• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tagihan yang pelunasannya dengan menggunakan uang. Menurut Mulyadi (2002:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tagihan yang pelunasannya dengan menggunakan uang. Menurut Mulyadi (2002:"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Piutang Usaha

2.1.1. Pengertian Piutang Usaha

Piutang merupakan segala bentuk tagihan atau klaim perusahaan kepada pihak lain yang pelunasannya dapat dilakukan, dalam bentuk uang, barang maupun jasa. Sedangkan pengertian piutang untuk tujuan akuntansi adalah segala tagihan yang pelunasannya dengan menggunakan uang. Menurut Mulyadi (2002:

87) “Piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa, yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu siklus kegiatan perusahaan”.

Piutang umumnya disajikan di neraca dalam dua kelompok, piutang usaha, dan piutang non usaha. Menurut Skousen (2004: 479) “Secara umum istilah piutang dapat diterapkan ke semua klaim atas uang, barang, dan jasa, akan tetapi untuk tujuan akuntansi istilah tersebut secara umum digunakan dalam lingkup yang lebih sempit untuk menggambarkan klaim yang diharapkan akan selesai dengan diterimanya uang tunai (kas).

Piutang usaha umumnya adalah kategori yang paling signifikan dari piutang, dan merupakan hasil dari aktivitas normal, perusahaan atau entitas, yaitu penjualan barang atau jasa secara kredit kepada pelanggan. Piutang usaha dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan diklasifikasikan

(2)

sebagai wesel tagih (Notes Receivable). Piutang usaha umumnya merupakan jumlah yang material di necaca dibandingkan dengan piutang non usaha.

Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan barang dan jasa kepada pihak luar seperti misalnya, piutang kepada karyawan, piutang penjualan saham, piutang klaim asuransi, piutang pengembalian pajak, piutang deviden dan bunga. Piutang non usaha biasanya disajikan di neraca secara terpisah. Jika piutang non usaha tersebut diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan dilaporkan dibawah judul Investasi. Penyajian piutang di neraca menurut Mulyadi (2002: 88)

a. Piutang usaha harus disajikan di neraca sebesar jumlah yang diperkiran dapat ditagih dari debitur pada tanggal neraca. Piutang usaha disajikan di neraca dalam jumlah bruto dikurangi dengan taksiran kerugian tidak tertagihnya piutang.

b. Jika perusahaan tidak membentuk cadangan kerugian piutang usaha, harus dicantumkan pengungkapan di neraca bahwa saldo piutang tersebut adalah jumlah bersih (netto).

c. Jika piutang usaha bersaldo material pada tanggal neraca, harus disajikan rinciannya di neraca

d. Piutang usaha yang bersaldo kredit (terdapat di dalam kartu piutang) pada tanggal neraca harus disajikan dalam kelompok utang lancar

(3)

e. Jika jumlahnya material, piutang non usaha harus disajikan terpisah dari piutang usaha.

1.1.2. Penilaian Piutang Usaha

Secara teori, semua piutang dinilai dalam jumlah yang mewakili nilai sekarang dari perkiraan penerimaan kas di masa mendatang. Oleh karena piutang usaha berjangka pendek, biasanya ditagih dalam 30 hingga 90 hari. Bunganya akan relatif lebih kecil dari jumlah piutangnya. Sebagai ganti dari penilaian piutang usaha pada nilai sekarang yang didiskontokan, piutang dilaporkan sebagai nilai realisasi bersih (net realizable value), yaitu nilai kas yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa piutang usaha harus dicatat sebagai jumlah bersih dari estimasi piutang tak tertagih dan potongan dagang. Tujuannya adalah untuk melaporkan piutang sejumlah klaim dari pelanggan yang benar-benar diperkirakan dapat diterima secara tunai.

Menurut Reeves (2001:327) Terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih. Metode penyisihan (allowance method) membuat akun beban piutang tak tertagih dimuka sebelum piutang tersebut dihapus. Prosedur lain yang dinamakan dengan metode penghapusan langsung (direct write of method), mengakui beban hanya pada saat piutang dianggap benar-benar tidak dapat ditagih lagi.

