SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
HARIATI 10538 01744 10
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR 2014
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI POKOK BAHASAN KELOMPOK SOSIAL (BEGGAR COMMUNITY) MELALUI METODE
PEMBELAJARAN COOPERATIVE REVIEW PADA SISWA KELAS XI IPSSMA NEGERI 1
MAJENE
LEMBAR PENGESAHAN
Judul skripsi : Peningkatan Hasil Belajar Sosiologi Pokok Bahasan Kelompok Sosial (Beggar Community) melalui Metode Pembelajaran Cooperative Review Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
Nama : HARIATI
NIM : 10538 01744 10 Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, skripsi ini telah memenuhi persyaratan dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi FKIP Unismuh Makassar.
Makassar, Oktober 2014 Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Sulfasyah, M.A., Ph.d Andi Adam, S.Pd., M.Pd Diketahui:
Dekan FKIP Ketua Jurusan
Unismuh Makassar Pendidikan Sosiologi
Dr. H.Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Drs. H. Nursalam, M. Si
NBM. 858625 NBM. 951 829
ii
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul skripsi : Peningkatan Hasil Belajar Sosiologi Pokok Bahasan Kelompok Sosial (Beggar Community) melalui Metode Pembelajaran Cooperative Review Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
Nama : HARIATI
NIM : 10538 01744 10 Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, skripsi ini telah memenuhi persyaratan dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Skripsi FKIP Unismuh Makassar.
Makassar, Oktober 2014 Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Sulfasyah, M.A., Ph.d. Andi Adam, S.Pd., M.Pd Diketahui:
Dekan FKIP Ketua Jurusan
Unismuh Makassar Pendidikan Sosiologi
Dr. H. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum. Drs. H. Nursalam, M. Si.
NBM. 858625 NBM. 951 829
iii
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : Hariati
Stambuk : 10538 01744 10 Jurusan : Pendidkan Sosiologi Pembimbing : Sulfasyah, M.A., Ph.d
Dengan Judul : Peningkatan Hasil Belajar Sosiologi Pokok Bahasan Kelompok Sosial (Beggar Community) melalui Metode
Pembelajaran Cooperative Review pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
Konsultasi Pembimbing I
No Hari / Tanggal Uraian Perbaikan Tanda Tangan
Catatan:
Mahasiswa hanya dapat mengikuti ujian skripsi jika sudah konsultasi ke dosen pembimbing minimal 3 kali
Makassar, Oktober 2014 Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi
Dr. H. Nursalam, M. Si NBM. 951 829
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KARTU KONTROL BIMBINGAN SKRIPSI
Nama : Hariati
Stambuk : 10538 01744 10 Jurusan : Pendidkan Sosiologi Pembimbing : Andi Adam, S.Pd., M.Pd
Dengan Judul : Peningkatan Hasil Belajar Sosiologi Pokok Bahasan Kelompok Sosial (Beggar Community) melalui Metode
Pembelajaran Cooperative Review pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
Konsultasi Pembimbing II
No Hari /Tanggal Uraian Perbaikan Tanda Tangan
Catatan:
Mahasiswa hanya dapat mengikuti ujian skripsi jika sudah konsultasi ke dosen pembimbing minimal 3 kali
Makassar, Oktober 2014 Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi
Dr. H. Nursalam, M. Si NBM. 951 829
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : HARIATI
NIM : 10538 01744 10
Jurusan : Pendidikan Sosiologi Program Studi : Strata Satu (S1)
Judul skripsi : Peningkatan Hasil Belajar Sosiologi Pokok Bahasan Kelompok Sosial (Beggar Community) melaui Metode Pembelajaran Cooperative Review pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
Dengan menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya sendiri dan bukan hasil ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun. Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, Oktober 2014 Yang Membuat Pernyataan
Hariati
iv
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKSSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDIKAN
SURAT PERJANJIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : HARIATI
NIM : 10538 01744 10
Jurusan : Pendidikan Sosiologi
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)
2. Dalam penyusunan skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh pemimpin fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam penyusunan skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, Oktober 2014 Yang Membuat Pernyataan
Hariati Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi
Drs. H. Nursalam, M. Si NBM. 951 829
v
vii
kepada ayahanda dan ibunda tercinta sebagai rasa hormat dan baktiku,
terima kasih atas segala doa dan kasih sayang yang telah engkau berikan yang tak pernah ada hentinya.
Keluargaku tercinta yang selalu memberikan motivasi
Sahabat dan teman-temanku yang kubanggakan kupersembahkan karya ini sebagai semangat perjuangan.
Teman-teman angkatan 2010
Almamaterku tercinta.
vi
MOTTO
“ Berangkat dengan penuh keyakinan ,berjalan dengan penuh keikhlasan,istiqomah dalam menghadapi cobaan”
“Tujuan yang jelas akan membuat kemajuan walaupun melewati jalan yang sulit. Seseorang yang tanpa tujuan, tidak akan membuat kemajuan walaupun ia berada di jalan yang mulus”
“Tiada kemampuan dan kekuatan melainkan yang berasal dari Allah yang maha tinggi lagi maha agung”
“Beranilah bermimpi karena Tuhan akan memeluk mimpi-
mimpimu....!”
KATA PENGANTAR
Tiada ungkapan yang paling indah selain pujian kepada Allah swt, Tuhan semesta alam, yang karena atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Salawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk Nabiullah Muhammad saw, Sang revolusioner sejati, Nabi yang telah menghamparkan permadani-permadani keislaman dan menggulung tikar-tikar kejahiliaan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pergulatan ilmiah dan pergulatan religius, oleh karena itu ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada:
Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil pada ananda selama ini. Terima kasih atas kasih sayang, pengorbanan, keikhlasan dan doa restunya, sehingga memperlancar penyelesaian studi penulis. Sulfasyah, M.A., Ph.d. Pembimbing I dan Andi Adam, S.Pd., M.Pd.
Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis dalam penulisan skripsi ini. Dr. H. Irwan Akib, M.Pd., Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Dr. A. Sukri Syamsuri, M. Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang
ix
x
telah menyetujui dan menerima skripsi penulis dan Drs. H. Nursalam, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi yang telah memberikan arahan dan pelayanannya selama ini. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah mengajar dan mendidik mulai dari semester awal hingga penulis menyelesaikan studinya di Perguruan Tinggi ini. Saudaraku dan seluruh keluarga yang turut memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis selama menjalankan pendidikan dan seluruh teman-teman seperjuangan selama proses pengembaraan intelektual khususnya di kelas B jurusan Pendidikan Sosiologi angkatan 2010, yang selama ini telah memberikan semangat dan motivasi selama kuliah sampai selesai. Semoga kebersamaan yang kita bangun memberikan hikmah yang berguna bagi kita semua dalam mengarungi kehidupan ini dan semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.
Semoga bimbingan dan bantuan dapat berguna bagi kita semua dalam mengarungi hidup, dan semoga Allah swt. melimpahkan rahmatnya bagi kita semua.
Fastabikul khaerat, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Makassar, Oktober 2014
Penulis
Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dibimbing oleh Sulfasyah dan Andi Adam.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I sebanyak 4 kali pertemuan dan siklus II sebanyak 4 kali pertemuan. Setiap siklus masing-masing terdiri dari empat kegiatan yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene yang berjumlah 16 orang siswa pada tahun ajaran 2014/2015. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan memberikan tes hasil belajar sosiologi pada siswa disetiap akhir siklus, data tentang proses belajar mengajar diambil melalui lembar observasi terkait pelaksanaan tindakan selama pembelajaran berlangsung. Data yang terkumpul dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa, hal ini ditandai dengan meningkatnya skor rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 61,81 % dengan standar deviasi 11,07 dan meningkat pada siklus II skor rata-rata menjadi 82,68 % dengan standar deviasi 4,13 dengan skor maksimal 100. Hal ini di dukung terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa yaitu ditandai dengan meningkatnya kehadiran siswa, keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar baik dalam bentuk bertanya, menjawab pertanyaan maupun persentase di depan kelas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui metode pembelajaran cooperative review dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi pada pokok bahasan kelompok sosial (beggar community) siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
Kata kunci: kelompok sosial (beggar community). Metode pembelajaran cooperative review
viii
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
SURAT PERJANJIAN ... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Masalah Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka... 9
1. Hakikat Belajar Mengajar ... 9
2. Hakikat Pembelajaran Sosiologi ... 14
3. Kelompok Sosial ... 16
4. Fakta Sosial (Beggar Community) ... 28
5. Cooperative Learning ... 30
6. Metode Cooperative Review ... 37
xi
B. Kerangka Pikir ... 39
C. Hipotesis Tindakan ... 40
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41
B. Tempat dan Subjek Penelitian ... 41
C. Faktor-faktor yang Diteliti ... 42
D. Prosedur Penelitan ... 42
E. Teknik pengumpulan Data ... 45
F. Teknik Analisis Data ... 46
G. Indikator Keberhasilan... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 48
B. Pembahasan Penelitian ... 70
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 75
B. Saran ... 75
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR BAGAN
1. Bagan Kerangka Pikir ... 39 2. Bagan Prosedur Penelitian ... 42
xiv No Tabel
Tabel 1
Distribusi frekuensi skor 46
Tabel 2
Keaktifan Siswa Pada Siklus 1 52
Tabel 3
Statistik Skor Hasil Tes Siswa Pada Siklus I 53
Tabel 4 Distibusi Frekuensi dan Persentase Hasil Kemampuan Siswa Siklus I
54
Tabel 5 Keaktifan Siswa pada Siklus II 60
Tabel 6 Statistik Skor Hasil Tes Siswa Pada Siklus II 61
Tabel 7
Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Siklus II
62
Tabel 8
Deskripsi Ketuntasan Hasil Belajar Sosiologi Siswa XI SMA Tut Wuri Handayani Makassar
63
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yang meliputi: (1) Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Manusia berbudi pekerti luhur, (3) Manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) Manusia ynag memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) Manusia yang memilki kepribadian mantap dan mandiri, dan (6) Manusia yang memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Oleh karena itu pendidikan merupakan hal yang sangat penting dimana pendidikan itu berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk membangun masyarakat terdidik, masyarakat yang cerdas, maka mau tidak mau harus merubah paradigma dan sistem pendidikan. Formalitas dan legalitas tetap saja menjadi sesuatu yang penting, akan tetapi perlu diingat bahwa substansi juga bukan suatu yang bisa diabaikan hanya untuk mengajar tataran formal saja. Maka yang perlu dilakukan sekarang bukanlah menghapus formalitas yang telah berjalan melainkan menata kembali sistem pendidikan yang ada dengan paradigma baru yang lebih baik. Dengan paradigma baru, praktek pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik. Pembelajaran akan berfokus pada pengembangan kemampuan intelektual yang berlangsung secara sosial dan kultural, mendorong siswa membangun pemahaman dan pengetahuannya sendiri dalam konteks sosial, dan belajar dimulai dari pengetahuan awal dan perspektif budaya. Tugas belajar didesain menantang dan menarik untuk mencapai derajat berpikir tingkat tinggi.
Guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan.
dari dimensi tersebut, peranan guru sulit digantikan oleh yang lain (Supriadi:
1998). Karena dalam proses pembelajaran di kelas, guru tidak cukup hanya berbekal pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi perlu memperhatikan aspek-aspek pembelajaran secara holistik yang mendukung terwujudnya pengembangan potensi-potensi peserta didik.
3
Dalam mengembangkan pendidikan sebagai proses pemberdayaan anak didik, secara filsafat, harus berpijak pada fakta dan realita. Proses pendidikan melalui pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus memberikan kesempatan yang seluasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sense of interenst, sense of cuorisity, sense of reality, dan sense of discovery dalam mempelajari fakta untuk
mencari kebenaran (Sumaatmadja, 2002:49).
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III Pasal 3 bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berhadapan dengan sekelompok siswa yang memiliki latar belakang yang beraneka ragam. Perbedaan kepentingan seringkali terjadi sehingga perselisihan antar siswa tidak terhindarkan misalnya dalam pembentukan kelompok belajar, masing-masing siswa menginginkan teman kelompok sesuai keinginannya sendiri belum lagi materi yang dibagikan tiap kelompok masih harus dipilih-pilih dengan alasan tidak sesuai dengan karakter kelompok mereka dan ketika kondisi tersebut terjadi maka akan berpengaruh pada kurangnya kesadaran atau keinginan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan sebab teman kelompoknya tidak seperti keinginan siswa tersebut sehingga akan berdampak pada hasil belajar siswa rendah.
Pada dasarnya materi apapun yang akan diajarkan kepada siswa harus mengacu pada peningkatan kemampuan berpikir siswa, tentu hal ini seorang guru harus memberikan metode yang tepat.
Menurut Arief Sardiman, dkk (2005:14) berpendapat bahwa “dalam proses pembelajaran ada tiga pihak yang memegang peranan penting, yaitu guru, siswa, dan perangkat pembelajaran”. Agar penguasaan siswa terhadap materi pelajaran utamanya pembelajaran sosiologi dapat ditingkatkan, maka guru harus memiliki kewajiban untuk mengelola kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan berbagai faktor pendorong (motivasi) dalam pembelajaran, sebab guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran.
Berdasarkan data awal yang dikumpulkan pada SMA Negeri 1 Majene, terlihat bahwa hasil tes awal siswa pada bidang studi sosiologi masih tergolong rendah, nilai yang didapat dari evaluasi belum mencapai standar dari kriteria yang telah ditentukan yaitu nilai rata-rata 68 sedangkan nilai KKM di SMA Negeri 1 Majene yaitu 75. Hal ini disebabkan karena kurangnya minat siswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan oleh guru yaitu penggunaan metode satu arah yaitu metode ceramah, sehingga siswa hanya menjadi penerima dan pendengar penjelasan guru.
Dengan melihat kondisi yang ada di lingkungan SMA Negeri 1 Majene yang pada dasarnya tidak ada masalah dalam sarana belajar, keadaan siswa yang kurang antusias dalam mengikuti pelajaran Sosiologi maka perlu dicarikan solusi- solusi terutama metode-metode mengajar yang dapat meningkatkan aktifitas dan
5
hasil belajar siswa. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut yakni dengan menggunakan metode pembelajaran Cooperative Review.
Pemilihan pembelajaran Cooperative Review berdasarkan pertimbangan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran ini, maka siswa dituntut untuk berperan aktif memahami materi pelajaran, mencari informasi lain yang berkaitan dengan materi tersebut, berbagi pengetahuan dengan teman kelompok atau bertanggung jawab terhadap keberhasilan setiap anggota dalam kelompoknya, suasana kompetitif antar kelompok akan memotivasi siswa untuk menggali berbagai sumber agar pengetahuan yang dimiliki kelompoknya lebih kompleks dibanding kelompok lain, selain itu dapat menambah variasi model pembelajaran yang lebih menarik, mengesankan, meningkatkan hasil belajar dan berpikir secara sistematis dalam melaksanakan proses pembelajaran. Melalui metode pembelajaran Cooperative Review ini mudah diterapkan pada semua mata pelajaran khususnya sosiologi.
B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang terjadi dalam berlangsungnya proses belajar mengajar sosiologi adalah sebagai berikut:
a. Guru yakni dalam proses belajar mengajar kurang melibatkan siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari, sebab model yang dipakai hanya satu arah yaitu metode ceramah.
b. Siswa yakni kurang memperhatikan guru dalam menerangkan, dan kurangnya kesadaran dalam mengerjakan tugas-tugas.
c. Kurang kualitas pembelajaran sosiologi tidak hanya bersumber pada kurangnnya kemampuan belajar siswa, bisa jadi disebabkan oleh adanya kelemahan dari metode pembelajaran yang di gunakan oleh Guru
2. Alternatif Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah tentang rendahnya hasil belajar sosiologi pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene, penulis menerapkan metode pembelajaran Cooperative Review.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode pembelajaran cooperative review dapat meningkatkan hasil belajar sosiologi pokok bahasan kelompok sosial (beggar community) pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar sosiologi pokok bahasan kelompok sosial (beggar community) melalui metode pembelajaran cooperative review siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Majene.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini memberikan manfaat atau kontribusi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
7
a. Manfaat Teori
Manfaat teori penelitian adalah untuk meningkatkan wawasan, ilmu-ilmu pendidikan yang berhubungan dengan peningkatan potensi belajar siswa dan peran serta siswa dalam proses belajarnya.
b. Manfaat Praktis 1. Bagi guru
Hasil penelitian ini semoga dapat memberikan wawasan aktual tentang model pembelajaran yang dapat mendorong terciptanya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Di samping itu hasil penelitian diharapkan akan memberikan pencerahan bagi guru tentang cara pandang konsep siswa sebagai subjek belajar serta dapat mengenal diri siswa secara menyeluruh sehingga dapat mengembangkan kecerdasan yang dimiliki siswa, sebagai modal untuk memperoleh dan mengembangkan kecakapan hidupnya. Selain itu, juga diharapkan akan membangun hubungan harmonis antar siswa semakin positif dalam interaksi belajar maupun Sosial.
