TINGGALAN SITUS BERUPA ARTEFAK PADA KOTA CINA DI
MEDAN MARELAN: ANALISIS BENTUK DAN MAKNA KEBUDAYAAN
棉兰 Marelan 华人区遗物研究:文化形式与意义分析 (Mián lán Marelan huárén qū yíwù yánjiū: Wénhuà xíngshì yǔ yìyì fēnxī)
SKRIPSI
OLEH:
SHELLA RAFIQAH ULLY 120710054
PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis mulai dari masa perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tugas akhir. Adapun tugas akhir yang diberi judul “Tinggalan Situs Berupa Artefak Pada Kota Cina di Medan Marelan: Analisis Bentuk dan Makna Kebudayaan” ini diselesaikan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Budaya, Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Proses pengerjaan skripsi ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Penulis banyak mendapat dukungan, semangat, waktu, bimbingan dan doa dari mereka. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam- dalamnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis berstatus mahasiswa Program Studi Sastra Cina, Universitas Sumatera Utara serta kesempatan untuk menyelesaikan Studi S-1 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan baik.
2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dr. Budi Agustono, M.S. atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan kepada
4. Sekretaris Program Studi Sastra China Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL atas pengarahan yang diberikan untuk penulis mulai dari masa perkuliahan sampai saat ini.
5. Dosen pembimbing I Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. yang telah dengan sabar membimbing, menasehati serta memberikan bimbingan yang baik kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir ini sehingga terselesaikan dengan baik.
6. Dosen pembimbing II Niza Ayuningtias, S.S., MTCSOL Laoshi yang telah sabar membimbing dan susah payah membantu mengerjakan tugas akhir dalam bahasa mandarin dan juga telah memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Ibunda tersayang, Azhariah yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga tugas ini selesai dengan baik.
8. Seluruh dosen dan staff pengajar Program studi Sastra Cina yang setia membantu mengurus segala urusan akademik dan selalu memberikan arahan.
9. Kakak dan adik tersayang, Tio, Tumiar, Dora dan Putra yang telah memberikan semangat dan terus menemani selama proses pengerjaan tugas ini hingga selesai.
10. Teman tumbuh yang selalu memberi masukan dan dukungan, Mumu, Rati dan Yuni. Terimakasih.
11. Keluarga Besar Pers Mahasiswa SUARA USU, seluruh teman-teman yang turut menemani penulis selama berproses di „rumah tanpa jeda‟.
Terimakasih untuk banyak ilmu dan pengalaman berharga semasa penulis menjadi mahasiswa.
12. Teman-teman baik hati Faeny, Putri, Dila, Lara, Oka, Yulia, Ira dan Seltica yang senantiasa memacu semangat menyelesaikan tugas ini.
Terimakasih.
13. Seluruh teman-teman seperjuangan Stambuk 2012 Program Studi Sastra Cina yang telah memberikan dukungan serta senantiasa menemani selama 4 tahun masa perkuliahan.
14. Informan yang telah memberikan waktu dan kesempatan serta memberikan ilmu kepada penulis, dan masyarakat yang telah berkenan diwawancarai.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu dapat menjadi sumbangan untuk ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra Cina.
Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan skripsi ini.
Medan, 2017 Penulis
ABSTRAK
Skripsi ini bertajuk “Tinggalan Situs Berupa Artefak Pada Kota Cina di Medan Marelan: Analisis Bentuk dan Makna Kebudayaan” Penelitian ini meninjau dua aspek dari beberapa tinggalan artefak yang bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina Medan Marelan, yaitu aspek bentuk dan makna. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua teori, yakni: (a) teori semiotik dari Peirce dan (b) teori bentuk Arsitektur. Metode dan teknik yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan berdasar kepada observasi lapangan, studi pustaka dan wawancara. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) tinggalan artefak di Situs Kota Cina Medan Marelan yang bermuatan budaya Tionghoa masing- masing memiliki bentuk dan material khusus yang dapat mengidentifikasikan sejarah serta mulanya artefak diproduksi (b) masing-masing tinggalan artefak di Situs Kota Cina memiliki makna tertentu baik itu ditinjau dari ikon, simbol ataupun indeksnya.
Kata kunci: tinggalan, artefak, Situs Kota Cina, bentuk, makna
ABSTRACT
This thesis entitled "The Artefacts in Kota Cina Site Medan Marelan: Analysis of Cultural Form and Meaning." This research reviews two aspects of several Chinese cultural artefacts left at Kota Cina Site Medan Marelan, the aspects of form and meaning. In this research, the author uses two theories, namely: (a) the semiotic theory of Peirce and (b) the form of architecture theory. This research is qualitative research employing field observation, literature review and interview as instruments. The results of this research are: (a) the remainng artefacts at Kota Cina Site of Medan Marelan containing Chinese culture have certain shapes and materials that can identify the history and origin of the produced artefacts (b) each of the artefacts in Kota Cina Site has a certain meaning viewed from the icon, symbol or index.
Keywords: remains, artefacts, Kota Cina Site, form, meaning
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Peta Kecamatan Medan Marelan ... 25
Gambar 2 Arca Dhiyani Budha Amitaba ... 38
Gambar 3 Koin Dinasti Yuan, Song dan Ming ... 40
Gambar 4 Ilustrasi Koin Cina Kuno... 42
Gambar 5 Koin Cina Kuno ... 42
Gambar 6 Mangkuk Cina Kuno ... 44
Gambar 7 Fragmen Vas Qing Bai ... 47
Gambar 8 Fragmen Mangkuk Qing Bai ... 48
Gambar 9 Fragmen Cepuk Keramik Qing Bai ... 48
Gambar 10 Fragmen Mangkuk Seladon ... 50
Gambar 11 Fragmen Piring Seladon ... 50
Gambar 12 Fragmen Tutup Cepuk Keramik De Hua ... 51
Gambar 13 Fragmen Keramik Biru-Putih Dinasti Qing ... 53
Gambar 14 Fragmen Keramik Biru-Putih Dinasti Ming ... 53
Gambar 15 Fragmen Mercury Jar... 53
Gambar 16 Sikap Tangan Dhyanamudra pada Arca ... 55
Gambar 17 Ilustrasi Berbagai Mudra ... 57
Gambar 18 Susunan Lima Dunia dan Tiga Serangkai Dewa ... 58
Gambar 19 Pedang Emas dari Koin Cina ... 61
Gambar 20 Koin Cina pada Sesajian Agama di Bali ... 61
Gambar 21 Motif Flora Pada Mangkuk Cina Kuno ... 62
Gambar 22 Motif Flora Bunga Krisan ... 65
Gambar 23 Motif Flora Bunga Anggrek ... 66
Gambar 24 Motif Flora Bunga Teratai ... 67
Gambar 25 Motif Flora Pohon Pinus ... 68
Gambar 26 Motif Flora Pohon Bambu ... 69
Gambar 27 Fragmen Keramik Motif Flora ... 72
Gambar 28 Fragmen Keramik Motif Plum dan Teratai ... 73
Gambar 29 Motif Geometri Unsur Motif Bergaris Lurus ... 75
Gambar 30 Motif Geometri Unsur Desain Melengkung ... 75
Gambar 31 Motif Geometri Gabungan ... 76
Gambar 32 Fragmen Keramik Bermotif Geometri ... 76
Gambar 33 Fragmen Keramik Bermotif Geometri ... 77
Gambar 34 Fragmen Keramik Bermotif Geometri ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Jarak Kantor Lurah ke Kantor Camat ... 25
Tabel 4.2 Data Jumlah Penduduk s.d September 2015 ... 26
Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja ... 26
Tabel 4.4 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 28
Tabel 5.1 Bentuk dan Makna Tinggalan Artefak Pada Situs Kota Cina di Medan Marelan... 78
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Batasan Masalah ... 6