2.1.3 Pengelolaan Piutang

Pengendalian terhadap piutang harus diikuti dengan adanya suatu sistem administrasi yang baik. Administrasi piutang umumnya membantu dalam meminimalkan penyelewengan serta mempercepat dan mempermudah pelayanan

(4)

kepada pelanggan ataupun calon pelanggan. Menurut M. Samsul (1993: 350) tujuan dari administrasi piutang adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi untuk penagihan tepat waktu.

2. Meyakinkan jumlah piutang itu memang benar atau terbukti.

3. Untuk mendapatkan dasar di dalam membuat penghapusan piutang.

4. Menentukan likuiditas, untuk mengelompokkan ke aktiva lancar atau aktiva lain-lain.

5. Sebagai kontrol terhadap saldo buku besar piutang.

Piutang merupakan salah satu elemen modal kerja yang selaludalam keadaan berputar. Dimana periode perputaran piutang dimulai pada saat kas dikeluarkan untuk mendapatkan persediaan, kemudian persediaan dijual secara kredit sehingga menimbulkan piutang , dan piutang berubah kembali menjadi kas saat diterima pelunasan piutang dari pelanggan. Bambang Riyanto (2011) Perputaran piutang merupakan periode terikatnya modal dalam piutang yang tergantung kepada syarat pembayaranny , berarti makin lama modal terikat pada piutang yang berarti bahwatingkat perputarannya selama periode tertentu adalah makin rendah.

Fungsi Pengelolaan Piutang adalah cara untuk mengendalikan piutang dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan anggaran yang sudah ditetapkan dan terhindar dari berbagai penyimpanan dana kas Bambang Riyanto (2011). Dalam pengendalian piutang dibutuhkan suatu usaha untuk mengawasi setiap perkembangan yang terjadi baik dari jumlah atau kuantitasnya, waktu, maupun keadaan debitur. Selain hal tersebut, perusahaan perlu menetapkan kebijakan

(5)

piutang yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi unit kerja yang mengurusi masalah piutang perusahaan. Untuk melaksanakan pengendalian kredit atas dana yang tertanam pada piutang, maka manajer harus memperhatikan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan oleh manajer perusahaan. Menurut Lukman Syamsuddin (2007: 257), syarat kredit yang perlu diperhatikan oleh pihak manajer antara lain :

1. Biaya-biaya administrasi

Bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang diterapkan, maka berarti lebih banyak kredit yang diberikan dan tugas-tugas yang tidak dapat dipisahkan dengan adanya pertambahan penjualan kredit tersebut juga akan semakin besar. Sebaliknya, apabila standar kredit diperketat, maka jumlah penjualan kredit yang diberikan akan semakin kecil dan tugas-tugas itu pun akan semakin kecil dan tugas-tugas itu pun akan semakin sedikit. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa pelunasan standar kredit yang lebih ketat akan mengurangi biaya-biaya administrasi.

2. Investasi dalam piutang

Penanaman modal dalam piutang mempunyai biaya-biaya tertentu. Semakin besar piutang, semakin besar pula biayanya (carrying cost), demikian pula sebaliknya. Bilamana perusahaan memperlunak standar kredit yang digunakan, maka rata-rata jumlah piutang akan mengecil. Perubahan rata-rata piutang dikaitkan dengan perubahan standar kredit disebabkan oleh faktor perubahan volume penjualan dan perubahan dalam kebijaksanaan pengumpulan piutang.

(6)

Perlunakan standar kredit diharapkan untuk meningkatkan volume penjualan sedangkan standar kredit yang diperketat akan menurunkan volume penjualan.

3. Kerugian piutang (Bad debt expanses)

Probabilitas resiko kerugian piutang atau bad debt expanses akan semakin meningkat dengan perlunakan standar kredit, dan akan menurun bilamana standar kredit di perketat.

4. Volume penjualan

Perubahan standar kredit dapat diharapkan akan mengubah volume penjualan.

Bilamana standar kredit yang diperlunak maka diharapkan akan dapat meningkatkan volume penjualan, sedangkan sebaliknya yang diterapkan di mana perusahaan memperketat standar kredit yang diterapkan maka dapat diperkirakan bahwa volume penjualan akan menurun.

2.1.4. Kebijaksanaan Fungsi Pengelolaan Piutang

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam hal kebijaksanaan piutang menurut Gunawan Adisaputra (2003: 64) dalam Hartati (2010), antara lain:

1. Dibentuknya unit kerja atau seksi yang khusus digunakan mengurusi piutang, yang mana tugasnya meliputi:

a. Mencari langganan potensial yang dapat diberikan kredit.

b. Menyeleksi calon debitur.

c. Membukukan transaksi kredit yang terjadi.

d. Melakukan penagihan piutang.

e. Membukukan piutang.

