PROSIDING
SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411 - 4216
PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN
dan Kaseno Sasmito Wulyoadi
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Gedung 630 Kawasan Puspiptek, Serpong 15314
Telp. (021) 7560562 pes. 1541, 1544, E-mail [email protected]
Abstrak
Minyak goreng yang dipanaskan berulang kali akan mengalami kerusakan karena terjadinya oksidasi, polimerasi dan hidrolisis. Akibatnya minyak menjadi kecoklatan, lebih kental dan berbusa. Pada UFO (Used Frying Oil / minyak goreng bekas) yang telah rusak akan terbentuk senyawa-senyawa yang tidak diinginkan, seperti senyawa polimer, asam lemak bebas, peroksida dan kotoran lain yang tersuspensi dalam minyak.
Dalam penelitian ini proses pemurnian UFO dilakukan dengan menggunakan membran keramik berbagai ukuran pori, yaitu 0,2, 0,05 dan 0,001 µm. Untuk membandingkan keefektifan filtrasi membran, digunakan metoda konvensional yang terdiri dari tahapan degumming, pengkelatan, netralisasi dan pemucatan. Analisa sampel mencakup bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan iod, kadar air, kadar abu, kekentalan dan kejernihan.
Dari ketiga membran yang digunakan, membran 0,001 µm paling efektif dalam memurnikan UFO. Bila dibandingkan dengan metoda konvensional, membran tersebut lebih efektif dalam menurunkan bilangan peroksida dan kekentalan serta meningkatkan kejernihan, sama efektifnya dalam menurunkan bilangan penyabunan dan kadar abu, namun kurang efektif dalam menurunkan bilangan asam dan meningkatkan bilangan iod. Baik metoda konvensional maupun filtrasi membran kurang efektif dalam menurunkan kadar air. UFO yang sudah dimurnikan dengan filtrasi membran belum memenuhi persyaratan SNI, yaitu bilangan peroksida yang lebih besar daripada batas maksimum SNI (1,00 mg O /100 g minyak).
2Kata kunci : degumming; membran keramik; mikrofiltrasi; minyak goreng bekas; pemurnian;
pemucatan; pengkelatan; netralisasi; ultrafiltrasi.
Pendahuluan
Minyak goreng sangat diperlukan dalam proses pengolahan bahan pangan. Fungsi minyak dalam proses
menggoreng selain sebagai medium penghantar panas juga berfungsi untuk menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan.
Pada umumnya minyak yang sudah digunakan untuk menggoreng tidak dibuang, tetapi digunakan berulang kali. Demikian pula yang terjadi pada industri pangan yang menggunakan minyak goreng dalam jumlah besar, minyak digunakan berulang-ulang untuk menekan biaya produksi. Penggunaan kembali minyak goreng bekas secara berulang-ulang akan menurunkan mutu bahan pangan yang digoreng akibat terjadinya kerusakan pada minyak yang digunakan. Kerusakan pada minyak goreng menyebabkan minyak bersifat karsinogenik, sehingga membahayakan kesehatan.
Minyak akan mengalami kerusakan apabila mengalami pemanasan berulang kali, kontak dengan air, udara dan logam. Kerusakan minyak yang terjadi selama proses penggorengan meliputi oksidasi, polimerasi dan hidrolisis. Akibatnya minyak menjadi berwarna kecoklatan, lebih kental, berbusa, berasap serta dihasilkan rasa dan bau yang tidak disukai pada bahan pangan yang digoreng. Pada minyak goreng bekas yang telah rusak akan terbentuk senyawa-senyawa yang tidak diinginkan, seperti senyawa polimer, asam lemak bebas (ALB), peroksida dan kotoran lain yang tersuspensi dalam minyak.
Proses pemurnian minyak goreng bekas yang telah mengalami kerusakan bertujuan untuk mengurangi senyawa-senyawa yang terbentuk akibat proses kerusakan minyak, sehingga diharapkan minyak hasil pemurnian mempunyai karakteristik yang mendekati karakteristik minyak goreng segar, memperpanjang umum pemakaian dan aman untuk digunakan kembali.
