• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT. Rancangan Kelembagaan Pengelola DAS dan Pesisir Citarum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT. Rancangan Kelembagaan Pengelola DAS dan Pesisir Citarum"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Kelembagaan Sebagai Aturan Main

Rancangan Kelembagaan Pengelola DAS dan Pesisir Citarum

Menurut Rancangan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat (2007) tentang Pembentukan Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Provinsi Jawa Barat, pengelolaan DAS Citarum dari hulu sampai hilir akan di motori oleh sebuah lembaga independen, yaitu Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Provinsi Jawa Barat. Skema kelembagaan tersebut secara detail dapat dilihat pada Gambar 78. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat FORUM DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN PESISIR CITARUM Masyarakat Hilir Masyarkat Hulu

Fungsi DAS dan Pesisir Citarum

Peran Serta

Gambar 78 Skema kelembagaan pengelola DAS dan Pesisir Citarum

Berdasarkan skema diatas terlihat bahwa Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Pesisir Citarum dibentuk untuk dijadikan sebagai wadah koordinasi yang dinamis berkesinambungan antar instansi pengusaha, dan kelembagaan masyarakat terkait. Tugas melakukan koordinasi multi pihak, pengkajian

(2)

terhadap kebijakan, rencana, pelaksanaan kegiatan dan dampak kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai sebagai masukan kepada pengambil keputusan baik Eksekutif maupun Legislatif di tingkat Pusat dan Daerah. Selain itu juga dalam melaksanakan tugasnya Forum Daerah Aliran Sungai dan Pesisir dimaksud secara berkala menyampaikan hasil-hasil kegiatan, termasuk kesepakatan-kesepakatan kepada Gubernur dan para Bupati/Walikota sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan lebih lanjut serta bertanggungjawab kepada Gubernur.

Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Kabupaten/Kota akan dibentuk Badan Pelaksana Forum Daerah Aliran Sungai dan Koordinator Daerah untuk wilayah Jawa Barat, dan lintas wilayah. Sementara itu segala biaya yang dikeluarkan oleh Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum akan dibebankan pada dana Dekonsentrasi Koordinasi/Sektor, APBD, dan APBN dan sumber lainnya tingkat Daerah/Provinsi/Kabupaten/Kota dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.

Struktur organisasi Forum DAS dan pesisir Citarum yang akan dibentuk terdiri dari Dewan Penasehat, Dewan Pakar, Musyawarah Dewan Eksekutif, Ketua Dewan Eksekutif, Ketua Badan Pelaksana Harian dan divisi-divisi. Secara struktur Forum DAS dan Pesisir Citarum, Musyawarah Dewan Eksekutif merupakan lembaga tertinggi, yang beranggotakan seluruh stakeholder berperan dalam pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum di wilayah hulu, tengah dan hilir. Secara lengkap struktur organisasi Forum DAS dan Pesisir Citarum tersebut dapat dilihat pada Gambar 79.

(3)

Dewan Penasehat Dewan Pakar Ketua Dewan Eksekutif (Tingkat Provinsi) Ketua Badan Pelaksana Harian (Kabupatan/Kota) Divisi Kebijaksanaan Divisi IPTEK Divisi Kelembagaan Divisi Tata Kota dan

Pemukiman Divisi Humas dan Publikasi Daerah Sekretaris Bendahara Sekretaris Bendahara Anggota Musyawarah Dewan Eksekutif

Gambar 79 Struktur Organisasi Forum DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat

Dalam upaya mewujudkan pengelolaan yang efisien dan efektif perlu memperhatikan economic efficiency (Gramlich 1981) dan isu-isu orientasi rencana aksi dari setiap rencana pemanfaatan dan pengerahan sumberdaya wilayah DAS dan Pesisir Citarum hulu, tegah dan hilir. Pertimbangan economic

efficiency seperti externalities, public goods dan natural monopolies akan

membantu menemukan fungsi pemanfaatan ruang DAS dan Pesisir oleh masyarakat secara lebih efisien dan efektif di dalam rencana tata ruang yang diterapkan. Setiap perubahan fungsi kawasan DAS dan Pesisir memiliki konsekuensi terhadap perubahan struktur lingkungan alam, sosial ekonomi dan

(4)

fisik buatan yang semuanya akan menentukan cost atau jumlah biaya yang akan

ditanggung oleh lingkungan DAS dan Pesisir tersebut.

Perubahan fungsi kawasan DAS dan Pesisir disesuaikan dengan peraturan untuk tujuan penggunaan fungsi kawasan DAS dan Pesisir tersebut. Perubahan fungsi kawasan DAS dan Pesisir dapat mempengaruhi ekosistem DAS yang mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS dan Pesisir. Oleh karena itu, perubahan fungsi kawasan DAS dan Pesisir ataupun ekosistem DAS dan Pesisir sangat tergantung dari kebijakan yang terintegrasi dalam satu pengelolaan yang ada.

Pengintegrasian ketiga prioritas utama kebijakan (kelembagaan, ekosistem dan sosial ekonomi) tersebut dirumuskan dengan suatu konsep kebijakan dinamis (dynamic policy). Kebijakan dinamis merupakan kebijakan yang terus menerus melakukan kolaborasi antar lembaga terkait dalam pengelolaan DAS dan Pesisir untuk memaksimalkan lingkungan yang berkualitas. Kebijakan dinamis menganalisis berbagai hal yang terkait dengan pengelolaan DAS dan pesisir terpadu seperti pembangunan ekonomi, pengelolaan DAS dan Pesisir, sosial budaya, serta peningkatan kapasitas kelembagaan dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Hal tersebut merupakan kemampuan di dalam mengantisipasi kebutuhan serta hal-hal yang akan timbul sebagai akibat dari perubahan fungsi kawasan DAS dan Pesisir yang di luar perkiraan pengambil kebijakan di masa depan. Kebijakan dinamis tersebut dapat digambarkan dan dijelaskan pada Gambar 80.

(5)

Departemen

Setda Dewan Eksekutif

(Gubernur)

Perguruan Tinggi LSM/Masyarakat Perangkat Dinas Daerah Perangkat Badan

Daerah Swasta

Perencanaan

Pengambilan Keputusan

Pengawasan Pelaksanaan Pengawasan

Efektifitas pengelolaan DAS dan Pesisir Terpadu

Kelembagaan K e lem ba ga an ko o rd ina tif Ke lem bag aa n k oo rdin atif Ekosistem Sosial Ekonomi Kelembagaan koordinatif Kualitas Perairan Ke bija kan din am is (D yna mic po licy) K eb ija kan d ina m is (D yna m ic p o licy) Kebijakan dinamis (Dynamic policy) Formulasi Pengembangan Kebijakan

Manajemen DAS dan Pesisir Terpadu

Um

pa

n Balik

Keterangan : Garis putus adalah koordinasi fungsional

Gambar 80 Kebijakan dinamis satu manajemen DAS dan pesisir terpadu.