(7)

f. Menyusun dan mengklasifikasikan piutang outstanding menurut usianya masing-masing.

g. Membuat analisa dan evaluasi piutang sebagai salah satu bentuk investasi.

h. Menyusun dan memperkirakan arus kas masuk dari piutang.

i. Membuat laporan tentang Fungsi Pengelolaan Piutang baik para pengambil keputusan tentang piutang.

2. Digariskannya kebijakan piutang yang jelas untuk digunakan sebagai pedoman bagi unit kerja yang mengurusi piutang, yang meliputi:

a. Penentuan plafond kredit untuk berbagai jenis/tingkatan debitur.

b. Penentuan jangka waktu kredit.

c. Pedoman melakukan seleksi calon kerja debitur.

d. Penentuan jumlah piutang ragu-ragu maksimal yang dapat dibenarkan sebagai dasar penentuan besarnya cadangan piutang ragu-ragu.

e. Penentuan jumlah anggaran yang digunakan untuk administrasi piutang.

3. Penentuan kriteria untuk mengukur efisiensi Fungsi Pengelolaan Piutang Berbagai kriteria yang dapat digunakan sebagai indikator efisiensi Fungsi Pengelolaan Piutang, antara lain:

a. Tingkat perputaran piutang.

b. Persentase piutang yang tak tertagih

c. Biaya Fungsi Pengelolaan Piutang, yang terdiri dari:

1. Biaya modal

2. Biaya adminstrasi piutang

(8)

3. Biaya piutang yang tak tertagih Biaya ini berbeda dari waktu ke waktu karena:

1. Perbedaan jumlah langganan yang harus dilayani

2. Perbedaan nilai piutang keseluruhan yang harus dikelola

3. Perbedaan fungsi piutang atau penjualan kredit dari waktu ke waktu berhubungan dengan adanya perbedaan kondisi dan situasi ekonomi secara umum.

4. Perbedaan jangka waktu kredit yang diberikan.

2.2. Konsep Pengendalian Intern

2.2.1. Arti Penting Pengendalian Intern

Secara umum, pengendalian internal merupakan bagian dari masing- masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Perusahaan pada umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem.

Pengendalian internal adalah kebijakan dan prosedur yang melindungi aset perusahaan dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan, bahwa hukum serta peraturan telah diikuti.

Metode pemrosesan merupakan sarana yang digunakan oleh sebuah sistem untuk mengumpulkan, mengikhtisarkan, dan melaporkan informasi. Metode ini dapat bersifat manual dan komputerisasi. Pengendalian internal memberikan jaminan yang memadai bahwa:

(9)

1. Aset dilindungi dan digunakan untuk mencapai tujuan usaha 2. Informasi bisnis akurat

3. Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan

Pengendalian internal dapat melindungi aset dari pencurian, penggelapan, penyalahgunaan, atau penempatan aset pada lokasi yang tidak tepat. Salah satu pelanggaran paling serius terhadap pengendalian internal adalah penggelapan oleh karyawan. Penggelapan oleh karyawan (employee fraud) adalah tindakan disengaja untuk menipu majikan demi keuntungan pribadi. Penipuan tersebut bisa mengambil bentuk mulai dari pelaporan beban yang berlebihan untuk ongkos perjalanan agar mendapat penggantian yang lebih besar dari kantor hingga penyelewengan jutaan dolar melalui tipuan yang rumit.

Informasi bisnis yang akurat diperlakukan demi keberhasilan usaha.

Penjagaan aset dan informasi yang akurat sering berjalan seiring. Sebabnya adalah karena karyawan yang ingin menggelapkan aset juga perlu menutupi penipuan tersebut dengan menyesuaikan catatan akuntansi.

Perusahaan harus mematuhi perundang-undangan dan peraturan yang berlaku serta standar pelaporan keuangan. Contoh-contoh dari standar serta peraturan tersebut meliputi ketentuan mengenai lingkungan hidup, syarat-syarat kontrak, peraturan keselamatan, dan prinsip akuntansi yang berlaku umum (generally accepted principles-GAAP).

