• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KAMPUNG NAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KAMPUNG NAGA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Dodih Heryadi1, Zulpi Miftahudin2

1,2Universitas Siliwangi

1[email protected]

2zulpimiftahudin @unsil.ac.id

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kampung Naga pada bidang pendidian, sedangkan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan kuesioner.

Pendidikan adalah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena itu, Pendidikan merupakan salah satu proses pembentukan karakter manusia. Pendidikan dikatakan sebagai proses pemanusiaan manusia kaearah yang lebih baik, Masyarakat Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang masih menerapkan prinsip nilai-nilai ketradisionalan yang kuat serta tingkat pamali yang cukup tinggi dalam kehidupannya seluruh masyarakat Kampung Naga masih sangat patuh terhadap pesan leluhur mereka, mulai dari soal kesederhanaan, hidup rukun dengan memegang teguh adat tradisi dalam menjaga alam, termasuk soal hubungannya dengan lingkungan sekitar pemberi kehidupan dan pengembangan Pendidikan bagi masyarakatnya. Dan banyak terkandung nilai-nilai dari kearifan lokal yang terdapat pada Masyarakat Kampung Naga yang bisa digunakan pada masyarakat umum, seperti nilai-nilai menjaga keseimbangan antara manusia dengan lingkungan. Manusia harus bisa dan mampu menjaga lingkungan karena alam juga akan menjaga manusia dari kerusakan, konsep nilai-nilai Pendidikan yang diwariskan secara tradisi lisan atau tulisan mampu menjaga eksistensi Masyarakata Kampung Naga dari berbagai perkembangan ataupun pengaruh dari luar.

Kata kunci: kearifan lokal, pendidikan lingkungan, budaya Abstract

The purpose of this study was to analyze the local wisdom values of the Kampung Naga community in the field of education, while to determine the sample in this study using a purposive sampling technique. The instruments used in this study were questionnaires and questionnaires. Education is an effort taken by humans in order to gain knowledge which is then used as a basis for behaving and behaving. Therefore, education is a process of forming human character. Education is said to be a process of humanizing humans in a better direction. The Kampung Naga community is one of the traditional villages that still applies the principles of strong traditional values and a fairly high level of pamali in their lives. The entire Kampung Naga community is still very obedient to their ancestral messages, from from the matter of simplicity, living in harmony by upholding traditional customs in protecting nature, including the matter of its relationship with the surrounding environment that gives life and the development of education for its people. And there are many values from local wisdom found in the Kampung Naga Community that can be used by the general public, such as the values of maintaining a balance between humans and the environment. Humans must be able and able to protect the environment because nature will also protect humans from damage, the concept of educational values that are passed down in an oral or written tradition is able to maintain the existence of the Kampung Naga community from various developments or outside influences

Keywords: local wisdom, environmental education, culture

(2)

A. PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku (Arsini & Sutriyanti, 2020;

Nurfadhilah, 2019; Ramdhani, 1984;

Sudiapermana, 2009). Karena itu, Pendidikan merupakan salah satu proses pembentukan karakter manusia (Hakam, 2016; Karima &

Ramadhani, 2017; Mayasari, 2017;

Nurfadhilah, 2019). Pendidikan dikatakan sebagai proses pemanusiaan manusia kaearah yang lebih baik. Dalam keseluruhan proses aktivitas yang dilakukan manusia terjadi proses pendidikan yang akan menghasilkan sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan. Pendidikan juga merupakan usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.

Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya yang dimilki masyarakat dan bangsa (Danoebroto, 2017; Ernawi, 2010;

Salim, 2016; Syarifuddin, 2016).

Dalam proses pendidikan budaya, secara aktif anak mengembangkan potensi dirinya. Mereka melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul

di masyarakat. Anak

mengembangkan kehidupan

masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Sejalan dengan laju perkembangan masyarakat, Pendidikan menjadi sangat dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada.

Dalam konsep kurikulum pendidikan bukan menjadi patokan yang baku dan statis, tetapi sangat dinamis dan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Agar reformasi pendidikan menjadi urgen agar pendidikan tetap kondusif.

Pentingnya pendidikan sering kali disepelekan atapun di abaikan, selain menjadi sarana untuk menambah wawasan, pendidikan dapat mengasah kemampuan dalam menyelesaikan masalah, meningkatkan perekonomian, hingga menciptakan kesempatan kerja yang lebih baik. Pentingnya pendidikan tidak boleh diremehkan dan perlu ditanamkan sejak dini, pentingnya pendidikan terlihat dalam setiap aspek kehidupan, dan sangat penting bagi pertumbuhan suatu masyarakat ataupun bangsa.

