• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kualitas

Kualitas sangat penting bagi sebuah produk, baik berupa produk barang maupun jasa. Hal-hal yang sangat penting bagi produsen berkaitan dengan produk adalah kualitas, biaya dan produktivitas. Kualitas juga dapat di definisikan sebagai kemampuan dari suatu produk atau jasa yang secara konsisten memenuhi harapan dari konsumen. Dengan demikian kualitas adalah satusatunya hal yang paling penting bagi kedua belah pihak. Dalam banyak kasus, konsep kualitas berbeda antara pabrikan/produsen dan pelanggan/konsumen (Ariani, 1999).

Berikut adalah beberapa definisi kualitas antara lain :

1. Kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda-beda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang strategis. Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan (Gaspersz, 1998).

2. Kualitas merupakan totalitas bentuk dan karakteristik barang / jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memutuskan kebutuhan kebutuhan yang tampak jelas maupun yang tersembunyi (Render and Heizer, 2001) 3. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan

produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Yamit, 2010).

2.2 Pentingnya Kualitas Produk

Menurut (Ariani, 2003) ada tujuh peran yang sangat penting di dalam kualitas, yaitu :

1. Meningkatkan reputasi perusahaan yang artinya suatu perusahaan atau organisasi akan dikenal oleh masyarakat dan mendapatkan predikat atau nilai lebih sebagai organisasi yang mengutamakan kualitas apabila telah menghasilkan suatu produk atau jasa yang berkualitas dan telah digunakan oleh masyarakat luas.

2. Menurunkan biaya yang artinya perusahaan atau organisasi tidak perlu

mengeluarkan biaya tinggi untuk menghasilkan produk atau jasa yang

berkualitas tetapi hanya perlu berorientasi pada kepuasan pelanggan, yaitu

(2)

6

berdasarkan waktu, jenis dan jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan harapan dan kebutuhan konsumen.

3. Meningkatkan pangsa pasar yang mana perusahaan dapat terus menekan harga dan bila minimasi biaya tercapai maka kualitas tetap menjadi hal yang utama dan pangsa pasar akan meningkat.

4. Dampak internasional, apabila suatu perusahaan atau organisasi mampu menawarkan produk atau jasa yang berkualitas, maka selain dikenal di pasar lokal, produk atau jasa tersebut juga akan dikenal dan diterima di pasar internasional.

5. Adanya tanggung jawab produk dalam menghadapi persaingan untuk menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas, suatu perusahaan atau organisasi dituntut untuk semakin bertanggung jawab terhadap hal-hal dalam memenuhi kebutuhan konsumen seperti desain, proses dan pendistribusian produk.

6. Untuk penampilan produk kualitas dapat membuat suatu produk atau jasa dikenal karena menghasilkan sesuatu yang baik, dipercaya dan digunakan oleh kalangan masyarakat luas.

7. Mewujudkan kualitas yang dirasakan penting persaingan dunia industri saat ini adalah bukan hanya soal harga tetapi juga kualitas dari produk atau jasa yang dihasilkan. Hal yang paling sering mendorong konsumen untuk membeli suatu produk adalah kualitas dari produk tersebut bukan karena harga. Konsumen rela mengeluarkan uang untuk produk yang memiliki kualitas yang tinggi.

2.3 Pengertian Pengendalian Kualitas

Pengendalian Kualitas adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi, yang dimana proses produksi dilakukan pemeriksaan dan pengujian kualitas untuk penilaian terhadap proses produksi yang berkaitan dengan spesifikasi produk yang di produksi. Kemudian melakukan analisa untuk mendapatkan sebab terjadinya penyimpangan untuk dilakukan perbaikan dan pencegahan.

Secara garis besarnya pengendalian kualitas dapat dibedakan menjadi

tiga tahap seperti yang dikemukakan oleh (Buffa and Sarin, 1996) yaitu:

(3)

7

1. The inspection and control of quality of incoming raw material (pemeriksaan dan pengendalian bahan baku) Pemeriksaan selama proses produksi ini terutama untuk menjamin bahwa hanya bahan baku dan bahan pembantu yang memenuhi syarat untuk diproses serta menjamin jalannya proses produksi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan pengendalian ini dilakukan terhadap semua faktor-faktor produksi terutama terhadap kualitas bahan pembantu yang digunakan, karena bahan baku dan bahan pembantu sangat mempengaruhi kualitas dari produk akhir.

