

menjadi faktor utama dalam memproduksi barang-barang industri tersebut. Selain

itu, dukungan sogo shosha juga tercermin dari berbagai bantuan keuangan yang

diberikan oleh mereka untuk membantu pertumbuhan perusahaan-perusahaan

industri kecil dan menengah. Bantuan keuangan ini membuat perindustrian Jepang

bisa tetap produktif dalam memproduksi barang-barangnya.

Peranan penting sogo shosha lainnya adalah sebagai kekuatan utama di

belakang sukses Jepang yang luar biasa dalam penjualan barang-barang industri

kepada berbagai negara. Terlebih lagi saat periode pasca Perang Dunia II, sogo

shosha melakukan diversifikasi di berbagai komoditi. Mulai dari baja-baja Jepang, fiber sintetis, barang petrokimia, hingga mesin-mesin berat seperti

perkapalan. Peranan perusahaan-perusahaan sogo shosha tersebut merupakan

sumbangan terbesar mereka terhadap ekonomi Jepang setelah Perang Dunia II.

Keempat, keaktifan sogo shosha dalam perdagangan internasional

membawa dampak positif dan dampak negatif pada perekonomian Negara Jepang

pasca Perang Dunia II. Dampak positifnya adalah berupa pertumbuhan ekonomi

sangat cepat yang terjadi setelah pendudukan Sekutu di Negara Jepang. Ketika itu

Jepang mencapai keseimbangan dalam neraca pembayaran internasional dan juga

berhasil mengakumulasikan nilai valuta asing cadangan. Selain itu, Jepang juga

membangun kembali perindustrian utamanya dan meningkatkan produktivitas

(19)

berhasil mengendalikan inflasi yang sempat terjadi setelah mengalami kekalahan

di Perang Dunia II.

Namun keberhasilan sogo shosha dalam meningkatkan perekonomian

Jepang pasca Perang Dunia II juga dibarengi oleh dampak negatif. Sekitar awal

tahun 1973-an mereka dicaci maki dengan sebutan-sebutan seperti “pengkhianat”, “pedagang licik”, “parasit”, dan bahkan sebutan “drakula peminum darah masyarakat”. Mereka dituduh oleh pers, politisi, dan cendikiawan kiri bahwa sogo shosha ini telah menyebabkan inflasi karena melakukan spekulasi dan mengambil untung berlebihan. Tuduhan-tuduhan tersebut kemudian membuat Komisi

Perdagangan yang Adil atau Japan Trade Fair Commission (FTC) melakukan

penyelidikan kegiatan-kegiatan sogo shosha.

Secara garis besar, sogo shosha sangat berperan dalam meningkatkan

perekonomian Negara Jepang. Dampaknya terlihat dari hasil positif perekonomian

mereka dalam periode pasca Perang Dunia II. Kesemuanya dikarenakan oleh

peranan sogo shosha dalam perdagangan internasional yang mereka jalani.

5.2.Saran

Skripsi dengan judul “Sogo Shosha dalam Perkembangan

Perekonomian Jepang Pasca Perang Dunia II (1952-1974)” ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca, baik untuk para akademisi maupun

pembaca pada umumnya mengenai sejarah perkembangan perekonomian Negara

Jepang pasca Perang Dunia II terutama mengenai Sogo Shosha serta peranannya

bagi perkembangan perekonomian Jepang. Skripsi ini juga diharapkan dapat

memberi rekomendasi pada pembelajaran sejarah di sekolah khususnya pada

tingkat Sekolah Menengah Atas karena materi skripsi ini dapat dijadikan sebagai

pendalaman materi pada kurikulum 2013 terutama sejarah peminatan kelas XI

untuk Kompetensi Dasar (KD) 3.6 dan Kompetensi Dasar (KD) 4.6 pada materi

(20)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

Sogo shosha ini dapat dijadikan contoh atau inspirasi bagi perkembangan perekonomian Indonesia di masa depan.

