Journal of Dynamics
e-ISSN: 2502-0692http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/dynamics/
© 2016 Kopertis Wilayah X. All rights reserved. DOI 10.21063/JoD.2016.V1.1.31-40
Visualization of West Sumatra Ocean Surface Based on
Topex/Poseidon, Jason-1 and Jason-2 Sattelites Data
Visualisasi Permukaan Laut Perairan Sumatera Barat Berdasarkan Data
Satelit Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2
Isna Uswatun Khasanah
Department of Geodecy Engineering, Institut Teknologi Padang Jl. Gajah Mada Kandis Nanggalo, Padang, Indonesia
Received 1 April 2016; revised 29 April 2016; accepted 6 Mei 2016, Published 31 May 2016 Academic Editor: Asmara Yanto ([email protected])
Correspondence should be addressed to [email protected]
Copyright © 2016 I.U. Khasanah. This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.
Abstract
This research attempts to monitor West Sumatra ocean surface based on data from satellite altimetry. Altimetry satellite data used is the Sea Surface Height (SSH) Data and Sea Level Anomaly (SLA). Satellite altimetry data processing are complex, include post processing, disposal of data mainland and an empty data as well as the disposal of data outliers. In this study, the global test used has a 99% level of confidence of the data. The quality of the data where the sea surface waters of West Sumatra of multi-satellite altimetry has a good quality of about 90%. Value SSH waters of West Sumatra after correction of missing data and data residing on the mainland ranging between -37 to -7 m. Geoid undulation value EGM96 West Sumatra ranged between -36 to 9. While the value of the SLA in the waters of West Sumatra ranged from -5.5 to 6 m.
Keywords: satellite altimetry, ocean surface data, SSH, SLA.
1. Pendahuluan
Bumi sebagai anggota sistem tata surya dengan matahari sebagai pusat orbit, merupakan benda langit dengan dinamika yang sangat kompleks. Dinamika Bumi dikontrol dari sumber energi eksternal dari matahari dan juga internal (konveksi bumi) (Allen, 1997 dalam Heliani, 2015). Semua komponen Bumi tersebut mengalami dinamika yang bervariasi. Kondisi Bumi sangat dinamis tersebut selain memberi manfaat dapat menimbulkan bencana. Beberapa fenomena akibat dari dinamika bumi adalah adanya fenomena pemanasan global yang berefek terhadap kondisi perairan di dunia. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk meminimalkan dampak dari bencana tersebut, melalui kegiatan mitigasi bencana.
Dalam kerangka pelaksanaan mitigasi bencana ini diperlukan ketersediaan data/informasi mengenai geodinamika, sehingga diperlukan suatu metode/teknologi untuk memonitornya. Teknologi tersebut harus dapat mengamat dinamika bumi secara kontinyu dan memiliki cakupan yang luas. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah satelit altimetri. Satelit altimetri merupakan salah satu teknologi satelit yang saat ini banyak digunakan untuk memonitor dinamika Bumi. Keunggulan dari satelit altimetri adalah jangkauan/area pengukuran yang meliputi hampir seluruh permukaan Bumi atau bersifat global, misi satelit yang berkelanjutan sehingga menghasilkan periode data yang panjang, ketelitian pengukuran yang
senantiasa meningkat dan data yang mudah diakses (free) (Abidin, 2007).
Beberapa satelit altimetri yang memiliki misi monitoring dinamika bumi adalah satelit Topex/Poseidon, Jason-1 dan jason-2. Ketiga satelit tersebut didesain dengan misi dan karakteristik yang sama. Dimana Jason-1 dan Jason-2 merupakan perkembangan dari satelit Topex/Poseidon.
Sumatera Barat merupakan Provinsi di
Indonesia yang memiliki beberapa
kabupaten/kota yang terletak dibawah 100 m diatas MSL. Kondisi tersebut sangat rentan dengan dampak dari fenomena alam seperti kenaikan muka air laut, banjir rob, tsunami, dsb. Selain itu, banyak masyarakat yang memanfaatkan pesisir sebagai mata pencaharian sehingga sangat memerlukan informasi kondisi dinamika bumi, dalam hal ini permukaan air laut. Gambar 1 menunjukkan peta indeks resiko bencana perubahan muka air laut di Sumatera Barat. Ada dua Kabupaten/Kota yang sangat beresiko dan lima Kabupaten/Kota beresiko sedang terhadap fenomena perubahan muka air laut.