1.3 Rumusan Masalah ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Tinjauan Pustaka ... 8
2.2 Konsep ... 10
2.2.1 Bentuk ... 10
2.2.2 Makna ... 11
2.2.3 Kebudayaan ... 12
2.2.4 Warisan (Tinggalan) Budaya ... 13
2.2.5 Situs ... 14
2.2.6 Artefak ... 14
2.2.7 Situs Kota Cina Medan Marelan ... 15
2.3 Landasan Teori ... 16
2.3.1 Teori Semiotika ... 16
2.3.2 Teori Bentuk Arsitektur ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
3.1 Metode Penelitian ... 19
3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 19
3.2.1 Observasi Lapangan ... 20
3.2.2 Dokumentasi ... 21
3.2.3 Studi Kepustakaan ... 21
3.2.4 Wawancara ... 22
3.3 Teknik Analisis Data ... 22
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 23
4.1 Kondisi Fisik Kecamatan Medan Marelan ... 23
4.2 Letak Geografis Keecamatan Medan Marelan ... 24
4.2.1 Batas dan Luas Wilayah ... 24
4.2.2 Orbitrasi Pemerintahan ... 25
4.3 Demografi ... 26
4.3.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Marelan ... 26
4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja ... 26
4.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 27
4.4 Sarana dan Prasarana Kecamatan Medan Marelan ... 28
4.5 Situs Kota Cina ... 29
BAB V BENTUK DAN MAKNA TINGGALAN ARTEFAK DI SITUS
KOTA CINA MEDAN MARELAN…... 37
5.1 Analisis Bentuk Pada Tinggalan Artefak ... 37
5.1.1 Arca Dhiyani Budha Amitaba ... 38
5.1.2 Koin Cina Kuno ... 40
5.1.3 Mangkuk Cina Kuno ... 44
5.1.4 Fragmen Keramik Qing Bai (青白) ...46
5.1.5 Fragmen Keramik Seladon ...49
5.1.6 Fragmen Keramik De Hua (德华) ...51
5.1.7 Fragmen Keramik Biru-Putih (清华) ...52
5.1.8 Fragmen Keramik Coarse Stone ...53
5.2 Analisis Makna Pada Tinggalan Artefak ...54
5.2.1 Arca Dhiyani Budha Amitaba ... 54
5.2.2 Koin Cina Kuno ... 59
5.2.3 Mangkuk Cina Kuno ... 61
5.2.4 Fragmen Keramik Cina ... 63
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 82
6.1 Simpulan ... 82
6.2 Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
LAMPIRAN ... 89
LAMPIRAN I ... 90
LAMPIRAN II ... 94
LAMPIRAN III ... 96
LAMPIRAN IV ... 97
LAMPIRAN V ... 98
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Artefak berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benda-benda, alat berupa perhiasan yang menunjukkan kecakapan kerja manusia zaman dahulu yang ditemukan melalui penggalian arkeologi. Menurut J.J Hoenigman dalam (Koentjaraningrat, 2000: 186) artefak merupakan salah satu dari tiga wujud kebudayaan selain gagasan dan aktivitas. Wujud kebudayaan artefak ini merupakan wujud kebudayaan paling konkret karena dapat dilihat dan diraba langsung oleh panca indera.
Kebudayaan adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Adanya budaya, memberikan pemahaman dalam kedua proses transformasi antara alam dan manusia dan bentuk hasil transformasi antara alam dan manusia. Pelestarian pusaka budaya membantu masyarakat tidak hanya melindungi aset fisik bernilai ekonomis, tetapi juga melestarikan praktik, sejarah, dan lingkungan, serta rasa kontinuitas dan identitas.
Warisan budaya pada dasarnya mencakup bidang yang sangat luas dan dapat dimaknai sebagai sesuatu yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Salah satu wujud warisan budaya adalah sebuah „kawasan masa lalu‟
yang berisi tinggalan arkeologis. Warisan budaya adalah warisan peninggalan masa lalu yang diwariskan dari generasi yang satu kepada generasi yang lain yang tetap dilestarikan, dilindungi, dihargai dan dijaga kepemilikannya (Ardika, 2007:
8). Menurut badan khusus PBB United Nation Educational, Scientific, and
Cultural Organization (UNESCO) dalam situs resminya menyatakan bahwa warisan budaya adalah monumen, kelompok bangunan atau situs sejarah, estetika, arkeologi, ilmu pengetahuan, etnologis atau antropologi nilai.
Tinggalan artefak dapat diidentifikasi untuk mengukur peradaban yang berlangsung pada suatu era, para ahli arkeologi mengkaji temuan alat-alat yang digunakan untuk menganalisis peradaban masa lalu suatu bangsa. Alat-alat atau peninggalan fisik dapat menyingkap teknologi, kebudayaan, kualitas hidup, hubungan sosial hingga unsur kepercayaan. Tinggalan artefak suatu kaum yang hidup di masa lalu bagi peradaban berikutnya adalah „tanda‟ yang secara tidak langsung mengkomunikasikan keadaan dan peradaban yang berlaku pada saat itu.
Situs Kota Cina merupakan salah satu wilayah tinggalan budaya di Sumatera Utara yang terkait erat dengan jaringan perdagangan di Asia Tenggara dari setidaknya abad ke-12 hingga abad ke-14 Masehi. McKinnon melalui hasil survey dan ekskavasi berusaha memberikan penjelasan tentang masa lalu Kota Cina secara ilmiah. Selama penelitian yang dilakukannya, yaitu pada tahun 1972 dia menemukan banyak data arkeologis, yang tersebar di beberapa tempat meliputi gerabah, keramik, koin Cina, arca, terak logam, dan struktur bata. Ia berkesimpulan situs yang terletak di Jalan Kota Cina, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan ini merupakan wilayah penting bandar perdagangan
pemukiman kecil yang dikelilingi benteng. Pendapat tersebut didasarkan pada keberadaan temuan arca yang bergaya India Selatan di daerah tersebut. Hal tersebut berbeda dengan pendapat beberapa informan di sekitar kawasan Kota Cina. Menurut mereka berdasarkan tradisi lisan, kawasan tersebut dinamakan Kota Cina dikarenakan dahulunya merupakan permukiman masyarakat Cina, yang dibuktikan dengan banyaknya barang-barang keramik buatan Cina di daerah tersebut.
Kawasan Kota Cina merupakan sebuah wilayah yang cukup luas, dengan sebaran tinggalan arkeologis yang dijumpai pada banyak tempat. Seluruh wilayah yang mengandung temuan arkeologis luasnya mencapai 25 hektar yang meliputi situs Danau Siombak dengan temuan sisa perahu dan fragmen gerabah; situs Kota Cina dengan temuan struktur bata, batu umpak, fragmen gerabah, fragmen keramik, fragmen logam, fragmen kaca, dan koin Cina; situs Keramat Pahlawan dengan temuan struktur bata, fragmen keramik, fragmen gerabah, batu berpahat, dan dua arca logam; serta situs Lorong IX dengan temuan arca batu, fragmen lingga, dan fragmen yoni. Semua fragmen tersebut merupakan wujud kebudayaan berupa artefak yang menyimpan makna kebudayaan. Temuan artefak di Situs Kota Cina Medan yang bermuatan budaya Tionghoa dan akan dijadikan bahan penelitian diantaranya adalah Arca Dhiyani Budha Amitaba, Koin Cina Kuno, Mangkuk Cina Kuno, dan Fragmen Keramik.
Ilmu semiotika yaitu cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda (Zoest, 1993: 1). Ilmu semiotika ini yang akan peneliti gunakan untuk menganalisis makna kebudayaan artefak Situs
Kota Cina di Medan Marelan. Sedangkan teori bentuk dari ilmu arsitektur ataupun seni rupa akan peneliti gunakan untuk menganalisis bentuk kebudayaan artefak tinggalan Situs Kota Cina di Medan Marelan.
Peneliti memilih menganalisis bentuk dan makna peninggalan budaya berupa artefak di Situs Kota Cina Medan Marelan dengan beberapa alasan berikut:
1. Keberadaan Kota Cina sebagai situs arkeologi yang menyimpan banyak artefak bermuatan budaya Tionghoa masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Berdasarkan pengamatan peneliti situs ini hanya umum di kalangan peneliti arkeologi, sejarah dan akademisi.
2. Masyarakat yang sekarang tinggal di kawasan Situs Kota Cina dapat dikatakan telah terlepas dari konteks sejarah dan sosio-kultural Kota Cina masa lalu. Pun, mereka bukanlah masyarakat Tionghoa melainkan umumnya bersuku melayu.