2. Bagi siswa
Kegiatan dan hasil penelitian ini diharapkan akan mendorong kegairahan dalam mempelajari sosiologi, yang sedikit demi sedikit siswa akan melenyapkan pemikiran bahwa pelajaran sosiologi adalah pelajaran yang rumit, sulit, dan membosankan.
3. Bagi Sekolah
Menambah wawasan pengetahuan dengan pelaksanaan model pembelajaran ini, kemudian dapat dijadikan suatu kebijakan sekolah untuk menerapkan model
ini pada bidang studi lainnya, serta akan meningkatkan kualitas pembelajaran Sosiologi setiap kelas lainnya.
4. Bagi Peneliti
Dapat memberikan bekal, wawasan dan pengalaman bagi peneliti sebagai calon guru yang siap melaksanakan tugas lapangan serta mengetahui keefektifan dari metode pembelajaran Cooperative Review.
5. Bagi Pembaca
Dapat memperoleh pengetahuan dan informasi yang lebih tentang dunia pendidikan sehingga dalam memasuki kehidupan bermasyarakat memiliki kepribadian sebagai warga yang bertanggung jawab.
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1. Hakikat Belajar Mengajar a. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru. Secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Burton dalam (Aunurrahman, 2010:35) sebuah buku “The Guidance of learning Avtivities”,
“Merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.
Menurut H.C.Witherington dalam (Aunurrahman, 2010:35) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.
James O. Whittaker dalam (Aunurrahman, 2010:35) mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Menurut Abadillah dalam (Aunurrahman, 2010:35) belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kongnitif, afektif, psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu.
Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar adalah sebagai berikut:
1) Gagne
Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiah.
2) Harold Spears
Bahwa belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu.
3) Travers
Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.
4) Cronbach
Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.
5) Morgan
Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Belajar merupakan alat untuk mencapai tujuan pengajaran, dari beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa dalam belajar terdapat proses.
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effects, yang biasa terbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sementara, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effects. Bentuknya berupa,
11
kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan lain sebagainya.
Kebutuhan seseorang selalu berubah-ubah. Sesuatu yang menarik dan dibutuhkan untuk saat sekarang belum tentu menarik dan dibutuhkan untuk saat yang lain. Itulah sebabnya tujuan belajar sebagai sesuatu yang dinamis, yang kadang-kadang lemah dan kadang-kadang juga kuat (Sanjaya, 2008:250-251).
c. Hasil Belajar
Dalam mengajar, kita selalu mengetahui tujuan yang harus kita capai dalam mengajarkan suatu pokok bahasan. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (dalam Suprijono, 2010:6) hasil belajar berupa:
1. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
3. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
4. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek terrsebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ditinjau dari berbagai aspek beraneka ragam menurut Sumadi Suryabrata (dalam Elfiani, 2010:39) Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari individu sebagai pendidik maupun sebagai anak didik. Keduanya merupakan unsur yang tak terpisahkan dalam kegiatan individu.
a. Aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang memadai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat siswa dalam mengikuti pelajaran.
b. Aspek psikologi (yang bersifat rohaniah)
Faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:
1) Intelegensi
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang cepat.
13
2) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksikan merespon (respon tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
3) Bakat
Secara umum bakat (attitude) adalah kemampuan potensi yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
- Minat Siswa
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
- Motivasi siswa
Motivasi adalah keadaan internal organisme baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
2. Faktor Ekstern
Yang tergolong faktor ekstern adalah:
a. Lingkungan sosial yang terdiri atas: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat dan kelompok.
b. Lingkungan non sosial yang terdiri atas: lingkungan sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar.
2. Hakikat Pembelajaran Sosiologi a. Pengertian Sosiologi
Jika kita tinjau dari segi etimologis, istilah sosiologi berasal dari bahasa latin, yaitu socius yang berarti “teman” atau “kawan”. Karena manusia hidup tidak mempunyai satu kawan saja, hubungan antar kawan dapat diartikan pul sebagai
“pergaulan hidup”. Adapun, logos yang berasal dari bahasa yunani berarti “kata”
atau “berbicara”.
Jadi, secara harfiah sosiologi berarti membicarakan atau memperbincangkan pergaulan hidup manusia. Pengertian tersebut ahkirnya diperluas menjadi ilmu pengetahuan yang membahas serta mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat.
Banyak para ahli memberikan definisi sosiologi sesuai sudut pandangnya.
Ahli-ahli sosiologi tersebut, antara lain sebagai berikut:
1. Auguste Comte dalam Soerjono Soekanto (2010:30)
Ia menyatakan bahwa sosiologi merupakan studi positif tentang hukum- hukum dasar dari gejala sosial yang di dalamnya dibedakan menjadi sosiologi statis dan sosiologi dinamis.