Gambar 80 menunjukkan bahwa kebijakan dinamis satu manajemen DAS dan Pesisir terpadu terwujud dari pembentukan kelembagaan bersifat koordinatif, yang khusus menangani koordinasi dalam pengelolaan DAS. Semua level pemerintahan dan stakeholders menjadi anggota dalam wadah koordinatif tcrsebut yang berada di bawah koordinasi Gubernur (Dewan Eksekutif) dengan kedudukannya sebagai kepala pemerintahan provinsi (desentralisasi) dan kepala wilayah (dekonsentrasi). Semua elemen lembaga yang terkait dengan

(6)

pengelolaan DAS dan Pesisir duduk secara bersama dan mewakili masing-masing lembaga pada wadah kelembagaan koordinatif untuk merumuskan dan memformulasikan pengembangan kebijakan. Dalam memformulasikan pengembangan kebijakan melalui pengintegrasian ketiga prioritas utama kebijakan, satu manajemen DAS dan Pesisir terpadu diaktualisasikan dalam kelembagaan, kawasan lindung 45% diaktualisasikan dalam ekosistem, dan fungsi kawasan DAS dan Pesisir didukung oleh sosial ekonomi. Ketiga prioritas utama tersebut diintegrasikan kedalam satu kesatuan yang utuh dan satu kesatuan gerak dan arah yaitu merumuskan konsep kebijakan dinamis (dynamic

policy). Kebijakan dinamis tersebut diformulasikan dan dilaksanakan secara

konsisten oleh semua elemen dan stakeholders terlibat. Formulasi kebijakan dibuat bersama untuk menetapkan arah dan tujuan kebijakan. Masing-masing anggota menetapkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta perannya berdasarkan karakteristik yang dimiliki kelembagaan, seperti pekerjaan dalam organisasi pemerintahan dan bukan pemerintahan, kemudian dibagi menurut ketrampilan dan kewenangan serta tanggung jawab yang diatur dalam peraturan perundangan (Salusu 2000) dan menjadi satu kesatuan sistem yang utuh tanpa terjadi ketersinggungan pekerjaan. Kebijakan dinamis yang merupakan hasil dari integrasi ketiga prioritas utama kebijakan menghasilkan kualitas perairan yang dipadukan dengan proses manajemen. Proses manajemen yang merupakan satu kesatuan gerak dan arah, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang disebut dengan satu manajemen DAS dan Pesisir terpadu, membentuk satu keterpaduan dengan kebijakan dinamis. Perpaduan gerak dan arah antara kebijakan dinamis dengan satu manajemen DAS dan pesisir terpadu menjadi suatu bentuk konsep yang disebut kebijakan dinamis satu manajemen DAS dan pesisir terpadu. Ketiga prioritas utama kebijakan yang telah dijelaskan terdahulu yang dipadukan dengan proses manajemen dapat bermakna dan berjalan dengan baik dengan menempatkan posisi sebagai web atau jaringan keseimbangan antara satu lembaga dengan lembaga lain. Ketidak-alpaan kelembagaan menjadi motor bagi mekanisme pengelolaan untuk dapat dilaksanakan pengembangan kebijakan agar terwujud efektivitas pengelolaan DAS dan pesisir terpadu. Terwujudnya efektivitas pengelolaan DAS dan pesisir terpadu menjadi umpan balik kepada Gubernur (Dewan Eksekutif) sebagai koordinator dengan menganalisis dan mengevaluasi secara terus menerus. Oleh karena itu, ketiga prioritas utama kebijakan yang dipadukan dengan proses

(7)

manajemen tersebut menjadikan kebijakan dinamis satu manajemen DAS dan pesisir terpadu lebih berarti dan bernilai tinggi apabila diformulasikan dengan memiliki kelembagaan koordinatif sebagai daya dorong bagi efektivitas pengelolaan DAS dan pesisir terpadu dalam rangka penjabaran ke tingkat paling bawah untuk pengembangan kebijakan ke depan.

Koordinator Forum Koordinasi DAS, pesisir dan lautan Citarum Koordinasi Regulator User Valuator Implementator Developer

Gambar 81 Forum kelembagaan terkoordinasi dan terpadu dalam pengelolaan DAS dan pesisir Citarum

Keenam jenis kelembagaan yang mempunyai sifat kedalam tugas dan fungsi tersebut dapat dinyatakan sebagai ‘stakeholder’, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Koordinator, peran utamanya adalah melakukan koordinasi. Koordinasi dapat dilaksanakan secara efektif dengan membentuk wadah yang berfungsi untuk menerima, menyerap dan menyalurkan aspirasi dan keluhan semua unsur

stakeholders. Wadah ini bersifat independent yang bertugas menyampaikan

masukan kepada regulator, implementor, developer valuator, dan user,

sekaligus menyiapkan usulan penyelesaian masalah DAS dan pesisir. Keanggotaan badan ini terdiri atas stakeholders yang memiliki tugas dan fungsi dalam jumlah yang seimbang dan bervisi lingkungan berkelanjutan; 2. Regulator, yaitu institusi pengambilan keputusan Pemerintah, yang dalam hal

(8)

keputusan dan perizinan. Lembaga yang diharapkan terlibat dalam pengembangan kebijakan DAS Citarum, yaitu: Pemda (Bapeda), Dinas Tata Ruang, Dinas Kehutanan, Dinas Sumberdaya Air, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan;

3. Implementor, yaitu lembaga yang dibentuk dan berfungsi sehari-hari untuk mengoperasionalkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh regulator di dalam

wilayah kerjanya yang berbasis DAS ,sungai, pesisir dan laut misalnya Dinas Pengelolaan SDA ataupun badan usaha semacam PT Indonesia Power untuk pengelolaan waduk pada perairan Citarum dan Perum Jasa Tirta II (Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 1999), yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan usaha pengelolaan dan pendayagunaan air dan sumber-sumber air serta kegiatan usaha lain yang berkaitan dengan air;

4. Developer, yaitu lembaga yang berfungsi melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana perairan baik dari tugas Pemerintah (misalnya Badan Pelaksana Proyek, BUMN, BUMD) maupun lembaga non Pemerintah (investor). Peran Lembaga ini terutama diperlukan ketika terjadi ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran pemanfaatan dan pengendalian DAS;

5. User atau penerima manfaat, yaitu masyarakat baik perorangan maupun kelompok masyarakat industri dan dunia usaha yang mendapat manfaat langsung maupun tidak langsung dari jasa pengelolaan DAS,Sungai dan Pesisir Citarum;

6. Valuator yaitu lembaga yang tidak terikat kepada kepentingan siapapun, tetapi terikat pada kepentingan kualitas DAS dan pesisir itu sendiri, seperti Lembaga Adat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Asosiasi Lingkungan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian.