3. Masih minimnya penelitian budaya yang dilakukan untuk meneliti artefak-artefak yang ditemukan di Situs Kota Cina. Lazimnya adalah penelitian sejarah dan arkeologi.
Diketahui juga bahwa penelitian dengan judul „Tinggalan Situs berupa Artefak Pada Kota Cina di Medan Marelan: Analisis Bentuk dan Makna Kebudayaan‟
belum pernah diteliti sebelumnya di Fakultas Ilmu Budaya, Program Studi Sastra
pembahasan mengenai bentuk dan makna tinggalan budaya artefak yang memuat unsur kebudayaan Tionghoa di Situs Kota Cina Medan.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk tinggalan artefak yang bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina Marelan?
2. Apa makna tinggalan artefak bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina Marelan?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bentuk tinggalan artefak yang bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina Medan Marelan
2. Mengetahui makna yang terkandung pada tinggalan artefak yang bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina Medan Marelan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan tentang sejumlah penemuan artefak yang bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina dan menambah
pemahaman keilmuan tentang bentuk dan makna kebudayaan pada artefak di Situs Kota Cina Medan Marelan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat dalam praktiknya, antara lain:
- Untuk masyarakat: diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan kota lama dan mendapatkan pengetahuan mengenai bentuk dan makna simbolis dari berbagai tinggalan artefak di Situs Kota Cina.
- Untuk pemerintah: kepada Pemerintah Kota Medan untuk dapat lebih melestarikan salah satu peninggalan bersejarah.
- Untuk mahasiswa: penelitian ini dapat menambah pembendaharaan karya ilmiah di Fakultas Ilmu Budaya pada umumnya dan program studi Sastra Cina pada khususnya, serta bermanfaat untuk menjadi bahan rujukan (refrence) bagi mahasiswa ataupun masyarakat yang memerlukannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber dari pendapat para ahli-ahli, emperisme (pengalaman penelitian), dokumentasi, dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Penelitian mengenai keberadaan Situs Kota Cina di Medan Marelan telah beberapa kali dilaksanakan, namun dengan konteks masalah dan teori yang berbeda dari penelitian ini. Penelitian terbaru tentang situs Kota Cina salah satunya adalah „Strategi Pengelolaan Kawasan Kota Cina, Medan, Sumatera Utara Berbasis Masyarakat‟ oleh Purnawibowo (2014). Thesis oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada ini membahas tentang pengelolaan Kawasan Kota Cina sebagai kawasan cagar budaya dan menyusun suatu strategi pengelolaan terhadap kawasan Kota Cina dengan berorientasi pada pelestarian dan pemanfaatannya bagi masyarakat. Konsep dasar yang digunakan adalah bahwa pengelolaan (pelestarian dan pemanfaatan) kawasan arkeologi tidak dapat dilepaskan dari keberadaan masyarakat sekarang. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan keterkaitan, harapan, dan keinginan masyarakat yang tinggal di sekitarnya serta terus menerus berkomunikasi dengan mereka terkait usaha-usaha pelestarian dan pemanfaatan tersebut. Metode yang digunakan adalah pengamatan relasi antara kawasan dan masyarakat yang telah dan sedang berlangsung serta wawancara untuk menggali harapan-harapan dan keinginan-keinginan masyarakat sekitar.
Sedangkan penelitian lain adalah Jurnal milik Sinaga (2015) dengan judul
„Pengelolaan Situs Cagar Budaya Kota Cina Medan‟. Jurnal mahasiswa Universitas Riau ini membahas upaya pengelolaan Situs Kota Cina yang sama sekali masih belum optimal. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis data dengan metode analisis deskriptif dengan menjelaskan kenyataan yang ada dan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan serta menginterpretasikan data yang berhubungan dengan objek penelitian.
2.2 Konsep
Dalam Alwi (2007: 725) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian konkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang berada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan konsep yang digunakan dalam penelitian bentuk dan makna kebudayaan tinggalan artefak di Situs Kota Cina Medan Marelan, yakni (1)bentuk, (2)makna (3)kebudayaan, (4)warisan (tinggalan) budaya, (5)artefak, (6)situs, dan (7)Situs Kota Cina.
menjelaskan kondisi tertentu di mana sesuatu dapat mewujudkan keberadaannya, misalnya bila bicara mengenai air dalam bentuk es atau uap.
Bentuk dalam arsitektur meliputi permukaan luar dan ruang dalam. Pada saat yang sama, bentuk maupun ruang mengakomodasi fungsi-fungsi (baik fungsi fisik maupun non fisik). Fungsi-fungsi tersebut dapat dikomunikasikan kepada bentuk. Dalam kenyataannya, keterkaitan fungsi, ruang dan bentuk dapat menghadirkan berbagai macam ekspresi. Penangkapan ekspresi bentuk bisa sama ataupun berbeda pada setiap pengamat, tergantung dari pengalaman dan latar belakang pengamat.
Ciri-ciri pokok yang menunjukan bentuk pada kenyataanya dipengaruhi oleh keadaan bagaimana cara manusia memandangnya. Juga merupakan sarana pokok yang memungkinkan bagaimana mengenal dan dan melihat serta meninjau latar belakang, persepsi terhadap satu dan yang lain, sangat tergantung dari derajat ketajaman visual dalam arsitektur.
Bentuk dapat bergabung untuk menghasilkan komposisi yang koheren dengan cara persamaan, pengulangan ataupun proporsi. Bentuk-bentuk yang sama tidak perlu benar-benar sama dan sebangun, untuk dapat dikenali hubungan antara mereka; kemiripan dalam satu keluarga sudah cukup, justru karena keberagaman dapat menyenangkan, bahkan lebih disukai daripada kesamaan yang sempurna.
2.2.2 Makna
Menurut Alwi (2007: 864) makna adalah arti atau maksud pembicara atau penulis. Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi
makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa ataupun keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi, 1984: 19).
Makna dalam kajian semiotik adalah studi tentang makna keputusan. Ini termasuk studi tentang tanda-tanda dan proses tanda (semiosis), indikasi, penunjukan kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna dan komunikasi.
Semiotik bertujuan mengetahui makna-makna yang terkandung dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna tersebut sehingga diketahui bagaimana komunikator mengkontruksi pesan. Konsep pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau nilai-nilai ideologis tertentu serta konsep kultural yang menjadi ranah pemikiran masyarakat dimana simbol tersebut diciptakan. Kode kultural yang menjadi salah satu faktor konstruksi makna dalam sebuah simbol menjadi aspek yang pemting untuk mengetahui konstruksi pesan dalam tanda tersebut.
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2007: 261).
2.2.3 Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau
menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan pada keperluan masyarakat.
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203).
Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa kali menjadi lebih kecil.
2.2.4 Warisan (Tinggalan) Budaya
Warisan budaya dunia adalah suatu tempat budaya dan alam serta benda yang berarti bagi umat manusia dan menjadi sebuah warisan bagi generasi berikutnya. Warisan budaya dunia adalah bentuk warisan turun-temurun yang dimiliki setiap negara dalam bentuk budaya yang berbeda-beda, memiliki ciri khas masing-masing dan hanya dimiliki oleh satu negara tersebut dan perlu untuk dijaga dan dipertahankan kelestariannya.
Menurut UNESCO dalam Convention Concerning The Protection of The World Cultural and Natural Heritage (Adopted by the General Conference at its seventeenth session Paris, 16 november 1972), menyatakan dalam artikel 1 tentang Definition of The Cultural and Natural Heritage menjelaskan bahwa berikut ini yang dianggap sebagai warisan budaya adalah :
1. Monumen (monuments)
Berupa karya arsitektur, karya patung monumental dan lukisan, elemen
atau struktur yang bersifat arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal dan kombinasi fitur, yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau ilmu;
2. Kelompok bangunan (group of buildings)
Kelompok yang terpisah atau bangunan terhubung yang, karena arsitektur mereka, homogenitas mereka atau tempat mereka di lanskap, adalah dari nilai-nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang sejarah, seni atau ilmu;
3. Situs (sites)
Karya manusia atau karya gabungan alam dan manusia, dan daerah termasuk situs arkeologi yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sejarah, estetika, titik etnologis atau antropologis pandang.