Arti penting pengendalian intern telah diakui oleh berbagai literatur professional selama bertahun-tahun. Sebuah publikasi dari AICPA pada tahun

(10)

1947 berjudul Internal Control, menyebutkan faktor-faktor berikut sebagai pendorong atas semakin luasnya pengekuan tentang pengendalian intern:

a. Lingkup dan besarnya perusahaan sudah menjadi sedemikian kompleks dan meluas sehingga manajemen tidak mungkin lagi memimpin perusahaan secara langsung. Untuk mengatasi hal itu, manajemen harus mengandalkan pada sejumlah laporan dan analisis agar dapat mengendalikan perusahaan secara efektif.

b. Pengecekan dan review yang melekat pada suatu system pengendalian intern yang baik, akan dapat melindungi perusahaan dari kelemahan manusiawi dan mengurangi kemungkinan terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan.

c. Ditinjau dari segi auditing, system pengendalian itern yang berlaku pada perusahaan klien akan sangat bermanfaat dalam membatasi lingkup audit.

Dengan adanya keterbatasan waktu dan besarnya honorarium audit, pada umumnya tidaklah praktis bagi auditor untuk melakukan audit, tanpa mengandalkan pada sistem pengendalian intern yang berlaku pada perusahaan klien.

COSO memandang pengendalian internal merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil satuan kerja lainnya, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut:

a. Keandalan pelaporan keuangan

b. Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku c. Efektivitas dan Efisiensi Operasi.

(11)

Pengendalian internal berada dalam proses manajemen dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan. Pengendalian bukanlah sesuatu yang ditambahkan dalam proses manajemen tersebut, akan tetapi merupakan bagian integral dalam proses tersebut. Konsep-konsep dasar yang terkandung dalam definisi di atas adalah sebagai berikut:

a. Pengendalian Intern adalah suatu proses. Ini berarti bahwa pengendalian intern merupakan cara mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Pengendalian intern terdiri dari serangkaian tindakan yang melekat dan terintegrasi dalam infrastruktur suatu usaha.

b. Pengendalian intern dipengaruhi oleh manusia. Pengendalian intern bukan hanya terdiri dari buku pedoman kebijakan dan formulir-formulir, tetapi juga orang-orang pada berbagai jenjang dalam suatu organisasi, termasuk dewan komisaris, manajemen, serta personil lainnya.

c. Pengendalian intern hanya diharapkan memberikan keyakinan memadai, bukannya keyakinan penuh, bagi manajemen dan dewan komisaris satuan usaha karena adanya kelemahan-kelemahan bawaan yang melekat pada seluruh sistem pengendalian intern dan perlunya mempertimbangkan biaya dan manfaat yang bersangkutan dengan penetapan pengendalian tersebut.

d. Pengendalian intern adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam berbagai hal yang satu sama lain tumpang tindih yaitu pelaporan keuangan, kesesuaian, dan operasi.

Untuk memberikan kerangka atau struktur yang perlu dipertimbangkan oleh banyak pengendalian intern dalam upaya mencapai tujuan satuan usaha,

(12)

COSO merumuskan lima komponen pengendalian intern yang saling berkaitan adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan pengendalian (control environment). Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas, nilai etis, dan kompetensi dari orang dan entitas, filosofi manajemen dan gaya operasi, cara manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab serta mengorganisasikan dan mengembangkan orangnya, perhatian dan pengarahan yang diberikan oleh board.

2. Penaksiran risiko (risk assessment). Mekanisme yang ditetapkan untuk mengindentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai aktivitas di mana organisasi beroperasi.

3. Aktivitas pengendalian (control activities). Pelaksanaan dari kebijakan- kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan oleh manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan dapat tercapai.

4. Informasi dan komunikasi (informasi and communication). Sistem yang memungkinkan orang atau entitas, memperoleh dan menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya.

5. Pemantauan (monitoring). Sistem pengendalian internal perlu dipantau, proses ini bertujuan untuk menilai mutu kinerja sistem sepanjang waktu. Ini dijalankan melalui aktivitas pemantauan yang terus-menerus, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari keduanya.

Dalam teori akuntansi dan organisasi pengendalian intern atau kontrol intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu

(13)

organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).

Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Sistem Pengendalian Internal, antara lain:

a. Menurut Mulyadi (2002: 181), menyatakan bahwa, “Sistem Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektivitas dan efisiensi operasi”

b. Menurut Niswonger Warren Reeve Fees (2000: 183), “Pengendalian Internal (internal control) merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi usaha akurat, dan memastikanbahwa perundang-undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya.”

c. Dalam arti sempit yang di kemukakan oleh Baridwan (1998: 97),

”Pengendalian Internal merupakan pengecekan penjumlahan, baik penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun (footing). Dalam arti yang luas, pengendalian internal tidak hanya meliputi

(14)

pekerjaan pengecekan tetapi juga meliputi semua alat-alat yang dipergunakan manajemen untuk mengadakan pengawasan.

Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, kita dapat memahami bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan. Dengan adanya penerapan pengendalian intern dalam setiap kegiatan operasi perusahaan, maka diharapkan tidak akan terjadi tindakan- tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya penggelapan (fraude) baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.

2.2.2. Tujuan Pengendalian Internal

Tujuan pertama dirancangnya pengendalian intern dari segi pandang manajemen ialah untuk dapat diperolehnya data yang dapat dipercaya, yaitu jika data lengkap, akurat, unik, dan reasonable, dan kesalahan-kesalahan data yang dideteksi. Tujuan berikutnya adalah dipatuhinya kebijakan akuntansi, yang akan dicapai jika data yang diolah tepat waktu, penilaian, klasifikasi, dan pisah batas waktu terjadinya transaksi akuntansi tepat. Tujuan selanjutnya adalah asset, yaitu dengan adanya otorisasi, distribusi output, data valid dan diolah serta disimpan secara aman.

Sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur ini seringkali

(15)

disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas tersebut. Biasanya manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam merancang pengendalian internal yang efektif:

1. Reliabilitas pelaporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor, dan pemakai lainnya.

Manajemen memikul baik tanggung jawab hukum maupun professional untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan pelaporan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).

Tujuan pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.

2. Efisiensi dan efektifitas operasi. Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan. Tujuan yang penting dari pengendalian ini adalah memperoleh informasi keuangan dan non keuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan pengambilan keputusan.

3. Ketaatan pada hukum dan peraturan. Section 404 mengharuskan semua perusahaan public mengeluarkan laporan tentang keefektifan pelaksanaan pengendalian internal atas laporan keuangan.

Menurut Sanyoto (2007: 259) Suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan dapat memberikan keuntungan sangat berarti bagi perusahaan itu sendiri, karena:

(16)

a. Dapat memperkecil kesalahan-kesalahan dalam penyajian data akuntansi, sehingga akan menghasilkan laporan yang benar.

b. Melindungi atau membatasi kemungkinan terjadinya kecurangan dan penggelapan-penggelapan.

c. Kegiatan organisasi akan dapat dilaksanakan dengan efisien d. Mendorong dipatuhinya kebijakan pimpinan,

e. Tidak memerlukan detail audit dalam bentuk pengujian substantive atas bahan bukti/data yang cukup besar oleh akuntan publik.

Berdasarkan pengertian-pengertian pengendalian internal diatas, kita dapat memahami bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk dilaksanakan oleh orang-orang untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang saling berkaitan. Dengan adanya penerapan pengendalian intern dalam setiap kegiatan operasi perusahaan, maka diharapkan tidak akan terjadi tindakan- tindakan penyelewengan yang dapat merugikan perusahaan, misalnya penggelapan (fraude) baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja.

2.2.3. Karakteristik dan Keterbatasan Pengendalian Internal 2.2.3.1. Karakteristik Pengendalian Internal

Pengendalian Internal yang baik memiliki karakteristik yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) suatu rencana organisasi yang memungkinkan adanya pemisahan pertanggungjawaban fungsi secara tepat,

(17)

2) suatu sistem otoritas dan prosedur pencatatan yang tepat untuk memungkinkan Accounting Control, yang memadai terhadap aktiva, hutang, pendapatan dan biaya,

3) praktek yang sehat diikuti dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap bagian organisasi, dan

4) kualitas pengamat yang cocok dengan tanggungjawabnya.