2. The product inspection and control of process (pemeriksaan dan pengendalian produk proses produksi) Pengendalian kualitas pada tahap ini diperlukan untuk mendeteksi penyimpangan-penyimpangan serta untuk melaksanakan koreksi, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pada akhir setiap tahap proses produksi berlangsung.

3. The inspection and testing for product performance (pemeriksaan dan pengujian pada proses akhir) Walaupun telah dilakukan pengujian terhadap bahan baku dan proses produksi, tetapi hal itu tidak menjamin bahwa produk yang dihasilkan pasti baik dan diperlukan pemeriksaan pada saat produk akhir yang gagal atau tidak sesuai dengan standar sehingga tidak sampai ke tangan konsumen.

Pengendalian kualitas diperlukan beberapa sarana penunjang yang akan membantu dalam pelaksanaan pengendalian kualitas di perusahaan. Dengan adanya sarana penunjang ini, diharapkan akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan. Sarana penunjang pengendalian kualitas ini antara lain adalah teknik kendali mutu dan delapan langkah pemecahan masalah.

Dengan pengendalian kualitas maka perusahaan terus berusaha untuk

selalu memperbaiki kualitas produknya dengan standar yang sudah ditetapkan

dan biaya rendah yang sama/tetap bahkan untuk mencapai kualitas yang tetap

dengan biaya rendah. Untuk mengurangi kerugian yang disebabkan oleh

kerusakan akibat pemeriksaan tidak terbatas pada pemeriksaan produk akhir

saja, tetapi juga perlu dilakukan pemeriksaan pada barang yang sedang

diproses. Dapat disimpulakn bahwa pengendali kualitas adalah aktifitas

(4)

8

menjaga, mengarahkan, mempertahankan dan memuaskan apa yang di butuhkan oleh konsumen secara maksimal.

2.4 Tujuan Pengendalian Kualitas

Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin dapat menghasilkan suatu produk atau jasa yang sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan.

Menurut (Assauri, 2004), tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Produk atau jasa yang dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan.

2. Biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin

3. Biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin

4. Biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin 2.5 Six Sigma

Ukuran kegagalan dalam Six Sigma yang menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan dinamakan Defects Per Million Opportunities (DPMO).

Target dari pengendalian Six Sigma sebesar 3,4 DPMO. DPMO mengindikasikan berapa banyak kesalahan yang akan muncul jika sebuah aktivitas diulang satu juta kali (Wahyani et al., 2013).

Six Sigma juga dapat didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab cacat, mengurangi waktu siklus dan biaya produksi, meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan, mencapai utilitas mesin yang optimal, serta mendapatkan hasil yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan (Lindsay, 2005).

Six Sigma juga dinilai dapat mengurangi variasi proses sekaligus cacat

pada produk atau jasa yang berada di luar spesifikasi dengan menggunakan

metode statistika dan problem solving tools secara intensif. (Yuri and

Nurcahyo, 2013).

(5)

9

2.6 Konsep Six Sigma

Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard Schroeder menyebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy.

Strategi ini adalah metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Mikel et al., 2000).

Six sigma mempunyai 2 arti penting, yaitu:

1. Six sigma sebagai filosofi manajemen adalah tindakan yang dilakukan oleh seluruh anggota perusahaan yang menjadi budaya dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Targetnya meningkatkan efisiensi proses bisnis dan memuaskan keiginan pelanggan, sehingga meningkatkan nilai perusahaan.

2. Six sigma sebagai sistem pengukuran sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil variasi (sigma).

Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun proses, karena berkoneksi langsung dengan cacat, biaya dan waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm dan sigma pada lampiran, akan dapat diketahui tingkat sigma.

Cara menentukan DPMO adalah sebagai berikut : DPMO =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 𝐶𝑇𝑄

𝑥 1.000.000

Tabel 2.1 Hubungan sigma dan DPMO

Sigma Part per Million

6 Sigma 3,4 defects per million 5 Sigma 223 defects per million 4 Sigma 6.210 defects per million 3 Sigma 66.807 defects per million 2 Sigma 308.537 defects per million 1 Sigma 690.000 defects per million

Sumber : (Pande et al., 2001)

(6)

10

Dalam usaha memperkecil variansi Six Sigma dilakukan secara terstruktur dengan mendefinisikan mengukur, menganalisa, memperbaiki dan mengendalikan. Dalam metode Six Sigma tidak dapat dilakukan sendiri (perorangan) tetapi kerja team yang terdiri dari pihak-pihak pelaksana (penangung jawab) kepada pelaksanaan Six sigma di dalam perusahaan.