2.2.5 Situs
Menurut William Haviland (dalam Warsito 2012: 25) mengatakan bahwa tempat-tempat dimana ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologi di kediaman makhluk manusia pada zaman dahulu dikenal dengan nama situs.
Situs biasanya ditentukan berdasarkan survey suatu daerah. Lebih lanjut William Haviland (dalam Warsito 2012: 25) juga mengatakan bahwa artefak adalah sisa-sisa alat bekas suatu kebudayaan zaman prehistori yang di gali dari
2.2.6 Artefak
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Menurut Alwi (2007: 88) artifak atau artefak adalah benda-benda, seperti alat, perhiasan yang menunjukkan kecakapan kerja manusia (terutama pada zaman dahulu) yang ditemukan melalui penggalian arkeologi. Artefak juga didefiniskan sebagai benda (barang-barang) hasil kecerdasan manusia, seperti perkakas, senjata.
2.2.7 Situs Kota Cina Medan Marelan
Kota Cina pertama kali tercatat keberadaanya pada tahun 1823 oleh John Anderson (1826). Anderson, atas perintah Gubernur Penang, W. E.
Philips, mengunjungi sejumlah daerah di pantai Timur Sumatera Utara untuk melakukan survei politik dan ekonomi bagi kepentingan Inggris. Dalam laporan yang dia tulis, terdapat bagian yang menjelaskan bahwa pada lokasi yang sekarang dikenal sebagai kawasan Kota Cina, terdapat sebuah batu bertulis berukuran besar yang tulisannya tidak dapat dibaca oleh penduduk yang bermukim di Kota Cina (Anderson, 1826: 294).
Penghunian kawasan Kota Cina dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu pertama fase pertumbuhan dan perkembangan pada abad ke-11 hingga ke-12 Masehi, kedua fase puncak kejayaan perdagangan pada abad ke-13 hingga ke-14 Masehi, ketiga fase penurunan aktivitas perdagangan pada abad
ke-15 hingga ke18 Masehi, keempat fase penghunian oleh masyarakat pendatang pada abad ke-19 Masehi yaitu ketika orang Eropa datang untuk kepentingan politik dan ekonomi, serta kelima fase hunian masyarakat sekarang pada abad ke-20 dan ke-21 Masehi (Purnawibowo, 2014:3).
Secara umum, masyarakat yang sekarang tinggal di dalam kawasan tersebut, dapat dikatakan telah terlepas dari konteks sejarah dan sosio-kultural Kota Cina masa lalu. Relasi masyarakat dengan kawasan Kota Cina saat ini berupa aktivitas yang cenderung merusak konteks masa lalunya. Sebagai contoh adalah kegiatan pencarian barang-barang kuno atau tinggalan arkeologis di kawasan tersebut oleh masyarakat sekitar, yang kemudian dijual kepada penadah barang-barang antik. Aktivitas seperti itu sempat marak sebelum adanya sosialisasi tentang pentingnya kawasan Kota Cina ini oleh instansi-instansi pemerintah terkait dan terutama tentang konsekuensi hukum dari aktivitas tersebut.
2.3 Landasan Teori
Teori merupakan seperangkat preposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis atau dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati
2.3.1 Teori Semiotika
Kata semiotika berasal dari kata Yunani „semeion’ yang berarti tanda, maka semiotika kerap diartikan sebagai ilmu tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. (Zoest 1993 : 1). Menurut Peirce tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi seseorang (representatement). Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain, yang dapat menjadi tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi kehidupan di sekitar. Tanda dapat berupa bentuk tulisan, karya seni, sastra, lukisan dan patung. Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).
1. Ikon (icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta.
2. Indeks (index) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu kepada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tanda adanya api.
3. Simbol (symbol) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antar penanda dan petandanya. Hubungan di
antaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan bedasarkan konvensi atau (perjanjian) masyarakat.
2.3.2 Teori Bentuk Arsitektur
Menurut David George Kendall, bentuk merupakan seluruh informasi geometris yang tidak berubah ketika lokasi, skala dan rotasinya diubah.
Sedangkan Plato mendefiniskan bentuk sebagai bahasa dunia yang tidak dirintangi oleh perbedaan-perbedaan seperti terdapat dalam bahasa kata-kata.
Bentuk dapat dikenali karena ia memiliki ciri-ciri visual, yaitu (Ching, 2007: 35):
- Wujud: adalah hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi bentuk.
- Dimensi: dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar dan tinggi.
Dimensi-dimensi ini menentukan proporsinya. Adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk- bentuk lain disekelilingnya.
- Warna: adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk. Warna adalah atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
- Tekstur: adalah karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur
- Orientasi: adalah posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.
- Inersia Visual: adalah derajat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk;
inersia suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.
Dengan penghayatan terhadap wujud manusia bisa mendapatkan kepuasan.
Wujud dapat menawan perhatian, mengundang keingintahuan, memberikan sensasi yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan dalam berbagai cara.
Ada wujud-wujud yang memuat pesan-pesan khusus, mempengaruhi dengan cara yang mudah dimengerti, sementara yang lain dengan cara yang sulit dijelaskan.
Dengan atau tanpa penjelasan, kekuatan wujud tidak dapat dipertentangkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Setiap penelitian membutuhkan suatu cara ataupun metode untuk mencapai hasil yang sistematis dan terarah. Metode menurut Subagyo (2004: 1) adalah cara atau jalan. Metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami obyek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan masalah.
Dalam penelitian mengenai bentuk dan makna tinggalan artefak ini, langkah pertama yang penulis lakukan adalah dengan melakukan studi pustaka.
Studi pustaka ini bertujuan untuk memperolah pengetahuan dasar tentang objek yang diteliti dan mencari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek bahasan.
Adapun sumber-sumber pustaka itu adalah berupa buku, disertasi, thesis, jurnal, surat kabar, artikel, dan sejenisnya sebagai bahan keilmuan yang tertulis. Selain itu penulis juga memanfaatkan sumber-sumber jejaring dunia maya (internet), baik berupa laman web, blog, audiovisual dalam situs youtube, dan lain-lainnya.
Ini dilakukan untuk menambah wawasan keilmuan dan pemahaman penulis terhadap bentuk dan makna tinggalan artefak yang ada di Situs Kota Cina.
sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Penelitian kualitatif merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peranan yang amat penting dalam menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel sosial, jadi tidak bertujuan menguji hipotesis atau membuat suatu generalisasi, tetapi membangun teori (Bungin, 2008: 68). Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang mengambil data dari Situs Kota Cina di Medan Marelan dengan menggunakan metode deskriptif yakni metode yang menggunakan, mengumpulkan, atau menguraikan berbagai data-data atau teori yang ada.
3.2 Teknik Pengumpulan Data 3.2.1 Observasi Lapangan
Pengamatan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati langsung atau observasi ke tempat atau ke objek yang berhubungan dengan penelitian. Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses dimana peneliti melihat situasi penelitian. Metode ini sangat sesuai digunakan peneliti karena pengamatan ini dilakukan secara bebas atau terstruktur. Dengan pengamatan langsung, lebih memudahkan peneliti untuk mendeskripsikan situasi penelitian.
Dengan observasi, maka peneliti dapat melihat secara fenomena-fenomena atau momen-momen yang tumbuh dan berkembang.
Adapun lokasi observasi dilaksanakan di Situs Kota Cina, tepatnya di Jalan Kota Cina No.65, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan,
Medan, Sumatera Utara.. Penulis masuk langsung ke dalam Situs untuk mengamati berbagai tinggalan artefak dan mendokumentasikannya.
3.2.2 Dokumentasi
Penulis menghimpun data-data yang terkumpul berupa dokumen-dokumen terdahulu, foto-foto, buku-buku, catatan formal, jurnal, internet dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian sebagai bahan penunjang penelitian yang dikumpulkan lalu dijabarkan dengan memberikan analisis-analisis untuk kemudian diambil kesimpulan akhir. Dalam artian umum dokumentasi merupakan sebuah pencarian, penyelidikan, pengumpulan, pengawetan, penguasaan, pemakaian dan penyediaan dokumen.
Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan keterangan dan penerangan pengetahuan serta bukti penelitian. Dalam konteks merekam dan juga mengambil foto pada objek penelitian, yaitu tinggalan situs berupa artefak di Kota Cina Medan Marelan, penulis menggunakan kamera digital.
3.2.3 Studi Kepustakaan
Studi pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memahami konsep- konsep dan perbandingan terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain.
“Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi
3.2.4 Wawancara
Selain menggunakan metode kepustakaan, penulis juga menggunakan metode wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab secara langsung antara peneliti dan narasumber (informan). Wawancara dilakukan agar penulis dapat berkomukasi langsung dan menggali informasi lebih dalam mengenai topik dengan informan kunci, sehingga data yang diperoleh jelas dan tak dapat diragukan.
Adapun informan yang diwawancarai adalah:
1. Hendri Dalimunthe, Sejarawan yang juga salah satu Peneliti Situs Kota Cina.
2. Ketut Wiranyana, Arkeolog dari Balai Arkeologi Medan.
3. Irfan Efendy, Pemandu di Situs Kota Cina Medan Marelan.
4. Linda, warga keturunan Tionghoa yang berdomisili di Medan.
5. Afriandi, warga keturunan Tionghoa yang berdomisili di Medan.
3.3 Teknik Analisis Data
Adapun teknik yang dipakai peneliti adalah analisis kualitatif. Data analisis berupa kata-kata, penyataan-pernyataan ide, penjelasan-penjelasan ide atau kejadian dan bukan dalam kerangka angka lalu dikumpulkan yang kemudian disusun dalam teks yang diperluas dan dianalisis. Langkah – langkah yang dilakukan penulis adalah:
1. Melakukan observasi ke Situs Kota Cina di Medan Marelan, tempat disimpannya berbagai tinggalan artefak.
2. Melakukan wawancara kepada sejarawan, peneliti Situs Kota Cina dan beberapa masyarakat terkait keberadaan lokasi Situs Kota Cina.
3. Melakukan wawancara dengan arkeolog di Balai Arkeologi Medan terkait bentuk dan makna tinggalan artefak yang ada di Situs Kota Cina.
4. Mengumpulkan data dari buku – buku, disertasi, thesis, jurnal, internet, surat kabar dan sejenisnya.
5. Membahas dan menyusun serta mengolah data tersebut secara sistematis menjadi kesimpulan sehingga pembaca dapat mengerti maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Fisik Kecamatan Medan Marelan
Dahulunya Kecamatan Medan Marelan adalah daerah perkebunan tembakau yang dengan mayoritas penduduk asli melayu, kemudian setelah dibukanya Perkebunan Tembakau Deli, sampai sekarang penduduk di Kecamatan Medan Marelan mayoritas adalah suku Jawa.
Kecamatan Medan Marelan terletak di bagian utara Kota Medan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan Keputusan Gubernur KDH TK I Sumatera Utara Nomor: 138/402/K/SK/1991 tanggal 21 Maret 1991, Kecamatan Medan Marelan dijadikan salah satu kecamatan perwakilan di Kota Medan yaitu pemekaran dari Kecamatan Medan Labuhan, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 35 tahun 1992 tanggal 2 September 1992 didefenitifkan menjadi Kecamatan Medan Marelan.
Pada awalnya Kecamatan Medan Marelan terdiri dari 4 kelurahan, berdasarkan Keputusan Gubernur KDH TK I Sumatera Utara Nomor:
146.1/1101/K/1994 tanggal 13 Juni 1994 tentang pembentukan 7 Kelurahan Persiapan di Kota Medan, salah satunya adalah Kelurahan Paya Pasir dan setelah didefenitif, jumlah Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan menjadi 5 (lima), masing-masing adalah Kelurahan Tanah Enam Ratus, Rengas Pulau, Terjun, Labuhan Deli dan Paya Pasir. (Sumber: Pemko Medan)
4.2 Letak Geografis Kecamatan Medan Marelan 4.2.1 Batas dan Luas Wilayah
Kecamatan Medan Marelan secara geografis terletak pada titik koordinat 3°43'32.4"N 98°39'29.3"E dengan luas wilayah 44,47 km² dan kepadatan penduduknya adalah 3157,50 jiwa/km². Sebagaian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang sedangkan suku asli Suku Melayu Deli 30% saja.
Kecamatan ini adalah salah satu dari 21 kecamatan di Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dengan batas sebagai berikut:
(a) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Medan Labuhan
(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Medan Helvetia (d) Sebelah Utara berbatasan dengan Medan Belawan
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, secara administratif terdapat lima desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Marelan dan salah satunya adalah kelurahan Paya Pasir, yang di dalamnya terdapat Situs Kota Cina. Kecamatan Medan Marelan memiliki luas wilayah sekitar 4.447 Ha atau 44,47 km2 dengan jarak tempuh ke kantor Walikota Medan sejauh kurang lebih 22 km. Masing-masing luas wilayah per kelurahan yaitu kelurahan terjun memiliki wilayah terluas yakni sebesar 16, 05 km2 atau 1.650 Ha. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki luas terkecil yaitu 3,42 km2 atau 342 Ha.
4.2.2 Orbitrasi Pemerintahan
Tabel 4.1 Data Jarak Kantor Lurah ke Kantor Camat No Kelurahan Jarak ke Kantor
Camat (km) Alamat
1 Tanah Enam Ratus 3,5 Jl Marelan Raya
2 Rengas Pulau 2 Jl Kpt Rahmad Budin
3 Terjun 0,5 Jl Kpt Rahmad Budin
4 Paya Pasir 2,5 Jl Pasar Nippon
5 Labuhan Deli 4 Jl Young Panah Hijau
Sumber: Ekspose Camat Medan Marelan 2015
Ditinjau dari tabel di atas jarak paling jauh menuju kantor kecamatan adalah jarak dari kelurahan Labuhan Deli yang berada di Jl. Young Panah Hijau
Gambar 1. Peta Kecamatan Medan Marelan Sumber: wikipedia
yaitu memiliki jarak sekitar 4 km sedangkan jarak terdekat menuju ibukota Kecamatan Medan Marelan adalah Kelurahan Terjun yakni hanya sekitar 0,5 km.
4.3 Demografi
4.3.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Marelan Tabel 4.2 Data Jumlah Penduduk s.d September 2015
No Kelurahan
2013 2014 2015
Jumlah KK
Jumlah Jiwa
Jumlah KK
Jumlah Jiwa
Jumlah KK
Jumlah Jiwa 1 Tanah 600 6.141 29.310 6.544 29.094 6.504 28.859 2 Rengas Pulau 10.962 50.442 11.784 59.694 11.545 58.431 3 TerJjun 6.847 25.470 7.135 22.835 9.058 32.354 4 Labuhan Deli 3.629 17.384 3.821 17.308 3.684 15.657 5 Paya Pasir 2.798 11.539 2.873 11.663 3.025 13.392 Jumlah 30.377 134.145 32.157 140.549 33.816 148.693 Sumber: Ekspose Camat Medan Marelan 2015
Dari tabel tersebut berdasarkan data mutasi tahun 2014 jumlah penduduk Kecamatan Medan Marelan pada 2015 sebanyak 33.816 kepala keluarga dan 148.693 jiwa.
4.3.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja
Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Tenaga Kerja
4 Polisi Republik Indonesia 199
5 Guru 925
6 Tani 3.814
7 Nelayan 3.452
8 BUMN 899
9 Wiraswasta 19.412
10 Pedagang 12.349
11 Dll 8.028
Jumlah 51.218
Sumber: Ekspose Camat Medan Marelan 2015
Berdasarkan jenis pekerjaan, mata pencaharian penduduk Kecamatan Medan Marelan terbagi atas sebelas jenis pekerjaan. Jenis pekerjaan mayoritas masyarakat Medan Marelan adalah pada sektor swasta dengan jumlah dominan 19.412 jiwa dan tenaga kerja paling sedikit adalah tenaga kerja pada sektor Polri yakni hanya sekitar 199 jiwa.