Karakteristik yang baik akan mendukung terciptanya pengendalian internal yang efektif. Rencana organisasi, sistem otoritas dan prosedur pencatatan yang tepat, praktek yang sehat serta kualitas pengamat yang cocok harus terintegrasi dengan baik dalam pelaksanaan tugasnya. Kelancaran pekerjaan akan memudahkan pengendalian internal terlaksana dalam mencapai tujuan

2.2.3.2. Keterbatasan Pengendalian Internal

Salah satu konsep dasaryang telah disebutkan adalah bahwa pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris sehubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan.Alasannya adalah karena keterbatasan bawaan (inherent limitations) pada setiap struktur pengendalian intern perusahaan.

Keterbatasan yang terdapat dalam pengendalian internal dapat mengakibatkan tujuan dari pengendalian internal tidak akan tercapai.

Keterbatasan-keterbatasan tersebut menurut Mulyadi (2002: 181) adalah:

a. Kesalahan dalam pertimbangan

Kesalahan dalam mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin yang biasanya dilakukan oleh manajemen

(18)

atau personel lain. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh tidak memadainya informasi yang diterima, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.

b. Gangguan

Adanya kekeliruan dalam memahami perintah, terjadinya kesalahan karena kelalaian dan perubahan yang bersifat sementara atau permanent dalam personil atau dalam sistem dan prosedur yang diterapkan.

c. Kolusi

Kerja sama antara pihak-pihak yang terkait, yang mana seharusnya antara pihak-pihak tersebut saling mengawasi, tetapi malah saling bekerja sama untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang dibuat baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

d. Pengabaian oleh manajemen

Manajemen mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan semata-mata untuk kepentingan pribadinya sehingga pengendalian internal tidak berfungsi secara baik.

e. Biaya lawan manfaat

Biaya yang telah dikeluarkan untuk penerapan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari adanya penerapan pengendalian internal tersebut.

Perlu diingat bahwa sistem pengendalian intern yang terbaik adalah bukan struktur pengendalian yang seketat mungkin secara maksimal, sistem pengendalian intern juga memiliki keterbatasan-keterbatasan.

(19)

Adapun kelemahan atau keterbatasan yang melekat pada sistem pengendalian intern menurut Sanyoto (2007: 253) yaitu sebagai berikut:

1. Persekongkolan.

Pengendalian intern mengusahakan agar persekongkolan dapat dihindari sejauh mungkin, misalnya dengan mengharuskan giliran bertugas, larangan dalam menjalankan tugas-tugas yang bertentangan oleh mereka yang mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan mengambil cuti dan seterusnya. Akan tetapi pengendalian intern tidak dapat menjamin bahwa persekongkolan tidak terjadi.

2. Perubahan

Struktur pengendalian intern suatu organisasi harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi dan tekhnologi

3. Kelemahan Manusia

Banyak kebobolan terjadi pada saat pengendalian intern yang secara teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena melemahnya pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang bersangkutan. Oleh karena itu personil yang paham dan kompeten untuk menjalankannya merupakan salah satu unsure terpenting dalam pengendalian intern.

4. Azas Biaya Manfaat

Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya.Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu mungkin melebihi kegunaannya, atau manfaat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (cost benefit analysis).

(20)

2.3.Penelitian Terdahulu

Tabel 1 : Penelitian Terdahulu

Sumber : Data diolah, 2012

Variabel Peneliti Objek

Penelitian Hasil

Analisis

Pengendalian Intern Piutang Usaha Pada PT. SFI Medan

Dian Hartati Universitan Sumatra Utara

PT. SFI Medan 1. Secara keseluruhan, pengendalian intern terhadap piutang usaha pada PT. SFI medan berjalan cukup efektif, dimana manajemen perusahaan sudah menerapkan konsep dasar dan prinsip-prinsip pengendalian intern, namun disisi lain terdapat beberapa prosedur yang belum mencerminkan konsep pengendalian intern.

2. Lingkungan Pengendalian terhadap Piutang usaha PT. SFI Medan sudah berjalan dengan efektif, hal ini ditandai salah satunya dengan penerapan SOP (Standard Operating Procedures) pada divisi collection.

3. Penentuan resiko terhadap piutang usaha pada PT.

SFI Medan kurang efektif karena fungsi yang melakukan penagihan piutang tidak diasuransikan oleh perusahaan.

4. Informasi dan komunikasi mengenai piutang usaha telah diterapkan cukup efektif baik informasi yang disampaikan oleh manajemen kepada bawahannya maupun informasi yang berasal dari karyawan kepada manajemen.