Dengan pendidikan, orang dapat menjadi warga negara yang lebih baik, mengetahui yang benar dan yang salah, memungkinkan masyarakat yang lebih baik di mana hukum dipatuhi, dengan Pendidikan harkat derajat manusia kan lebih bermartabat

Berkaitan pengaruh IPTEK yang cepat dan global tersebut, fenomena yang terjadi juga telah membuat lembaga pendidikan serasa kehilangan ruang gerak. Selain itu juga membuat semakin menipisnya pemahaman orang tua tentang sejarah lokal dan tradisi budaya yang

(3)

ada dalam masyarakat. Oleh karena itu maka alangkah lebih baiknya jika diupayakan bagaimana caranya agar aneka ragam budaya yang telah dimilki tersebut bisa kita jaga dan

kita lestarikan

bersama. Kita optimis bahwa pendidikan yang berbasis pada local wisdom (kearifan lokal) maka, kita optimis akan terciptanya Pendidikan yang mampu memberi makna bagi kehidupan manusia Indonesia secara utuh dan menyeluruh. Artinya pendidikan kemudian akan mampu menjadi semaangat yang bisa mewarnai dinamika manusia Indonesia kedepan. Pembangunan pendidikan nasional kita harus mampu membentuk manusia yang berintegritas tinggi dan berkarakter sehingga mampu melahirkan anak- anak bangsa yang hebat yang memiliki bermartabat sesuai dengan semangat pendidikan yaitu memanusiakan manusia. pendidikan berfungsi sebagai wahana sosialisasi, membantu anak-anak dalam mempelajari cara- cara hidup di mana mereka dilahirkan.

Pendidikan berfungsi mentransmisi dan mentransformasi kebudayaan, mengajarkan nilai-nilai kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya. Sekolah berfungsi mentransformasi budaya, artinya untuk mengubah bentuk kebudayaan agar tetap sesuai dengan masyarakat yang semakin maju dan kompleks dengan tidak meninggalkan kultur kebudayaan yang kita miliki. Oleh karena itu nilai- nilai luhur yang telah diwariskan oleh masyarakat Kampung Naga tidak boleh ditinggalkan, maka pendidikan mempunyai peranan

besar dalam menjaga eksistensi nilai-nilai luhur tersebut

Dalam kurun waktu yang bersamaan Pendidkan dituntut untuk menjawab tantangan kemajuan teknologi serta komunikasi global yang semakin canggih dan kompleks. Masyarakat adat yang masih tetap eksis, telah memelihara local wisdom-nya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari- hari dan menjadi bagian dasar bagi solusi terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat. Salah satu masyarakat yang tetap eksis adalah masyarakat Kampung Naga.

Masyarakat Kampung Naga dengan nilai-nilai kearifan lokal dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, keseimbangan antara manusia dan alam.

B. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang mendeskripsikan suatu peristiwa, perilaku orang atau suatu keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi.

Karakteristik metode penelitian kualitatif adalah dilakukan dalam kondisi ilmiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci, penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif data yang dikumpulkan berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada produk, pendekatan etnografi digunakan dalam upaya melengkapi data baik secara lisan maupun secara tertulis.

Penelitian ini dilaksanakan di

(4)

Kampung Kampung Naga Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya.

Untuk memudahkan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu : 1) Observasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan focus penelitian, yaitu makna dan persepsi kujang dan bentuk aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat yang berada disekitar antar objek penelitian. Teknik ini digunakan dengan mempertimbangkan pengamat dapat melihat secara

langsung dilapangan,

menghindarkan adanya data yang meragukan dan terbatasnya wilayah penelitian. Observasi lapangan sebagai teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan untuk mendapatkan gambaran yang aktual secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek. 2) Observasi partisipasi adalah mencari informasi dengan cara peneliti terlibat dalam kegiatan di masyarakat. 3) Teknik wawancara yaitu suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi. Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terbuka, wawancara terstruktur, dan wawancara tidak terstruktur. 4) Triangulasi adalah mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data

sebagai cara untuk meningkatkan pengukuran validitas. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teori dengan cara mengecek kebenaran temuan atau data teori-teori yang ada, triangulasi sumber data dengan cara mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain, dan triangulasi pakar dengan cara mengecek kebenaran temuan atau data dengan konfirmasi kepada beberapa orang yang dinilai oleh kalangan sebagai ahli atau pakar dibidang yang bersangkutan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Masyarakat

Adat Naga

Kampung Naga merupakan sebuah kawasan pemukiman tradisional yang berada di jalan yang menghubungkan Kabupaten Tasikmalaya dengan Kabupaten Garut. Keberadaan Kampung Naga sudah ada sejak dulu dan sampai sekarang masih tetap lestari dan tetap dipertahankan sebagai bentuk pemukiman tradisional yang memegang teguh nilai-nilai luhur sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku.