Bahan dan Metoda
UFO (Used Frying Oil / minyak goreng bekas) dilarutkan dalam heksan dengan perbandingan volume 1 : 3. Kemudian dilakukan proses filtrasi dengan menggunakan 3 macam membran keramik, yaitu membran mikrofiltrasi (MF) 0,2 µm, membran ultrafiltrasi (UF) 0,05 µm dan membran UF 0,001 µm. Proses filtrasi dilakukan dengan cara memompa campuran UFO dan heksan pada tekanan operasi 4 bar melalui masing-masing membran tersebut. Filtrat ditampung pada tangki produk, sedangkan retentat disirkulasikan kembali ke dalam tangki umpan.
Untuk membandingkan keefektifan proses filtrasi membran, dilakukan proses pemurnian minyak secara konvensional. Pada UFO dilakukan proses degumming dengan menambahkan asam fosfat 20% sebesar 0,2 % (v/w) pada 80
oC dan diaduk 15 menit. Kemudian dibilas dengan air hangat hingga pH air buangan netral.
Pada minyak hasil degumming dilakukan proses pengkelatan dengan menambahkan asam sitrat sebanyak 0,015% (v/w) pada 80
oC dan diaduk 15 menit. Kemudian dibilas dengan air hangat hingga pH air buangan netral. Pada minyak hasil pengkelatan dilakukan proses netralisasi dengan menambahkan larutan NaOH 16 Be dan diaduk 15 menit, didiamkan 30 menit. Untuk memisahkan minyak dengan sabun yang terbentuk dilakukan sentrifugasi. Kemudian dibilas dengan air hangat hingga pH air buangan netral. Setelah proses netralisasi, minyak dipucatkan dalam kondisi vakum pada 80
oC dengan menggunakan arang aktif 4% dan diaduk 15 menit. Kemudian minyak disaring dengan alat penyaring vakum.
Analisa sampel mencakup bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan iod, kadar
air, kadar abu, kekentalan dan kejernihan.
Hasil dan Pembahasan
Bilangan asam. Bilangan asam adalah jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas (ALB) dari 1 gram minyak yang dapat dipergunakan untuk mengukur jumlah ALB yang terdapat dalam minyak. (Ketaren, 1986).
Gambar 1 memperlihatkan bahwa pemurnian dengan filtrasi membran mampu menurunkan nilai bilangan asam. Namun bila dibandingkan dengan metoda konvensional (RBUFO), metode filtrasi membran kurang efektif dalam menurunkan nilai bilangan asam, karena ALB yang berbentuk dimer, trimer tidak semuanya tertahan oleh membran. Hal ini disebabkan bobot molekul ALB yang berbentuk dimer dan trimer lebih kecil dari ukuran pori membran sehingga lolos, sedangkan proses netralisasi (metoda konvensional) mampu menyabunkan semua ALB dalam minyak baik yang berbentuk dimer maupun trimer.
Gambar 1. Histogram hubungan antara Used Frying Oil (UFO), Filtrated Used Frying Oil
0 5 10 15 20 25 30
UFO M F 0,2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Bilangan peroksida (mg O 2
0 4 8 12 16 20
UFO M F 0,2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Bilangan a s
(FUFO) dan Refined Bleached Used Frying Oil (RBUFO) terhadap bilangan asam dan peroksida
Bilangan peroksida. Bilangan peroksida merupakan nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren, 1986). Adanya peroksida menunjukkan telah terjadinya proses oksidasi pada minyak tersebut. Semakin tinggi kadar peroksida di dalam minyak, semakin luas proses oksidasi yang terjadi, artinya kerusakan minyak semakin berlanjut.
Gambar 1 menunjukkan bahwa FUFO dan RBUFO mengalami penurunan nilai bilangan peroksida dibandingkan UFO. Penurunan nilai bilangan peroksida pada FUFO disebabkan adanya perbedaan ukuran antara peroksida dengan pori-pori membran, dimana ukuran peroksida ini memiliki kecenderungan lebih besar dari pada ukuran pori sehingga tidak dapat lolos.
Dibandingkan dengan metoda konvensional, pemurnian dengan membran, khususnya membran UF 0,001 µm lebih efektif. Namun, bilangan peroksida yang dihasilkan melalui proses filtrasi membran maupun proses pemurnian konvensional masih berada jauh di atas batas maksimum SNI, yaitu 1,00 mg O
2/100 g minyak. Oleh karena itu, perlakukan pada proses filtrasi membran dianggap belum berhasil menurunkan kandungan peroksida di dalam minyak dan belum memenuhi SNI.