Pengaruh sistem pengendalian intern piutang

terhadap kelancaran penerimaan piutang pada koperasi karyawan omedata (kko)

Saputri Utami UPI

Koperasi Karyawan Ome data

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positive antara sistem pengendalian intern piutang dengan kelancaran penerimaan piutang sebesar r = 0,391. besarnya pengaruh sistem pengandalian intern piutang terhadap kelancaran penerimaan piutang sebesar 15,3%, sedangkan sisanya 84,7% dipengaruhi oleh factor- faktor lain seperti sistem pembayaran piutang yang di potong langsung dari gaji karyawan melalui payroll pada PT. Omedata Electronics, dan faktor internal dari anggota KKO

Analisis sistem pengendalian intern atas Fungsi Pengelolaan Piutang usaha pada PT. PLN (Persero) unit pelayanan dan jaringan Blitar

Setyo Maruli Puspitasari

PT. PLN (Persero) unit pelayanan dan jaringan Blitar

1. Setyo Maruli Hasil analisis yang dilakukan penulis pada PT PLN (Persero) Unit Pelayanan dan Jaringan Blitar, prosedur Fungsi Pengelolaan Piutang usaha telah dlakukan dengan cukup baik tetapi ada kelemahan yaitu terdapat perangkapan fungsi pada bagian kasir. Dilihat dari tingkat perputaran piutangnya, tahun 2004 sebanyak 13,27 kali, tahun 2005 sebanyak 15,01 kali dan tahun 2006 sebanyak 10,98 kali. Sedangkan dilihat dari periode pengumpulan piutangnya tahun 2004 adalah 27,13 hari, tahun 2005 adalah 23,98 hari dan tahun 2006 adlah 32,79 hari.

2. Perusahaan secara umum sudah efisien namun masih ada yang harus dibenahi. Sedangkan dilihat dari tingkat perputaran piutang dan periode pengumpulan piutang antara tahun 2004-2006 rata- rata sudah efisien. Agar terjadi pengelolaan yang efisien perlu dilakukan pemisahan fungsi yang jelas, penambahan jumlah karyawan, dan menyeleksi calon pelanggan dan KUD dengan selektif.

(21)

2.4. Kerangka Pikir

Piutang usaha suatu perusahaan pada umumnya merupakan bagian terbesar dari aktiva lancar serta bagian terbesar dari total aktiva perusahaan.

Oleh karena itu pengendalian intern terhadap piutang usaha ini sangat penting diterapkan. Kecurangan dalam suatu siklus kerja sangat sering terjadi sehingga dapat merugikan perusahaan. Kecurangan yang mungkin terjadi pada bagian piutang usaha adalah tidak mencatat pembayaran dari debitur dan mengantongi uangnya, menunda pencatatan piutang dengan melakukan cash lapping, melakukan pembukuan palsu atas mutasi piutang, dan lain sebagainya.

Pengendalian intern merupakan salah satu cara yang digunakan dalam mengantisipasi kecurangan. Pengendalian intern perusahaan merupakan suatu rencana organisasi dan metode bisnis yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, menjaga aset, memberikan informasi yang akurat, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan (Hartati, 2009).

Secara umum, sistem pengendalian intern merupakan bagian dari masing- masing sistem yang dipergunakan sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan atau organisasi tertentu. Setiap Perusahaan yang berhadapan langsung dengan masyarakat sebagai konsumen tidak dapat menghindarkan diri dari resiko piutang termasuk PDAM Kabupaten Gorontalo. Untuk itu diperlukan Sistem Pengendalian Intern sebagai prosedur dan pedoman operasional perusahaan.

Perusahaan pada umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Intern untuk mengarahkan operasi perusahaan agar tidak terjadi penyalahgunaan

(22)

sistem.Pada perusahaan yang lingkup dan besarnya sedemikian kompleks dan luas seperti PDAM Kabupaten Gorontalo, manajer tidak mugkin memimpin perusahaan secara langsung. Karena sebagai perusahaan klien yang konsumennya tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Gorontalo otomatis manajer membutuhan laporan dan analisis dari kepala-kepala unit yang bertanggung jawab pada masing- masing wilayah tersebut.