Gambar 1. Peta indeks resiko bencana perubahan muka laut Provinsi Sumatera Barat.
Pada paper ini akan dibahas mengenai cara pengolahan data satelit altimetri untuk memantau kondisi perairan di Sumatera Barat dalam periode panjang (1993 s.d 2015). Data tersebut dapat digunakan untuk memantau fenomena-fenomena alam yang terjadi terkait dengan perubahan muka air laut.
2. Bahan dan Metode
A. Bahan dan Alat PenelitianBahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:
1.
Data GDR Multi Satelit Altimetri dari Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2 track/pass 001, 014, 090, 1792.
Data Model Geoid Global (MGGEGM96)
3.
Peta Administrasi wilayah Sumatera BaratBeberapa alat yang digunakan untuk pengolahan data multi satelit altimetri meliputi:
1.
Perangkat lunak Google Earth yang digunakan untuk membaca informasi mengenai track satelit altimetri berekstensi *.kmz.2.
Perangkat lunak BRAT user interface v 3.1 yang digunakan untuk mengolah data satelit altimetri format biner.3.
Perangkat lunak QGIS v 2.8.1 yang digunakan untuk koreksi data satelit altimetri yang berada di daratan.4.
Surfer10 untuk plot data permukaan laut dari satelit altimetri dan pembuatan peta kenaikan muka laut perairan Pulau Jawa.B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perairan Sumatera Barat dengan cakupan area 4o Lintang Selatan (LS) s.d 10 Lintang Utara (LU) dan 98o s.d 102o Bujur Timur (BT). Dimana track satelit yang melewatinya adalah nomor 001, 014, 090 dan 179.
Keterangan: lintasan track/pass satelit altimetry
Gambar 2. Lokasi penelitian perairan Sumatera Barat (Google Earth).
C. Satelit Altimetri
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1973 yang diperkenalkan oleh NASA. Satelit altimetri merupakan teknik pengamatan muka air laut secara ekstraterestrial. Satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar, penerima pulsa radar yang sensitif, serta jam berakurasi tinggi. Pada saat akuisisi data, altimetri radar yang dibawa satelit
memancarkan pulsa-pulsa gelombang
elektromagnetik ke permukaan laut. Pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Secara umum prinsip dasar dari satelit altimetri dapat direpresentasikan melalui Gambar 3.
Gambar 3. Konsep dasar satelit altimetri (Seeber, 2003).
Pada penelitian ini, satelit altimetri yang digunakan adalah satelit Topex/poseidon, Jason-1 dan Jason-2. Karakteristik dari satelit dapat dilihat pada Tabel 1 dan penjelasan setiap satelit secara umum adalah sebagai berikut:
1. Satelit Topex/Poseidon memiliki misi
melakukan observasi pergerakan air laut termasuk pengukuran tinggi muka air laut. Satelit Topex/Poseidon diluncurkan pada 10 Agustus 1992 dengan harapan waktu operasional selama 5 tahun. Satelit Topex/Poseidon merupakan proyek gabungan antara NASA dan CNES yang dilengkapi dengan alat penjejak DORIS (CNES), Laser ranging (LR), dan GPS (NASA).
2. Satelit Jason-1 merupakan pengembangan dari misi satelit altimetri
Topex/Poseidon yang meliputi orbit, instrument, dan akurasi pengukuran. Pengembangan yang dilakukan merupakan kerjasama antara pihak CNES dan NASA. Satelit Jason-1 diluncurkan pada tanggal 7 Desember 2001 dengan misi menyediakan data Sea Surface Height (SSH) secara kontinyu untuk seluruh bagian permukaan laut di Bumi. Instrumen utama pada Jason-1 meliputi altimetri Poseidon-2, Jason-1 Microwave Radiometer (JMR), DORIS, Laser Refroflector Array (LRA) dan TRSR. TRSR merupakan penentuan lokasi dari GPS dengan metode triangulasi kemudian diintergrasikan bersama ke model penentuan orbit untuk mengetahui lintasan satelit yang kontinyu.