Menurut (Stamatis and Tools, 2004) mencatat terdapat beberapa pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Six sigma, yaitu :

1. Executive Leaders

Pimpinan utama perusahaan yang berkomitmen untuk mewujudkan Six sigma, memulai dan memasyarakatkannya ke seluruh bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan.

2. Champions

Adalah orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan dari suatu proyek Six sigma. Orang – orang tersebut adalah pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black belts dan mengusahakan agar tidak ada halangan atau hambatan baik yang bersifat fungsional, finansial, ataupun pribadi agar black belts berfungsi sebagaimana mestinya. Penyebutan Champions karena juga para anggotanya berasal dari kalangan direktur dan manajer perusahaan, Champions bertanggung jawab pada aktivitas proyek sehari-hari, Champions juga wajib untuk melaporkan perkembangan hasil kepada executive leaders sembari mendukung tim pelaksana. Sedangkan tugas lain yang terdiri dari memilih calon anggota dari black belt, mengidentifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal, dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami apa yang dimaksud atau tujuan proyek tersebut.

3. Master Black Belt

Seseorang yang bertindak sebagai pelatih, mentor dan pemandu. Master

black belt adalah seseorang yang sangat pandai dalam alat-alat dan taktik

didalam Six sigma, juga merupakan sumber daya yang secara teknis sangat

berharga. Mereka memfokuskan seluruh perhatian dan kemampuannya pada

penyempurnaan suatu proses. Aspek kunci dari peranan master black belt

(7)

11

ini terletak pada keahliannya untuk memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mengambil alih proyek/tugas/pekerjaan.

4. Black Belt

Disebut sebagai tulang punggung budaya dan pusat keberhasilan dari Six sigma, mereka adalah orang-orang yang memimpin proyek perbaikan kinerja perusahaan. Dilatih untuk menemukan masalah, penyebab beserta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke dalam tindakan, wajib memilah-milah data, opini dengan fakta, dan secara kuantitatif menunjukkan faktor-faktor potensial yang menimbulkan masalah produktivitas serta profitabilitas, bertanggung jawab mewujudnyatakan six sigma. Para calon anggota black belts wajib memenuhi syarat-syarat seperti:

memiliki disiplin pribadi, cakap memimpin; menguasai ketrampilan teknis tertentu; mengenal prinsip-prinsip statistika, mampu berkomunikasi dengan jelas, mempunyai motivasi kerja yang memadai. Black belts harus memiliki keahlian :

 SPC tingkat lanjut

 Taguchi dan design eksperimen klasik

 Penilaian sistem pengukuran tingkat lanjut

 Dasar-dasar manajemen proyek

 SPC jangka pendek

 Lean Manufacturing 5. Green Belt

Adalah orang-orang yang membantu black belts di wilayah fungsionalnya.

Tugas green belts adalah secara paruh waktu di bidang yang terbatas;

mengaplikasikan alat-alat six sigma untuk menguji dan menyelesaikan masalah-masalah kronis; mengumpulkan/ menganalisis data, dan melaksanakan percobaan-percobaan menanamkan budaya Six Sigma dari atas ke bawah. Pada umumnya green belts harus memahami konsep pendekatan six sigma :

 Dasar SPC (Statistical Process Control)

 Design eksperimen klasik

 Penilaian sistem pengukuran dasar

(8)

12

 Analisis statistik untuk proses peningkatan

 FMEA

 Biaya Kualitas 2.7 Metodelogi Six Sigma

Six Sigma memiliki langkah-langkah penerapan yaitu DMAIC, yang merupakan singkatan dari Define – Measure – Analyze – Improve and Control.

Kelima tahap tersebut selalu berulang sehingga membentuk sebuah siklus.

Metodologi perbaikan DMAIC ini merupakan langkah yang sangat terarah dan berkesinambungan, dimana antara langkah satu dengan langkah selanjutnya saling berkaitan.