Selain itu, melalui penelitian ini penulis juga memberikan rekomendasi

untuk penelitian selanjutnya melalui kerangka berpikir penulis mengenai

pembahasan yang belum dipecahkan atau belum dibahas secara jelas dalam

penelitian ini. Pembahasan tersebut ialah mengenai kebangkitan sogo shosha

pasca pendudukan Amerika Serikat terkait kebijakan-kebijakan pemerintah

pendudukan Amerika Serikat di Jepang pasca Perang Dunia II saat itu. Mengingat

salah satu kebijakannya adalah untuk membubarkan zaibatsu-zaibatsu yang ada di

Jepang, dan saat zaibatsu-zaibatsu tersebut dibubarkan maka kebijakan itu juga

turut berdampak buruk pada perusahaan-perusahaan sogo shosha. Namun setelah

pendudukan Amerika Serikat berakhir di tahun 1952, sogo shosha kembali

bangkit dan segera memberikan dampak yang positif bagi perekonomian Negara

Jepang dalam waktu yang terbilang singkat. Berdasarkan keresahan tersebut,

penulis merekomendasikan peneliti lain untuk mengkaji mengenai sogo shosha

yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah pendudukan Amerika Serikat di

(21)

A.Buku

Abdurrahman, D. (2007). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu.

Allen, G. C. (1958). Japan’s Economic Recovery. London: Oxford University Press.

Beasley, W. G. (2003). Pengalaman Jepang: Sejarah Singkat Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Erawati, E. Dan Badudu, J. S. (1996). Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia. Jakarta: Proyek ELIPS.

FitzGerald, C. P. (1966). A Concise History of East Asia. New York: Frederick A. Praeger, Inc.

Forbis, W. (1981). Japan Today. New York: Harper & Row Publisher Inc.

Hall, J. W. (1984). Japan From Prehistory to Modern Times. Frankfurt: Dell Publishing.

Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu Sejarah. Bandung: Historia Utama Press.

JETRO, (1988). Kebijaksanaan Industri Jepang Sesudah Perang. JETRO.

Kunio, Y. (1983). Perkembangan Ekonomi Jepang: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.

Kunio, Y. (1987). Sogo Shosha: Pemandu Kemajuan Ekonomi Jepang. Jakarta: PT. Gramedia.

Kunio, Y. (1992). Pembangunan Ekonomi Jepang. Jakarta: UI-Press.

Mangandaralam, S. (1993). Jepang Negara Matahari Terbit. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

(22)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

Murphey, R. (2004). East Asia: A New History. New Jersey: Pearson Education Inc.

Nakamura, T. (1985). Economic Development of Modern Japan. Tokyo: International Society for Educational Information, Inc.

Natabaya, H. A. S. (1996). Penelitian Hukum Tentang Aspek Hukum Antidumping dan Implikasinya bagi Indonesia. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI.

Nurhayati, Y. (1987). Langkah-Langkah Awal Modernisasi Jepang. Jakarta: PT. Dian Rakyat.

Okita, S. (1983). The Developing Economies and Japan. Tokyo: University of Tokyo Press.

Ravianto, J. (1986). Orientasi Produktivitas dan Ekonomi Jepang: apa yang harus dilakukan Indonesia?. Jakarta: UI-Press.

Reischauer, E. O. (1984). The Japanese. Massachusetts: Harvard University Press.

Rosidi, A. (1981). Mengenal Jepang. Jakarta: The Japan Foundation.

Sakamoto, T. (1982). Jepang Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Soelistyo. (1981). Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Liberty

Sood, M. (2011). Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Sukarmi. (2002). Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Jakarta: Sinar Grafika.

Sukirno, S. (1985). Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta: Bima Grafika.

Suryohadiprojo, S. (1982). Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjoangan Hidup. Jakarta: UI-Press.

(23)

Syahyu, Y. (2004). Hukum Antidumping di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tambunan, T. (2001). Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Vogel, E. F. (1982). Jepang Jempol. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

Yani, A. dan Widjaja, G. (2000). Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Yoshino, M. Y. dan Lifson, T. B. (1986). The Invisible Link: Japan’s Sogo Shosha and the Organization of Trade. Massachusetts: The Massachusetts Institute of Technology.

Young, A. K. (1985). Sogo Shosha: Menyingkap Jaringan Organisasi Bisnis Jepang di Dunia. Jakarta: Sang Saka Gotra.

B.Sumber Skripsi

Gandini, R. (2010). Peranan Keiretsu dalam Perekonomian Jepang 1953-1973. Skripsi pada FPIPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

(24)

Rizky Aditya, 2014

SOGO SHOSHA DALAM PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN JEPANGPASCA PERANG DUNIA II (1952-1974)

C.Sumber Internet

Aghniya, D. F. (2013). Kondisi dan Iklim di Negara Jepang. [Online]. Tersedia di: http://benkyoukaihimabajaupi.wordpress.com/2013/09/17/kondisi-dan-iklim-di-negara-jepang-2/ [Diakses 18 April 2014].