2. Roucek dan Warren (1962:3)
Mereka mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok.
3. J.A.A.van Doorn dan C.J.Lammers (1964: 24)
Mereka berpendapat bahwa sosiologi adalah pengetahuan tentang struktur- struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
15
b. Objek Kajian Sosiologi
Sebagaimana halnya ilmu-ilmu sosial lain, objek kajian sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat. Dengan demikian sosiologi pada dasarnya mempelajari masyarakat dan perilaku sosial manusia dengan meneliti kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, komunitas dan pemerintahan, berbagai organisasi sosial, organisasi agama, organisasi politik, keluarga, bisnis, serta organisasi lainnya.
Manusia senantiasa mempunyai naluri yang kuat untuk hidup bersama-sama dengan sesamanya. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Sejak lahir manusia sudah mempunyai naluri untuk hidup berkawan seperti ia disebut sosial animal. Sebagai sosial animal manusia mempunyai naluri disebut gregrariusness.
Maka hubungan antar manusia dengan sesamanya, agaknya yang penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat danya hubungan tadi.
c. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Sosiologi
Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Mata pelajaran sosiologi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai dengan terciptanya integrasi sosial
2. Memahami berbagai peran sosial dalam kehidupan bermasyarakat
3. Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Dapat mengetahui dan memahami berbagai situasi dan masalah – masalah sosial budaya yang ditemui dalam kehidupan.
5. Dapat lebih tanggap, kritis, dan rasional menghadapi gejala – gejala sosial masyarakat yang semakin kompleks.
3. Kelompok Sosial
Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama.
Menurut Josep S Roucek dan Roland S Warren kelompok sosial adalah suatu kelompok yang meliputi dua atau lebih manusia, yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.
1. Proses Terbentuknya Kelompok Sosial
Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu:
1. Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya 2. Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya
17
2. Syarat Terbentuknya Kelompok Sosial
Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama dan saling berinteraksi.
Untuk itu, setiap himpunan manusia agar dapat dikatakan sebagai kelompok sosial, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada kesamaan faktor yang dimiliki anggota-anggota kelompok itu sehingga hubungan antara mereka bartambah erat. Faktor-faktor kesamaan tersebut, antara lain
o Persamaan nasib
o Persamaan kepentingan
o Persamaan tujuan
o Persamaan ideologi politik
o Persamaan musuh
3. Kelompok sosial ini berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
4. Kelompok sosial ini bersistem dan berproses.
3. Macam-Macam Kelompok Sosial 1. Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Berdasarkan besar kecilnya anggota kelompok
Menurut George Simmel, besar kecilnya jumlah anggota kelompok akan memengaruhi kelompok dan pola interaksi sosial dalam kelompok tersebut.
Dalam penelitiannya, Simmel memulai dari satu orang sebagai perhatian hubungan sosial yang dinamakan monad. Kemudian monad dikembangkan menjadi dua orang atau diad, dan tiga orang atau triad, dan kelompok-kelompok kecil lainnya. Hasilnya semakin banyak jumlah anggota kelompoknya, pola interaksinya juga berbeda.
b. Berdasarkan derajat interaksi dalam kelompok
Derajat interaksi ini juga dapat dilihat pada beberapa kelompok sosial yang berbeda. Kelompok sosial seperti keluarga, rukun tetangga, masyarakat desa, akan mempunyai kelompok yang anggotanya saling mengenal dengan baik (face- to-face groupings).
c. Berdasarkan kepentingan dan wilayah
Sebuah masyarakat setempat (community) merupakan suatu kelompok sosial atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Sedangkan asosiasi (association) adalah sebuah kelompok sosial yang dibentuk untuk memenuhi kepentingan tertentu.
d. Berdasarkan kelangsungan kepentingan
Adanya kepentingan bersama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya sebuah kelompok sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakan kelompok yang keberadaannya hanya sebentar karena kepentingannya
19
juga tidak berlangsung lama. Namun, sebuah asosiasi mempunyai kepentingan yang tetap.
e. Berdasarkan derajat organisasi
Kelompok sosial terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang terorganisasi dengan rapi seperti negara, TNI, perusahaan dan sebagainya. Namun, ada kelompok sosial yang hampir tidak terorganisasi dengan baik, seperti kerumunan.
Secara umum tipe-tipe kelompok sosial adalah sebagai berikut:
1. Kategori statistik, yaitu pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, misalnya kelompok umur.
2. Kategori sosial, yaitu kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki bersama, misalnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia).
3. Kelompok sosial, misalnya keluarga batih (nuclear family)
4. Kelompok tidak teratur, yaitu perkumpulan orang-orang di suatu tempat pada waktu yang sama karena adanya pusat perhatian yang sama.
Misalnya, orang yang sedang menonton sepak bola.
5. Organisasi Formal, yaitu kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu, misalnya perusahaan.
2. Kelompok Sosial dipandang dari Sudut Individu
Pada masyarakat yang kompleks, biasanya setiap manusia tidak hanya mempunyai satu kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya. Namun, ia juga menjadi anggota beberapa kelompok sosial sekaligus. Terbentuknya kelompok- kelompok sosial ini biasanya didasari oleh kekerabatan, usia, jenis kelamin,
pekerjaan atau kedudukan. Namun yang perlu digaris bawahi adalah sifat keanggotaan suatu kelompok tidak selalu bersifat sukarela, tapi ada juga yang sifatnya paksaan. Misalnya, selain sebagai anggota kelompok di tempatnya bekerja, Pak Tomo juga anggota masyarakat, anggota perkumpulan bulu tangkis, anggota Ikatan Advokat Indonesia, anggota keluarga, anggota Paguyuban masyarakat Jawa dan sebagainya.
3. In-Group dan Out-Group
Sebagai seorang individu, kita sering merasa bahwa aku termasuk dalam bagian kelompok keluargaku, margaku, profesiku, rasku, almamaterku, dan negaraku. Semua kelompok tersebut berakhiran dengan kepunyaan “ku”. Itulah yang dinamakan kelompok sendiri (In group) karena aku termasuk di dalamnya.
Banyak kelompok lain dimana aku tidak termasuk keluarga, ras, suku bangsa, pekerjaan, agama dan kelompok bermain. Semua itu merupakan kelompok luar (out group) karena aku berada di luarnya.
In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun
kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Jika ada dua orang yang saling tidak kenal berjumpa maka hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari hubungan antara keduanya. Jika mereka dapat menemukan adanya hubungan keluarga maka keduanya pun akan bersahabat karena keduanya merupakan anggota dari kelompok yang sama. Namun, jika mereka tidak dapat menemukan adanya kesamaan hubungan antaa keluarga maka mereka adalah musuh sehingga merekapun bereaksi.
21
Pada masyarakat modern, setiap orang mempunyai banyak kelompok sehingga mungkin saja saling tumpang tindih dengan kelompok luarnya. Siswa lama selalu memperlakukan siswa baru sebagai kelompok luar, tetapi ketika berada di dalam gedung olahraga mereka pun bersatu untuk mendukung tim sekolah kesayangannya.
4. Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer adalah kelompok- kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota- anggotanya serta kerja sama yang erat yang bersifat pribadi. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam kelompok primer berisfat informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total yang mencakup berbagai aspek pengalaman hidup seseorang.
Di dalam kelompok primer, seperti: keluarga, klan, atau sejumlah sahabat, hubungan sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok saling tertarik satu sama lainnya sebagai suatu pribadi.
Di sisi lain, kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri atas banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tida perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng. Dalam kelompok sekunder, hubungan sosial bersifat formal, impersonal dan segmental (terpisah), serta didasarkan pada manfaat (utilitarian). Seseorang tidak berhubungan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi sebagai seseorang
yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Kualitas pribadi tidak begitu penting, tetapi cara kerjanya.
5. Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies. Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama, di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya. Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:
1. Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra 2. Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi
3. Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di luar “kita”.
Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe paguyuban berikut:
1. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.
23
2. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong. Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.
3. Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama. Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.
Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis seperti sebuah mesin. Bentuk gesellschaft terutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik.
Ciri-ciri hubungan paguyuban dengan patembayan dapat diketahui dari tabel berikut:
Paguyuban Patembayan
Personal Informal Tradisional Sentimental
Umum
Impersonal Formal, kontraktul
Utilitarian Realistis, “ketat”
Khusus
6. Formal Group dan Informal Group
Menurut Soerjono Soekanto, formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesamanya.
Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif.
Misalnya, sekolah terdiri atas beberapa bagian, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid, bagian tata usaha dan lingkungan sekitarnya. Menurut Max Weber, organisasi yang didirikan secara birokrasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas jabatan.
2. Posisi dalam organisasi terdiri atas hierarki struktur wewenang.
3. Suatu sistem peraturan memengaruhi keputusan dan pelaksanaannya.
4. Unsur staf yang merupakan pejabat, bertugas memelihara organisasi dan khususnya keteraturan organisasi.
5. Para pejabat berharap agar hubungan atasan dengan bawahan dan pihak lain bersifat orientasi impersonal.
6. Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.
Sedangkan pengertian informal group adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali. Misalnya klik (clique), yaitu suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering timbul dalam kelompok-kelompok besar. Klik tersebut ditandai dengan adanya
25
pertemuan-pertemuan timbal balik antaranggota yang biasanya hanya “antara kita” saja.
7. Membership Group dan Reference Group
Mengutip pendapat Robert K Merton, bahwa membership group adalah suatu kelompok sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas fisik yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak. Situasi yang tidak tepat akan memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota tidak begitu sering berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum keluar dari kelompok itu.
Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang
(bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain, seseorang yang bukan anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi persyaratan untuk memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku layaknya seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.
8. Kelompok Okupasional dan Volunteer
Pada awalnya suatu masyarakat, menurut Soerjono Soekanto, dapat melakukan berbagai pekerjaan sekaligus. Artinya, di dalam masyarakat tersebut belum ada pembagian kerja yang jelas. Akan tetapi, sejalan dengan kemajuan peradaban manusia, sistem pembagian kerja pun berubah. Salah satu bentuknya adalah masyarakat itu sudah berkembang menjadi suatu masyarakat yang
heterogen. Setelah kelompok kekerabatan yang semakin pudar fungsinya, muncul kelompok okupasional yang merupakan kelompok terdiri atas orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, hampir tidak ada masyarakat yang tertutup dari dunia luar sehingga ruang jangkauan suatu masyarakatpun semakin luas. Akhirnya tidak semua kepentingan individual warga masyarakat dapat dipenuhi. Akibatnya dari tidak terpenuhinya kepentingan- kepentingan masyarakat secara keseluruhan, muncullah kelompok volunteer.
Kelompok ini mencakup orang-orang yang mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat yang semakin luas jangkauannya tadi.
Dengan demikian, kelompok volunteer dapat memenuhi kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara luas.