Gambar 2.1 Siklus Metode Six Sigma DMAIC

Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah Define - Measure - Analyze - Improve dan Control (DMAIC) dapat dijabarkan sebagai berikut :

2.7.1. Define

Define merupakan langkah awal didalam pendekatan Six Sigma.

Langkah ini mengidentifikasikan masalah penting dalam proses yang berlangsung. Dari masalah tersebut dapat diidentifikasi perlu tidaknya langkah perbaikan.

Define Proses Interaktif

(Beulang)

Control Control

Control Control

(9)

13

2.7.2. Measure

Measure merupakan tindak lanjut dari langkah define dan merupakan sebuah jembatan untuk langkah selanjutnya. Langkah measure memiliki dua sasaran utama, yaitu :

a. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkuantifikasi masalah.

b. Mulai menyentuh fakta dan angka–angka yang memberikan petunjuk tentang akar masalah.

2.7.3. Analyze

Langkah analyze mulai masuk kedalam hal-hal yang bersifat detail, meningkatkan pemahaman terhadap proses dan masalah, serta mengidentifikasi akar masalah. Untuk memperkirakan kapabilitas proses, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan banyaknya unit yang diperiksa.

b. Menentukan banyaknya unit yang mengalami ketidaksesuaian (cacat).

c. Menghitung tingkat kegagalan =

𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎ℎ 1

langkah 2

d. Menentukan besarnya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan kegagalan.

e. Menghitung peluang tingkat kegagalan per karakteristik CTQ =

𝑙𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎ℎ 3

langkah 4

f. Menghitung kemungkinan gagal per satu juta kesempatan (DPMO = Defect Per Million Opportunities).

DPMO =

Banyak ketidaksesuaian

∑ unitdiperiksa x CTQ potensial

𝑥 1.0000.000

g. Mengkonversikan DPMO kedalam nilai sigma (menggunakan tabel konversi).

h. Membuat kesimpulan Pada saat mencari jumlah defect digunakan

rumus: Jumlah defect = DPO X (jumlah unit X defect opportunity)

dimana : DPO (Defect Per Opportunity) = DPMO/1.000.000 DPMO

(Defect Per Million Opportunities), diperoleh dari tabel konversi

nilai DPMO ke dalam sigma.

(10)

14

2.7.4. Improve

Setelah mengukur dengan cermat dan menganalisa situasinya, maka langkah berikutnya adalah improve, memperbaiki proses atau output guna menyelesaikan masalah. Selama tahap ini, diuraikan ide- ide perbaikan atau solusi-solusi yang mungkin untuk dilaksanakan.

2.7.5. Control

Control merupakan tahap terakhir dalam peningkatan kualitas Six Sigma. Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan/ mengkaji ulang proses untuk meyakinkan bahwa hasil- hasil yang diinginkan sedang dalam proses pencapaian. Hasil dari tahap improve perlu diterapkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan (Neuman and Cavanagh, 2000).

2.8 Diagram Pareto

Diagram pareto pertama kali dikenalkan oleh seorang ahli yang bernama Alfredo Pareto. Diagram pareto merupakan suatu diagram yang menguraikan jenis data secara menurun mulai dari kiri ke kanan. diagram pareto adalah histogram data yang mengurutkan kejadian yang disusun berdasarkan ukurannya, dari yang paling besar di sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Urutan ukuran itu dapat membantu kita dalam menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab- sebab kejadian yang dikaji untuk mengetahui masalah utama dalam prosesnya.

Diagram pareto digunakan untuk menentukan langkah yang harus diambil berdasarkan masalah yang paling utama sebagai upaya menyelesaikan suatu masalah (Evans &Lindsay, 2014).

Gambar 2.2 Contoh Diagram Pareto

(11)

15

Sumbu horizontal merupakan sebuah variabel yang bersifat kualitatif yang menunjukkan suatu jenis cacat, sedangkan pada sumbu vertikal menunjukkan banyaknya cacat dan prosentase cacat. Kegunaan diagram pareto, antara lain :

a. Mengetahui masalah utama dengan menunjukkan urutan prioritas dari beberapa masalah yang terjadi.

b. Menyampaikan suatu perbandingan dari masing-masing masalah terhadap keseluruhan.

c. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah dilakukan tindakan perbaikan pada daerah terbatas.

d. Menunjukkan suatu perbandingan dari masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan.