3. Satelit Jason-2 merupakan pengembangan dari misi satelit altimetri Topex/Poseidon dan Jason-1. Satelit Jason-2 diluncurkan pada tanggal 20 Juni 2008. Misi satelit Jason-2 sama dengan misi satelit pendahulunya. Pengembangan satelit altimetri Jason-2 adalah kerjasama antara CNES, Eumetsat, NASA dan NOAA. Instrumen utama pada Jason-2 meliputi altimetri Poseidon-3, Advance Microwave Radiometer (AMR), DORIS, TRSR merupakan penentuan lokasi dari GPS dengan metode triangulasi kemudian diintergrasikan bersama ke model penentuan orbit untuk mengetahui lintasan satelit yang kontinyu, dan Laser Refroflector Array (LRA).
Tabel 1. Karakteristik umum satelit Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2
Altitude 1336 km
Resolusi temporal 10 hari (tepatnya 9,915 hari)
Jumlah lintasan satelit 254 (127 Track ascending/ fase naik, 127 Track descending/ fase turun) Jarak lintasan 315 km di ekuator
Kecepatan orbit 7,2 km/detik Kecepatan lintasan 5,8 km/detik
Elipsoid referensi Nilai a = 6378,1363 km dan 1/f = 1/298,257 Model Geoid JGM-3/OSU91A (TP), EGM96 (J1 dan J2)
(Sumber: Handbook Topex/Poseidon 1996, Handbook Jason-1 2012, Handbook Jason-2 2011)
D. Pengolahan Data Satelit Altimetri
Data satelit altimetri diperoleh dari data Geophisical Data Record (GDR) yang bisa diperoleh dari web penyedia data, yaitu:
- Topex/Poseidon : ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/allData/topex/L2/mgdrb - Jason-1 : ftp://podaac-ftp.jpl.nasa.gov/allData/jason1/L2/gdr_netcd f_c/, - Jason-2 : ftp://data.nodc.noaa.gov/pub/data.nodc/jason 2/gdr/gdr/
Data tersebut merupakan data berformat binner, dimana untuk memperoleh informasi permukaan laut harus diekstrak dengan memasukan beberapa koreksi. Salah satu koreksi yang harus diberikan ketika ekstrak data adalah koreksi geofisik yang dilakukan secara post-processing (Ablain dkk, 2009 dalam Becker dkk, 2012). Data satelit altimetri yang menunjukan informasi permukaan laut disebut dengan Sea Surface Height (SSH). SSH adalah nilai ketinggian permukaan laut dari referensi berupa elipsoid (model bumi matematis). Untuk memperoleh data permukaan laut yang bereferensi terhadap model bumi fisik (geoid) atau biasa disebut dengan data Sea Level
Anomaly (SLA) maka harus direduksi terhadap geoid.
Berdasarkan Gambar 3, persamaan yang digunakan untuk mengekstrak SSH (pada Gambar 3 disimbolkan dengan H) terkoreksi ditunjukkan pada Persamaan (1) dan Persamaan (2)(Seeber, 2003). 𝑆𝑆𝐻 = h − ρ𝑐𝑜𝑟 (1) dengan, ρ𝑐𝑜𝑟= ρ − ∆h𝑑𝑟𝑦− ∆h𝑤𝑒𝑡− ∆h𝑖𝑜𝑛𝑜− ∆h𝑠𝑠𝑏− ∆h𝑑𝑖𝑛𝑣_𝑏𝑎𝑟− ∆h𝑒𝑎𝑟𝑡ℎ,𝑡𝑖𝑑𝑒− ∆h𝑜𝑐𝑒𝑎𝑛,𝑡𝑖𝑑𝑒− ∆h𝑝𝑜𝑙𝑒,𝑡𝑖𝑑𝑒 (2)
Dengan Ρcor adalah jarak satelit terhadap muka air lat terkoreksi, Δhdry adalah koreksi troposfer kering, Δhwet adalah koreksi troposfer basah, Δhiono adalah koreksi ionosfer, Δhssb adalah koreksi sea-state- bias, Δhinv_bar adalah koreksi inverse barometer, Δhocean_tide adalah koreksi pasang surut laut, Δhearth_tide adalah koreksi pasang surut Bumi dan Δhpole_tide adalah koreksi pasang surut kutub.