Kelembagaan berdasarkan tugas dan fungsi tersebut dapat saling menjadi counterparts dalam penanganan DAS dan pesisir yang berkelanjutan. Keenam jenis tugas pokok dan fungsi (tupoksi) tersebut dapat dilihat dalam keterkaitan antara satu sama lain dalam satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam satu lingkaran terkoordinasi dan terpadu sebagai satu kelembagaan yang utuh, yang dimotori oleh koordinator (Gambar 81).

Gambar 86 juga memperlihatkan hubungan yang erat dari berbagai tugas dan fungsi sesuai dengan jenis kelembagaan yang mensifati dan memiliki salah

(9)

satu dari enam tugas dan fungsi tersebut. Lembaga yang mempunyai sifat koordinasi mempunyai tugas mengkoordinir kegiatan dan program DAS, pesisir dan laut Citarum. Lembaga ini secara terus menerus berfungsi sebagai koordinator yang memfasilitasi pertemuan untuk membicarakan dan mendiskusikan konflik yang ada di dalam DAS Citarum hulu, tengah dan hilir. Kelima jenis kelembagaan yaitu regulator, implementor, developer, valuator, dan

users tersebut secara proporsional dan bersama-sama mewakili lembaga

masing-masing dalam wadah lembaga koordinatif yaitu ‘Forum Koordinasi DAS Citarum’ di bawah koordinasi Gubernur, sehingga lembaga pemerintah dan non pemerintah duduk untuk menangani pengelolaan DAS Citarum hulu, tengah hingga hilir.

Cox (1993) mengemukakan bahwa kesuksesan suatu forum dalam melaksanakan koordinasi sangat erat hubungannya dengan personal knowledge dan perilaku stakeholders yang terlibat. Oleh karena itu, jaringan kerjasama antar lembaga di dalam forum tersebut dilakukan secara transparan, independen, netral dan profesional dalam menghadapi persoalan DAS Citarum hulu, tengah hingga hilirnya sehingga merupakan jaringan kerja yang berbentuk jaring laba-laba (Ritchie et al 2000), yang saling memperkuat satu sama lain. Tugas dan fungsi tidak dapat berjalan bila ada dominasi dari tugas dan fungsi kelembagaan dalam jaring laba-laba tersebut. Cox (1993) berpendapat, apabila salah satu dari jaring laba-laba tersebut tidak seimbang (authority imbalance), maka akan menimbulkan konflik, tidak dapat menciptakan suasana harmonis antar lembaga, yang akhirnya akan menghambat pencapaian tujuan dari forum koordinasi tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah garis ditarik untuk menghubungkan seluruh nilai, maka akan muncul suatu gambaran yang menunjukkan kecenderungan tugas dan fungsi mana yang lebih berperan serta tugas dan fungsi yang lebih lemah. Oleh karena itu, ‘Forum Koordinasi DAS Citarum ’ berperan untuk meningkatkan mutu perairan DAS Citarum hulu, tengah hingga hilir dan berfungsi meminimalkan konflik kepentingan yang ada dalam pengelolaan DAS Citarum .

Adanya Forum Koordinasi DAS dan pesisir Citarum yang berperan sebagai koordinator dan bersifat lintas sektoral dan multi-disiplin, diharapkan dapat lebih mendorong keberhasilan pengelolaan DAS Citarum yang memiliki posisi dan peran yang penting, baik dalam aspek ekologi, ekonomi maupun sosial-budaya. Selain itu, ‘Forum Koordinasi DAS Citarum’ sebagai lembaga diharapkan dapat menggalang komitmen bersama seluruh stakeholders secara

(10)

fungsional dan proporsional. Forum tersebut melaksanakan koordinasi dan evaluasi serta merumuskan solusi berkenaan dengan penjabaran kebijakan perencanaan dan implementasi pengelolaan DAS Citarum agar efektivitas pengelolaan DAS, pesisir dan lautan dapat tercapai.

Lembaga-lembaga terkait perlu melakukan pemantapan mekanisme kerja dcngan memahami ketentuan dan aturan koordinasi yang berlaku serta mcnghormati wewenang yang dimiliki masing-masing. Seperti yang diingatkan oleh Simon (1976), bahwa dalam organisasi besar, pemerintah adalah contoh yang tepat untuk menjadi koordinator mengingat tugas yang berkaitan dengan kegiatan soseorong atau unit lain menjadi penting, kompleks dan menyulitkan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan koordinasi melalui bentuk koordinasi fungsional, instansional, dan kewilayahan. Koordinasi fungsional dilaksanakan antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat, koordinasi instansional terhadap beberapa instansi yang menangani suatu urusan tertentu, sedangkan koordinasi kewilayahan terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu dibawah pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian kepala daerah. Pelaksanaan koordinasi oleh Kepala Daerah adalah kegiatan teknis fungsional menjadi tugas dan fungsi departemen yang membidangi tugas tersebut yang sudah diserahkan ke daerah, sehingga instansi vertikal (dekonsentrasi dan perbantuan) melakukan fasilitasi pelaksanaan kepada dinas daerah.

Kelembagaan dengan menggunakan koordinasi fungsional dan instansional masih mengalami beberapa hambatan, antara lain sebagian besar kegiatan dan pembiayaan pembangunn masih berorientasi pada sektor dari pada daerah. Hal tersebut sangat mempengaruhi posisi daerah dalam membangun sumberdaya yang ada dan sudah sepatutnya terjadi pergeseran ke mekanisme dana, misalnya dana bagi basil yang lebih baik. Dalam membangun sumberdaya, koordinasi di dalam kelembagaan dilakukan untuk menciptakan keterpaduan dengan maksud untuk menghilangkan inefisiensi dan meningkatkan kepuasan masyarakat melalui pencapaian tingkat kualitas lingkungan dan ekologi yang terbaik. Wadah kelembagaan yang berfungsi koordinatif dituntut untuk secara terus menerus melakukan perbaikan, pemberdayaan, manajemen perubahan dan organisasi pembelajaran. Koordinasi dengan objek yang mencakup bidang pemerintahan dunia usaha dan masyarakat diarahkan untuk mewujudkan keselarasan tujuan dan keserasian tindakan antar instansi yang terkait. Oleh karena itu, koordinasi memegang peranan penting dalam mekanisme untuk memantapkan proses pembuatan kebijaksanaan dan pelaksanaan di tingkat pemerintahan provinsi.