Dalam komunitas Kampung Adat di Indonesia, Kampung Naga menjadi salah satu bagian yang tercatat sebagai anggota, artinya keberadaan masyarakat adat kampung Naga dikenal tidak hanya dalam lingkup komunitas masyarakat adat, tetapi dikalangan perguruan tinggi, akademisi, dan turis. Baik turis domestik maupun turis asing.

Keunggulan masyarakat adat Kampung Naga dilihat dari sisi budaya menunjukkan kelebihan bila

(5)

dibandingkan dengan masyarakat adat lainnya, dimana secara geografis strategis tetapi Masyarakat Kampung Naga masih tetap mempertahankan kondisi lingkungannya dengan berpedoman pada nilai-nilai luhur adat dan menjungjung tinggi pesan leluhur dengan berbasis nilai-nilai kearifan lokal, baik dalam bertegur sapa, pengelolaan lingkungan pemukiman, keteguhan mempertahankan tradisi pertanian, sistem pengelolaan produksi, pemeliharaan lahan, pemilihan jenis tanaman, pendistribusian hasil pertanian,

pengembangan kawasan

perkampungan berbasis kearifan lokal, keorganisasian adat, pola penyimpanan hasil pertanian, proses pengelolaan makanan dan saluran- saluran keyakinan berbasis adat.

Modernisasi sebagai perwujudan dari perkembangan perubahan ruang dan waktu menjadi sebuah tantangan yang sangat berat bagi kehidupan masyarakat adat dimanapun termasuk Masyarakat Kampung Adat Naga. Masuknya pengaruh model-model rekayasa teknologi terhadap kehidupan masyarakat baik masyarakat kota dan desa, termasuk masyarakat adat harus dihadapi secara bijak dalam arti, masyarakat adat harus dapat memahami perubahan zaman dan harus siap berkompetisi dalam dinamika perubahan ruang dan waktu dimana, fakta yang ada dalam kehidupan seringkali kontroversial.

Pada tahun 2009 Masyarakat Naga mengalami suatu krisis sebagai konsekuensi dari tingginya kebutuhan hidup manusia yaitu krisis minyak tanah, tetapi berkat

kemandirian masyarakat adat dan didukung oleh pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi hidup serta kearifan lokal yang dimiliki oleh Masyarakat Kampung Naga krisis tersebut dapat teratasi, dengan mengandalkan sumber daya alam yang ada, dan dilakukannya musyawarah adat dengan pemerintah daerah

Gambar 1 Krisis Minyak Pada Masyarakat Kampung Naga Tahun 2009 Sumber: Guide Kampung Naga

Nilai-nilai dan konsep-konsep budaya masyarakat adat dibentuk melalui pewarisan secara lisan dan menjadi milik individu atas tumbuhnya kesadaran diri. Nilai emosional individu membimbing munculnya bentuk perilaku yang berorientasi pada dua pilihan yaitu menjungjung tinggi nilai adat karuhun atau membentuk pola perilaku berbasis nilai modernitas.

Kedua hal tersebut menjadi tantangan bagi masyarakat adat dalam keberlangsungan kehidupannya. Konsekuensi dari dua hal di atas, memunculkan bentuk perilaku yang berbeda, sebab manusia di dalam hidup tidak sekedar dipengaruhi oleh dunia rasional tetapi dipengaruhi oleh dunia imajinasi, artistik, mitologi dan berbagai bentuk ritual. Kenyataan ini memungkinkan lahirnya aspek

(6)

keragaman sikap perilaku manusia serta dimensi-dimensi lain.

Keteguhan Masyarakat Kampung Naga dalam melestarikan nilai-nilai adat sudah teruji sampai sekarang, berbagai unsur yang berkenaan dengan kelangsungan hidup dipertahankan demi terciptanya kondisi masyarakat yang tentram, aman dan sejahtera dalam konsep pemikiran Masyarakat Kampung Naga. Berbagai kegiatan dalam kehidupan Masyarakat Kampung Naga dikontrol berdasarkan nilai adat yang dipertahankan secara turun temurun, yang berdasarkan tata laku adat, kebiasaan, norma dan nilai luhur Masyarakat Kampung Naga. Kondisi ini, menumbuhkan kemampuan Masyarakat Kampung Naga berkompetisi dengan perubahan ruang dan waktu untuk

tetap mempertahankan

keberlanjutan kehidupan dengan mengandalkan kekuatan nilai adat yang sudah melembaga secara turun temurun.