2.9 Diagram Ishikawa atau Sebab Akibat

Diagram Ishikawa atau lebih dikenal sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram), pertama kali dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa yang merupakan seorang pakar kendali mutu. Diagram ishikawa adalah suatu diagram yang digunakan untuk membuat hipotesis mengenai rantai penyebab dan akibat serta menyaring potensi penyebab antar variabel. Diagram ini digunakan untuk menganalisis suatu masalah dan faktor-faktor penyebab masalah tersebut (Evans &Lindsay, 2014).

Diagram Ishikawa disebut juga diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan. Diagram ishikawa digunakan untuk melukiskan dengan jelas berbagai sumber ketidaksesuaian dalam produk (Montgomery, 2007).

Sehingga dapat diartikan bahwa diagram ishikawa merupakan suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara masalah atau akibat dengan faktor- faktor yang menjadi penyebabnya. Manfaat diagram ishikawa adalah agar dapat mengidentifikasi sebab terjadinya masalah dan membantu mengantisipasi timbulnya suatu masalah. Ada beberapa ciri dari diagram Ishikawa, yakni sebagai berikut :

1. Menggambarkan hubungan antara masalah dengan faktor yang menjadi

penyebab masalah atau sebagai alat untuk menelusuri terjadinya masalah

(12)

16

sehingga mengetahui faktorfaktor yang menjadi penyebab kerusakan/kecacatan.

2. Penyebab terjadinya masalah dirumuskan 4M + 1L yaitu Manusia, Material, Metode, Mesin dan Lingkungan.

3. Jika terjadi masalah, maka cari akar permasalahan, dengan diagram sebab akibat. Akar permasalahan dapat diketahui jika pertanyaan “mengapa”

sudah tidak bisa dijawab.

Secara visual diagram ishikawa dapat digambarkan seperti pada Gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Contoh Diagram Ishikawa

Keterangan :

1. Machine→Berkaitan dengan tidak ada sistem perawatan preventif terhadap mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu panas, dll.

2. Method→Berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak cocok,dll.

3. Material →Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu,dll.

4. Man Power →Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan, kekurangan dalam ketrampilan dasar yang berkaitan dengan mental dan fisik, keleahan, stress, ketidakpedulian,dll.

5. Measurement →Berkaitan dengan kesalahan dalam pengukuran, dll.

(13)

17

6. Environment → Berkaitan dengan keadaan lingkungan sekitar, kondisi ruangan, suhu dalam tempat produksi, dll.

2.10 Grafik Pengendali

Untuk menunjukan suatu proses berada dalam kendali secara statistik yang digunakan dalam suatu alat sebagai grafik pengendali. Secara umum garafik pengendali diklarifikasikan kedalam dua tipe yaitu grafik pengendali variable adalah apabila karakteristik kualitas dapat diukur dan dinyatakan dalam bilangan. Dan grafik pengendali atribut (sifat) adalah apabila ada pengukuran yang tidak memungkinkan untuk dilakukan, missalnya goresan, kesalahan, warna, atau ada bagian yang hilang. Selain itu, atribut digunakan apabila pengukuran dapat dibuat karena alasan waktu, biaya, atau kebutuhan (Ariani, 2004).

Gambar 2.4 Contoh Grafik Pengendali

Keterangan :

UCL : batas kendali atas (uppwr control limit) LCL : batas kendali bawah (lower control limit) CL : garis tengah (center line)

Grafik pengendali berfungsi sebagai indicator dalam menentukan

apakah proses tersebut dalam batas kendali atau diluar kendali, apabila data

diluar kendali maka perlu dilakukan perbaikan. Selama data terletak dalam

(14)

18

batas kendali proses dianggap dalam keadaan terkendali secara stastistik dan tidak perlu melakukan tindakan perbaikan.

2.11 Tahapan FMEA

Adapun tahapan pembuatan FMEA secara umum sebagai berikut :

1. Penentuan metode kegagalan yang berpotensi pada proses kegagalan adalah suatu keadaan dimana proses dapat berpotensi gagal dalam memenuhi persyaratan proses atau desain. Kegagalan dapat berupa penyebab terhadap potensi kegagalan pada proses selanjutnya.