Pada penelitian ini, nilai SSH diekstrak menggunakan software BRAT v.3.1. Diagram alir ekstrak SSH dengan BRAT v.3.1 ditunjukkan pada Gambar 4.
mulai
Membuat workspace
Membuat dataset
Membuat operations
Memasukan ekspresi yang akan dieksekusi, meliputi nilai lintang, bujur, (formula) ssh, waktu dan kriteria
pembatas
Memasukan data satelit format biner
Mengeksekusi dan mengeksport hasilnya dalam format ASCII
selesai Data satelit format
ASCII terkoreksi geofisik
Gambar 4. Konsep dasar satelit altimetri (Seeber, 2003)
Persamaan atau operasi yang digunakan untuk ekstrak SSH dari setiap satelit ditunjukkan pada Persamaan (3) untuk ekstrak SSH Topex/Poseidon, Persamaan (4) untuk ekstrak SSH Jason-1 dan Persamaan (5) untuk ekstrak SSH Jason-2 (Rosmorduc, 2009). SSH TP = ((((((((Sat_Alt - H_Alt) - Dry_Corr) - Inv_Bar) - H_Eot_FES) - H_Set) - H_Pol) - SSB_Corr_K1) - Iono_Cor) - Wet_H_Rad (3)
SSHJ-1 = (((((((((altitude - range_ku) - model_dry_tropo_corr) - (hf_fluctuations_corr + inv_bar_corr)) - ocean_tide_sol1) - solid_earth_tide) - pole_tide) - sea_state_bias_ku) - iono_corr_alt_ku) - rad_wet_tropo_corr) - pseudo_datation_bias_corr_ku (4)
SSHJ-2 = ((((((((alt - range_ku) - model_dry_tropo_corr) - (hf_fluctuations_corr + inv_bar_corr)) - ocean_tide_sol1) - solid_earth_tide) - pole_tide) - sea_state_bias_ku) - iono_corr_alt_ku) - rad_wet_tropo_corr (5)
Data SSH terkoreksi kemudian digunakan untuk menghitung nilai Sea Level Anomali (SLA). Referensi menggunakan model geoid karena geoid merupakan model bumi yang mendekati model dunia nyata. Pada penelitian ini, contoh model geoid yang digunakan pada untuk referensi adalah model geopotensial global (MGG) EGM96. Rumus yang digunakan untuk menghitung SLA ditujukan pada Persamaan (6) (Rosmorduc, 2009).
SLA = SSH - MSS (6)
Dengan SSH adalah nilai Sea surface Height terkoreksi geofisik dan MSS adalah nilai rata-rata permukaan laut atau undulasi geoid.
3. Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini dibahas tentang hasil dari penelitian ini yang meliputi: keberadaan data Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2 untuk perairan Sumatera Barat, kondisi permukaan laut di perairan Sumatera Barat berdasarkan data multi satelit altimetri.H.
A. Kondisi Data Multi Satelit Altimetri
Data multi satelit altimetri yang di download adalah data biner format *.nc (netCDF). Nomor pass yang di download adalah 001, 014, 090 dan 179 dari semua cycle satelit altimetri. Ada beberapa cycle yang tidak memiliki akuisisi data setiap pass/track. Periode data setiap satelit yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 2 dan hasil rekapitulasi keberadaan dan prosentase keberadaan data multi satelit altimetri di perairan Sumatera Barat ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Periode data multi satelit altimetri
Satelit Cycle No. Pass/Track Waktu (d.m.y) Topex/Poseidon C001 s.d C481 001, 014, 090 dan 179 3/10/1992 s.d 1/10/2005 Jason-1 C001 s.d C254 4/2/2002 s.d 2/6/2012 Jason-2 C001 s.d C276 12/7/2008 s.d 30/12/2015
Tabel 3. Rekapitulasi keberadaan data multi satelit altimetri di perairan Sumatera Barat Satelit No.Pass/Track Jumlah Data
Terekstrak
Jumlah Data
Terkoreksi Persentase (%) Rata - rata
Topex/Poseidon 1 37484 26783 71,45 82,492 % 14 40346 37107 91,97 90 38166 29217 76,55 179 37834 34047 89,99 Jason 1 1 27880 24879 89,24 93,642 % 14 34100 33334 97,75 90 29900 27198 90,96 179 33159 32036 96,61 Jason 2 1 19718 17963 91,10 94,25 % 14 27306 26918 98,70 90 22465 20133 89,60 179 26534 25911 97,60
B. Sea Surface Height (SSH) Perairan Sumatera Barat
Data permukaan laut dalam hal ini SSH di perairan Sumatera Barat dari setiap satelit ditunjukkan pada Gambar 4, 5 dan 6. Nilai SSH multi satelit altimetri tersebut telah terkoreksi data kosong dan data yang berada di daratan. Berdasarkan data satelit Topex/Poseidon
(Gambar 4), nilai SSH perairan Sumatera Barat dari tanggal 3 Oktober 1992 s.d 1 Oktober 2005 berkisar antara -75 s.d 65 m.