2. Konsep Pendidikan Lingkungan Masyarakat Kampung Naga dalam Menjaga Kelestarian Alamnya.

Karakter merupakan

sekumpulan tata nilai yang menuju kepada satu sistem yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan. Masyarakat adat Kampung Naga sebagai satuan sosial memiliki beragam aktivitas yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan penghidupan secara berkesinambungan. Masyarakat Kampung Naga dikategorikan sebagai masyarakat adat yang tentu saja ada batas terhadap penyerapan

unsur teknologi baru dalam rangka mendukung keberlanjutan kehidupannya. Masyarakat Kampung Naga adalah masyarakat yang bermata pencaharian sebagai besar sebagai petani sawah tradisional dimana jenis padi yang dijadikan sebagai bibit adalah padi gede (pare gede) yang secara turun temurun ditanam dan dipelihara dengan segala aspek etika, mitos, dan aspek ritual.

Gambar 2 Pengolahan Lahan Pertanian di Kampung Naga

Sumber: Guide Kampung Naga

Lahan pertanian Masyarakat Kampung Naga terdiri dari lahan pertanian sawah, lahan pertanian kering, dan kolam sebagai tempat pemeliharaan ikan. Keseluruhan lahan tersebut, berada disekitaran Kampung Adat Naga. Sedangkan, sebagian lahan pertanian dalam radius tidak lebih dari satu kilometer dari pusat perkampungan masyarakat adat Naga. Lahan sawah atau lahan pertanian dilihat dari tata letaknya hampir mengelilingi perkampungan adat Naga mulai dari arah timur, barat, dan selatan. Lahan yang berada dibagian utara dibatasi oleh hutan lindung (leuweung larangan) dan Sungai Ciwulan. Arah selatan kampung adat Naga terbentang lahan pertanian sawah

(7)

yang ddibentuk berteras-teras merupakan batas dari kaki lembah Naga dan perbukitan yang rimbun dengan pohon-pohon besar dimana disalah satu perbukitan terdapat makam leluhur masyarakat kampung adat Naga yang sampai sekarang terpelihara dengan baik dan dianggap sebagai makam keramat yaitu makam Sembah Dalem Singaparana

Kawasan pemukiman sebagai lahan utama tempat tinggal Masyarakat adat Naga memiliki luas kurang lebih 1,5 ha, yang berjumlah 131 bangunan dengan kondisi saling berdempetan, hal ini bukan karena tidak ada lahan tetapi mempertahankan jumlah rumah berdasarkan warisan atau amanat dari leluhur.

Gambar 3 Jarak Rumah Perkampungan

Masyarakat Kampung Naga Sumber: Guide Kampung Naga

Terdapat problem yang harus dihadapi masyarakat adat Naga ke depan sebagai konsekuensi dari makin besarnya populasi warga adat Naga meskipun, melalui kesepakan adat saat ini masih dapat ditanggulangi yaitu dengan memberikan kebebasan untuk mencari tempat tinggal diluar kawasan kampung adat Naga tetapi tetap ada tradisi yang dilaksanakan di lingkungan perkampungan adat Naga mereka diharapkan dapat tetap

ada di perkampungan adat Naga, hal ini dilakukan dengan harapan agar ikatan batin (gemeinschaft) warga kampung adat Naga tetap terpelihara dengan baik.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan warga adat kampung Naga, mereka diberi ruang untuk mengembangkan keterampilan mereka dengan memproduksi berbagai peralatan pelengkap kebutuhan hidup dalam bentuk anyaman yang terbuat daari bahan bambu dan kayu sebagai bentuk adaptasi mereka dengan lingkungan tempat mereka tinggal, dimana pemanfaatan bahan baku untuk membuat anyaman tetap dibawah pengawasan adat agar tidak menimbulkan permasalahan ke depan, prinsip pemanfaatan sumber alam didukung oleh pola kearifan lokal agar tetap berkelanjutan.

Berbagai jenis produk yang dibuat oleh masyarakat adat kampung Naga antara lain, dudukuy galabag, dudukuy cetok, peralatan dapur (boboko), aseupan, nyiru, giribig, tampir, kursi berbahan baku bambu, tempat makan (piring bambu) dan lain-lain. Pengembangan potensi yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat adat Naga merupakan sebuah peluang yang memperkuat keberadaan masyarakat adat Naga dalam menghadapi perubahan dan perkembangan zaman, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pesanan dari luar yang harus mereka penuhi.

(8)

Gambar 4 Masyarakat Kampung Naga sedang membuat anyaman Sumber: Guide Kampung Naga

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan yang paling penting dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat adat Naga. Rumah berfungsi melindungi dan mengatasi dari adanya gangguan cuaca hujan, terik sinar matahari, binatang dan lain-lain. Rumah pada dasarnya memiliki fungsi yang universal, wujud fisik rumah memiliki perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, termasuk bahan yang digunakan untuk pembuatan rumah. Terdapat ketentuan adat dalam pembuatan rumah tinggal masyarakat adat Naga, diantaranya bentuk rumah dibuat dalam bentuk yang sama, bahan baku yang sama yakni atap menggunakan injuk. Bahan baku rumah dibiarkan apa adanya tidak diperbolehkan menggunakan cat, lantai kayu dengan variasi berbahan bambu, daun jendela sebagian sudah menggunakan bahan kaca, tetapi masih ada sebagian yang menggunakan bahan bambu yang dianyam disebut tanda angin.