(11)

Selanjutnya, koordinasi merupakan variabel yang dominan dalam pengelolaan DAS Citarum terhadap efektivitas pengelolaan DAS, pesisir dan lautan. Koordinasi akan mencapai sasaran ganda: Pertama, suasana kerja harmonis memberikan persepsi dan tindakan yang sama di antara anggota organisasi, sehingga kegiatan yang bersifat duplikasi dan konflik kepentingan dapat dihindari; Kedua, memberikan berbagai kegiatan terkoordinasi dengan baik yang menciptakan sinergisitas bagi organisasi dan memberikan efek pemberdayaan yang lebih besar dalam pencapaian tujuan. Untuk itu, berhasil atau tidaknya koordinasi dan efektif atau tidaknya sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku serta persepsi seperti kebersamaan, kesinambungan, dan kemandirian dari seluruh pelaku yang terlibat dalam pengelolaan DAS Citarum unluk keberhasilan tercapainya efektivitas pengelolaan DAS, pesisir dan lautan. Selanjutnya, tiap aparatur terkait dapat mengetahui secara jelas batas/titik singgung wewenangnya sendiri dengan wewenang/tugas lain mulai sejak tahap perencanaan sampai monitoring dan evaluasinya. Oleh karena itu, kelembagaan yang koordinatif diperlukan untuk menciptakan keterpaduan dan keseimbangan berdasarkan kebersamaan dan mampu memberikan kesinambungan dan kemandirian otonomi daerah (Gambar 81).

otonom Dekonsentrasi Stakeholders Level Pusat Stakeholders Level Provinsi Stakeholders Level Kabupaten/ Kota Tujuan &

Sasaran Keterpaduan Tindakan

Efektiifitas Pengelolaan DAS dan Pesisir kebersamaan kesinambungan kemandirian Koordinasi

forum

koordinatif Desentralisasi Otonomi

Visi dan Misi

Visi dan Misi

Umpan Balik Umpan Balik Katalisator

Daya Dorong

Gambar 82 Rancang bangun Kebijakan Model Koordinasi Kelembagaan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat.

Gambar 82 memperlihatkan bahwa stakeholders mulai dari level pusat,

provinsi dan kabupaten serta kota menggunakan daya dorong (driving force)

agar fungsi koordinasi dapat berjalan efektif di dalam kelembagaan. Visi dan misi dari masing-masing stakeholders diaktualisasikan di dalam tujuan dan sasaran

(12)

yang diformulasikan di dalam forum koordinatif sebagai perekat atau katalisator (central gravity) dengan menggunakan tahapan perencanaan untuk menciptakan

keterpaduan pengelolaan DAS dan pesisir. Sementara itu, daerah kabupaten dan provinsi, serta nasional digambarkan dengan partisipasi stakeholders di masing-masing tingkatan pemerintahan yang diwujudkan dalam dekonsentrasi, desentralisasi dan otonom, seperti yang tergambar dalam kerangka pemikiran koordinasi kelembagaan DAS dan pesisir.

Di dalam forum koordinatif terjadi interaksi yang merupakan suatu proses, meliputi penentuan tujuan dan sasaran, yang dilakukan melalui tahapan proses manajemen secara terpadu yaitu kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan sebagai satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu sama lain. Perencanaan bertujuan untuk merumuskan kehendak bersama, yang berarti konsep koordinatif dan sinergistik diterapkan sejak awal di dalam organisasi. Perencanaan mencakup kegiatan penyusunan rencana dan penetapannya, sehingga menjadi kekuatan hukum. Stoner dan Freeman (1994) berpendapat bahwa proses perencanaan terpadu perlu ditekankan untuk memenuhi tujuan dan sasaran dari seluruh unit kerja yang terkait. Perencanaan sebagai fokus untuk tindakan terkoordinasi harus mampu melihat berbagai persoalan dan perbedaan kepentingan di dalam pengelolaan DAS Citarum, pesisir dan lautan tanpa meninggalkan tujuan secara keseluruhan seperti memperhatikan keterpaduan rumusan pelaksanaan, keterpaduan penilaian dan sampai kepada keterpaduan pengawasan perumusan. Perencanaan tersebut akhirnya merupakan satu kesatuan dalam pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan DAS Citarum dan sekaligus sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi tingkat keberhasilannya melalui pengawasan. Secara tegas, perencanaan yang merupakan landasan untuk pengelolaan DAS Citarum hulu dengan menterpadukan kebijakan penataan ruang seperti zone dan land use dijadikan sebagai satu rencana pokok pengembangan kebijakan pengelolaan DAS, pesisir dan lautan agar efektif.

Forum koordinatif harus menciptakan landasan lebih nyata pada setiap satuan kerja, Selain itu, perlu formulasi petunjuk yang menyatakan tata hubungan formal, kewenangan dan tanggung jawab formal, serta tata kerja. Formalisasi kerja berarti ada perumusan tertulis yang dilakukan oleh pembuat kebijakan, misalnya deskripsi kerja dan peraturan yang memperjelas kewenangan pihak unit-unit yang berkoordinasi secara formal, serta kedudukan organisasi yang terlibat dalam aktivitas untuk melaksanakan fungsinya atas dasar konsep koordinatif dan sinergetik. Mintzberg (2003) mengatakan bahwa satuan kerja seperti tugas, tanggung jawab dan wewenang digambarkan dengan

(13)

berbagai peran atau serangkaian perilaku yang terorganisir yang diidentifikasi dengan suatu posisi. Oleh karena itu, satuan kerja yang digambarkan berperan tersebut dapat melibatkan wadah sebagai peran mengorganisir, mengkoordinir atau peran penghubung antar stakeholders yang terlibat dalam suatu wadah.

Forum koordinatif juga menyiapkan hubungan yang ketat antara strategi yang disusun dengan strategic management dan operasi yang telah diarahkan dengan tertib sejak dini. Hal ini penting agar mampu mencapai tujuan dan sasaran bersama. Selain itu, wadah organisasi yang dibentuk mampu memberikan hal-hal yang kondusif untuk lahirnya dan berkembangnya kreativitas staf di dalam pengembangan organisasi. Steiner (2003) mengemukakan bahwa kreativitas sebagai suatu nilai menunjukkan betapa pentingnya hubungan-hubungan komunikasi yang terbuka dan bebas baik secara vertikal maupun horizontal, sehingga membutuhkan dan mencari informasi yang relevan dari berbagai sumber yang ada secara profesional. Oleh karena itu, bagi setiap pihak, kejelasan mengenai apa yang harus dilakukan, kapan, dimana dan bagaimana cara melakukannya, serta apa yang menjadi sasaran setiap organisasi tergantung kepada kreativitas dari personal yang ada dalam mengembangkan satuan kerja dan tanggung jawab serta preferensi manajemen yang bersangkutan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan ekologi.