Nilai SSH satelit Jason-1 dari tanggal 4 Februari 2002 s.d 2 Juni 2012 berkisar antara -37 s.d -7 m. Selanjutnya, nilai SSH dari satelit Jason-2 diambil dari periode 12 Juli 2008 s.d 30 Desember 2015 memiliki rentang nilai 34 s.d
-7 m. Semakin ke daratan nilai SSH semakin kecil. Nilai SSH di perairan Sumatera Barat dari ketiga satelit menunjukan rentang nilai yang hampir sama. Perbedaan yang signifikan ditunjukkan dari nilai SSH Topex/Poseidon, yaitu sampai rentang 65 m. Akan tetapi, berdasarkan warna perairan yang ditunjukkan dari Gambar 4, nilai SSH perairan Sumatera Barat secara umum memiliki nilai -30 s.d -5 m.
Nilai SSH positif dari data Topex/Poseidon adalah nilai SSH yang berada dekat dengan daratan, selain itu nilai positif bisa diduga sebagai nilai outlier (nilai SSH yang menyimpang). Untuk proses analisis kenaikan muka air laut, maka nilai outlier harus dibuang. Proses pembuangan data outlier dilakukan dengan uji global menggunakan tingkat kepercayaan 99%.
Gambar 4. Visualisasi SSH perairan Sumatera Barat dari satelit Topx/Poseidon
Gambar 6. Visualisasi SSH perairan Sumatera Barat dari satelit Jason-2
C. Sea Level Anomaly (SLA) Perairan Sumatera Barat
Nilai SLA perairan Sumatera Barat diperoleh dari pengurangan nilai SSH dengan
nilai undulasi geoid EGM96 pada posisi yang sama. Nilai undulasi EGM96 untuk wilayah Suametra Barat dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Visualisasi nilai undulasi MGG EGM96 daerah Sumatera Barat
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai undulasi di daerah Sumatera Barat berkisar antara -35 s.d -9 m, rata-rata nilai undulasi di daerah Sumatera barat adalah 21,204 m dan standard deviasinya 6,745 m. Nilai undulasi
semakin menuju perairan dalam, memiliki nilai semakin negatif dan sebaliknya memiliki nilai yang besar apabila mendekati daratan. Undulasi di daerah Sumatera Barat bernilai negatif, demikian juga nilai SSH diperairan Sumatera
Barat. Hal tersebut disebabkan karena posisi Sumatera Barat yang berada didaerah ekuator.
Nilai SSH dan nilai undulasi daerah Sumatera Barat sama-sama negatif, sehingga proses pengurangannya menghasilkan nilai SLA positif. Nilai SLA yang ditampilkan merupakan nilai SLA gabungan dari keempat
track/pass pada setiap cycle satelit. Visualisasi nilai Sea Level Anomaly (SLA) perairan Sumatera Barat ditampilkan pada Gambar 8, 9 dan 10, dimana berturut-turut menunjukkan SLA perairan Sumatera Barat dari satelit Topex/Poseidon, Jason-1 dan Jason-2.
