• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI. dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah : menyelenggarakan pemerintahan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LANDASAN TEORI. dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah : menyelenggarakan pemerintahan."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Definisi Pajak

Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :

1. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani (2010:15) , pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

2. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH (2010:15), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.

(2)

3. Sedangkan menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., &

Brock Horace R (2010:16), pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

4. Menurut UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No.28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah), maupun pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan), dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri pajak di Indonesia adalah :

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah, berdasarkan atas undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.

2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (Wajib Pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).

(3)

3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

4. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak.

5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintah, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur/regulatif).

II.1.1 Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Pemungutan pajak harus adil

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding.

(4)

2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. Tidak menggangu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemngutan tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan ekonomi masyarakat 4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansil)

Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan membantu memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya.

II.1.2 Asas Pemungutan Pajak

1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

2. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

(5)

3. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

II.1.3 Sistem Pemungutan Pajak 1. Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

2. Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

3. With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak.

II.1.4 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009) pajak memiliki dua fungsi, yaitu :

1. Fungsi budgetair.

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

(6)

2. Fungsi mengatur (regulerend).

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

II.1.5 Pengelompokan Pajak

Secara umum pajak yang diberlakukan di Indonesia dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan pajak yaitu :

Pajak Menurut Golongannya

1. Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.

Pajak Menurut Sifatnya

1. Pajak Subjektif

Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Penghasilan.

2. Pajak Objektif

Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan

(7)

diri Wajib Pajak.

Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya

1. Pajak Pusat

Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

2. Pajak Daerah

Yaitu pajak yng dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas :

a. Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Kendaraan Bermotor.

b. Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.

II.1.6 Tata Cara Pemungutan Pajak 1. Stelsel Pajak.

Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel : a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun

(8)

pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang – Undang. Kelebihan dari stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. Stelsel Campuran.

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya.

Demikian pula apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali.

II.2 Penagihan Pajak

Tindakan penagihan pajak didasari oleh adanya Surat Ketetapan Pajak, yaitu Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan

(9)

Pembetulan, serta Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar ditambah. Menurut Pasal 1 ayat (9) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, disebutkan bahwa:

“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.

Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan (Pasal 1 angka 25 UU KUP)

II.2.1 Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK/2010 tanggal 13 April 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus

2. Pasal 18 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Dasar Penagihan Pajak.

(10)

3. Pasal 19 Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai administrasi penagihan pajak

4. Pasal 20 Undang-undang No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengenai Surat Paksa dan Penagihan Seketika dan Sekaligus

5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.04/2009 tanggal 27 Mei 2009 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2009 6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 50/PJ/2010 tanggal

7 April 2010 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2010

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 36/PJ/2011 tanggal 30 Mei 2011 Tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2011.

II.2.2 Dasar Penagihan Pajak

Dalam penagihan pajak yang menjadi dokumen dasar dalam melakukan penagihan yaitu :

1. Surat Tagihan Pajak (STP) 2. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 5. Surat Keputusan Pembetulan

6. Surat Keputusan Keberatan 7. Putusan Banding

8. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

(11)

9. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)

10. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)

11. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB)

12. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT)

13. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB) 14. Surat ketetapan sejenis yang memuat besarnya jumlah utang pajak.

II.2.3 Pejabat dan Jurusita Pajak

Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan jurusita pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh Utang Pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.

Menteri Keuangan berwenang menunjuk pejabat untuk penagihan pajak pusat, Kepala Daerah berwenang menunjuk pejabat untuk penagihan pajak daerah.

(12)

Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

Tugas Jurusita Pajak :

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus 2. Memberitahukan Surat Paksa

3. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Melaksanakan Penyitaan; dan

4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan

Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari,laci,dan tempat lain untuk menemukan objek sita ditempat usaha,ditempat kedudukan, atau ditempat tinggal Penanggung Pajak,atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita. Wewenang ini tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan karena adanya pembatasan yang diberikan dalam penjelasan undang-undang bahwa “dalam melaksanakan penyitaan untuk menemukan objek sita yang ada di tempat usaha,tempat kedudukan, atau tempat tinggal penanggung pajak dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya dengan terlebih dahulu meminta izin dari penanggung pajak, kewenangan ini pada hakekatnya tidak sama dengan penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”

(13)

II.2.4 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak/ Penanggung Pajak Hak Wajib Pajak/Penanggung Pajak :

1. Meminta Jurusita Pajak memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak

2. Menerima Salinan Surat Paksa dan Salinan Berita Acara Penyitaan 3. Menentukan urutan barang yang akan dilelang

4. Sebelum pelaksanaan lelang, Wajib Pajak/Penanggung Pajak diberi kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajak termasuk biaya penyitaan, iklan dan biaya pembatalan lelang dan melaporkan pelunasan tersebut kepada kepala KPP yang bersangkutan.

5. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak sebelum pelaksanaan lelang.

Kewajiban Wajib Pajak/Penanggung Pajak

1. Membantu Jurusita pajak dalam melaksanakan tugasnya :

a. Memperbolehkan Jurusita pajak memasuki ruangan, tempat usaha, tempat tinggal WP/Penanggung Pajak

b. Memberikan keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan 2. Barang yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau

disewakan.

(14)

II.2.5 Tindakan Penagihan Pajak

Tindakan Penagihan Pajak dilakukan apabila utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran belum dilunasi, akan dilakukan tindakan penagihan pajak sebagai berikut :

a. Surat Teguran

Utang pajak yang tidak dilunasi setelah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran, akan diterbitkan Surat Teguran.

b. Surat Paksa

Utang pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal Surat Teguran tidak dilunasi, diterbitkan Surat Paksa yang diberitahu oleh Jurusita Pajak dengan dibebani biaya penagihan pajak dengan surat paksa sebesar Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) utang pajak harus dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak

c. Surat Sita

Utang Pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak tidak dilunasi, Jurusita Pajak dapat melakukan tindakan penyitaan, dengan dibebani biaya pelaksanaan Surat Perintah Melakukan Penyitaan sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).

d. Lelang

Dalam jangka waktu paling singkat 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum juga dilunasi akan dilanjutkan dengan pengumuman lelang melalui media massa.

(15)

Penjualan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dalam surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan.

II.2.6 Penagihan Seketika dan Sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak dan Tahun Pajak. Jurusita Pajak melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan apabila :

1. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama- lamanya atau berniat untuk itu

2. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai, dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia 3. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan

membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki, atau melakukan perubahan bentuk lainnya

(16)

4. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara atau

5. Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat : 1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak 2. Besarnya Utang Pajak

3. Perintah untuk membayar dan 4. Saat pelunasan pajak

Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.

II.2.7 Surat Paksa

Surat Paksa (SP) adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Surat paksa sekurang-kurangnya meliputi :

1. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak 2. Dasar Penagihan

3. Besarnya Utang Pajak 4. Perintah untuk membayar Surat Paksa diterbitkan apabila :

1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai

(17)

dengan tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis

2. Terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa yang akan disampaikan kepada Penanggung Pajak dilakukan paling lambat setelah lampau 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan. Apabila Surat Paksa diterbitkan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran diterbitkan, maka Surat Paksa menjadi batal demi hukum.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan.

Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

II.2.8 Penyitaan

Penyitaan adalah tindakan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah

(18)

Surat Paksa yang hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2 x 24 jam setelah Surat Paksa diberitahukan. Artinya, apabila Penanggung Pajak/

Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajak sebagaimana yang tercantum dalam Surat Paksa, barulah penyitaan dapat dilaksanakan.

Penyitaan dilakukan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) otang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru Sita Pajak, dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan penyitaan, Juru Sita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditanda tangani oleh Juru Sita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

Penyitaan dapat dilakukan terhadap barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Termasuk penyitaan terhadap barang bergerak adalah mobil, perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain.

Sementara itu, yang termasuk barang tidak bergerak adalah tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu. Namun demikian terdapat 6 (enam) jenis barang yang dikecualikan dari penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU No.19 Tahun 2000, yaitu:

1. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang

digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;

2. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang ada di rumah

(19)

3. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari negara

4. Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan

Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan;

5. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Besarnya nilai peralatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

6. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita oleh Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita tersebut Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang.

Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak.

II.2.9 Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan/atau tertutup/tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli. Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak

(20)

dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa.

Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang, dan secara tidak lelang biaya penagihan ditambah 1% (satu persen) dari biaya penjualan.

Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan surat paksa dan Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Sita.

Apabila hasil lelang sudsh mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada.

(21)

Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelunasan lelang.

II.2.10 Pencegahan dan Penyanderaan

Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang- kurangnya sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jangka waktu pencegahan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama- lamanya 6 (enam) bulan. Pencegahan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.

Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu, penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajaknya. Penyanderaan hanya dapat dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapatkan ijin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubenur Daerah Propinsi. Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang selama-lamanya 6 (enam) bulan. Penyanderaan tidak

(22)

boleh dilakukan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti pemilihan umum.

II.2.11 Gugatan

Gugatan Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah). Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala Daerah.

Gugatan diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuman Lelang dilaksanakan

II.2.12 Daluwarsa Penagihan

Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda dan biaya penagihan pajak. Daluwarsa setelah lampau waktu 5 (lima) tahun sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding Serta Putusan Peninjauan Kembali.

Daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila : a. Diterbitkan Surat Paksa

(23)

b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung

c. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan karena wajib pajak setelah jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tidak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada Pendapatan Negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

d. Dilakukan penyidikan ditindak pidana dibidang perpajakan.

II.3 Definisi Evaluasi

Kata Evaluasi berasal dari bahasa inggris “evaluation” yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Berikut ini adalah definisi evaluasi menurut para ahli :

1. Suharsimi Arikunto (2004 : 1) evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak yang mengambil keputusan untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan

(24)

2. Stufflebeam dalam Worthen dan Sanders (1979 : 129) evaluasi adalah : process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives. Dalam evaluasi ada beberapa unsur yang terdapat dalam evaluasi yaitu : adanya sebuah proses (process) perolehan (obtaining), penggambaran (delineating), penyediaan (providing) informasi yang berguna (useful information) dan alternatif keputusan.

Evaluasi atau penilaian berarti tindakan untuk menentukan nilai sesuatu.

Dalam arti luas evaluasi adalah suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif- alternatif keputusan. Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan evaluasi, maka dapat dikatakan bahwa :

1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Yang dimaksud dengan proses sistematis ialah kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan yang dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung dan pada akhir program setelah program dianggap selesai.

2. Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang menyangkut objek yang sedang dievaluasi.

3. Dalam setiap kegiatan evaluasi, tidak lepas dari tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Hal ini karena setiap kegiatan penilaian memerlukan suatu criteria tertentu sebagai acuan dalam menentukan batas ketercapaian objek yang dinilai.

(25)

II.3.1 Tujuan Evaluasi

Tujuan Evaluasi adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan informasi mengenai pelaksanan pengembangan dan pelaksanaan kegiatan sebagai masukan bagi pengambil keputusan.

2. Menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu kegiatan serta faktor-faktor yang berkontribusi di dalamnya.

3. Mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam upaya perbaikan kegiatan

4. Memahami dan menjelaskan karakteristik suatu kegiatan dan pelaksanaannya.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kasus lain, di mana tidak terdapat konstituen aktif atau senyawa penanda yang dapat ditentukan untuk obat herbal, persentasi dari senyawa yang dapat

c) Seorang pegawai yang menggunakan basikal yang disediakan oleh Kerajaan atau penganjur sesama menjalankan tugas rasmi tidak layak. Kerajaan atau penganjur sesama

Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada usaha tani jagung diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani. Penelitian ini bertujuan 1) menganalisis

˙ Kunjungan Kembali: (4 men. atau kurang) Buatlah per- tunjukan cara mengadakan kunjungan kembali kepada orang yang menerima brosur Kabar Baik. Bahas pela- jaran 8, pertanyaan

Keempat , Perusahaan manufaktur di Indonesia yang mempunyai large positive book tax differences tidak melakukan subyektivitas dalam proses akrual yang

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dean Karlan dan Jonathan Zinman (2005) yang mengamati elastisitas permintaan kredit konsumsi dengan menyajikan perkiraan parameter yang

Menu ini menyediakan fasilitas untuk menginput data pendukung untuk Jenis Budidaya. Kita juga bisa menambahkan, mengedit, dan menghapus Entitas Data untuk Jenis Budidaya. Tahap