Keragaman model dan bahan yang digunakan dalam pembuatan rumah menyesuaikan dengan kondisi ekonomi warga (kualitas bahan).

Sedangkan untuk bentuk, arah atau

posisi rumah, model kontruksi menyesuaikan dengan ketentuan adat, ketentuan ini berlaku untuk seluruh warga masyarakat adat Naga yang tinggal disekitaran kampung adat. Sedangkan bagi warga masyarakat adat Naga yang berada diluar kawasan perkampungan adat Naga diberi kebebasan untuk membangun rumah menyesuaikan dengan perkembangan zaman, termasuk model (arsitektur) dan bahan yang digunakan.

Bentuk rumah perkampungan adat Naga berbentuk persegi panjang yang dikenal dengan nama rumah panjang, dimana diujung atap bangunan terdapat variasi model silang yang dalam istilah orang sunda disebut cagak yaitu bentuk yang menyerupai tanduk yang dibuat menggunakan batangan bambu serta dibungkus dengan injuk mengarah ke sebelah barat dan timur dengan muka rumah mengarah ke utara dan selatan, pola seperti ini disesuaikan dengan ketentuan adat leluhur dan tabu apabila arah rumah adat bertentangan dengan ketentuan adat. Kerangka bentuk rumah terbuat dari bahan kayu dan bambu dengan atap injuk dan daun tepus.

Dalam konsep masyarakat adat Naga bahwa bahan yang digunakan dalam pembuatan rumah khususnya injuk memiliki kekuatan yang dapat diandalkan, makin lama injuk yang digunakan untuk atap rumah akan makin tebal dan dijamin kekuatannya bisa puluhan tahun.

Untuk dinding sudah menunjukkan adanya perbedaan dimana sebagian menggunakan bilik dan sebagian menggunakan bahan kayu dengan

(9)

variasi anyaman bambu untuk ditempatkan pada daun pintu dan jendela. Ketentuan bahan dan model rumah dibatasi oleh peraturan adat yang sudah diberlakukan secara turun temurun, dan tabu menggunakan genting dalam ketentuan adat, hal ini dilakukan dengan pertimbangan adat

Gambar 5 Gotong Royong Masyarakat Kampung Naga dalam Membangun rumah

Sumber: Guide Kampung Naga

Ruangan rumah adat Naga terbagi ke dalam 4 – 5 ruang dengan fungsi yang berbeda, yaitu ruang emper atau tepas, yang berfungsi untuk menerima tamu, ruang tengah (ruang keluarga) yaitu tempat berkumpul keluarga, ruangan ini relatif luas karena memiliki fungsi lain yaitu apabila keluarga itu melaksanakan hajatan atau apabila ada salah satu anggota keluarga meninggal, ruangan lainnya adalah yang disebut pangkeng atau enggon (kamar tidur) ruang ini termasuk dalam kategori sakral karena tidak baik apabila anggota keluarga bulak balik masuk ruang kamar tempat tidur. Ruang lain termasuk dalam penataan rumah adat Naga yaitu ruang dapur atau disebut pawon, tempat ini di dominasi oleh kaum wanita sehingga seringkali muncul ungkapan tidak terpuji jika pria

lama-lama berada di ruang dapur (pawon), dan yang terakhir adalah ruangan yang disebut goah atau padaringan yaitu ruangan khusus untuk menyimpan bahan makanan misalnya padi, beras, umbi-umbian, dan peralatan dapur untuk memasak. Posisi teras rumah adat Naga berada di depan rumah dengan dilengkapi tumpukan batu yang disusun dengan rapi sebagai pembatas dan berfungsi untuk menyimpan alas kaki.

Bangunan mesjid, bale pertemuan (bale adat) menghadap ke halaman kampung, dimana mesjid berfungsi sebagai tempat menyalurkan unsur keyakinan, yaitu ibadah jumatan, belajar mengaji, tradisi hajat sasih yang diadakan 6 kali dalam satu tahun yakni bulan Muharam, Mulud, Rayagung, Jumadil akhir, Rewah, dan Ramadan, sedangkan halaman kampung berfungsi untuk tempat pertemuan antara warga adat dengan pimpinan kampung (kuncen) dalam menghadapi masalah atau merencanakan sesuatu atau merencanakan berbagai kegiatan bersama yang ada hubungan dengan adat dan tugas lain dari pemerintahan setempat.