Gambar 8. Visualisasi SLA perairan Sumatera Barat dari satelit Topex/Poseidon
Gambar 9. Visualisasi SLA perairan Sumatera Barat dari satelit Jason-1
Nilai SLA perairan Sumatera Barat dari satelit Topex/Poseidon berkisar antara -1 s.d 6 m. Nilai rata-rata SLA perairan Sumatera Barat dari data satelit Topex/Poseidon adalah 1,487 m dan nilai simpangan baku SLA Topex/Poseidon sekitar 0,26 m. Berdasarkan satelit Jason-1,
nilai SLA perairan Sumatera Barat berkisar antara -1 s.d 3,6 m dengan nilai rata-rata SLA nya 1,68 m dan nilai simpangan baku SLA Jason-1 adalah 0,407 m. Nilai SLA satelit Jason-2 berkisar antara -0,8 s.d 3.6 m dan
memiliki nilai rata-rata serta simpangan baku SLA berturut-turut 1,67 m dan 0,318 m.
Data permukaan laut ini yang selanjutnya dapat digunakan untuk analisis fenomena perubahan muka air laut. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah kualitas dari data permukaan laut satelit altimetri. Kualitas data
satelit altimetri dapat dilihat dari nilai simpangan baku data. Beberapa penelitian yang telah menggunakan data satelit altimetri antara lain tentang kajian kenaikan muka air laut, variasi muka air laut (Khasanah, 2015) (Wuriatmo, 2012) dan kajian land movement (Fenoglio-Marc, 2012).
Gambar 10. Visualisasi SLA perairan Sumatera Barat dari satelit Jason-2
4. Kesimpulan
Kualitas keberadaan data permukaan laut perairan Sumatera Barat dari multi satelit altimetri memiliki kualitas yang cukup baik yaitu sekitar 90%. Nilai SSH perairan Sumatera Barat setelah dikoreksi dari data kosong dan data yang berada di daratan berkisar antara -37 s.d -7 m. Nilai undulasi geoid EGM96 daerah Sumatera Barat berkisar antara -36 s.d -9. Sedangkan nilai SLA di perairan Sumatera Barat berkisar antara -1 s.d 6 m, dengan nilai simpangan baku SLA ketiga satelit kurang lebih 0,328 m.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada LPPM Institut Teknologi Padang atas pembiayaan dana peneilitian, web penyedia data satelit altimetri aviso + dan podaac-ftp.jpl.nasa.gov, Bapak Masrinedi Umar,
M.Eng yang memberikan kesempatan
melakukan penelitian ini, Agung Rahmayati, ST, Julanda Novita Yenni dan Ahmad Ridho Sastra yang membantu dalam pengumpulan data satelit.
Referensi
[1] Abidin, A., (2007), MODUL-9:SATELIT
ALTIMETRI. Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
[2] Becker, M., B. Meyssignac, C. Letetrel, W. Liovel, A. Cazenave, and T. Delcroix. 2012. “Sea Level Variations at Tropical Pacific Island since 1950.” 18 September 2011 Global and Planetary Change 80-81 (2012) (Global and Planetary Change): 85–98.
[3] Fenoglio-Marc, L., T. Schone, J. Illigner, M. Becker, P. Manurung, and Khafid. 2012. “Sea Level Change and Vertical Motion From Satellite Altimetry, Tide Gauge and GPS in the Indonesian Region.” Marine Geodesy, December,
137 – 150.
doi:10.1080/01490419.2012.718682. [4] Handbook Topex/Poseidon. 1996. Aviso
User Handbook Merged Topex/Poseidon Product (GDR-Ms). 3.0 ed. CLS and CNES.
[5] Handbook Jason-1. 2012. AVISO and PODAAC User Handbook IGDR and GDR Jason Product. 4.2 ed.
Product Handbook. 1.8.
[7] Heliani, L.S, 2015, “Satelit Altimetri dan Aplikasi Monitoring Dinamika Bumi”, belum dipublikasikan.
[8] Khasanah, I.U, 2015, “Variasi Permukaan Laut Perairan Pulau Jawa Berdasarkan Data Multi Satelit Altimetri dan Data Pasut”, Tesis, Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada. [9] Rosmorduc, V. 2009. Basic Radar
Altimetry Toolbox Practical. Bergen, Norway: ESA.
[10] Seeber, G., (2003), Satellite Geodesy, Hubert & Co. GmbH & Co. Kg.
[11] Wuriatmo, H. 2012. “Analisa Sea Level Rise dari Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon, Jason-1, Jason-2 di Perairan Laut Pulau Jawa Periode 2000-2010.” Indonesian Journal of Applied Physics (2012) 2 No 7 (April).