Kegagalan tersebut yaitu :

a. No Function yaitu proses tidak berfungsi secara total atau tidak dapat dioperasikan.

b. Partial / over function yaitu tidak memenuhi spesifikasi secara keseluruhan.

c. Intermittent function yaitu memenuhi spesifikasi tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya karena ada faktor luar, misalnya kelembapan dan lingkungan sekitar.

d. Unintended function yaitu interaksi dan beberapa bagian yang telah benar secara individu, tetapi tidak menghasilkan informasi yang diinginkan bila disatukan.

2. Penentuan Nilai Severity (S)

Severity merupakan suatu estimasi atau perkiraan subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir saat akan merasakan akibat dari kegagalan itu. Severity merupakan sebuah angka dengan menggunakan skala 1 sampai 10, dimana nilai 1 menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil), dan nilai 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi.

Menurut (Gaspersz, 2007). Kriteria nilai Severity dapat dilihat pada tabel

2.2.

(15)

19

Tabel 2.2 Nilai Severity

Rating Deskripsi Kriteria

1 None Tidak disadari oleh pelanggan dan tidak berpengaruh pada produk atau proses.

2 Very Minor Kegagalan kemungkinan dapat menyebabkan konsekuensi secara minor, namun kemungkinan hal tersebut terjadi sangat kecil.

3 Minor Kegagalan merupakan gangguan kecil, namun tidak menyebabkan penurunan performance.

4 Very Low Kegagalan dapat menimbulkan minor performance loss.

5 Low Kegagalan mempengaruhi performa produk atau proses, sehingga dapat menyebabkan adanya complain.

6 Moderate Kegagalan dapat menyebabkan kerusakan parsial pada produk atau proses.

7 High Kegagalan dapat menyebabkan ketidakpuasan konsumen secara signifikan.

8 Very High Kegagalan menyebabkan produk atau proses tidak dapat dioperasikan atau diperbaiki.

9 Extremely High Kegagalan dapat menyebabkan pelanggaran peraturan pemerintah.

10 Dangetously High

Kegagalan dapat menyebabkan cidera fisik bagi pengguna atau pekerja.

Sumber : Borror (2008).

3. Penentuan Nilai Occurance (O)

Occcurance merupakan suatu perkiraan subyektif mengenai

probabilitas atau peluang bahwa penyebab itu akan terjadi, dan akan

menghasilkan mode kegagalan yang memberikan akibat tertentu

(Gasperz,2002). Nilai dari occurance berupa skala nilai antara 1-10,

dimana skala nilai ini menunjukkan nilai frekuensi dan terjadinya

kegagalan. Berikut ini merupaka kriteria nilai occurance yang dapat

dilihat pada tabel.

(16)

20

Tabel 2.3 Nilai Occurance

Rating Kriteria Defect

1 Tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode kegagalan.

1 dalam 1.000.000.

2 Kegagalan akan jarang terjadi. 1 dalam 20.000.

3 Kegagalan agak mungkin terjadi. 1 dalam 4000.

4 1 dalam 1000.

5 1 dalam 400.

6 1 dalam 80.

7 Kegagalan sangat mungkin terjadi. 1 dalam 40.

8 1 dalam 20.

9 Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi

1 dalam 8.

10 1 dalam 2.

Sumber : Gasperz (2002).

4. Penentuan Nilai Detection (D)

Detection merupakan suatu perkiraan subyektif mengenai

bagaimana efektivitas dari metode pencegahan atau deteksi dalam

menghilangkan mode kegagalan (Gasperz, 2007). Nilai dari detection

ditunjukkan pada skala nilai 1-10. Kriteria nilai detection dapat dilihat

pada Tabel 2.4.

(17)

21

Tabel 2.4 Nilai Detection

Rating Detection Kriteria

1 Hampir Pasti Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab hampir pasti.

2 Sangat Tinggi Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sangat tinggi.

3 Tinggi Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab tinggi.

4 Lumayan Tinggi Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sedang sampai tinggi.

5 Sedang Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sedang.

6 Rendah Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab rendah.

7 Sangat Jarang Kemampuan alat terkontrol untuk mendeteksi bentuk dan penyebab sangat rendah.

8 Jarang Alat pengontrol ini sulit untuk mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan.

9 Sangat Jarang Alat pengontrol ini sangat sulit mendeteksi bentuk dan penyebab kegagalan.

10 Hampir Tidak Pasti

Tidak ada alat pengontol yang bisa mendeteksi.

Sumber : Borror (2008).