Gambar 6 Persiapan Upacara Adat untuk membersihkab makam leluhur Sumber: Guide Kampung Naga

Bumi Ageung yang telah disebutkan diatas, dilihat dari

(10)

ukurannya tanpak lebih kecil bila dibandingkan dengan rumah warga adat, rumah ini memiliki sifat sakral, dan dijadikan tempat penyimpanan senjata dan pusaka lainnya warisan karuhun tokoh kampung Naga terdahulu dan bumi ageung berdampingan dengan warga adat yang sudah tua usianya diantara Seuweu Naga lainnya. Bumi Ageung berada pada teras ke tiga dari bawah persis di depan kiblat mesjid dan tanpak sunyi karena jarang orang yang mundar mandir sekitar area Bumi Ageung dan dipagari oleh pohon hidup yaitu hanjuang.

Tempat menumbuk padi dalam kehidupan masyarakat adat Naga populer disebut saung lisung. Posisi atau tempat saung lisung letaknya terpisah dari perkampungan, tetapi masih dalam Naga. Penempatan saung lisung berada di sekitar kolam dengan tujuan bahwa limbah padi yang ditumbuk akan menjadi makanan ikan hal ini tentu sangat menguntungkan karena untuk makanan ikan tidak harus mencari ke tempat lain. Limbah tumbukan padi praktis tidak mengotori area perumahan, sama halnya dengan kandang ternak, dimana area kandang ternak berada di luar area pemukiman, tepatnya di sekitar pinggiran sungan ciwulan. Kotoran kandang ternak ada sebagian yang ditampung di kolam tetapi ada sebagian yang diendapkan disekitar kandang untuk pembuatan pupuk.

Kotoran kandang ternak memiliki manfaat ganda disatu sisi bermanfaat untuk pakan ikan, di sisi lain untuk bahan gemuk padi. Pola seperti ini dilakukan agar tidak

mengganggu sektor bersih yaitu area perumahan.

Pakaian tradisional masyarakat adat Kampung Naga terbagi atas dua macam, yaitu pakaian adat sehari- hari dan pakaian adat untuk upacara rirual. Pakaian adat sehari-hari masyarakat adat Naga sebenarnya tidak jauh berbeda dengan masyarakat lain. Dalam masyarakat adat Naga terdapat empat unsur pakaian adat yaitu :

1. Baju kampret berwarna putih atau hitam

2. Totopong atau ikat kepala dari kain batik

3. Sarung poleng (pelekat)

4. Celana komprang berwarna putih atau hitam.

Gambar 7 Suasana Upacara Hajat Sasih Sumber: Guide Kampung Naga

Dalam perkembangan sekarang pakaian orang Naga sama dengan masyarakat lainnya, hanya pada upacara adat mereka menggunakan pakaian khusus seperti hajat sasih dengan menggunakan pakaian upacara yang terdiri atas, sarung poleng, jubah putih yang terbuat dari kain blacu yang menutupi badan sampai lutut, totopong atau peci hitam, dan tanpa menggunakan alas kaki ataupun perhiasan. Sedangkan kaum wanita mempersiapkan

(11)

makanan berupa nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya.

Menyediakan makanan dalam bentuk tumpeng tidak hanya dilakukan oleh kaum wanita yang tinggal disekitaran kampung adat Naga, tetapi mereka yang seketurunan yang tinggal di luar masyarakat adat Naga disarankan untuk ikut serta dalam upacara tersebut, juga mereka diharuskan membawa tumpeng. Tumpeng yang disediakan oleh para kaum perempuan, kemudian dibawa ke mesjid untuk didoakan sebagai bukti rasa syukur atas limpahan sumber makanan yang mereka dapatkan, juga mendoakan agar hasil pertanian mereka dimasa depan menjadi lebih baik. Selesai diberi doa, tumpeng dibawa kembali ke rumah masing- masing dan dimakan bersama keluarga

.

3. Ketahanan Pangan Masyarakat Adat Kampung Naga

Pangan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia dimanapun, tidak terkecuali apakah masyarakat itu terkategorikan tradisional atau modern. Pangan bagian dari kebutuhan manusia yang paling mendasar dalam upaya mempertahankan hidup dan penghidupan, sangat rasional apabila pangan untuk kehidupan dapat dipenuhi oleh pemerintah atau negara dan masyarakat secara bersama-sama. Pangan bagian penting dan merupakan kebutuhan primer yang harus tetap ada dalam

upaya mempertahankan

keberlangsungan kehidupan,

Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang sangat besar

dalam upaya penyediaan sumber pangan, namun karena berbagai hal seperti bencana banjir, dan musim kemarau yang berkepanjangan mengakibatkan petani mengalami gagal panen dan menjadi persoalan yang membutuhkan adanya penyelesaian. Atas dasar hal itu, pemerintah melakukan kebijakan agar warga Indonesia tidak selalu tergantung pada beras, tetapi menerapkan kebijakan tersebut tidak mudah mengingat beras merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yang dalam kondisi seperti apapun pemerintah harus tetap menyediakan beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia.

Salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya mengatasi persoalan pangan yaitu dengan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan, sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap beras.

Namun kebijakan tersebut

tanpaknya kurang

mempertimbangkan daerah-daerah tertentu dimana komoditi beras menjadi komoditi utama kebutuhan masyarakat, termasuk dengan tidak mempertimbangkan kebiasaan masyarakat yang dipengaruhi unsur budaya yang sudah melembaga secara turun temurun.

Terdapat beberapa cara yang memungkinkan dapat dilakukan dalam upaya mempertahankan keberlangsungan ketahanan pangan yang tentu harus dilakukan secara terintegrasi melibatkan seluruh komponen antara lain, pemerintah, masyarakat, dan para pengambil kebijakan dalam penanggulangan

(12)

persoalan pangan. Hal-hal yang memungkinkan dapat dilakukan yaitu melalui pola pengendalian lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru, serta intensifisi sistem pertanian dengan menerapkan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan melalui konsep kearifan lokal yang telah melembaga secara turun temurun, berbasis kemandirian khususnya pengadaan beras.

Kearifan lokal merupakan bentuk kebijakan setempat yang didalamnya mengandung unsur pengetahuan lokal, kebijakan lokal, dan kecerdasan lokal atau setempat pengetahuan yang terwariskan secara budaya dari satu generasi ke generasi berikut merupakan potensi yang harus dipertimbangkan dalam rangka ketahanan pangan khusus untuk daerah-daerah tertentu atau secara nasional. Pola berbasis nilai- nilai adat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan tanpaknya sangat ideal dalam menghadapi persoalan pangan, meskipun produk pangan berbasis kearifan lokal masih sangat terbatas baik di aspek produksi, distribusi. Namun kemampuan para pelaku atau petani tardisional memiliki kontribusi yang sangat besar dalam rangka mendukung program ketahanan pangan meskipun terbatas. Kearifan lokal bersifat dinamis, lentur dan bersifat terbuka terhadap upaya inovasi, hal ini dapat memberikan suatu gambaran bahwa kearifan lokal selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya.

Kearifan lokal muncul dalam

kehidupan manusia sebagai penyaring iklim global yang melanda kehidupan manusia dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup. Pola tanam berbasis kearifan lokal memiliki keunggulan yaitu ramah lingkungan, konsep seperti ini dalam kondisi pengaruh perubahan iklim yang tidak menentu memungkinkan untuk tetap dipertahankan sekaligus dimaksimalkan agar ketersediaan pangan tetap dapat dipertahankan

Ketahanan pangan tidak hanya mencakup ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses, menyediakan, membeli, memproduksi, mendristribusi pangan yang cukup agar terhindar dari ketergantungan kepada pihak lain. Untuk mewujudkan hal itu petani memiliki kedudukan yang strategis dalam upaya mendukung ketahanan pangan, petani adalah produsen pangan, petani harus memiliki kemampuan untuk memproduksi pangan sekaligus meningkatkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Persoalannya pola atau model seperti apa yang memungkinkan dapat dilakukan dalam rangka pemberdayaan petani agar ketahanan pangan tetap dapat terjaga.

(13)

Gambar 8 Areal Persawahan Masyarakat Kampung Naga

Sumber: Guide Kampung Naga

Pemanfaatan lingkungan berbasis kearifan lokal menjadi suatu pilihan, salah satu masyarakat yang sudah teruji dalam rangka ketahanan pangan adalah masyarakat adat kampung Naga, mereka sudah melaksanakan program peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan lingkungan secara maksimal, pemanfaatan lingkungan secara maksimal menjadi prioritas utama dengan berpedoman pada konsep ramah lingkungan. Pemanfaatan sumber budaya lokal berbasis kearifan lokal yang sarat dengan pertimbangan adat, memungkinkan terpeliharanya lingkungan secara berkesinambungan. Pemanfaatan konsep kearifan lokal termasuk peran adat dalam suatu masyarakat dapat mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan.

Penataan ruang dan waktu dalam rangka ketahanan pangan ialah mengantisipasi meningkatnya jumlah penduduk serta munculnya teknologi baru khususnya dalam bidang pertanian, populasi pertambahan penduduk tidak konstan akan terus berkembang

sejalan dengan berubahnya ruang dan waktu. Kepadatan populasi manusia memiliki hubungan dengan satuan luas dan volume dan ruang yang ditempati pada saat itu.