Pengecekkan dan review yang melekat pada Sistem Pengendalian Intern jika dilakukan secara efetif akan dapat melindungi perusahaan dari kelemahan manusia dan mengurangi kemungkinan terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan.

Dilihat dari segi auditing, sistem pengendalian intern sangat bermanfaat dalam membatasi lingkup audit terutama yang berkaitan dengan keterbatasan waktu dan honorarium auditor.

Agar Fungsi Pengelolaan Piutang usaha di PDAM Kabupaten Gorontalo efektif dan efisien, maka sistem pengendalian intern yang diharapkan dapat melaksanakan hal sebagai berikut:

1. Adanya laporan dan analisis dari pimpinan-pimpinan unit perusahaan ke tingkat manajer perusahaan

2. Pengecekan dan review secara berkala, peiode, dan berkelanjutan oleh manajer perusahaan kepada unit-unit perusahaan.

3. dan distribusi tugas dengan keputusan waktu kerja yang jelas dan terkukur.

4. Honorarium auditor yang menunjang dan memuaskan

(23)

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

Permasalahan Penelitian

Berdasarkan Fenomena dan kajian teoritis secara singkat, permasalahan penelitian ini adalah :

Apakah penerapan SPI dapat meningkatkan Fungsi pengelolaan piutang usaha pada PDAM Kabupaten Gorontalo?

Dasar Teori :

Piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa, yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu siklus kegiatan perusahaan (Mulyadi 2002).

SPI adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni kendala pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi (Mulyadi 2002:181)

Suatu pengendalian intern yang baik dalam perusahaan dapat memberikan keuntungan sangat berarti bagi perusahaan itu sendiri (Sanyoto 2007:259)

Peneliti Terdahulu :

1.Dian Hartati analisis pengendalian intern piutang usaha, menyatakan secara keseluruhan pengendalian intern terhadap piutang usaha pada PT SFI Medan berjalan cukup efektif dimana manejemen perusahaan sudah menerapkan konsep dasar dan prinsip- prinsip pengendalian intern, namun disisi lain terdapat beberapa prosedur yang belum mencerminkan konsep pengendalian intern.

2.Setyo Maruli Puspitasari analisis system pengendalian intern atas pengelolaan piutang usaha pada PT PLN Blitar, hasil analisis membuktikan pada PT PLN Blitar prosedur pengelolaan piutang usaha telah dilakukan dengan cukup baik.

3.Agus (Fak.Ekonomi Unika Atmajaya) analisa pengendalian intern atas penjualan, piutang dan penerimaan kas pada PT Prestasi Pelumasindo Unggul, menyatakan secara keseluruhan pengendalian intern yang dilakukan oleh PT Prestasi pelumasindo Unggul sudah cukup baik

Pengaruh Penerapan SPI terhadap Fungsi Pengelolaan Piutang

Pengujian Hipotesis

(24)

2.5. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2008: 84) bahwa Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Selanjutnya oleh Sedermayanti dan Hidayat (2003: 108) Hipotesis Merupakan asumsi/perkiraan/dugaan sementara mengenai suatu hal atau permasalahan yang harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan data/fakta atau informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang falid dan variable dengan menggunakan cara yang sudah ditentukan. Sehubungan dengan penelitian ini, maka Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini, yakni Diduga penerapan SPI dapat berpengaruh terhadap fungsi Pengelolaan Piutang usaha.

Gambar

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa pengendalian intern merupakan proses yang dijalankan dewan komisaris, manajemen, dan personal lain entitas

Jadi pengendalian internal adalah proses yang dapat dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lainnya yang dirancang untuk menyediakan keyakinan

1. Lingkup pekerjaan audit internal meliputi pemeriksaan apa saja yang harus dilaksanakan. Tujuan peninjauan terhadap kecukupan suatu sistem pengendalian intern adalah

Menurut pernyataan APB, audit internal merupakan suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk oleh manajemen untuk mereview sistem pengendalian intern

Berdasarkan defnisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern merupakan proses kebijaksanaan atau prosedur yang dijalankan dewan direksi, manajemen, dan personel

Berdasarkan defnisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan proses kebijaksanaan atau prosedur yang dijalankan dewan direksi, manajemen, dan

Menurut COSO (2004), Risk Management dapat diartikan sebagai berikut: “ERM adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya, yang

Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh organisasi dan dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen,