• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN PEREMPUAN (Kasus: Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN PEREMPUAN (Kasus: Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN PEREMPUAN

(Kasus: Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh:

Fitri Gayatri A14204020

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

FITRI GAYATRI. FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN GENDER DALAM BIDANG PENDIDIKAN (Kasus: Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Di bawah Bimbingan WINATI WIGNA.

Pada era globalisasi ini, pendidikan sudah merupakan kebutuhan untuk semua orang, tidak terlepas laki-laki atau perempuan. Pendidikan suatu bangsa merupakan faktor penunjang pembangunan bangsa. pendidikan merupakan sektor kunci pembangunan, terutama pembangunan sumberdaya manusia. Pendidikan dapat dikatakan berhasil, salah satunya dengan meningkatnya aksesibilitas berdasarkan gender, artinya perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.

Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai angka ketimpangan gender yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya perbedaan jumlah siswa laki-laki dan perempuan berdasarkan jenis kelamin dari tngkat SMP ke tingkat SMA. Pada tingkat SMP, perbedaan jumlah siswa laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh, siswa perempuan dan laki-laki hampir berjumlah sama rata. Di tingkat SMA, kesenjangan pendidikan mulai terasa. Dalam hampir setiap tahunnya, siswa perempuan selalu jauh lebih sedikit daripada siswa laki-laki.

Ketimpangan gender yang terjadi di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor tersebut merupakan akibat dari kuatnya isu gender yang membudaya di Kacamatan Cariu. Kurangnya kepekaan terhadap isu gender di Kecamatan Cariu mengakibatkan rendahnya persepsi orang tua dan anak terhadap pendidikan perempuan. Anggapan bahwa pendidikan lebih pantas untuk anak laki-laki

(3)

daripada untk anak perempuan. Anak perempuan tidak perluj disekolahkan karena anak perempuan tdak disiapkan untuk menjadi pemimpin di dalam keluargaya kelak.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang mengkibatkan terjadinya ketimpangan dalam pendidikan perempuan, dan dampak yang ditimbulkan dari ketimpangan tersebut terhadap kehidupan perempuan. Faktor- faktor yang mempengaruhi ketimpangan gender dalam pendidikan adalah persepsi orang tua dan anak terhadap pendidikan perempuan, dan pengambilan keputusan mengenai pendidikan perempuan.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner, serta didukung dengan metode kualitatif yang dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview). Responden dalam penelitian ini terdiri dari orang tua dan anak yang dipilih secara acak. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini sebanyak 30 orang responden, masing-masing orang tua dan anak. Data yang didapat dari penelitian ini diolah dengan menggunakan uji frekuensi dan tabulasi silang untuk melihat hubungan antar variabel.

Persepsi orang tua dan anak terhadap pendidikan perempuan dipengaruhi oleh berbagai karakteristik yang menempel pada diri orang tua dan anak, termasuk di dalamnya kepekaan terhadap isu-isu gender. Persepsi orang tua yang negatif terhadap pendidikan perempuan akan menyebabkan ketimpangan gender dalam pendidikan, begitu pula dengan persepsi anak terhadap pendidikan yang rendah akan mengakibatkan ketimpangan gender dalam pendidikan. Pengambilan keputusan dipengaruhi oleh persepsi orang tua terhadap pendidikan anak

(4)

perempuan dan persepsi anak terhadap pendidikan perempuan. Pengambilan keputusan yang tidak melibatkan anak perempuan dalam pengambilan keputusannya juga akan mengakibatkan ketimpangan gender dalam pendidikan.

Persepsi orang tua dan anak yang tinggi akan mengarah pada pengambilan keputusan yang melibatkan anak perempuan di dalamnya.

Ketimpangan gender akan membawa pada dampak negatif terhadap kehidupan individu perempuan, baik kahidupan individu mereka sendiri, kehidupan perempuan dalam keluarga, dan kehidupan perempuan dalam masyarakat. Dampak negatif yang dirasakan dalam kehidupan individu perempuan itu sendiri akan mengarah pada ketidakmampuan perempuan untuk hidup bertumpu pada kakinya sendiri, perempuan pada akhirnya hanya akan menjadi orang yang selalu tergantung pada orang lain. Ketimpangan gender yang terjadi pada diri individu perempuan dalam keluarga berupa pembentukan keluarga perempuan, baik yang sudah terealisasikan, maupun pembentukan keluarga yang masih berupa persepsi, bagi mereka yang belum menikah.

(5)

FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN PEREMPUAN

(Kasus: Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh:

Fitri Gayatri (A14204020)

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian Pada

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Fitri Gayatri Nomor Pokok : A14204020

Judul : FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN PEREMPUAN

(Kasus: Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dra. Winati Wigna, MDS NIP. 131 284 835

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL FAKTOR DAN DAMPAK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN PEREMPUAN (KASUS: KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR) INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG JAWABKAN PERNYATAN INI.

Bogor, Juni 2008

Fitri Gayatri

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul : FAKTOR DAN DAMPAK KESENJANGAN GENDER DALAM BIDANG PENDIDIKAN (KASUS:

KECAMATAN CARIU, KABUPATEN BOGOR).

Kegiatan skripsi ini berupa penelitian yang menelaah aspek yang mempengaruhi dan menajadi dampak dari ketimpangan gender dalam pendidikan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Melalui skripsi ini, memungkinkan penulis mengenal, mempelajari, dan menganalisis permasalahan nyata di lapangan.

Demikianlah skripsi ini disusun dengan suatu tema tulisan yang dipandang cukup relevan untuk ditelaah lebih lanjut saat ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan Skripsi ini merupakan hasil dukungan dari berbagi pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas segala limpahan kebaikan, kasih sayang, dan ridho-Nya.

2. Ibu Winati Wigna, selaku pembimbing studi pustaka atas dukungan, arahan, dan bimbingannya.

3. Ibu Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS sebagai dosen penguji utama.

4. Ibu Ratri Virianita, S.sos, Msi sebagai dosen penguji perwakilan dari komisi pendidikan Departemen KPM.

5. Warga Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor atas kerjasamanya untuk menjadi responden dari penelitian ini.

6. Mama Bapa, terimakasih atas segala limpahan kasih sayang sepanjang masa kepada penulis, .

7. Teteh, terimakasih atas segala dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Blocnoot Crew, Adisty, Vanessa, Momon, Yuddi terimakasih atas segala bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini, also for all the silliness we ve done that really lighten up each day of mine.

9. Icha, teman seperjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga Besar H. M. Mesrie, atas semua doa dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

11. Keluarga Jamika, terimakasih atas doa dan semua dukungannya.

(10)

12. Seluruh trainer IGTC, Ms. Susi, Mr. Ochan, Ms. Wida, terimakasih atas semua dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dan semua izin untuk meninggalkan training.

13. MMQ11erz of IGTC, the merchandisers to be, Harlan, Andi, Senja, Tantan, Billi, Aji, Eni, Manda, Bayu, Ryo, Willy, Zia.

14. Mr. Andhika Yudha Perkasa, terimakasih atas perhatian, doa, kebersamaan, dan dukungannya kepada penulis.

15. Sahabat: Novi, Inna, Erin, thanx for the priceless friendship ever!!

16. Tendy, Gerry, PA, Ajo, Alit, Rengga, teman-teman masa kecil, terimakasih atas segala semangat dan doa yang telah kalian berikan.

17. Rekan-rekan KPMers 41 & nci sushane, atas kebersamaannya, sukses selalu!!

18. Semua pihak, keluarga dan teman, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis, baik langsung maupun tidak langsung.

Semoga semua bantuan, dukungan, nasehat dan doa yang telah kalian berikan mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Amin.

(11)

DAFTAR ISI Hal

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 4

1.3. Tujuan ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1.Tinjauan Teoritis ... 6

2.1.1. Gender ... 6

2.1.1.1. Manifestasi Ketidakadilan Gender ... 7

2.1.2. Persepsi ... 9

2.1.3. Pendidikan ... 11

2.1.3.1 Pengertian Pendidikan ... 11

2.1.3.2. Peranan Keluarga dalam Pendidikan ... 13

2.1.3.3. Faktor yang Menpengaruhi Persepsi Terhadap Pendidikan ... 14

2.1.3.4. Dampak Pendidikan Terhadap Kehidupan Sosial Budaya ... 15

2.1.4. Data Umum Pendidikan Provinsi Jawa Barat ... 16

2.2. Kerangka Pemikiran ... 19

2.3. Hipotesis Penelitian ... 23

2.4. Definisi Operasional ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian ... 27

3.2. Metode Penelitian ... 27

3.3. Metode Penentuan Responden... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 29

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 30

4.1.Kondisi Geografis ... 30

4.2. Administrasi Kewilayahan ... 30

(12)

4.3. Kondisi Demografi... 31

4.4 Kondisi Sosial Budaya ... 32

4.5. Kondisi Kesejahteraan Sosial ... 32

4.5.1. Kondisi Sosial Pendidikan ... 33

4.5.2. Kondisi Sosial Ekonomi ... 34

4.6. Kondisi Sarana Prasarana Wilayah ... 35

4.6.1 Kondisi Sarana Prasarana Pendidikan ... 35

4.6.2. Kondisi Sarana Prasarana Perekonomian ... 35

4.6.3. Kondisi Infrastruktur Wilayah ... 35

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 36

5.1. Usia ... 36

5.2. Jenis Kelamin ... 36

5.3. Tingkat Pendidikan Orang Tua ... 37

5.4.Tingkat Pendapatan Orang Tua ... 39

5.5.Wawasan Gender ... 40

5.5.1. Kepekaan Terhadap Isu Gender Marjinalisasi ... 40

5.5.2. Kepekaan Terhadap Isu Gender Subordinasi ... 43

5.5.3. Kepekaan Terhadap Isu Gender Stereotipi ... 45

5.5.4. Kepekaan Terhadap Isu Gender Kekerasan ... 47

5.5.5. Kepekaan Terhadap Isu Gender Beban Kerja ... 49

BAB VI PERSEPSI ORANG TUA DAN ANAK TERHADAP PENDIDIKAN BAGI PEREMPUAN ... 51

6.1. Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan ... 51

6.1.1. Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dalam Perolehan Pekerjaan ... 51

6.1.2. Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dalam Kehidupan Sosial ... 54

6.1.3. Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dalam Kehidupan Berkeluarga ... 57

6.2. Persepsi Anak Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan ... 61

6.2.1. Persepsi Anak Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dalam Perolehan Pekerjaan ... 62

6.2.2. Persepsi Anak Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dalam Kehidupan Sosial... 69

6.23. Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dalam Kehidupan Berkeluarga ... 71

BAB VII. KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN ... 73

(13)

7.1. Hubungan Antara Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Bagi

Perempuan dengan Ketimpangan Gender dalam Pendidikan ... 74

7.2. Hubungan Antara Persepsi Anak Terhadap Pendidikan Bagi Perempuan dengan Ketimpangan Gender dalam Pendidikan ... 77

7.3. Hubungan Antara Pengambilan Keputusan Mengenai Pendidikan Anak Perempuan dengan Ketimpangan Gender dalam Pendidikan ... 79

7.3.1. Hubungan Antara Persepsi Orang Tua Terhadap Pendidikan Perempuan dengan Pengambilan Keputusan ... 81

7.3.2. Hubungan Antara Persepsi Anak Terhadap Pendidikan Perempuan dengan Pengambilan Keputusan ... 83

BAB VIII. DAMPAK KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN TERHADAP KEHIDUPAN INDIVIDU PEREMPUAN DALAM KEHIDUPAN BERKELUARGA DAN BERMASYARAKAT ... 85

8.1. Dampak Ketimpangan Gender dalam Kehidupan Individu Perempuan ... 85

8.2. Dampak Ketimpangan Gender dalam Kehidupan Perempuan dalam Keluarga.. ... 87

8.3. Dampak Ketimpangan Gender dalam Kehidupan Perempuan dalam Masyarakat... 89

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

9.1. Kesimpulan ... 91

9.2. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR GAMBAR Gambar

Hal

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 22

(15)

DAFTAR TABEL Tabel

Hal

Tabel 1. Tabel Perbedaan Seks dan Gender ... 8

Tabel 2. Tabel Komposisi Penduduk Menurut Umur Sekolah dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2005 ... 18

Tabel 3. Tabel Komposisi Penduduk yang Sedang Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Jawa Barat Tahun 2005 ... 19

Tabel 4. Tabel Jumlah Penduduk Putus Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Kabupaten Bogor Tahun 2005-2006 ... 20

Tabel 5. Tabel Definisi Operasional ... 25

Tabel 6. Tabel Administrasi Kewilayahan Kecamatan Cariu (2007) ... 34

Tabel 7. Tabel Komposisi Penduduk Kecamatan Cariu Menurut Kelompok Umur (2007) ... 35

Tabel 8. Tabel Kondisi Pendidikan Penduduk Kecamatan Cariu (2007) ... 37

Tabel 9. Tabel Usia Responden Orang Tua ... 40

Tabel 10.Tabel Usia Responden Anak ... 41

Tabel 11.Tabel Jenis Kelamin Responden Orang Tua ... 41

Tabel 12.Tabel Jenis Kelamin Responden Anak ... 42

Tabel 13.Tabel Tingkat Pendidikan Responden Orang Tua ... 43

Tabel 14.Tabel Tingkat Pendapatan Responden Orang Tua ... 44

Tabel 15.Tabel Tingkat Kepekaan Responden Orang Tua terhadap Isu Gender Marjinalisasi ... 45

Tabel 16.Tabel Frekuensi dan Persentase Tingkat Kepekaan Responden Anak terhadap Isu Gender Marjinalisasi ... 46

Tabel 17. Tabel Frekuensi dan Persentase Tingkat Kepekaan Responden Orang Tua terhadap Isu Gender Subordinasi ... 48

Tabel 18.Tabel Tingkat Kepekaan Responden Anak terhadap Isu Gender Subordinasi ... 49

Tabel 19.Tabel Tingkat Kepekaan Responden Orang Tua terhadap Isu Gender Stereotipi ... 50

Tabel 20. Tabel Tingkat Kepekaan Responden Anak terhadap Isu Gender Stereotipi ... 51

Tabel 21. Tabel Frekuensi dan Persentase Tingkat Kepekaan Responden Orang Tua terhadap Isu Gender Kekerasan ... 52

Tabel 22. Tabel Tingkat Kepekaan Responden Anak terhadap Isu Gender Kekerasan... 53

Tabel 23.Tabel Tingkat Kepekaan Responden Orang Tua terhadap Isu Gender Beban Kerja ... 54

Tabel 24.Tabel Tingkat Kepekaan Responden Anak terhadap Isu Gender Beban Kerja ... 55

(16)

Tabel 25. Tabel Persepsi Responden Orang Tua Terhadap Pendidikan

Perempuan ... 57 Tabel 26. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Kepekaan Terhadap Isu Gender

Subordinasi di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor (2008) ... 58 Tabel 27. Tabel Persepsi Responden Orang Tua terhadap Pendidikan dalam

Kehidupan Sosial... 60 Tabel 28. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Kehidupan Sosial Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan

Cariu, Kabupaten Bogor (2008) ... 61 Tabel 29. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Kehidupan Sosial Berdasarkan Kepekaan Terhadap Isu Gender

Beban Kerja di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor (2008) ... 62 Tabel 30. Tabel Persepsi Responden Orang Tua terhadap Pendidikan dalam

Kehidupan Berkeluarga ... 63 Tabel 31. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan dalam

kehidupan Berkeluarga Berdasarkan Jenis Kelamin, Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor

(2008)... 64

Tabel 32. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan dalam Kehidupan Berkeluarga Berdasarkan Tingkat Pendapatan di

Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor (2008) ... 65 Tabel 33. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Kehidupan Berkeluarga Berdasarkan Kepekaan Terhadap Isu Gender Beban Kerja di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor

(2008)... 66 Tabel 34. Tabel Persepsi Responden Anak terhadap Pendidikan dalam

Perolehan Pekerjaan, Kehidupan Sosial, Kehidupan Berkeluarga... 67 Tabel 36. Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Usia di Kecamatan Cariu,

Kabupaten Bogor (2008) ... 69 Tabel 37. Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Kehidupan Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Kepekaan terhadap Isu Gender Marjinalisasi di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor

(2008)... 70 Tabel 38. Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam

Kehidupan Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Kepekaan terhadap Isu Gender Subordinasi di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor

(2008)... 71 Tabel 39. Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam Hal

Kehidupan Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Kepekaan terhadap Isu Gender Stereotipi di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor

(2008)... 73 Tabel 40 Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam Hal

Kehidupan Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Kepekaan terhadap

(17)

Isu Gender Kekerasan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor

(2008)... 74 Tabel 41 Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam Hal

Kehidupan Perolehan Pekerjaan Berdasarkan Kepekaan terhadap Isu Gender Beban Kerja di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor

(2008)... 75 Tabel 42. Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan dalam Hal

Kehidupan Sosial Berdasarkan Kepekaan terhadap Isu Gender

Subordinasi di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor (2008) ... 76 Tabel 43.Tabel Persepsi Responden Anak terhadap Pendidikan dalam Hal

Kehidupan Berkeluarga ... 77 Tabel 44. Tabel Komposisi Jumlah Siswa SMAN 1 Cariu Berdasarkan Jenis

Kelamin (2008) ... 80 Tabel 45. Tabel Persepsi Responden Orang Tua terhadap Pendidikan Bagi

Perempuan ... 81 Tabel 46. Tabel Persepsi Responden Anak terhadap Peran Pendidikan Bagi

Perempuan ... 85 Tabel 47. Tabel Frekuensi dan Persentase Pengambilan Keputusan

Pendidikan Anak Perempuan ... 87 Tabel 48. Tabel Persepsi Orang Tua terhadap Pendidikan Perempuan

Berdasarkan Pengambilan Keputusan Pendidikan Anak

Perempuan ... 88 Tabel 49.Tabel Persepsi Anak terhadap Pendidikan Perempuan Berdasarkan

Pengambilan Keputusan Pendidikan Anak Perempuan ... 90 Tabel 50.Tabel Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap

Kehidupan Individu Perempuan ... 93 Tabel 51.Tabel Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap

Kehidupan Individu Perempuan dalam Keluarga ... 95 Tabel 52.Tabel Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap

Kehidupan Individu Perempuan dalam Masyarakat ... . 97

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era otonomi daerah sekarang ini, pembangunan di tingkat Kabupaten/Kota menjadi tanggung jawab Pemerintah daerah. Pada dasarnya pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat ini membutuhkan partisipasi dari seluruh komponen masyarakat. Masyarakat yang dimaksud dalam hal ini adalah laki-laki dan perempuan. Dapat dikatakan bahwa pembangunan daerah membutuhkan partisipasi laki-laki dan perempuan.

Partisipasi perempuan dalam pembangunan amat penting bagi terwujudnya kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam menikmati hasil pembangunan yang selanjutnya dapat mewujudkan keluarga sejahtera dan membina generasi muda, sehingga kualitas hidup masyarakat dapat semakin membaik.

Sektor pendidikan merupakan sektor yang penting dalam pembangunan karena sektor pendidikan merupakan salah satu sektor kunci untuk keberhasilan pembangunan terutama pembangunan sumberdaya manusia. Kondisi pendidikan yang semakin membaik merupakan kemajuan pembangunan bidang pendidikan.

Keberhasilan pendidikan juga ditandai oleh aksesibilitas pendidikan berdasarkan gender, dengan melihat tingkat kesenjangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses pendidikan.

Data mengenai pendidikan yang didapat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa sektor pendidikan di Kabupaten Bogor

(19)

menurun drastis pada tingkat SMA. Pada tahun 2006, jumlah siswa lulusan SLTP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bogor adalah sekitar 28.808 siswa (Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2006). Jumlah siswa kelas satu SMA Negeri dan swasta Kabupaten Bogor pada tahun ajaran berikutnya adalah sekitar 12.796 siswa (Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2007). Lulusan SLTP yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi kurang dari 50% dari jumlah lulusan. Penurunan jumlah tersebut dapat menunjukkan bahwa pendidikan menenangah atas di Kabupaten Bogor masih mengalami kendala dalam hal akses.

Berdasarkan data jumlah lulusan SLTP dan siswa kelas satu SMA per Kecamatan di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cariu merupakan Kecamatan yang mengalami penurunan angka cukup drastis. Jumlah lulusan SLTP Negeri dan Swasta di Kecamatan Cariu tahun ajaran 2005/2006 adalah sebanyak 916 siswa (Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2006). Siswa yang melanjutkan ke jenjang SMA pada tahun ajaran 2006/2007 tercatat sebanyak 515 siswa (Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2007). Penurunan jumlah siswa hampir dua kali lipat.

Permasalahan ini akan lebih menarik ketika kita mengkaji dari perspektif gender dengan melihat data tersebut berdasarkan jenis kelamin. Persentase lulusan SMP negeri dan swasta laki-laki dan perempuan dibandingkan dengan persentase jumlah siswa SMA kelas satu laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada tahun ajaran 2005/2006, lulusan SMP Negeri dan Swasta, serta Madrasah Tsanawiyah laki-laki adalah 54 persen, sedangkan lulusan SMP negeri dan swasta, serta Madrasah Tsanawiyah perempuan sebanyak 45 persen. Pada tahun ajaran berikutnya, yaitu tahun ajaran 2006/2007, siswa kelas satu SMA dan SMK laki-laki adalah 84 persen, sedangkan siswa kelas satu SMA

(20)

perempuan adalah 34 persen siswa laki-laki meningkat sebesar 30 persen, sedangkan persentase siswa perempuan menurun sebesar 13 persen.

Salah satu hal yang diduga menjadi penyebab timbulnya perbedaan akses pendidikan dari jenjang SMP menuju jenjang SMA adalah kuatnya ideologi gender di masyarakat. Masyarakat seringkali menganggap bahwa konsep gender sama dengan konsep seks. Semua yang berhubungan dengan perbedaan identitas individu (laki-laki dan perempuan) dianggap kodrat, sesuatu yang mutlak, tidak bisa dipertukarkan. Dengan demikian, berkembanglah berbagai isu ketidakadilan gender. Berbagai pelabelan ditempelkan pada masing-masing identitas gender, dilanggengkan dari waktu ke waktu, turun temurun dari generasi ke generasi.

Pelabelan tersebut tidak selalu negatif, namun dapat memunculkan dampak negatif bagi pemilik identitas gender yang ditempeli label tersebut. Pelabelan tersebut memang tidak selalu ditujukan kepada perempuan, pelabelan pun dapat ditujukan kepada laki-laki, namun pada kenyataannya, pelabelan lebih banyak merugikan perempuan. Salah satu contoh pelabelan yang ditujukan kepada perempuan adalah bahwa perempuan sudah seharusnya hanya bekerja di rumah, mengurusi rumah tangga, anak, dan suami. Kodrat perempuan hanya sampai pada urusan dapur. Hal tersebut berimbas pada sektor pendidikan. Orang tua tidak menyekolahkan anak perempuannya karena berpendapat bahwa menyekolahkan anak perempuan tinggi-tinggi tidak menghasilkan apa-apa, toh pada akhirnya anak perempuan hanya akan mengurusi dapur.

Dugaan kuatnya ideologi gender di masyarakat tersebut dikaitkan dengan data peningkatan persentase siswa laki-laki dan penurunan persentase siswa perempuan yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di Kecamatan Cariu,

(21)

Kabupaten Bogor sangat bertentangan dengan pasal 30 UUD 1945 yang menyatakan adanya kesamaan hak warga negara dalam mengenyam pendidikan.

Peminggiran perempuan di sektor pendidikan menjadi suatu hal yang penting dan menarik untuk dikaji karena peminggiran perempuan di sektor pendidikan mungkin saja tidak hanya berhenti sampai di permasalahan perempuan lebih rendah secara intelektual dibanding laki-laki, tetapi bisa merambat ke berbagai permasalahan lain. Hal ini disebabkan oleh pendidikan yang tidak hanya bermanfaat bagi individu untuk berjuang di segi ideologis dan politis, tetapi pendidikan juga bermanfaat bagi individu untuk berjuang melawan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakberdayaan. Peminggiran perempuan di sektor pendidikan dapat menyebabkan permasalahan krusial lain yang berkelanjutan. Oleh karena itu, akses perempuan dalam memperoleh pendidikan menjadi isu yang perlu diperjuangkan.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Data pendidikan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor menunjukkan adanya ketimpangan jumlah siswa laki-laki dan perempuan dalam melanjutkan pendidikan dari jenjang SMP menuju jenjang SMA. Hal inilah yang mengantarkan penelitian ini kepada pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Sejauh mana ketimpangan gender dalam bidang pendidikan di Kecamatan Cariu?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan ketimpangan gender dalam bidang pendidikan di Kecamatan Cariu?

(22)

3. Apa dampak dari ketimpangan gender dalam bidang pendidikan di Kecamatan Cariu terhadap kehidupan sosiokultural masyarakat Kecamatan Cariu?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, yaitu:

1. Mengetahui sejauh mana ketimpangan gender dalam bidang pendidikan yang terjadi di Kecamatan Cariu.

2. Mengetahui faktor-faktor yang berhubuangan dengan ketimpangan gender dalam bidang pendidikan di Kecamatan Cariu.

3. Mengetahui dampak dari ketimpangan gender dalam bidang pendidikan tehadap kehidupan sosiokultural masyarakat Kecamatan Cariu.

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pelengkap literatur bagi kalangan akademik yang membahas mengenai ketimpangan gender dalam pendidikan, khususnya pendidikan perempuan di daerah pedesaan. Selanjutnya, diharapkan penelitian ini juga bermanfaat untuk kalangan nonakademik, yaitu masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam untuk memperbaiki ketimpangan akses pendidikan antara laki-laki dan perempuan di masa yang akan datang.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Gender

Untuk mengetahui konsep gender, Fakih (1996) menekankan pentingnya memahami perbedaan antara konsep gender dan seks. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, dan hal itu tidak dapat dirubah karena merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat. Gender diterjemahkan sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural, dengan kata lain, hal-hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, disebut dengan konsep gender.

Hal serupa dikemukakan Widyatama (2006), dalam membahas bias gender, terlebih dahulu memperkenalkan konsep gender yang dipandangnya sebagai sesuatu yang berbeda dengan seks (jenis kelamin). Pengertian seks sebagai jenis kelamin adalah pembedaan yang didasarkan pada fisik manusia dan diterima oleh manusia secara taken for granted. Konsep gender adalah pembedaan yang dibangun melalui konstruksi sosial maupun kultural manusia. Hal inilah yang kemudian memunculkan stereotipi gender, bahwa laki-laki harus maskulin dan perempuan harus feminin. Widyatama (2006) menekankan bahwa dalam pespektif gender, maskulinitas maupun femininitas merupakan suatu pilihan, tidak bersifat wajib.

(24)

Handayani dan Sugiarti (2006) memperlihatkan perbedaan seks dan gender melalui lirik sebuah lagu yang populer di Indonesia yang berbunyi:

Diciptakan alam pria dan wanita, dua makhuk asuhan dewata, wanita dijajah pria sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu, namun adakala pria tak berdaya, tekuk lutut di sudut kerling wanita

Kalimat pertama lagu tersebut menunjukkan pengertian seks, sedangkan kalimat selanjutnya menunjukkan pengertian gender. Untuk memperjelas konsep seks dan gender dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Perbedaan Seks dan Gender

No. Karakteristik Seks Gender

1. Sumber

Pembeda Tuhan Manusia (masyarakat)

2. Visi, Misi Kesetaraan Kebiasaan 3. Unsur

Pembeda Biologis (alat reproduksi) Kebudayaan (tingkah laku) 4. Sifat Kodrat, tertentu, tidak dapat

dipertukarkan

Harkat, martabat, dapat dipertukarkan

5. Dampak

Terciptanya nilai-nilai:

kesempurnaan, keniKmatan, kedamaian, dll. Sehingga menguntungkan kedua belah pihak.

Terciptanya norma- norma/ketentuan tentang

pantas atau tidak pantas laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu, sering merugikan salah satu pihak.

6. Keberlakuan

Sepanjang masa ,dimana saja, tidak mengenal pembedaan kelas.

Dapat berubah, musiman, dan berbeda antara kelas.

Sumber: Unger (1979) dalam Handayani dan Sugiarti (2006)

2.1.1.1. Manifestasi Ketidakadilan Gender

Perbedaan gender sesungguhnya bukanlah suatu masalah, yang menjadi masalah adalah bahwa perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan

(25)

gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni (Fakih, 1996):

1. Gender dan Marginalisasi

Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan, sesungguhnya banyak sekali terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan, yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam, dilihat dari sisi lain pun marginalisasi dapat diakibatkan oleh kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsir agama, dan bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

2. Gender dan Subordinasi

Anggapan bahwa perempuan itu irasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Semua keputusan haruslah diambil oleh pihak laki-laki.

3. Gender dan Strereotipi

Secara umum, stereotipi adalah pelabelan negatif atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Salah satu jenis stereotipi adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotipi) yang dilekatkan pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setiap ada kasus pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipi ini.

(26)

4. Gender dan Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah serangan atau invansi (assault) terhadap fisik maupun intergritas mental psikologis seseorang. Salah satu jenis kekerasan adalah kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.

5. Gender dan Beban Kerja

Anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta kaum perempuan tidak cocok untuk dijadikan kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Di kalangan keluarga miskin, beban yang sangat berat harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika si perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul beban kerja ganda. Pada kalangan menengah ke atas, beban kerja ini kemudian dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga.

2.1.2. Persepsi

DeVito (1997) mendefinisikan persepsi sebagai berikut:

Perception is the process you became aware of objects, events, and especially people through your sense: sight, smell, touch, and hearing. Perception is an active, not a passive process. Your perception result from what exist in the outside world and from your own experiences, desires, needs, loves, and hatreds .

Jalaludin Rakhmat (2004) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi sifatnnya memang

(27)

sangat subjektif, yaitu tergantung pada subjek yang melaksanakan persepsi itu sendiri (Sarwono, 1999).

Dua hal yang ingin diketahui dalam persepsi sosial, yaitu keadaan dan perasaan orang lain saat ini, di tempat ini melalui komunikasi non-lisan (kontak mata, busana, gerakan tubuh, dan sebagainnya) atau lisan dan kondisi yang lebih permanen yang ada di balik segalanya yang tampak saat ini (niat, sifat, motivasi, dan sebagainya) yang diperkirakan menjadi penyebab dari kondisi saat ini (Sarwono, 1999).

Ada faktor dari luar dan dari dalam yang mempengaruhi persepsi dintaranya sebagai berikut1 : ( Wilson, 2000 dalam Kamarullah, 2005)

1. Faktor Eksternal atau dari luar :

- Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit di persepsikan dibandingkan dengan yang objektif .

- Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama.

- Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat.

- Conditioned stimuli, stimulus yang dikondisikan.

2. Faktor Internal

- Motivation . misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat

1http://tinjauan.blogdrive.com/ diakses pada tanggal 25 April 2008.

(28)

- Interest, hal-hal yang menarik lebih di perhatikan daripada yang tidak menarik.

- Need, kebutuhan akan hal tertentu akan menjadi pusat perhatian.

- Assumptions, juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.

2.1.3. Pendidikan

2.1.3.1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan dalam artian sederhana adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 1997). Seiring dengan perkembangan jaman, pendidikan pun turut mengalami perkembangan, namun tentunya dengan beberapa pengertian dasar yang masih melekat. Pendidikan perlu dipahami sebagai berikut (Hasbullah, 1997):

1. Pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa susila. Proses ini berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Bila anak didik sudah mencapai pribadi dewasa susila, maka ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakatnya.

2. Pendidikan merupakan perbuatan manusiawi. Pendidikan lahir dari pergaulan antar orang dewasa dan orang yang belum dewasa dalam suatu kesatuan hidup. Tindakan mendidik yang dilakukan oleh orang dewasa dengan sadar dan disengaja didasari oleh nilai-nilai kemanusiaan.

Tindakan tersebut menyebabkan orang yang belum dewasa menjadi

(29)

dewasa dengan memiliki nilai-nilai kemanusiaan, dan hidup menurut nilai- nilai tersebut. Kedewasaan diri merupakan tujuan pendidikan yang hendak dicapai melalui perbuatan atau tindakan pendidikan.

3. Pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dan anak didik.

Dalam pergaulan terjadi kontak atau komunikasi antara masing-masing pribadi. Hubungan ini jika meningkat ke taraf hubungan pendidikan, maka menjadi hubungan antara pribadi pendidik dan si anak didik, yang pada akhirnya melahirkan tanggung jawab pendidikan dan kewibawaan pendidikan. Pendidik bertindak demi kepentingan dan keselamatan anak didik, dan anak didik mengakui kewibawaan pendidik dan bergantung padanya.

4. Tindakan atau perbuatan mendidik dan menuntun anak didik mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan dalam hal ini tampak pada perubahan- perubahan dalam diri anak didik. Perubahan sebagai hasil pendidikan merupakan gejala kedewasaan yang secara terus-menerus mengalami penigkatan sampai penentuan diri atas tanggung jawab sendiri oleh anak didik atau terbentuknya pribadi dewasa susila.

Sekolah merupakan salah satu lembaga penyelenggara pendidikan.

Sekolah adalah salah satu organisasi yang tumbuh dan berkembang di tengah- tengah masyarakat (Syafaruddin dan Anzizhan, 2004). Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen. Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan di dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Berikut ini merupakan

(30)

beberapa karakteristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah (Hasbullah,1997):

1. Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarkhis.

2. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relatif homogen.

3. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus dilaksanakan.

4. Materi atau isi pendidikan lebih banyak sersifat akademis dan umum.

5. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan di masa yang akan datang.

2.1.3.2. Peranan Keluarga dalam Pendidikan

Keluarga atau rumah tangga merupakan kesatuan unit sosial terkecil yang membentuk masyarakat. Menurut Depdikbud (2005) sebagaimana dikutip Fathoni (2008), bagi setiap orang, keluarga (suami, istri, dan anak-anak) mempunyai arti penting dalam proses sosialisasi untuk dapat memahami, menghayati budaya yang berlaku di masyarakat.

Menurut Hasbullah (2006), sumbangan keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai berikut:

1. Cara orang tua melatih anak untuk menguasai cara-cara mengurus diri, seperti cara makan, buang air, berbicara, berjalan, berdoa, sungguh-sungguh membekas dalam diri anak karena berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi.

(31)

2. Sikap orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih sayang atau acuh tak acuh sikap sabar atau tergesa- gesa, sikap melindungi atau membiarkan secara langsung mempengaruhi reaksi emosional anak.

Pendidikan anak di sekolah merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah, dan pemerintah. Keluarga merupakan penentu pendidikan sekolah seorang anak, karena kelurgalah yang mampu menjadi pendorong maupun penghambat seorang anak untuk sekolah atau tidak. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan manusia yang memerlukan pengambilan keputusan. Manusia harus memutuskan, apa yang menjadi dasar dan tujuan pendidikan, serta harus bagaimana agar tujuan tersebut tercapai. Oleh karena itu, manusia harus mengenali persoalan-persoalan substansi kehidupan manusia dan kebutuhannya terhadap pendidikan serta mampu menentukan alternatif pencapaian tujuan (Syafaruddin dan Anzizhan, 2004).

2.1.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi terhadap Pendidikan Pendidikan mempengaruhi dua faktor, yaitu faktor intenal dan eksternal.

Fathoni (2008) menyebutkan bahwa faktor internal terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan kepala keluarga, jumlah tanggungan, pendapatan keluarga, persepsi terhadap pendidikan, dan status sosial ekonomi dalam masyarakat. Faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah, sarana pendidikan, jarak sarana pendidikan, dan biaya pendidikan.

(32)

2.1.3.4. Dampak Pendidikan terhadap Kehidupan Sosial Budaya

Pembangunan pendidikan memiliki tiga pokok perkembangan kepribadian manusia, yaitu perkembangan kognitif, konatif, dan afektif (Dinas Pendidikan DI Yogyakarta, 1996). Perkembangan konatif, sering juga disebut sebagai intelektual meliputi perkembangan pengetahuan dan pemahaman. Perkembangan konatif meliputi penghayatan berbagai kebutuhan, sedangkan perkembangan afektif menyangkut perekembangan alam peran. Ketiga perkembangan kepribadian manusia tersebut kemudian akan berdampak pada kehidupan sosial budaya individu dan lingkungan terdekatnya.

Kehidupan sosial budaya masyarakat meliputi kehidupan kekerabatan, pencapaian lapangan pekerjaan, interaksi sosial, dan pranata sosial.

1. Dampak terhadap Kekerabatan.

Kekerabatan diduga dipengaruhi oleh usia menikah. Usia menikah akan berpengaruh pada pola menetap setelah menikah. Diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, cenderung usia menikah terlambat dan akan membentuk keluarga batih. Satu hal yang menarik yang biasa terjadi di pedesaan adalah anggapan bahwa menikahkan anak pada usia dini adalah salah satu usaha untuk menghindari gunjingan anaknya tidak laku kawin para tetangga.

2. Dampak terhadap Pekerjaan

Pendidikan dapat berdampak pada berbagai aspek di bidang ketenagakerjaan. Pendidikan yang rendah memungkinkan keterbatasan kesempatan lapangan pekerjaan, variasi pekerjaan, dan peluang memasuki

(33)

lapangan pekerjaan berdasarkan jenis kelamin (Dinas Pendidikan DI Yogyakarta, 1996).

3. Dampak terhadap Interaksi Sosial

Manusia pada dasarnya mempunyai naluri untuk hidup dengan orang lain, atau berhubungan dengan orang lain. Ada hasrat utama manusia untuk membentuk keserasian dengan orang lain, yaitu keinginan atau interes untuk menjadi satu dengan orang lain yang berada di sekitarnya atau masyarakat, dan keinginan untuk menyatu dengan suasana sekelilingnya.

4. Dampak terhadap Pranata Sosial

Pranata sosial dalam hal ini dapat dilihat dari keterlibatan seseorang atau keluarga dalam kesibukan sosial di lingkungannya dan partisipasinya dalam kegiatan kepercayaan sosial.

2.1.4. Data Umum Pendidikan Propinsi Jawa Barat

Berdasarkan komposisi penduduk Jawa Barat pada tahun 2005, yang telah dikelompokkan menurut umur, diketahui bahwa proporsi penduduk laki-laki dan perempuan pada semua kelompok umur (4-5 tahun, 5-6, 6-7 tahun, 7-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun) dapat dikatakan relatif seimbang dengan disparitas gender yang relatif kecil. Tidak ada perbedaan mencolok dalam hal jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada semua kelompok umur di Propinsi Jawa Barat. Dapat diasumsikan bahwa seharusnya tidak ada perbedaan jumlah siswa yang mencolok antara siswa laki-laki dan perempuan di semua tingkat sekolah, baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Umum, maupun Sekolah Menengah Atas.

Hal ini bertentangan dengan kenyataan mengenai jumlah siswa laki-laki dan

(34)

perempuan yang terdaftar di dua Sekolah Mengengah Atas yang terdapat di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Berikut adalah tabel komposisi penduduk Kecamatan Cariu per kelompok umur, berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur Sekolah dan Jenis Kelamin Di Jawa Barat (2005)

No.

Kelompok Umur (Tahun)

Laki-laki Perempuan

Total Disparitas (P-L) Jumlah % Jumlah %

1. 4-5 - - - - 1.542.842 -

2. 5-6 816.457 52,21 747.464 47,79 1.563.921 -4,42

3. 6-7 - - - - 2.377.471 -

4. 7-12 2.231.379 48,60 2.360.108 51,40 4.591.487 2,80 5. 13-15 1.045.173 48,53 1.108.712 51,47 2.153.885 2,94 6. 16-18 1.170.729 50,38 1.153.079 49,62 2.323.808 -0,76 Sumber: Profil Pendidikan Tahun 2005, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat

Berdasarkan komposisi penduduk yang sedang bersekolah di Jawa Barat, diketahui bahwa proporsi laki-laki semakin lama semakin tinggi dibandingkan dengan proporsi penduduk perempuan pada selang umur yang semakin tua. Hal ini terbukti dari disparitas gender yang bertanda negatif pada kelompok umur tinggi. Data penduduk berumur 4-5 tahun dan 6-7 tahun tidak diketahui berdasarkan proporsi jenis kelamin.

(35)

Tabel 3. Komposisi Penduduk yang Sedang Bersekolah Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Jawa Barat (2005)

No. Kelompok Umur (Tahun)

Laki-laki Perempuan Total Disparitas (P-L) Jumlah % Jumlah %

1. 7-12 2.556.795 50,81 2.475.086 49,19 5.031.881 -1,62 2. 13-15 926.911 51,85 860.194 48,15 1.787.705 -3,7 3. 16-18 558.215 56,80 424.422 43,19 982.637 -13,61 Sumber: SUSEDA Jawa Barat Tahun 2005, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Hal serupa juga tergambar pada data tingkat Kabupaten. Data Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan usia sekolah yang masih bersekolah semakin menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur apabila dibandingkan dengan penduduk laki-laki usia sekolah yang masih bersekolah (Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2005). Kesenjangan pendidikan antara perempuan dan laki-laki usia sekolah semakin jelas terlihat dari data penduduk yang putus sekolah.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Putus Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Kabupaten Bogor (2005-2006)

Tingkat Pendidikan

Jenis Kelamin

Laki-laki % Perempuan %

SD+MI 120 33,33 240 66,67

SMP+MTs 60 33,33 120 66,67

SMA+MA 90 33,33 180 66,67

Jumlah 270 33,33 540 66,67

Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor 2005

Perbandingan antara penduduk perempuan dan laki-laki yang putus sekolah di semua jenjang pendidikan menunjukkan presentase yang sama yaitu

(36)

33,33 persen laki-laki dan 66,67 persen perempuan. Hal ini berarti penduduk perempuan yang putus sekolah di semua jenjang pendidikan jumlahnya mencapai dua kali lipat dibandingkan laki-laki.

2.2. Kerangka Pemikiran

Di era globalisasi ini, pendidikan sudah seyogyanya menjadi suatu kebutuhan bagi setiap individu di masyarakat, baik di kota maupun di desa.

Namun hal tersebut tidak terjadi di masyarakat pedesaan, masyarakat pedesaan dengan segala keterbatasannya menjadi tidak terlalu hirau dengan masalah pendidikan. Hal ini diperlihatkan oleh besarnya angka siswa lulusan SMP yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Kebanyakan orang tua di pedesaan tidak menyarankan anaknya untuk melanjutan sekolah karena berbagai alasan.

Fakta yang menarik lagi adalah bahwa jumlah siswa perempuan yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA jauh lebih banyak daripada jumlah siswa laki-laki yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Hal ini dapat kita lihat dari segi gender. Pada umumnya masyarakat pedesaan beranggapan bahwa gender sama dengan kodrat. Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa perempuan sudah seharusnya berkedudukan di bawah laki-laki dalam semua hal, termasuk dalam hal mengenyam pendidikan. Perempuan tidak perlu mendapatkan kesempatan bersekolah sama dengan laki-laki karena kedudukan perempuan yang memang menurut mereka lebih rendah dari laki-laki.

Persepsi mengenai pendidikan bagi anak perempuan tersebut diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal,

(37)

baik pada diri orang tua maupun anak. Faktor internal adalah pengalaman psikologis pribadi seseorang yang sudah tertanam di dalam dirinya. Faktor internal orang tua terdiri dari jenis kelamin orang tua, usia orang tua, tingkat pendidikan orang tua, tingkat penghasilan orang tua, dan kepekaan orang tua terhadap isu-isu gender. Faktor internal anak terdiri dari usia anak, jenis kelamin anak dan kepekaan anak terhadap isu-isu gender. Faktor eksternal yang dimaksud adalah karakteristik pribadi yang melekat pada diri seseorang, di luar pengalaman psikologis pribadi. Dalam hal ini, faktor eksternal adalah kebijakan pemerintah mengenai pendidikan, aksesibilitas terhadap sarana pendidikan, dan peran lembaga lokal setempat dalam hal pendidikan perempuan.

Persepsi keluarga terhadap pendidikan bagi anak perempuan akan mempengaruhi keputusan keluarga dalam memberikan pendidikan bagi anak perempuannya. Persepsi keluarga tidak hanya dilihat dari sisi orang tuanya saja, tetapi juga dilihat dari sisi anak perempuan dalam keluarga tersebut. Pengambilan keputusan untuk pendidikan anak perempuan dapat dilakukan dengan melibatkan anak ataupun dengan cara diputuskan sepihak saja tanpa melibatkan anak.

Keputusan untuk memberikan pendidikan bagi anak perempuan akan menjadi penting karena hal tersebut yang diduga akan mempengaruhi terjadinya ketimpangan pendidikan perempuan di Kecamatan Cariu.

Ketimpangan pendidikan perempuan di Kecamatan Cariu dilihat dari perbedaan jumlah siswa laki-laki dan perempuan yang tercatat di kedua Sekolah Mengenah Atas yang terdapat di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor yang diperhatikan sejak kedua Sekolah Menengah Atas tersebut didirikan.

Ketimpangan yang terjadi diduga berhubungan dengan persepsi orang tua

(38)

terhadap pendidikan anak perempuan, persepsi anak terhadap pendidikan perempuan, dan pengambilan keputusan mengenai pendidikan perempuan.

Ketimpangan pendidikan perempuan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor diduga menimbulkan beberapa dampak dalam kehidupan perempuan yang tidak menempuh pendidikan lanjut. Dampak dari ketimpangan pendidikan perempuan dalam kehidupan tersebut dilihat dari beberapa segi kehidupan perempuan, dalam hal ini terbagi menjadi dampak dalam kehidupan perempuan secara individu, dampak dalam kehidupan perempuan dalam kehidupan berkeluarga, dan dampak dalam kehidupan perempuan dalam masyarakat.

Dampak bagi kehidupan individu perempuan dilihat dari keberdayaan perempuan dalam menjalani kehidupannya, termasuk ke dalamnya mengenai kemampuan perempuan dalam menopang hidupnya sendiri secara finansial dan pengambilan keputusan minimal untuk hidupnya sendiri. Dampak bagi kehidupan perempuan dalam berkeluarga dilihat dari kehidupan berkeluarga perempuan, baik aktual maupun keinginan untuk membentuk keluarga di masa depan. Kehidupan berkeluarga juga dilihat dari bagaimana perempuan menjalani kehidupan rumah tangga dengan pasangan dan juga kelanjutan kualitas keturunan mereka kelak.

Dampak yang terakhir adalah dampak bagi kehidupan perempuan dalam hal bermasyarakat. Hal ini dilihat dari bagaimana perempuan dapat diterima di lingkungannya dengan tingkat pendidikan yang hanya seadanya. Kehidupan bermasyarakat diukur dengan sejauh mana perempuan dikenal dan mengenal lingkungan tempat tinggalnya, dan penerimaan masyarakat terhadap perempuan tersebut dalam berorganisasi.

Dari paparan di atas, maka didapat kerangka pemikiran sebagai berikut:

(39)
(40)

2.3. Hipotesis Penelitian

Dengan menggunakan kerangkan pemikiran di atas, serta masalah-masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terjadi ketimpangan yang tinggi pendidikan perempuan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor.

2. Terdapat faktor-faktor internal dan eksternal orang tua dan anak yang berhubungan dengan ketimpangan gender di bidang pendidikan.

3. Ketimpangan gender di bidang pendidikan berdampak terhadap kehidupan perempuan sebagai individu, perempuan dalam keluarga, dan perempuan dalam masyarakat.

2.4. Definisi Operasional

Berikut ini akan diuraikan definisi operasional dan variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian guna memperoleh batasan yang jelas sehingga didapatkan pengukurannya, sebagai berikut:

Tabel 5. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Indikator

X.1. Karakteristik Orang Tua

X.1.1. Usia Orang Tua Lama hidup responden sampai tahun pengisian kuesioner.

Jumlah tahun sejak kelahiran orang tua sampai dengan tahun 2008 saat pengisian kuesioner.

X.1.2. Jenis Kelamin Identitas biologis responden Identitas biologis responden terdiri dari kategori:

a. Perempuan: 1 b. Laki-laki: 2 X.1.3. Tingkat Pendidikan Pendidikan formal yang

pernah diikuti responden

Jenjang pendidikan formal yang diikuti responden.

Terdiri dari kategori:

a. Rendah: SMP b. Tinggi : SMA X.1.4. Kepekaan Orang Tua

Terhadap Isu Gender

Penilaian responden terhadap isu-isu ketidakadilan gender

Penilaian responden terhdapa isu-isu ketidakadilan gender dilihat dari penilaian responden terhadap:

1. Marjinalisasi:

(41)

peminggiran perempuan di sektor ekonomi.

2. Subordinasi:

Penomorduaan perempuan.

3. Stereotipi: Pelabelan negatif terhadap perempuan.

4. Kekerasan:

Serangan baik berupa serangan fisik maupun psikis.

5. Beban kerja:

pembebanan peran publik dan domestik kepada perempuan.

Terdiri dari kategori:

a. Rendah: 20 b. Tinggi : > 20 X.1.5. Tingkat Pendapatan

Orang Tua

Besar nominal uang yang diterima responden per bulan

Nominal uang yang diterima responden terdiri dari:

a. Rendah: Rp. 500.000,- b. Tinggi : > Rp. 500.000,- X.2. Karakteristik Anak

X.2.1. Usia Anak Lama hidup responden sampai tahun pengisian kuesioner.

Jumlah tahun sejak kelahiran orang tua sampai dengan tahun 2008 saat pengisian kuesioner.

X.2.2. Jenis Kelamin Anak Identitas biologis responden Identitas biologis responden terdiri dari kategori:

a. Laki-laki: 2 b. Perempuan: 1 X.2.3. Kepekaan Anak

Terhadap Isu Gender

Penilaian responden terhadap isu-isu ketidakadilan gender

Penilaian responden terhdapa isu-isu ketidakadilan gender dilihat dari penilaian responden terhadap:

1. Marjinalisasi:

peminggiran perempuan di sektor ekonomi.

2. Subordinasi:

Penomorduaan perempuan.

3. Stereotipi: Pelabelan negatif terhadap perempuan.

4. Kekerasan:

Serangan baik berupa serangan fisik maupun psikis.

5. Beban kerja:

pembebanan peran publik dan domestik kepada perempuan.

Terdiri dari kategori:

a. Rendah: 20 b. Tinggi : > 20

(42)

Y.1. Persepsi Terhadap Pendidikan Y.1.1. Persepsi Orang Tua

Terhadap Pendidikan Anak

Penilaian responden orang tua terhadap penting tidaknya pendidikan bagi masa depan anak

Penilaian orang tua terhadap penting tidaknya pendidikan bagi pendidikan untuk masa depan anak dilihat dari kegunaan pendidikan dalam hal:

1. Pekerjaan:

kemudahan mendapatkan pekerjaan.

2. Kehidupan sosial:

penerimaan lingkungan sosial terhadap anak.

3. Kehidupan berkeluarga:

keberlangsungan hidup rumah tangga setelah anak menikah.

Terdiri dari kategori:

a. Kurang baik: 15 b. Baik : >15 Y.1.2. Persepsi Anak

Terhadap Pendidikan

Penilaian responden anak terhadap penting tidaknya pendidikan bagi masa depan

Penilaian orang tua terhadap penting tidaknya pendidikan bagi pendidikan untuk masa depan anak dilihat dari kegunaan pendidikan dalam hal:

1. Pekerjaan:

kemudahan mendapatkan pekerjaan.

2. Kehidupan sosial:

penerimaan lingkungan sosial terhadap anak.

Kehidupan berkeluarga:

keberlangsungan hidup rumah tangga setelah anak menikah.

Terdiri dari kategori:

a. Kurang baik: 15 b. Baik : >15 Y.1.3. Pengambilan

Keputusan Pemberian Pendidikan Anak

Kekuatan pengambilan keputusan

Kekuatan Pengambilan keputusan dilihat dari individu pengambil keputusan.

Terdiri dari kategori:

a. Ayah/Ibu/Anak : 1 b. Ayah dan Ibu : 2 Y.2. Ketimpangan

Pendidikan Perempuan

Ketidakseimbangan

pendidikan antara laki-laki dan perempuan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, khususnya pada Sekolah Menengah Atas.