Berdasarkan Gambar 82 diketahui bahwa forum koordinatif dengan menggunakan fungsi koordinasi untuk menciptakan keterpaduan tindakan. Keterpaduan tindakan menciptakan satu kesatuan gerak dan arah untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan dalam wadah yaitu kualitas perairan. Selanjutnya, keterpaduan tindakan tercipta dengan dorongan atas nilai-nilai dan perilaku dari masing-masing stakeholders terlibat. Below et al. (1989) menyebutkan bahwa baik tujuan maupun keterpaduan selalu bertanya tentang ‘bagaimana’ dan ‘kapan’ dan pertanyaan itu menjadi bagian dari misi dan strategi yang dilaksanakan. Untuk itu, baik koordinasi dan keterpaduan menghasilkan tindakan ketergantungan melalui daya dorong dan perekat dengan menggunakan nilai-nilai dan sikap berupa perilaku pemikiran, yaitu kebersamaan, kesinambungan dan kemandirian. Perilaku yang dibentuk oleh nilai merupakan aspek penting untuk dianalisis karena berkaitan dengan nilai dan perilaku negatif seperti selfish, ignorant, dan narrow minded (Roberts 2004). Oleh karena itu, nilai dan perilaku positif menjadi faktor penting yang dijembatani oleh koordinasi untuk mencapai suatu keberhasilan kebijakan yang secara simultan diharapkan mencapai tujuan yang diinginkan yaitu efektivitas DAS, sungai dan pesisir.

(14)

Gambar 82 menunjukkan bahwa di dalam forum koordinatif terjadi proses manajemen secara terpadu dengan menggunakan kebijakan dinamis satu manajemen DAS terpadu yang ditindak lanjuti secara konsisten. Penggunaan kebijakan dinamis tersebut merupakan syarat utama bagi semua pihak. yang berkepentingan tentang DAS berkelanjutan. Dengan memahami prinsip pengelolaan yang berkelanjutan yaitu futurity, equity, global environmentalism dan ekologi (Basiago 1995), diharapkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lebih memahami bahwa eksploitasi negatif untuk DAS dan sumberdaya air memerlukan perubahan pola pikir (mind-set). Pembalikan pola pikir (mind-set)

secara tidak langsung dapat menempatkan air sebagai salah satu unsur perekat dan pemersatu antar daerah sebagai satu ekosistem. Untuk itu, pembalikan pola pikir menjadi hal yang sangat esensial di dalam pengelolaan DAS berkelanjutan melalui pembinaan kerjasama. Oleh karena itu, pembuatan kesepakatan diperlukan dengan tujuan untuk pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas mengenai sistem pongelolaan, sistem koordinasi, mekanisme sistem kelembagaan yang efektif, pembagian manfaat dan biaya pengelolaan sumberdaya alam.

Pembuatan kesepakatan melalui ‘Forum Koordinasi DAS Citarum’ seyogyanya dibutuhkan karena pengelolaan DAS mencakup lebih dari satu. instansi, kabupaten/kota dan provinsi. Jika aktivitas DAS dibatasi untuk suatu instansi, maka instansi tersebut akan merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan pengelolaannya sendiri dan kurang memperhatikan kepentingan instansi lain, sehingga efektivitas peningkatan kualitas lingkungan dikhawatirkan tidak tercapai. Etzioni (1982) mengemukakan bahwa efektivitas dapat dikatakan tercapai apabila dapat memberikan hasil yang bermanfaat untuk semua pihak yang berkepentingan. Efektivitas mempunyai indikator seperti kemampuan beradaptasi dan kemampuan kelembagaan untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Efektivitas dapat tercapai atas dasar nilai dan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan lingkungan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, efektivitas merupakan basis yang dikembangkan dalam organisasi pemerintahan,

Untuk mencapai efektivitas, koordinasi di dalam proses manajemen secara terpadu diterapkan, agar dapat berhasil sesuai yang diinginkan. Selain itu, seluruh pelaku di DAS dan Pesisir terlibat sejak dari tahap awal, yang dikoordinasikan oleh Forum Koordinasi DAS dan Pesisir Citarum, karena peran dari semua pengelola terkait atau stakeholders merupakan penentu keberhasilan pencapaian efektivitas yang ingin dicapai. Berbagai kegiatan dalam satu proses manajemen terpadu sangat memperhatikan penjabaran kebijakan seperti

(15)

penyusunan program yang jelas dan baik oleh karena program koordinatif diusahakan efektif, sehingga saling menunjang untuk mencapai kepentingan bersama. Koordinasi sebagai alat pengambilan kebijakan dalam pengelolaan DAS dan pesisir Citarum terhadap efekfivitas pengelolaan DAS dan pesisir, pesisir dan lautan mempunyai sifat strategis yang meliputi usaha-usaha pengembangan, pemanfaatan, dan perlindungan DAS dan pesisir tersebut. Sedangkan sifat operasional adalah penjabaran sifat strategis tersebut yang meliputi upaya peningkatan produksi sumberdaya air, peningkatan kinerja pelayanan bagi masyarakat, serta upaya pencegahan, pengrusakan, dan pencemaran ekosistem DAS dan pesisir Citarum hulu, tengah hingga ke hilir.

Gambar 82 menunjukkan bahwa umpan balik (feedback) merupakan suatu mekanisme koordinasi kelembagaan agar selalu berkesinambungan. Mekanisme koordinasi kelembagaan tersebut senantiasa dipantau dan diberi pengarahan, supaya pelaksanaan kerja semua elemen organisasi yang berada dalam wadah tersebut terarah, terpadu dan serempak, atau berjalan berdasarkan kronologinya secara tepat. Selanjutnya, koordinasi kelembagaan mewujudkan terbentuknya keseimbangan dinamis, yaitu keseimbangan pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh adanya peningkatan kelestarian ekologi dan kestabilan sosial-budaya. Hal tersebut secara simultan akan membawa pada mekanisme kebijakan dinamis (dynamic policy) yang melakukan analisis dan pembelajaran secara terus menerus. Selanjutnya, wadah seperti forum tersebut mempunyai tugas membangun social capital untuk mengembangkan hubungan sejajar, menjalankan negosiasi, memotivasi antar instansi, menyelesaikan konflik kepentingan, membangun jaringan informasi dan secara berturut menyebarkan informasi, membuat rancangan keputusan dalam kondisi ambiguitas yang ekstrim, dan mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan agar kualitas lingkungan dapat dipertahankan (Mintzberg 2003b). Untuk itu, lembaga koordinatif ‘Forum Koordinasi DAS dan pesisir Citarum, Pesisir dan Lautan’ berfungsi dan bertugas menjadi driving force (daya dorong) dan central gravity (katalisator) dalam memformulasikan pengembangan kebijakan.

Berdasarkan analisis tersebut dapat disebutkan bahwa memformulasikan pengembangan kebijakan berazaskan ketiga prioritas utama kebijakan (kelembagaan, ekosistem dan sosial ekonomi) dengan perpaduan proses manajemen yang diaktualisasikan ke dalam kebijakan dinamis satu manajemen DAS dan pesisir terpadu. Atas dasar tersebut, kelembagaan atau forum koordinatif digunakan untuk melaksanakan fungsi koordinasi dengan menggunakan perilaku atau nilai-nilai kebersamaan, kesinambungan dan kemandirian sebagai daya dorong dan katalisator agar mampu menciptakan

(16)

keterpaduan pengelolaan DAS bagi terciptanya efektivitas pengelolan DAS, pesisir dan lautan. Oleh karena itu, batas atau titik singgung kewenangan yang lebih nyata dari masing-masing stakeholders terlibat dapat diwujudkan di dalam koordinasi kelembagaan karena didorong dan distimulasi oleh tujuan yang sama yaitu efektivitas pengelolaan DAS, pesisir dan lautan.