4.3.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Berdasarkan agama yang ada, penduduk Kecamatan Medan Marelan terbagi atas lima agama. Mayoritas penduduk beragama islam dengan data sebanyak 133.355 jiwa atau sekitar 88% dan agama dengan pengikut paling rendah adalah agama hindu yakni hanya sekitar 210 jiwa. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No Kelurahan Islam Katolik Protestan Hindu Budha
1 Tanah 600 14.867 19 457 - 296
2 Rengas Pulau 48.886 369 3.553 76 5.522
3 Terjun 28.953 206 2.729 32 434
4 Labuhan Deli 27.892 58 528 97 284
5 Paya Pasir 12.757 9 266 5 355
Jumlah 133.355 661 7.533 210 6.891
Sumber: Ekspose Camat Medan Marelan 2015
4.4 Sarana dan Prasarana Kecamatan Medan Marelan
Kecamatan Medan Marelan merupakan kecamatan yang terletak di daerah pinggiran Kota Medan. Hal tersebut mengakibatkan jumlah sarana dan prasarana di Kecamatan Medan Marelan cukup memadai. Baik sarana pendidikan, kesehatan maupun sarana ibadah semuanya cukup tersedia.
Namun khusus untuk sarana pendidikan tingkat atas atau SMA jumlahnya masih sangat kurang. Hanya ada satu SMA di Kecamatan Medan Marelan.
Sementara untuk Perguruan Tinggi hanya terdapat satu kampus yang merupakan perwakilan dari universitas di Pusat Kota Medan.
Sarana dan prasarana kesehatan juga terbilang cukup memadai dan
4.5 Situs Kota Cina
Leluhur orang Tionghoa Indonesia (biasa juga disebut Cina) berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan.
Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa masuknya bangsa Cina ke Indonesia sudah dilakukan sejak lama dengan berbagai macam tujuan, diantaranya berlayar, berdagang maupun melakukan kegiatan belajar. Orang-orang Tionghoa sudah merantau ke Indonesia sejak masa akhir pemerintahan Dinasti Tang. Daerah yang pertama kali di datangi adalah Palembang yang pada saat itu merupakan pusat perdagangan kerajaan Sriwijaya, selanjutnya ke Pulau Jawa yang dikenal sebagai pusat komoditi rempah-rempah dan selanjutnya meneruskan kegiatan perdagangannya ke Pantai Timur Sumatera.
Sebagaimana diketahui navigasi atau pelayaran pada saat itu mengandalkan layar (perahu layar) atau lanchara yang masih terpengaruh oleh angin sehingga pengetahuan terhadap iklim khususnya arah angin sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, pelayaran antar samudera membutuhkan pengetahuan yang baik terhadap iklim dan hal inilah yang mendorong terjadinya interaksi antar kawasan. Interaksi yang terjadi sewaktu pedagang asing dan pedagang setempat, biasanya terjadi di daerah yang relatif aman, perairan yang tidak berombak ataupun di pertemuan antara sungai (pelayaran dari pedalaman) maupun laut (pelayaran pedagang asing). Di tempat-tempat seperti inilah terjadi pertukaran atau perdagangan dalam waktu yang relatif lama sebab mereka harus menunggu arah angin yang cocok untuk berlayar kembali. Itu sebabnya interaksi
perdagangan membutuhkan waktu yang tidak singkat sehingga kontak antara pedagang asing dan setempat terjadi bisa sangat lama bahkan hingga membentuk pemukiman baru. Bangsa Cina yang bermukim di sekitar pesisir pantai (pelabuhan) hanya melakukan kegiatan perdagangan secara barteran dengan masyarakat setempat maupun pedagang asing lainnya. Komoditi yang dibawa oleh pedagang setempat seperti beras, gula, tebu, emas, rempah-rempah dan lain- lain ditukarkan dengan keramik, sutra, besi, perak, minyak wangi maupun candu yang berasal dari pedagang asing (BPPD, 2012: 3).
Demikian yang terjadi di Pantai Timur dan Barat Sumatera Utara dengan ditemukannya banyak tinggalan artefak seperti keramik, tembikar, mata uang, manik-manik bahkan candi dan arca. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa daerah ini pada awalnya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang asing yang membentuk interaksi dan pemukiman dalam jangaka waktu yang relatif lama sehingga memunculkan kawasan-kawasan niaga, kawasan pemukiman maupun kawasan pemujaan religius.
Daniel Perret mengemukakan pentingnya Sumatera bagian utara ditandai dengan adanya segitiga arkeologi yang terdiri dari Barus, Padang Lawas dan Kota Cina. Kawasan Kota Cina yang berada di pantai timur Sumatera Utara dipercaya merupakan kawasan dagang setelah kehancuran Barus. Daerah ini jadi dikenal sebab secara tidak sengaja banyak ditemukan artefak seperti koin, keramik dan
ke-12 hingga abad ke-14 Masehi (McKinnon, 1984). Situs yang secara geografis berada pada posisi 3°43' N dan 98°39' E dan sekitar 1,5 meter dari permukaan laut (dpl) ini menjadi sebuah situs arkeologi yang penting dan diyakini sebagai cikal bakal terbentuknya kota Medan sekarang. Luas kawasan ini berdasarkan hasil penelitian Balai Arkeologi Medan adalah sekitar 25 hektar, yang tidak mengikutsertakan Danau Siombak hingga sepanjang sungai Terjun. Bila seluruh kawasan ini digabungkan sebagai satu kesatuan situs Kota Cina, maka luasnya mencapai 100 hektar.
Situs Kota Cina dianggap sebagai salah satu situs berkelas dunia ditinjau dari berbagai temuan artefak yang berasal dari sejumlah peradaban kuno khususnya Cina dan India yang juga merefleksikan kompleksitas aktivitas manusia yang dahulu menghuninya. Posisi sebagian wilayah Sumatera Utara khususnya kawasan pantai timurnya yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka, merupakan bentang alam strategis yang berperan penting sejak lama.
Kawasan Selat Malaka adalah jalur maritim sutra melalui laut yang menghubungkan Guangzhou (Asia), Arab (Timur Tengah) dan Mesir (Afrika) sehingga bandar-bandar yang terletak di kedua sisi selat ini memainkan peran strategis sebagai bandar-bandar niaga internasional pada zamannya. Salah satu bandar Internasional di kawasan Selat Malaka yang tampaknya memiliki arti penting dalam pelayaran dan perdagangan Internasional di masa lalu adalah Kota Cina.
Hendri Dalimunthe, Sejarawan yang juga salah satu peneliti Situs Kota Cina menjelaskan Kota Cina kini lebih tepat diasumsikan sebagai „kota lama‟
sebab dari berbagai temuan hasil ekskavasi membuktikan di sana tidak hanya ada
temuan tinggalan dari bangsa Cina melainkan juga India, Timur Tengah dan bangsa lainnya. Realitas historis Kota Cina memang sebagai pintu masuk bangsa luar untuk mengambil komoditi-komoditi dari Pantai Timur Sumatera namun yang kini belum terpecahkan dan masih simpang siur adalah jawaban dari pertanyaan mengapa setelah abad ke-14 M mereka tidak lagi berdiam dan menetap di wilayah tersebut. Sebagaimana diketahui dari berbagai hasil penelitian, aktivitas di kota tersebut hanya berlangsung dari abad ke-11 hingga ke-14 M.