Ketimpangan pendidikan perempuan dilihat dari perbedaan jumlah siswa laki- laki dan perempuan pada Sekolah Menengah Atas yang terdapat di Kecamatan

(43)

Cariu, Kabupaten Bogor sejak Sekolah-sekolah Menengah tersebut didirikan sampai dengan tahun 2008, saat penelitian dilakukan.

Y.3. Dampak Ketimpangan Pendidikan Perempuan terhadap Kehidupan Perempuan Y.3.1. Dampak Ketimpangan

Pendidikan Perempuan terhadap Kehidupan Individu Perempuan

Dampak ketimpangan pendidikan perempuan terhadap kehidupan perempuan sebagai seorang individu.

Dampak ketimpangan pendidikan perempuan terhadap kehidupan

perempuan sebagai individu dilihat dari keberdayaan perempuan dalam menjalani kehidupannya sebagai individu, termasuk di dalamnya kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, dan kemampuannya memenuhi kebutuhan hidupanya secara finansial.

Terdiri dari kategori:

a.Tinggi : 12 b. Rendah : >12 Y.3.2. Dampak Ketimpangan

Pendidikan Perempuan terhadap Kehidupan Perempuan dalam Berkeluarga

Dampak ketimpangan pendidikan perempuan terhadap kehidupan

perempuan dalam berkeluarga.

Dampak ketimpangan pendidikan perempuan dalam kehidupan berkeluarga dilihat dari kemampuan perempuan menjalani kehidupan berkeluarga dan pembentukan keluarga masa depan, termasuk di dalamnya relasi dengan pasangan hidup dalam keluarga dan

peningkatan kualitas keturunannya.

Terdiri dari kategori:

a.Tinggi : 12 b. Rendah : >12 Y.3.3. Dampak Ketimpangan

Pendidikan Perempuan terhadap Kehidupan Perempuan dalam Bermasyarakat

Dampak ketimpangan pendidikan perempuan terhadap kehidupan perempuan dalam bermasyarakat, berrelasi dengan lingkungan dan keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan

Dampak ketimpangan perempuan dalam kehidupan perempuan dalam

bermasyarakat dilihat dari kemampuan perempuan dalam menempatkan diri di masyarakat, berhubungan dengan lingkungan, penerimaan lingkungan terhadap perempuan, dan keterlibatan perempuan dalam organisasi kemasyarakatan.

Terdiri dari kategori:

a.Tinggi : 12 b. Rendah : >12

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Penentuan Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Cariu tercatat sebagai Kecamatan dengan catatan pendidikan terburuk diantara 40 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor. Kecamatan Cariu dianggap dapat mewakili sebagai kecamatan dengan angka putus sekolah yang relatif tinggi, terutama angka putus sekolah dari jenjang SMP ke SMA.

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2008.

Pada Bulan Mei 2008 dilakukan pengambilan data melalui penyebaran kuesioner kepada responden penelitian dan melakukan wawancara mendalam dengan beberapa responden. Pada Bulan Juni dan Juli 2008, dilakukan input data, pengolahan data, interpretasi, serta penyusunan hasil penelitian.

3.2. Metode Penentuan Responden

Populasi dari penelitian ini adalah keluarga yang bermukim di Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Pemilihan responden ini dilakukan dengan teknik simple random sampling, yaitu dengan terlebih dahulu membuat frame sampling,

kemudian sampel yang diteliti diambil secara acak. Frame sampling yang dimaksud dalam hal ini adalah keluarga yang memiliki anak perempuan dan laki- laki dengan masa sekolah antara 9-12 tahun.

(45)

Teknik simple random sampling dipilih dengan pertimbangan banyaknya keluarga yang keluarga yang memiliki anak perempuan putus sekolah di jenjang SMA. Jumlah sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 keluarga. Responden dalam penelitian ini adalah keluarga (Ayah atau Ibu) yang dapat menjawab pertanyaan kuesioner ditambah dengan satu orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki dengan masa sekolah antara 9-12 tahun.

Responden untuk wawancara mendalam terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat setempat, pihak sekolah setara SMA, serta Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yang menggunakan metode survai. Metode survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun dan Effendy, 1989). Metode penelitian survai mencakup model penelitian deskriptif dan eksplanatoris. Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatoris karena menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa.

Penelitian ini juga didukung dengan pendekatan kualitatif, yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth study). Wawancara mendalam dilakukan kepada tokoh-tokoh masyarakat setempat, pihak sekolah, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor. Metode wawancara mendalam ini dilakukan untuk menggali lebih dalam mengenai informasi mengenai pendidikan perempuan di Kecamatan Cariu, hal ini dimaksudkan untuk memperkuat data yang didapat melalui kuesioner.

(46)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari jawaban dari kuesioner yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan persepsi keluarga mengenai gender dan persepsi keluarga terhadap pendidikan untuk anak perempuan dan hasil wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh melalui literatur-literatur yang digunakan sebagai bahan rujukan dan data-data seputar pendidikan yang didapat dari Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan tabel frekuensi dan tabulasi silang.

Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi tentang karakteristik responden seperti jumlah responden berdasarkan usia, tingkat pendapatan, dan ideologi gender responden. Tabulasi silang digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan antar variabel.

(47)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1. Kondisi Geografis

Kecamatan Cariu terletak di ujung wilayah Kabupaten Bogor, luas wilayahnnya tercatat ± 6.636.049 Ha. Kecamatan Cariu berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjungsari, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jonggol, dan Kecamatan Sukamakmur, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang.

Pada peta rupa bumi, Kecamatan Cariu terletak dalam kordinat antara 106°-108° Bujur Timur dan 6° Lintang Selatan, dengan hamparan bidang wilayahnya berada pada elevasi antara 100-300 meter di atas permukaan laut (m.dpl). Secara fisik sekitar 67 persen berupa dataran, dan sekitar 33 persen berupa perbukitan dan gunung, dengan keadaan lahan sekitar 78 persen berupa lahan kering dan sekitar 10 persen lahan basah.

Terbentang 3 hulu sungai di Kecamatan Cariu, yaitu Sungai Cibeet, Sungai Cikumpeni, dan Sungai Ciomas, umumnya lebih dominan dimanfaatkan untuk sumber pengairan bagi sawah, kolam/empang, dan keperluan rumah tangga.

4.2. Administrasi Kewilayahan

Wilayah Kecamatan secara administrasi kewilayahan meliputi 10 desa, 50 dusun, 50 Rukun Warga (RW), dan 150 Rukun Tetangga (RT). Gambaran terperinci mengenai administrasi kewilayahan tercantum pada Tabel 6.

Referensi

Dokumen terkait

b) kebanyakan remaja mengalami masa masa dimana mereka mencari jati diri dari mereka yang berubah panampilan, gaya hidup, dan pola fikir, disinilah remaja mulai

 Hukum  Hukum #isnis #isnis untuk untuk Perusahaan$ Perusahaan$ %e %eori ori dan dan &ontoh Kasus.

Pada saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, maka Peraturan Walikota Surabaya Nomor 6 Tahun 2013 tentang Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak

Yoghurt dengan bahan baku susu berbeda yaitu susu sapi dan susu kambing ternyata tidak berbeda nyata secara statistik dalam hal kandungan lemaknya namun yoghurt susu kambing

Ayat 2 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi penyelenggara adalah peraturan yang mengatur penyelenggara, misalnya pegawai negeri sipil diatur

Karaktenstik keluarga, dukungan keluarga, pengetahuan serta persepsi ibu terhadap anak ASO temyata tidak bemubungan signifikan dengan strategi koping yang digunakan

Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi peristiwa sekitar Proklamasi melalui

Hubungan antara family functioning dan keterlibatan dalam perilaku bullying pada siswa di Jakarta dan Depok (Skripsi), Universitas Indonesia, Jakarta.. Psikologi