Dampak Skenario dan Rancangan Implementasi Pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Hulu

Skenario rancang bangun dampak dan implementasi kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai dan pesisir Citarum Jawa Barat dari aktivitas pembangunan bagian hulu dapat di sajikan pada Tabel 56.

Tabel 56. Dampak Skenario dan implementasi pengelolaan DAS dan pesisir Citarum hulu.

No. Skenario Program/Faktor

Penentu Dampak Rancangan Implementasi

1. Progresif-Optimistik

Pendekatan

ecoregion

1.Tersusunya rencana penataan ruang wilayah ekologis kawasan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat.

2. Ditetapkanyan batas kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, reboisasi dan rehabilitasi Kawasan DAS Citarum Bagian hulu.

3. Dikampanyekan dan disosialisikan pentingnya pengelolaan DAS dan pesisir Citarum dengan pendekatan ecoregion.

4. Tersusunnya dan mensinkronisasikan tata ruang DAS pesisir dan laut Citarum Jawa Barat.

1. Penyusunan tata ruang wilayah ekologis DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat terpadu dengan skala 1: 5.000.

2. Menetapkan batas wilayah konservasi, reboisasi dan rehabilitasi di kawasan lindung DAS Citarum bagian hulu (sipil teknis dan vegetasi, terasering , pola hutan agroforestry, pertanian lahan kering) 3. Kampanye dan sosialisasi terus

menerus pentingnya pengelolaan pendekatan

ecoregion kepada seluruh

stakeholders pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat. 4. Revisi RTRWP Provinsi Jawa

Barat/ sinkronisasi dengan tata ruang pesisir dan laut.

(17)

Lanjutan

No. Skenario Program/Faktor

Penentu Dampak Rancangan Implementasi

2. Progresif-Optimistik

Satu Manajemen DAS dan Pesisir Terpadu

1. Meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam proses

perencanaan tata ruang DAS terpadu.

2. Tersedianya data dan informasi mengenai bentuk penggunaan lahan yang ada dengan rencana penataan ruang DAS yang ditetapkan.

3. Tersusunya bentuk pengelolaan khusus di Sub DAS-sub DAS yang rentan di kawasan DAS Citarum dalam rencana penataan ruang terpadu.

1. Mengembangkan pola koordinasi antara pemerintah dan

masyarakat dalam proses perencanaan penataan ruang DAS terpadu.

2. Memastikan kegiatan pembangunan yang ada dan yang baru sesuai atau konsisten terhadap rencana-rencana penataan ruang DAS yang telah ditetapkan.

3. Memaduserasikan kebijakan dan bentuk pengelolaan yang khusus bagi sub DAS-sub DAS yang kondisi lingkungannya rentan kedalam rencana penataan ruang. 3. Progresif-Optimistik Cegah dan perbaiki pencemaran dan kerusakan 1. Diberlakukannya secara tegas pelanggar PERDA tentang pengendalian pencemaran dan kerusakan kepada

stakeholders.

2. Tersusunnya data base baku mutu yang baik. 3. Terbangunnya lokasi IPAL terpadu untuk industri dan domestik di kawasan DAS Citarum hulu.

4. Meningkatnya kepedulian

stakeholders dalam

pemantauan

pengambilan air tanah di kawasan DAS Citarum hulu.

1. Memberlakukan PERDA pengendalian pencemaran limbah cair secara efektif dan fisien serta kerusakan kawasan lindung dan monev untuk disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung badan perairan dan lahan dari hulu, tengah dan hilir DAS.

2. Menyusun baku mutu ambang batas (toleransi yang diijinkan) 3. Membangun IPAL terpadu

industri dan IPAL Domestik di kawasan industri hulu bagi aktivitas ekonomi lainya terutama aktivitas industri

4. Tidak memperpanjang ijin dan tidak memberikan ijin pengambilan air tanah di daerah-daerah kritis air tanah.

Sumber: Hasil analisis, 2007

Berdasarkan Tabel 56, Dampak skenario progresif-optimistik akan merubah keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa skenario progresif-optimistik untuk memulihkan kembali dan diperlukan oleh kemampuan stakeholders yang mengimplementasikannya dan urgensi

permasalahan. Ada tiga faktor penentu/program yaitu, (1) pendekatan ecoregion; (2) satu manajemen DAS dan pesisir terpadu dan (3) cegah dan perbaiki

(18)

pencemaran dan kerusakan. Tujuan pendekatan ecoregion adalah

memformulasikan suatu konsep penataan ruang wilayah ekologis terpadu

(pendekatan ecoregion) sebagai penerapan konsep pembangunan

berkelanjutan. Sedangkan dari rancangan implementasi dari dampak

pendekatan ecoregion ada 3 tahap pelaksanaan rancangan yaitu, (1)

Penyusunan tata ruang wilayah ekologis DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat terpadu dengan skala 1: 5.000; (2) menetapkan batas wilayah konservasi, reboisasi dan rehabilitasi di kawasan lindung DAS Citarum bagian hulu (sipil teknis dan vegetasi, terasering , pola hutan agroforestry, pertanian lahan kering); (3) kampanye dan sosialisasi terus menerus pentingnya pengelolaan pendekatan

ecoregion kepada seluruh stakeholders pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum

Jawa Barat dan (4) revisi RTRWP Provinsi Jawa Barat/ sinkronisasi dengan tata ruang pesisir dan laut. Rancangan dan implementasi masing-masing kegiatan tersebut akan memberikan dampak yang positif yaitu, (1) tersusunya rencana penataan ruang wilayah ekologis kawasan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat; (2) ditetapkanyan batas kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, reboisasi dan rehabilitasi Kawasan DAS Citarum Bagian hulu; (3) dikampanyekan dan disosialisikan pentingnya pengelolaan DAS dan pesisir Citarum dengan pendekatan ecoregion dan (4) tersusunnya dan mensinkronisasikan tata ruang DAS pesisir dan laut Citarum Jawa Barat. Untuk program faktor penentu satu manajemen das dan pesisir terpadu ada 3 tahapan implementasi yaitu masing-masing, (1) mengembangkan pola koordinasi antara pemerintah dan masyarakat dalam proses perencanaan penataan ruang DAS terpadu; (2) memastikan kegiatan pembangunan yang ada dan yang baru sesuai atau konsisten terhadap rencana-rencana penataan ruang DAS yang telah ditetapkan dan (3) memaduserasikan kebijakan dan bentuk pengelolaan yang khusus bagi sub DAS-sub DAS yang kondisi lingkungannya rentan ke dalam rencana penataan ruang.Pendekatan ecoregion dapat mengintegrasikan

kajian-kajian biologis untuk mengetahui kemampuan ekologis suatu wilayah dalam menerima dan mengolah limbah. Untuk itu diperlukan integrasi ilmu pengetahuan (sains) dalam hal pengelolaan lingkungan untuk memperkaya pemahaman akan karakteristik suatu jenis ekosistem menjadi suatu hal penting. Dalam konteks tersebut dapat dipahami bahwa batasan perencanaan wilayah perlu dirubah dari batas administratif menjadi batas natural domain. Khusus untuk suatu batas perencanaan wilayah DAS, akibat sifat aliran sungai yang mengalir dari hulu