Asumsi pertama ditenggarai sebab komoditi atau kebutuhan yang mereka perlukan sudah tidak lagi tersedia, atau saat itu tengah terjadi krisis bahan utama untuk dibawa pulang ke negeri asal. Asumsi lainnya mereka yang berada di wilayah Kota Cina mengalami gangguan utama dari pihak kerajaan tradisional yang ada di sekitar wilayah saat itu. Jawaban lainnya adalah berdasar pada mitos masyarakat yang percaya Kota Cina mengalami wabah kerang-kerangan. Terkait mitos ini, McKinnon dalam disertasinya mengatakan dirinya pernah mewawancarai seorang tetua bernama Japri, paman penghulu Usman Ali, warga setempat yang mengatakan bahwa wilayah tersebut sudah diduduki cukup lama sebelumnya. Pada awalnya kampung tersebut adalah pemukiman orang India di pinggir laut. Zaman tersebut adalah zaman perdagangan ketika semua orang sibuk dengan berbagai hal. Kemudian orang Cina tiba di pelabuhan dan dengan cepat perkelahian meletus antara orang India dan para pendatang baru. Orang India
orang India dalam waktu yang lama karena pembalasan dalam bentuk wabah kerang-kerangan yang datang dari laut, dipercaya sebagai kiriman dari Yang Maha Kuasa. Tidak lama kemudian pemukiman tersebut harus ditutup. Kerang- kerangan ini menyerang orang Cina, masuk ke segala lubang, mata dan telinga mereka hingga memenuhi panci masak dan mangkuk nasi. Akhirnya mereka tidak tahan lagi dan kemudian lari dari wilayah tersebut. Hingga kemudian, penduduk yang mendiami wilayah Kota Cina adalah pendatang baru yang tiba setelah tiga puluh atau empat puluh tahun yang lalu (McKinnon, 1984: 8). Cerita ini turut dibenarkan Irfan Efendy, pemandu di Situs Kota Cina. Beberapa hipotesis yang dijelaskannya terkait hilangnya Kota Cina di masa lampau adalah karena tsunami, ini dibuktikan dengan adanya lapisan kerang setebal 10-15 cm di wilayah situs.
Hipotesis lainnya adalah Kota Cina lenyap sebab diserang saat perang, dibuktikan dengan banyaknya temuan arca dan bangunan yang hancur.
Linda, sebagai warga keturunan Tionghoa mengatakan dirinya tak tau persis tentang keberadaan Situs Kota Cina. Ia katakan dirinya hanya sebatas pernah dengar namun tak pernah berkunjung kesana. Pun demikian dengan Afriandi, warga keturunan Tionghoa yang bermukim di Medan. Meski belum pernah berkunjung, sebagai warga keturunan Tionghoa asli mereka sepakat situs ini dapat menjadi salah satu media belajar sejarah dan budaya untuk mengetahui berbagai tinggalan leluhur serta bukti otentik atas cerita-cerita kedatangan leluhur Tionghoa yang masuk ke Sumatera Utara melalui jalur perdagangan. Irfan Efendy selaku pemandu mengatakan situs ini memang hari-harinya sepi dari pengunjung.
Menurutnya ini disebabkan oleh lokasi yang terbilang jauh dengan akses transportasi umum yang terbatas. Ia katakan ramainya terbilang musiman,
misalnya ketika masa ujian anak sekolah. Saat-saat tersebut banyak rombongan anak sekolah yang melaksanakan tur sejarah.
Situs Kota Cina berada di Jalan Kota Cina No.65, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Medan, Sumatera Utara. Akses menuju kawasan Kota Cina dapat dicapai dari Kota Medan setelah menyusuri tepi Sungai Deli sejauh 14 Km ke arah utara atau Belawan melalui jalan Yos Sudarso ataupun melalui jalan Tol Belmera (Belawan-Medan-Tanjung Morawa), dan kemudian menyeberangi Sungai Deli sejauh 2 Km ke arah barat. Situs Kota Cina yang saat ini berada di Kawasan Kota Cina pertama kali didirikan awal 2008 atas inisiatif Antropolog Phill Ichwan Azhari, Ketua Pusat Studi Ilmu Sejarah (PUSSIS) Universitas Negeri Medan sebagai penanda nilai penting Kota Cina bagi ilmu pengetahuan sekaligus sebagai pusat sosialisasi dan informasi kepada masyarakat mengenai wilayah tersebut.
Pembangunan fisik situs ini dilakukan secara bertahap pada tahun 2008 hingga 2010. Diawali dengan pembuatan bangunan semi-permanen, kemudian bangunan permanen yang berdiri hingga sekarang. Adapun sebelum dibuat pondasi bangunan situs, terlebih dahulu dilakukan penelitian arkeologis menggunakan metode ekskavasi di lokasi tersebut. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan data arkeologis di tempat tersebut serta memamerkannya di situs yang dibangun.
pengabdian pada masyarakat. Bangunan situs berada di sebelah utara Parit Beletjang. Terdapat beberapa bagian berupa bangunan baru yang bersifat permanen, setelah mengalami perluasan dari tahun sebelumnya. Bangunan utama yang berupa bangunan permanen tempat menyimpan dan men-display temuan- temuan dari Kota Cina, berukuran lebar 4 m, panjang 20 m, dan tinggi 4,5 m.
Pada dinding halaman depan berisi informasi tentang sejarah aktivitas penelitian di Kota Cina. Pada bagian barat bangunan utama terdapat kolam ikan dan taman burung belibis yang dilingkupi kawat ram. Taman ini difungsikan sebagai taman pembiakan belibis. Pada halaman belakang ini juga dijumpai tumbuhan yang dibudidayakan diantaranya pohon bakau atau mangrove dan pohon pinus. Di sebelah taman pembiakan burung belibis, terdapat miniatur tungku pembuatan gerabah dan keramik. Situs dapat difungsikan sebagai media pengembangan potensi non arkeologi melalui produksi yang memiliki daya tarik bagi wisatawan.
Sejumlah tinggalan artefak yang ada di Situs Kota Cina yang telah dianalisis melalui survey, ekskavasi hingga analisis bentuk dan makna kebudayaannya menjadi bukti eksistensi sebuah kebudayaan yang cukup tua di kawasan pesisir timur Sumatera Utara. Berdasarkan keramik-keramik Cina yang ditemukan dari masa Dinasti Song hingga Dinasti Yuan intensitas pemanfaatan yang cukup tinggi kawasan Kota Cina di masa lalu terjadi antara abad ke-11 M hingga abad ke-14 M. Pada kurun sekitar empat abad itu, Kota Cina tumbuh dan berkembang sebagai suatu bandar dan kawasan pemukiman yang kosmopolitan.
Tinggalan artefak berupa keramik merupakan petunjuk adanya aktivitas perdagangan dengan para pendatang dari luar Kepulauan Nusantara, mereka
mencapai tempat perdagagan memanfaatkan moda transportasi kapal atau perahu kayu yang sisa-sisanya pernah ditemukan di areal yang kini menjadi Danau Siombak. Transaksi yang terjadi telah menggunakan uang sebagai alat jual- belinya, dibuktikan dengan keberadaan koin-koin Cina kuno.
BAB V
BENTUK DAN MAKNA TINGGALAN ARTEFAK DI SITUS KOTA CINA MEDAN MARELAN
5.1 Analisis Bentuk Pada Tinggalan Artefak
Bentuk merupakan seluruh informasi geometris yang tidak berubah ketika lokasi, skala dan rotasinya diubah. Plato mendefiniskan bentuk sebagai bahasa dunia yang tidak dirintangi oleh perbedaan-perbedaan seperti terdapat dalam bahasa kata-kata. Tinggalan artefak yang bermuatan budaya Tionghoa di Situs Kota Cina Medan Marelan dapat dianalisis dengan menggunakan teori bentuk Arsitektur.
Bentuk dapat dikenali karena ia memiliki ciri-ciri visual, yaitu (Ching, 2007: 35):
- Wujud adalah ciri-ciri pokok yang menunjukkan bentuk dan merupakan hasil konfigurasi tertentu dari permukaan-permukaan dan sisi-sisi suatu bentuk.
- Dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar dan tinggi. Dimensi- dimensi ini menentukan proporsinya. Adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain disekelilingnya.
- Warna adalah corak, intensitas dan nada pada permukaan suatu bentuk. Warna adalah atribut yang paling mencolok yang membedakan suatu bentuk terhadap lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
- Tekstur adalah karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur mempengaruhi perasaan pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut.
- Posisi adalah letak relatif suatu bentuk terhadap suatu lingkungan atau medan visual.
- Orientasi adalah posisi relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, arah mata angin atau terhadap pandangan seseorang yang melihatnya.
- Inersia Visual adalah derajat konsentrasi dan stabilitas suatu bentuk;
inersia suatu bentuk tergantung pada geometri dan orientasi relatifnya terhadap bidang dasar dan garis pandangan kita.