Apepherya. (2013). Kondisi Demografi Jepang. [Online]. Tersedia di:

http://jepang.panduanwisata.com/2012/04/24/kondisi-demografi-jepang/ [Diakses 16 April 2014].

Apriyanti, R. (2010). Kuantitas dan Kualitas Penduduk Jepang. [Online].

Tersedia di: http://aapgrisna.blogspot.com/2010/12/kuantitas-dan-kualitas-penduduk-jepang.html [Diakses 15 April 2014].

Bintoro, B. (2013). Teori Heckscher-Ohlin. [Online]. Tersedia di: http://bambangbintorosutarno.blogspot.com/2013/01/teori-heckscher-ohlin-salah-satu.html [Diakses 8 Mei 2014].

Nurcahyanti, F. (2010). Teori Perdagangan Internasional. [Online]. Tersedia di: http://fajrina.wordpress.com/teori-perdagangan-internasional/ [Diakses 8 Mei 2014].

Nuril, S. (2013). Demografi Negara Jepang. [Online]. Tersedia di:

http://safiranh.blogspot.com/2013/03/demografi-negara-jepang.html [Diakses 14 April 2014].

Prasetyo, R. (2012). 7 Unsur Kebudayaan Negara Jepang. [Online]. Tersedia di: http://riopraset.wordpress.com/2012/11/01/7-unsur-kebudayaan-negara-jepang/ [Diakses 13 April 2014].

Reka, M. (2012). Struktur Masyarakat Jepang. [Online]. Tersedia di:

http://mizucha.wordpress.com/2012/04/07/struktur-masyarakat-jepang/ [Diakses 11 April 2014].

Wikipedia. (2013). Demografi Jepang. [Online]. Tersedia di:

http://id.wikipedia.org/wiki/Demografi_Jepang [Diakses 18 April 2014].

Yusuf, M. 2011. Mengenal Negara Maju Jepang. [Online]. Tersedia di:

(25)

Ziah. (2013). Teori Keunggulan Komparatif. [Online]. Tersedia di: http://hidupberawaldari.blogspot.com/2013/06/keunggulan-komparatif.html [Diakses 8 Mei 2014].

---. (2012). Perdagangan International : Definisi, Ciri Utama, Faktor

Penyebab terjadinya Perdagangan International dan Istilah istilah dalam Perdagangan Luar Negeri. [Online]. Tersedia di:

Referensi

Dokumen terkait

Jepang adalah Negara fodal,sejak pemerintahan militer berdiri di Jepang,yaitu pada masa kamakura zaman feodalisme dimulai.meskipun pengaruh feodalisme amat kental namun bangsa

namun keberadaan yakuza sebagai organisasi kejahatan yang mampu masuk ke dalam kehidupan politik Jepang terutama setelah perang dunia kedua merupakan.. fakta yang

Perang Dunia II berakhir dengan beberapa perjanjian antara pihak yang kalah yaitu Jerman, Jepang dan Italia dan menang perang pihak sekutu AS, Uni Soviet,

Pada awal perang dunia II Amerika Serikat bersikap netral. Sikap netral Amerika berubah setelah Jepang mengebom pangkalan militer Amerika serikat di Pearl Harbour.

Komitmen dari Jepang yang termuat dalam Fukuda Doctrine ini menjadi penting dalam melihat Politik Luar Negeri Jepang karena bahkan setelah PM Fukuda tidak lagi

Belanda konsentrasi terhadap negaranya sendiri yang dikuasai Jerman, serta bangsa Indonesia yang turut membantu Jepang (dianggap pembebas). Jepang begitu kuat dan kejam

Secara keseluruhan, pasifisme telah menjadi pilar utama dalam pembentukan Jepang pasca Perang Dunia II, menciptakan fondasi untuk negara yang tidak hanya menolak kekerasan dan

Akan tetapi, penelitian ini lebih berfokus pada strategi dan taktik perang darat yang digunakan oleh Angkatan Darat Jepang, pelaksanaannya dalam medan pertempuran di Asia Tenggara dan