(19)

tengah ke hilir sehingga kawasan pesisir selalu menerima dampak dari hulu dan pentingnya fungsi ekonomi dan ekologi kawasan tersebut, maka kawasan pesisir hendaknya menjadi dasar bagi penataan ruang kawasan di hulunya.

Satu manajemen DAS dan pesisir terpadu merupakan bentuk kebijakan dalam perwujudan kelembagaan yang terintegrasi untuk pengembangan kawasan DAS dan pesisir. Pengelolaan DAS dan pesisir dilaksanakan oleh berbagai sektor, multi-pihak, multi-disiplin dan wilayah administratif dengan kepentingan yang berbeda-beda yang diintegrasikan dalam satu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk menciptakan satu keterpaduan. DAS yang dikelola dengan satu proses manajemen bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan sosial ekonomi atas sumberdaya yang ada di dalamnya secara kondusif dan secara simultan mampu meningkatkan kualitas perairan sehingga dapat mencegah kerusakan tanah, vegetasi dan air (Asdak, 2000).

Rancangan implementasi dari dampak satu manajemen DAS dan pesisir

terpadu ada 3 tahap pelaksanaan rancangan (Tabel 55) yaitu, (1)

mengembangkan pola koordinasi antara pemerintah dan masyarakat dalam proses perencanaan penataan ruang DAS terpadu; (2) memastikan kegiatan pembangunan yang ada dan yang baru sesuai atau konsisten terhadap rencana-rencana penataan ruang DAS yang telah ditetapkan dan (3) memaduserasikan kebijakan dan bentuk pengelolaan yang khusus bagi sub DAS-sub DAS yang kondisi lingkungannya rentan ke dalam rencana penataan ruang. Selanjutnya rancangan implementasi dari dampak cegah dan perbaiki pencemaran dan kerusakan ada 4 tahap pelaksanaan rancangan yaitu, (1) memberlakukan PERDA pengendalian pencemaran limbah cair secara efektif dan efisien serta kerusakan kawasan lindung dan monev untuk disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung badan perairan dan lahan dari hulu, tengah dan hilir DAS; (2) menyusun baku mutu ambang batas (toleransi yang diijinkan) untuk mahkluk dan (3) membangun IPAL terpadu industri dan IPAL Domestik di kawasan industri hulu; (4) tidak memperpanjang ijin dan tidak memberikan ijin pengambilan air tanah di daerah-daerah kritis air tanah. Adapun dampak positif bagi implementasi yaitu, (1) diberlakukannya secara tegas pelanggar PERDA tentang pengendalian pencemaran dan kerusakan kepada stakeholders; (2) tersusunnya data base baku mutu yang baik; (3) terbangunnya lokasi IPAL terpadu untuk industri dan domestik di kawasan DAS Citarum hulu dan (4)

(20)

meningkatnya kepedulian stakeholders dalam pemantauan pengambilan air

tanah di kawasan DAS Citarum hulu.

Dampak Skenario dan Implementasi Pengelolaan DAS dan Pesisir Citarum Tengah

Skenario dampak dan implementasi kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai dan pesisir Citarum Jawa Barat dari aktivitas pembangunan bagian tengah dapat di sajikan pada Tabel 57.

Tabel 57 Dampak skenario dan implementasi pengelolaan DAS dan pesisir Citarum tengah

No. Skenario Program/Faktor

Penentu Dampak Rancangan Implementasi

1. Progresif-Optimistik Sosialisasi dan implementasi Kajian Naskah Akademik 1. Tersusunnya data base yang baik.

2. Terwujudnya pemanfaatan kajian ilmu pengatahuan dan teknologi dalam pembangunan kawasan DAS Citarum 3. Ditetapkannya batas kewenangan pengelolaan penataan ruang DAS Citarum terpadu. 4. Tersedianya data

dan informasi yang baik.

1. Melakukan studi dan kajian naskah akademik yang mendalam tentang isu-isu pemanfaatan di kawasan DAS Citarum tentang kawasan lindung dan pencegahan kerusakan maupun pencemaran. 2. Program pengembangan dan

pemanfaatan IPTEK.

3. Penyusunan rencana dan tata ruang terpadu DAS Citarum dengan basis pengembalian fungsi hidrologi dan daya dukung lingkungan dengan skala 1:5.000

4. Penyusunan naskah akademik rencana strategis berdasarkan Unit DAS Citarum.

(21)

Lanjutan

No. Skenario Program/Faktor

Penentu Dampak Rancangan Implementasi

2.

Progresif-Optimistik

Pendekatan

ecoregion 1.Tersusunya rencana penataan ruang wilayah ekologis kawasan DAS dan pesisir Citarum Jawa Barat. 2. Ditetapkanyan batas kewenangan pengelolaan kawasan konservasi, reboisasi dan rehabilitasi Kawasan DAS Citarum Bagian tengah. 3. Dikampanyekan dan disosialisikan pentingnya pengelolaan Waduk terpadu dengan pendekatan ecoregion.

1. Penyusunan tata ruang wilayah ekologis DAS bagian tengah hingga hilir/pesisir Citarum Jawa Barat terpadu dengan skala 1: 5.000.

2. Menetapkan batas wilayah konservasi, reboisasi dan rehabilitasi di kawasan lindung DAS Citarum bagian tengah (sipil teknis dan vegetasi, terasering , pola hutan agroforestry, pertanian lahan kering).

3. Kampanye dan sosialisasi terus menerus pentingnya pengelolaan waduk terpadu melalui pendekatan ecoregion kepada seluruh stakeholders pengelolaan DAS tengah dan Pesisir Citarum Jawa Barat.