(18)

22

5. Menghitung Nilai Risk Priority Number (RPN).

Menghitung nilai Risk Priority Number (RPN) merupakan suatu nilai yang menyatakan skala prioritas terhadapt resiko kualitas yang digunakan untuk panduan dalam melakukan tindakan perencanaan. Nilai RPN merupakan hasil perkalian dari severity (S), occurance (O), dan detection (D) (Gasperz, 2007).

Angka RPN yaitu berkisar 1 hingga 1000, dimana semakin tinggu nilai RPN, maka proses tersebut akan semakin beresiko dengan menghasilkan produk melalui spesifikasi yang tidak diinginkan.

2.12 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi peneliti dalam melakukan penelitian sehingga peneliti dapat memperbanyak teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian. Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang didapatkan dari beberapa jurnal mengenai metode Six Sigma:

Tabel 2.5 Kajian Pustaka Penelitian

No Judul Penelitian Penulis Tahun Metode Hasil 1 Analisis

Pengendalian Kualitas Proses Pengantongan Semen di PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dengan

Pendekatan Six Sigma

Fitrah Indra Cahyani, Sri Mumpuni Retnaning sih

2015 Six Sigma

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah

dilakukan, dapat

disimpulkan hasil evaluasi

proses pengantongan semen

PPC 50 Kg Semen Indonesia

di Tuban 4 dengan

menggunakan peta kendali

peta p multivariat masih

belum tekendali secara

statistik. Hasil perhitungan

level sigma tahap 1 bulan

Januari 2015 dan tahap 2

bulan Februari 2015

mengalami kenaikan sebesar

(19)

23

0,02, dimana bulan januari diperoleh level sigma 4,10 yang berarti DPMO 4.700.

2 Usulan Perbaikan Kualitas

Menggunakan Metode Six Sigma Untuk

Mengurangi Jumlah Cacat Produk Tahu Pada Perusahaan

Pengrajin Tahu Boga Rasa

Aufi Fauziah, Ambar Harsono, Gita Permata Liansari

2014 Six Sigma

Penurunan nilai DPMO sebesar 13666,834 dan nilai

sigma mengalami

peningkatan sebesar 0,319σ menunjukkan bahwa terjadi peningkatan performansi pada perusahaan Pengrajin Tahu Boga Rasa.

3 Upaya Menurunkan Jumlah Cacat Produk

Shuttlecock Dengan Metode Six Sigma

Chauliah Fatma Putri

2010 Six Sigma

Berdasarkan perhitungan kapabilitas proses dan DPMO dari cacat biji kopi selama 12 hari penelitian diperoleh nilai DPMO rata- rata sebesar 37922.28 dengan nilai Sigma Level sebesar 3,28. Hal ini menunjukkan bahwa pada proses produksi shuttlcock memiliki tingkat kapabilitas proses yang cukup tinggi, tetapi hal tersebut belum mencapai target dari peningkatan kualitas Six Sigma yaitu mencapai Sigma Level sebesar 6 Sigma (6σ).

Berdasarkan analisis pada

(20)

24

diagram Pareto maka

didapatkan tingkat kecacatan

shuttlecock yang memberi

kontribusi paling besar pada

keseimbangan laju

shuttlecock goyah atau

disebut afkiran.

Referensi

Dokumen terkait

informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah maupun pihak

Untuk menguji secara empiris adanya pengaruh external auditor quality terhadap kecurangan laporan keuangan pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI

daerah. 2) Hasil pemungutan dari pajak daerah dipergunakan untuk membiayai keperluan yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Dibuktikan dengan memeriksa dokumen bukti pelaksanaan supervisi proses pembelajaran yang dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah atau guru senior yang diberi wewenang oleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tiga hal, yaitu regulasi tindak pidana pencabulan, motif dan sanksi tindak pidana pencabulan pada Putusan Pengadilan Negeri

Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala sekolah bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang, menentukan bagaimana

Untuk komoditas Ikan Lele yang merupakan komoditas unggulan Provinsi Jawa Timur (memiliki jumlah rumah tangga usaha Budidaya Ikan terbanyak), Kabupaten Blitar

delan jika menggunakan parameter pemu- lusan optimum (Tabel 2). Hal ini menun- jukkan bahwa fungsi diskriminan kernel yang dibangun pada model 2 juga konsis- ten untuk setiap