Bilangan penyabunan. Gambar 2 memenunjukkan bahwa nilai bilangan penyabunan FUFO lebih
rendah daripada UFO. Hal ini disebabkan tertahannya asam lemak yang berukuran besar yang berbentuk
polimer dan organologam. Dibandingkan dengan metoda konvensional, pemurnian dengan membran filtrasi
sama efektifnya. Hal ini terlihat dengan tidak ada perbedaan signifikan antara bilangan penyabunan FUFO
dan RBUFO.
Bilangan iod. Bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan suatu minyak yang berhubungan dengan banyaknya ikatan rangkap yang dimiliki asam lemak dalam minyak. Semakin banyak ikatan rangkap pada minyak, semakin tinggi nilai bilangan iod pada minyak dan sebaliknya.
Gambar 2. Histogram hubungan antara Used Frying Oil (UFO), Filtrated Used Frying Oil (FUFO)
0 40 80 120 160 200
UFO M F 0,2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Bilangan penyab
0 5 10 15 20 25 30 35 40
UFO M F 0,2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Bilangan
dan Refined Bleached Used Frying Oil (RBUFO) terhadap bilangan penyabunan dan iod
0 100 200 300 400 500 600
UFO MF 0, 2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Kadar abu ( p
Gambar 3. Histogram hubungan antara Used Frying Oil (UFO), Filtrated Used Frying Oil
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
UFO MF 0,2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Kadar ai r
(FUFO) dan Refined Bleached Used Frying Oil (RBUFO) terhadap kadar air dan abu
Gambar 2 memperlihatkan filtrasi membran mampu meningkatkan bilangan iod UFO. Meningkatkanya bilangan iod ini disebabkan tertahannya senyawa-senyawa yang tidak diinginkan, seperti produk polimer, sedangkan asam lemak jenuh rantai pendek akan melewati membran karena ukurannya yang jauh lebih kecil.
Dibandingkan dengan metoda konvensional (RBUFO), filtrasi membran agak kurang efektif dalam meningkatkan bilangan iod. Lebih efektifnya metoda konvensional dalam meningkatkan bilangan iod disebabkan hilangnya sejumlah senyawa yang tidak diinginkan seperti asam organik rantai pendek. Senyawa ini diadsorpsi oleh arang aktif dalam proses pemucatan, di samping itu proses degumming dapat menyebabkan hilangnya produk polimer dan proses netralisasi menyebabkan hilangnya asam-asam lemak dengan ikatan jenuh.
Kadar air. Gambar 3 menunjukkan bahwa FUFO dan RBUFO memiliki kecenderungan kadar air yang
lebih tinggi dibandingkan UFO. Hal ini disebabkan pada proses pemurnian baik konvensional maupun filtrasi
membran melibatkan air sehingga kadar air dalam minyak meningkat. Pada proses pemucatan, degumming
dan netralisasi digunakan air sebagai penetral minyak terhadap bahan kimia yang digunakan dalam proses
pemurnian, sedangkan pada proses filtrasi membran digunakan air dalam pencucian membran. Sebagian air
ada yang masih tertinggal, baik pada membran ataupun pada pompa, sehingga kadar air dalam minyak menjadi lebih tinggi.
Kadar abu. Kadar abu menunjukkan jumlah senyawa anorganik dalam minyak, khususnya logam yang tetap tertinggal setelah pemanasan pada suhu yang tinggi (550
oC).
Pada gambar 3 terlihat bahwa pemurnian baik dengan filtrasi membran maupun dengan metoda konvensional mampu menurunkan kadar abu yang terkandung dalam UFO. Penggunaan membran UF 0,001 mikron sama efektifnya dengan metoda konvensional dalam menurunkan kadar abu. Proses pemisahan logam (abu) dengan membran disebabkan tertahannya senyawa organologam yang berukuran lebih besar dari pada pori-pori membran, sedangkan pada metoda konvensional, pengikatan logam dan organologam ini terjadi dalam proses pengkelatan, dimana asam sitrat yang digunakan sebagai zat pengkelat memiliki kemampuan mengikat logam.
0 10 20 30 40 50 60 70 80
UFO M F 0,2 µm
UF 0,05 µm
UF 0,001 µm
RBUFO
Kekentalan