Sumber: Hasil Analisis 2007

Pada Tabel 57 menerangkan bahwa dampak skenario progresif-optimistik akan merubah keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap program faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa skenario progresif-optimistik untuk memulihkan kembali seperti semula yaitu dengan persyaratan diperlukan oleh kemampuan dari stakeholders yang mengimplementasikan dan urgensi permasalahan. Ada dua faktor penentu, (1) sosialisasi dan implementasi kajian naskah akademik dan (2) pendekatan ecoregion. Selanjutnya rancangan implementasi dari sosialisasi dan implementasi kajian naskah akademik ada 4 tahap pelaksanaan implemantasi rancangan yaitu, (1) melakukan studi dan kajian naskah akademik yang mendalam tentang isu-isu pemanfaatan di kawasan DAS Citarum tentang kawasan lindung dan pencegahan kerusakan maupun pencemaran; (2) rogram pengembangan dan pemanfaatan IPTEK; (3) penyusunan rencana dan tata ruang terpadu DAS Citarum dengan basis pengembalian fungsi hidrologi dan daya dukung lingkungan dengan skala 1:5.000 dan (4) penyusunan naskah akademik rencana strategis berdasarkan Unit DAS Citarum.

(22)

Adapun dampak positif dari implementasi tersebut yaitu, (1) tersusunnya data base yang baik; (2) terwujudnya pemanfaatan kajian ilmu pengatahuan dan teknologi dalam pembangunan kawasan DAS Citarum; (3) ditetapkannya batas kewenangan pengelolaan penataan ruang DAS Citarum terpadu dan (4) tersedianya data dan informasi yang baik.

Skenario Dampak dan Implementasi Pengelolaan DAS dah Pesisir Citarum Hilir

Skenario rancang bangun dampak dan implementasi kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai dan pesisir Citarum Jawa Barat dari aktivitas pembangunan bagian hilir dapat di sajikan Tabel 58. Pada Tabel 58 skenario progresif-optimistik akan merubah keadaan masa depan yang mungkin terjadi mendapat dukungan secara maksimal dari setiap faktor/penentu dan para pelaku utama berkeyakinan bahwa skenario progresif-optimistik untuk memulihkan

kembali seperti semula dengan syarat diperlukan oleh kemampuan dari

stakeholders yang mengimplementasikannya dan urgensi permasalahan. Ada

dua faktor penentu yaitu, (1) forum koordinasi kelembagaan DAS Citarum terpadu dan (2) insentif.

Selanjutnya rancangan implementasi dari insentif ada 3 tahap pelaksanaan rancangan yaitu, (1) mengembangkan sistem insentif dan disinsentif dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum lingkungan yang efektif dan efisien; (2) menyusun sistem insentif dan disinsentif untuk mendorong pengendalian pencemaran dan kerusakan, tidak membuang limbah, sampah dan menebang ekosistem mangrove; (3) perlunya insentif dan disinsentif bagi kabupaten/kota yang mampu mengimplementasikan program pemberdayaan masyarakat pesisir dan (4) meningkatkan sistem perekonomian nelayan dan petani ikan.

(23)

Tabel 58 Dampak skenario dan implementasi pengelolaan DAS dan pesisir Citarum hilir.

No. Skenario Program/Faktor

Penentu Dampak Rancangan Implementasi

1. Progresif-Optimistik Forum koordinasi kelembagaan DAS Citarum terpadu 1. Meningkatnya kepedulian dan partisipasi pemangku kepentingan dalam pengembangan lingkungan kawasan pesisir. 2. Terkoordinasinya lembaga dan instansi yang terkait 3. Terlaksananya dan

koordinasi antar lembaga yang baik.

1. Membangun kerjasama antar pemangku kepentingan dalam perencanaan dan

mengimplementasikan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan lautan Citarum Jawa Barat.

2. Koordinasi rutin dengan instansi terkait mengenai pencemaran dan kerusakan. 3. Peningkatan koordinasi

instansi secara horizontal maupun vertikal dalam hal perlindungan Sumberdaya alam pesisir dan lautan serta pencegahan kerusakan maupun pencemaran 2.

Progresif-Optimistik

Insentif 1. Terpenuhinya insentif dan disinsentif akan kesadaran hukum lingkungan bagi aparat penegak hukum.

2. Tersusunnya sistem insentif dan didinsentif dalam pengendalian pencemaran, kerusakan ekosistem sumberdaya mangrove. 3. Tersedianya insentif dan disinsentif dari pemerintahpusat, provinsi, kabupaten/kota. 4.Terselenggaranya pelatihan dan penyuluhan peningkatan taraf perekonomian petani dan nelayan ikan di kawasan pesisir/hilir.

1. Mengembangkan sistem insentif dan disinsentif dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum lingkungan yang efektif dan efisien. 2. Menyusun sistem insentif dan

disinsentif untuk mendorong pengendalian pencemaran dan kerusakan, tidak membuang limbah, sampah dan menebang ekosistem mangrove.

3. Perlunya insentif dan disinsentif bagi kabupaten/kota yang mampu mengiplementasikan program pemberdayaan masyarakat pesisir. 4. Meningkatkan sistem

perekonomian nelayan dan petani ikan

Gambar

Gambar 78 Skema kelembagaan pengelola DAS dan Pesisir Citarum
Gambar 79 Struktur Organisasi Forum DAS dan Pesisir Citarum Jawa Barat  Dalam upaya mewujudkan pengelolaan yang efisien dan efektif perlu  memperhatikan  economic efficiency (Gramlich 1981) dan isu-isu orientasi  rencana aksi dari setiap rencana pemanfaata
Gambar 80 Kebijakan dinamis satu manajemen DAS dan pesisir terpadu.
Gambar 81 Forum kelembagaan terkoordinasi dan terpadu dalam pengelolaan  DAS dan pesisir Citarum
+2

Referensi

Dokumen terkait

Asuransi Sinarmas Jakarta Pusat Divisi Credit Control berhubungan positif, dapat dilihat dari besarnya nilai r sebesar 0,60 atau terletak pada 0,60 s/d 0,799 yang

Dengan melakukan simulasi pada trafik VoIP dilakukan analisa hasil terhadap average throughput , average delay dan average jitter yang menjadi pertimbangan

Pemahaman yang demikian akan berimbas pada praktek kehidupan dalam interaksi sosial antar agama menjadi sesuatu yang bersifat eksklusif dimana klaim pembenaran memberikan

 Evaluasi: penilaian secara sistematik dan objektif terhadap kegiatan, program atau kebijakan yang sedang berjalan atau yang sudah selesai?. dilaksanakan (terkait dengan

c) Unit harus memiliki kemampuan untuk mengisolasi bayi: 1. Inkubator di area khusus.. d) Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker listrik yang dipasangdengan tepat

20 Netty Hermawan Ketrampilan dosen dalam mengajar lebih ditingkatkan agar mahasiswa mudah mengerti apa yang diajarkan oleh dosen. 21

Hak-hak dasar bagi pekerja rumah tangga yang diatur dalam konvensi ini antara lain promosi dan perlindungan hak asasi manusia seluruh pekerja rumah tangga (Pembukaan;

Penerapan metode penskalaan dalam perancangan termodinamik motor baru mensyaratkan penentuan parameter-parameter yang mempengaruhi unjuk kerja motor yang sedang dirancang,