Beberapa kepentingan itu antara lain:
- Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan - Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda - Kebutuhan akan harga diri
- Kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri - Kebutuhan akan kasih sayang
9. Kelompok Sosial yang Tidak Teratur 1. Kerumunan (Crowd)
Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan
27
adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).
Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:
a. Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:
1) Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences), merupakan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan tujuan yang sama.
Misalnya, menonton film, mengikuti kampanye politik dan sebagainya.
2) Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, akan tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut.
b. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd) Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1) Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations). Misalnya, orang yang sedang antri tiket, orang-orang yang
menunggu kereta.
2) Kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds), yaitu orang-orang yang bersama-sama berusaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya. Misalnya, ada kebakaran dan gempa bumi.
3) Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang terjadi karena ingin melihat kejadian tertentu. Misalnya, ingin melihat korban lalu lintas.
4. Beggar Community
Beggar Community (komunitas pengemis) adalah suatu kumpulan orang-
orang yang membutuhkan uang, makanan, dan tempat tinggal atau hal lain dari orang yang mereka temui.
1. komunitas menurut Mayo (1994:71) mempunyai tiga tingkatan, ia menggunakan pembagian dari Gulbenkian Report pada 1969 untuk mendukung argumennya. The gulbenkian Foundation (1970:30-34) mengidentifikasikan tiga tingkatan Community Work (intervensi komunitas) yang menggambarkan cakupan komunitas yang berbeda di mana intervensi komunitas dapat diterapkan:
- Grassroot ataupun neighbourhood work (Pelaku perubahan melakukan intervensi terhadap kelompok masyarakat yang berada di daerah tersebut, misalnya dalam suatu kelurahan ataupun rukun tetangga).
- Local agency dan inter-agency work (Pelaku perubahan melakukan intervensi terhadap organisasi paying di tingkat lokal, provinsi ataupun di tingkat yang lebih luas, bersama jajaran pemerintahan yang terkait serta organisasi nonpemerintah yang berminat terhadap hal tersebut).
- Regional dan national community planning work (misalnya, pelaku perubahan melakukan intervensi pada isu yang terkait dengan
29
pembangunan ekonomi, ataupun isu mengenai perencanaan lingkungan yang mempunyai cakupan lebih luas dari bahasan di tingkat lokal).
2. Di samping pengertian tentang komunitas yang mengacu pada Gulbenkian Report, pengertian komunitas juga dapat mengacu pada pengertian komunitas
lokal, seperti apa yang dikemukakan oleh Kenneth Wilkinson (1991) dalam Green dan Haines (2002:4), dimana mereka melihat komunitas sekurang- kurangnya mempunyai tiga unsure dasar, yaitu:
1) Adanya batasan wilayah atau tempat (territory or place)
2) Merupakan suatu “organisasi sosial” atau institusi sosial yang menyediakan kesempatan untuk para warganya agar dapat melakukan interaksi antar warga secara regular
3) Interaksi sosial yang dilakukan terjadi karena minat ataupun kepentingan yang sama (common interest).
Meningkatnya jumlah pengemis di kota-kota menjelang hari raya menjadi fenomena yang tidak terhindarkan setiap tahun. Mereka tidak saja secara individual, akan tetapi mereka sudah merupakan komunitas yang terorganisir, yang tidak jarang berasal dari satu daerah. Meskipun kadang ada terlihat pengemis seorang diri sebenarnya merupakan bagian dari suatu komunitas pengemis, dimana mereka mempunyai aturan main yang disepakati berdasarkan hasil konsensus dan konflik dalam komunitas mereka.
Upaya pemberdayaan pada komunitas ini kurang tepat bila dengan menggunakan pendekatan charity (amal), dimana pelaku perubahan (change
agent) lebih melihat anak pengemis ini sebagai individu yang dilepaskan dari
komunitasnya.
Oleh karena itu, pengaruh komunitas mereka sangat memengaruhi pola pemikiran dan gaya bertindak. Misalnya, mengenai keluarga pengemis, jelas terlihat pengaruh dari orang tua (yang belum tentu juga merupakan orang tua kandung mereka) terhadap pola perilaku dari anak tersebut. Kapan mereka bisa bersantai dan kapan mereka harus beraksi menarik simpati orang-orang yang lewat di depan mereka sehingga upaya pemberdayaan yang cenderung tidak melihat mereka sebagai suatu komunitas dan bersifat charity, seolah-olah hanya mempersubur eksistensi mereka.
5. Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) a. Pengertian Cooperative Learning
Kooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid Hasan dalam Solihatin, 2008:4). Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson dan Hamid Hasan dalam Solihatin, 2008:4).
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin dalam (Solihatin, 2008:4) mengatakan bahwa:
“Kooperatif learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompoknya yang besifat heterogen”.
31
Pada dasarnya kooperatif learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua atau lebih keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Kooperatif learning lebih dari sekadar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena belajar dalam model kooperatif learning harus ada “struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif” sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anggota kelompok (Slavin dalam Solihatin, 2008:4).
Stahl dalam (Solihatin, 2008:5) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar dalam kehidupan masyarakat, yaitu “gettingbetter together”, atau “raihlah yang lebih baik secara bersama-sama”
(Slavin dalam Solihatin, 2008:5).
Model pembelajaran kooperatif learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Model belajar kooperatif learning mendorong peningkatan kemampuan peserta didik dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena
peserta didik dapat bekerja sama dengan peserta didik yang lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi.
b. Konsep Dasar Kooperatif Learning
Dalam menggunakan model belajar kooperatif learning di dalam kelas, ada beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan dan diupayakan oleh dosen. Dosen dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memerhatikan beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam penggunaan kooperatif learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut menurut ( Stahl dalam Solihatin, 2008: ) meliputi sebagai berikut:
1) Perumusan Tujuan Belajar Siswa Harus Jelas
Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan spesifik. Tujuan tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya.
Perumusan tujuan harus disesuaikan dengan dengan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Apakah kegiatan belajar siswa ditekankan pada pemahaman materi pelajaran, sikap, dan proses dalam bekerja sama, ataukah keterampilan tertentu.
Tujuan harus dirumuskan dalam bahasa dan konteks kalimat yang mudah dimengerti oleh siswa secara keseluruhan.
2) Penerimaan yang Menyeluruh oleh Siswa Tentang Tujuan Belajar
Guru hendaknya mampu mengkondisikan kelas agar siswa menerima tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas. Oleh
33
karena itu, siswa dikondisikan untuk mengetahui dan menerima dirinya untuk bekerja sama dalam mempelajari seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang telah ditetapkan untuk dipelajari.
3) Interaksi yang Bersifat Terbuka
Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Suasana belajar seperti itu akan membantu menumbuhkan sikap ketergantungan yang positif dan keterbukaan di kalangan siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Mereka akan saling memberi dan menerima masukan, ide, saran, dan kritik dari temannya secara positif dan terbuka.
4) Tanggung Jawab Individu
Salah satu dasar penggunaan kooperatif learning dalam pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin dicapai secara lebih baik apabila dilakukan dengan bersama-sama. Oleh karena itu, keberhasilan belajar dalam model belajar strategi ini dipengaruhi oleh kemampuan individu siswa dalam menerima dan memberi apa yang telah dipelajarinya di antara siswa lainnya. Sehingga secara individual siswa mempunyai dua tanggung jawab, yaitu mengerjakan dan memahami materi atau tugas bagi keberhasilan dirinya dan juga bagi keberhasilan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5) Kelompok Bersifat Heterogen
Dalam Pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus bersifat heterogen sehingga interaksi kerja sama yang terjadi merupakan
akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda. Dalam suasana belajar seperti itu akan tumbuh dan berkembang nilai, sikap, moral, dan perilaku siswa.
Kondisi ini merupakan media yang sangat baik bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan dan melatih keterampilan dirinya dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis.
6) Tindak Lanjut (Follow Up)
Setelah masing-masing kelompok belajar menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya, termaksud juga: (a) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan, (b) bagaimana mereka membantu anggota kelompoknya dalam mengerti dan memahami materi dan masalah yang dibahas, (c) begaimana sikap dan perilaku mereka dalam interaksi kelompok belajar bagi keberhasilan kelompoknya, dan (d) apa yang mereka butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan kelompok belajarnya di kemudian hari. Oleh karena itu, guru harus mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil pekerjaan siswa tersebut bekerja. Dalam hal ini, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan saran, baik kepada siswa lainnya maupun kepada guru dalam rangka perbaikan belajar dari hasilnya dikemudian hari.
7) Kepuasan dalam Belajar
Setiap siswa dan kelompok harus memperoleh waktu yang cukup untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilannya.
Apabila siswa tidak memperoleh waktu yang cukup dalam belajar, maka keuntungan akademis dari penggunaan kooperatif learning akan sangat terbatas (
35
Stahl dalam Solihatin, 2008:9 ). Perolehan belajar siswa pun sangat terbatas sehingga guru hendaknya mampu merancang dan mengalokasikan waktu yang memadai dalam mengunakan model ini dalam pembelajarannya.
c. Keunggulan Dan Kelemahan Cooperative Learning
1) Keunggulan Cooperative Learning (Winasanjaya 2009:249) sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:
- Melalui pembelajaran Cooperative Learning siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi akan dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
- Pembelajaran Cooperative Learning dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide-ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
- Pembelajaran Cooperative Learning dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
- Pembelajaran Cooperative Learning dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
- Pembelajaran Cooperative Learning merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termaksud mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.
- Melalui pembelajaran Cooperative Learning dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, serta umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
2) Kelemahan Cooperative Learning antara lain:
- Untuk mengerti dan memahami filosofis pembelajaran Cooperative Learning memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita
mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat Cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan. Contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan seperti ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.
- Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran Cooperative Learning didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
- Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui pembelajaran
37
Cooperative Learning selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga
harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam pembelajaran Cooperative Learning memang bukan pekerjaan yang mudah.
6. Metode Cooperative Review
Metode pembelajaran Cooperative Review adalah suatu strategi tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kolompoknya, Tujuan pembelajaran Cooperative Review mendorong seluruh siswa untuk berperang aktif dalam pembelajaran dan mengembangkan kemampuan komunikasi baik antara guru dengan kelompok atau antara kelompok yang ada.
Menurut Miftahul Huda (2011:131) langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran Cooperative Review sebagai berikut:
1. Siswa ditempatkan dalam kelompok –kelompok yang kecil .
2. Siswa diminta untuk saling mengajukan pertanyaan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
3. Pertanyaan yang akan diajukan berupa pertanyaan reviu (Review Questions) yakni pertanyaan yang mencerminkan poin-poin utama dari materi pelajaran 4. Siswa diminta untuk menuliskan pertanyaan –pertanyaan itu, lalu mengajukan
lagi ke kelompok yang lain
5. Baik kelompok yang mengajukan pertanyaan maupun kelompok yang mampu menjawab pertasnyaan tersebut akan mendapatkan poin khusus. Begitu pula kelompok yang lain yang mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan tambahan informasi baru juga akan mendapat poin istimewa.