5.1.1 Arca Dhiyani Budha Amitaba
Gambar 2. Arca Dhiyani Budha Amitaba Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016
kaki kiri; sementara sikap tangan Dhyanamudra (posisi bersemedi). Pada bagian puncak kepala terdapat bentuk lidah api yang muncul dari usnisa (tonjolan di puncak kepala). Di lehernya terdapat lapisan jubah dengan gaya terbuka dan lapisannya menjuntai dari bahu kiri hingga ke perut bagian kaki, lapisan kainnya tebal sehingga menyerupai gelang yang dianggap memberikan rezeki dan tanda keindahan. Pada bagian kaki terdapat gambaran ujung kainnya yang digambarkan berlipat-lipat sehingga terkesan tebal (BPPD, 2012: 43).
Arca adalah patung yang terutama dibuat dari batu yang dipahat menyerupai bentuk orang atau binatang (Alwi, 2008: 64). Budha setelah meninggal dunia telah di arcakan dan arca ini biasanya berbentuk patung yang ditempatkan pada candi atau tempat suci agama Budha. Dalam perkembangan berikutnya, patung Budha telah berkembang menjadi berbagai variasi terutama apabila agama Budha terpecah menjadi Mahayana dan Hinayana. Dalam agama Budha Hinayana inilah dapat ditemukan patung-patung Budha yang berbagai ragam sama ada bentuk maupun hiasannya dengan tidak meninggalkan ciri-ciri khusus kebudhaannya.
Dalam agama Budha Mahayana dikenal adanya beberapa tingkat ke- Budhaan yaitu Dhyani-Buddha, Manusi-Buddha dan Dhyani-Bodhisatwa.
Dhyani-Buddha digambarkan sebagai Buddha yang selalu dalam keadaan tafakur dan berada di langit. Dalam pengarcaannya Dhyani-Buddha dan Manusi-Buddha sama, dibuat sangat sederhana tanpa suatu hiasan, hanya memakai jubah (kasaya), rambut keriting dan disanggul di atas kepalanya (usnisha), dan tepat di tengah dahinya terdapat urna yaitu tanda seperti tahi lalat (BPCB, 2014: 9).
Arca Dhiyani Budha Amitaba dengan posisi semedi menandakan perwujudan salah satu dari kelima Dhyani Budha dalam konsep Buddhisme Vajrayana. Peninjauan bentuk dalam dimensi arkeologis dapat diketahui bahwa proses kreativitas pembuatan arca yang dilakukan tidak sembarangan tetapi dengan prinsip pengarcaan yang pakem serta sebagaimana tata cara dalam cabang ilmu ikonografi dan ikonometri. Karya tersebut merupakan hasil kreativitas masa lalu yang masih dapat dikenali, dipahami, dan bahkan menjadi kebanggaan lintas generasi.
5.1.2 Koin Cina Kuno
Salah satu bukti penguat dan penting tentang keberadaan Kota Cina sebagai kota perdagangan adalah ditemukannya koin uang dalam jumlah yang cukup banyak. Penelitian yang dilakukan Edward McKinnon pada tahun 1970an menemukan kurang lebih 1064 koin yang kebanyakan berasal dari Dinasti Sui, Tang, Lima Dinasti, Song Utara dan Song Selatan.
Koin-koin Cina kuno yang ditemukan di Situs Kota Cina terdiri dari beragam ukuran besaran, satuan dan massa. Koin ini umumnya berbentuk bulat dan berlubang ditengahnya dengan empat aksara Han, berbahan dasar logam dilapisi platina dengan diameter 25 mm. Lubang segi empat ini bertujuan untuk menghilangkan cacat tepi yang ada dengan jalan memasukkan batangan berbentuk segi empat ke dalam lubang dan selanjutnya memutarnya. Bagian tepi selanjutnya dikikir sehingga koin berbentuk bulat sempurna. Lubang segi empat iru juga berfungsi untuk menaruh tali dan mengikat uang koin agar tidak berceceran.
Selain bentuknya yang pipih dan berlubang, koin cina kuno memiliki kharakteristik khusus dari segi bentuk fisik. Bagian depan dari setiap koin terdapat empat karakter aksara Han. Dua karakter pertama menunjukan periode pemerintahan selama koin dikeluarkan dan beredar. Dua karakter selanjutnya adalah tongbao, yunbao atau xinbao. Keempat aksara dibaca dari atas-bawah- kanan-kiri sekitar lubang persegi. Sedangkan di bagian belakang terdapat satu atau dua karakter aksara Han yang menunjukkan tahun periodesasi pemerintahan koin dikeluarkan dan/atau tempat koin diproduksi. Misal, angka 5 pada koin masa pemerintahan Shaoxi (AD 1190-1194) mengacu pada lima tahun periode yakni (AD 1194). Seperti ditunjukan pada gambar 4 berikut. Gambar sebelah kanan koin tersebut diidentifikasi sebagai Jiading Tongbao (dibaca dari atas-bawah- kanan-kiri sekitar lubang persegi). Jiading berarti periode pemerintahan Song Selatan, Tongbao berarti „harta universal‟. Gambar sebelah kiri adalah dua karakter aksara Han chun er bermakna koin ini dikeluarkan saat tahun kedua pada rezim Chunxi pada Dinasti Song Selatan.
Gambar 4. Ilustrasi Koin Cina Kuno
Sumber: British Museum Research Publication, 2005
Dalam sejarah peradaban Tiongkok, sejak Dinasti Qin menyatukan Tiongkok, bentuk mata uang logam selama dua ribu tahun tidak mengalami perubahan. Alat tukar pertama yang digunakan oleh bangsa Tionghoa adalah kerang laut dan berkembang menjadi koin hingga uang kertas yang digunakan secara resmi oleh kerajaan Song Utara. Sejak Jizi ( 箕子) membahas apa yang dimaksud dengan ekonomi, hampir setiap abad ada filsuf maupun pejabat pemerintahan yang membahas ekonomi termasuk peranan uang dalam ekonomi.
Bentuk uang logam atau koin dalam sejarah perkembangan ekonomi Tiongkok tidak luput dari konsep filosofi maupun kosmologi Tiongkok. Berikut beberapa koin Cina kuno yang ada di Situs Kota Cina Medan Marelan dan dapat diidentifikasi dari segi bentuk;
Gambar 5 (a). Bagian depan koin (dibaca dari atas-bawah-kanan-kiri) tersebut diidentifikasi bertuliskan aksara yong zheng tong bao 雍正通宝. 雍正 yong zheng adalah nama kaisar kelima pada periodesasi Dinasti Qing (1722-1735). 通 宝 tong bao bermakna „harta universal‟. Dengan demikian koin cina kuno tersebut dibuat di masa kaisar Yongzheng pada periode Dinasti Qing.
Gambar 5 (b). Bagian depan koin diidentifikasi bertuliskan shun zhi tong bao 顺治通宝。顺治 shun zhi adalah nama kaisar ketiga pada periodesasi Dinasti Qing (1644-1662). 通宝 tong bao bermakna „harta universal‟. Dengan demikian koin cina kuno tersebut dibuat di masa kaisar Shunzhi pada periode Dinasti Qing.
Gambar 5 (c). Bagian depan koin diidentifikasi bertuliskan kang xi tong bao 康熙通宝。康熙 kang xi adalah nama kaisar keempat pada periodesasi Dinasti Qing (1661-1722) dan kaisar Tiongkok kedua dari bangsa Manchu. Dengan
(c)
Gambar 5. Koin Cina Kuno Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016.
(d)
Gambar 5. Koin Cina Kuno Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016.
demikian koin cina kuno tersebut dibuat di masa kaisar Kangxi pada periode Dinasti Qing.
Gambar 5 (d). Bagian depan koin diidentifikasi bertuliskan Jia ding tong bao 嘉定通宝。嘉定 Jia ding adalah nama kaisar pada periodesasi Dinasti Song Selatan (1208-1224). 通 宝 tong bao bermakna „harta universal‟. Dengan demikian koin cina kuno tersebut dibuat di masa kaisar Jiading pada periode Dinasti Song Selatan.
5.1.3 Mangkuk Cina Kuno
Mangkuk Cina Kuno yang ada di Situs Kota Cina Medan ditemukan dalam bentuk fragmen dengan pecahan di bagian pinggir. Dalam bentuk utuhnya
Gambar 6. Mangkuk Cina Kuno di Situs Kota Cina Medan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016