Populasi penduduk pada suatu tempat tertentu akan senantiasa mengalami perkembangan sejalan dengan waktu. Asumsi dasar atas hal itu, bahwa meningkatnya populasi di suatu tempat membawa konsekuensi pada upaya penyediaan bahan pangan untuk daeran tersebut. Tetapi meskipun demikian kita tidak perlu khawatir karena teknologi, kebijakan, dalam menghadapi meningkatnya populasi penduduk pemerintah secara terus menerus berupaya mencari penyelesaian berkenaan dengan penyediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Masyarakat adat kampung Naga dari tahun ke tahun menghadapi problem seperti itu, masyarakat adat Naga memiliki kiat-kiat dalam menghadapi hal itu diantaranya memberikan kebebasan kepada warganya untuk mencari tempat lain di luar masyarakat adat tetapi dengan ketentuan apabila ada kegiatan disekitaran kampung adat disarankan untuk tetap bisa hadir.

Kebijakan adat seperti itu sungguh merupakan suatu tindakan yang bijak, tokoh adat di masyarakat adat Naga memberikan ruang sebebas- bebasnya untuk anggotanya, hal ini dilakukan dengan pertimbangan keterbatasan lahan untuk pemukiman dan juga pertimbangan adat dan peningkatan kesejateraan.

4. Manusia dan Budaya Masyarakat Tradisional Kampung Naga

(14)

Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi, sehingga secara langsung artinya masyarakat sangat penting dalam kehidupan manusia, karena manusia akan sulit berbudaya seandainya ia tidak tumbuh atau dibesarkan dilingkungkan masyarakat. Menurut Parsudi (1982:8) menyatakan bahwa :

“masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati suatu wilayah tertentu yang keteraturan dalam kehidupan sosial tersebut telah dimungkinkan karena adanya seperangkat pranata-pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan kebudayaan yang mereka miliki bersama”.

Berdasarkan pengertian di atas, maka masyarakat mengandung suatu komponen yang penting untuk menentukan ada atau tidaknya suatu kehidupan masyarakat seperti komponen pranata sosial dan kebudayaan, karena sangat penting untuk menentukan keteraturanm kehidupan manusia baik secara individu maupun kelompok.

5. Kebudayaan

Kebudayaan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, kebudayaan sebagai perangkat ide yang masih berada dalam pemikiran manusia, apabila pemikiran tersebut dicurahkan akan menjadi suatu kebudayaan dalam masyarakat berupa kelakuan dan hasil kelakuan.

Tolak ukur dari hal tersebut, adalah hakikat benda dan gejala karena keduanya berada pada tingkat yang nyata (konkret) yang dapat dilihat dalam dimensi ruang dan waktu.

Dengan kata lain, kebudayaan merupakan hasil dari pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, artinya kebudayaan tersebut tidak diperoleh oleh manusia melalui penurununan genetika (biologis) tetapi diperoleh melalui proses belajar dan dipelajari. Menurut pendapat Parsudi Suparlan (1982:4) menyatakan bahwa terdapat 3 cara manusia mempelajari kebudayaan, yaitu :

1. Melalui pengalaman hidup dalam menghadapi lingkungannya, sehingga dari pengalaman tersebut manusia dapat memilih suatu tindakan yang tepat sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya dan keinginan yang dicapainya

2. Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial

3. Melalui petunjuk-petunjuk yang simbolik atau komunikasi.

6. Manusia dilihat dari kebudayaan

Manusia sebagai pencipta kebudayaan yang membuat kebudayaan berfungsi untuk membangun intelektual, emosional, dan lain-lain. Manusia mengenal realitas objek-objek melalui jaringan simbol-simbol yang dibuat oleh kebudayaan. Dalam masyarakat yang modern menilai suatu kebudayaan akan berbeda pandangan, seperti cara tidur, cara duduk, cara makan, pohon yang sudah besar akan ditebang karena dilihat dari segi ekonomi tetapi berbeda dengan masyarakat tradisional mereka cara tidur akan

(15)

berbeda seperti arah menghadap atau tempat tidur yang digunakan, cara duduk, dan mereka akan menolak pohon yang suadah besar untuk ditebang karena dianggap keramat.

Hal ini teerjadi, karena manusia hidup tidak hanya dipengaruhi oleh dunia rasional dan fisiknya tetapi imajinasi, mitologi, dan berbagai bentuk ritual lainnya. Kenyataan ini melahirkan aspek keragaman sikap dan perilaku manusia serta dimensi- dimensi lain yang berhubungan dengan kehidupan yang tidak terlepas dari pengaruh luar.

Sikap dan perilaku manusia dilihat dari kebudayaan

Kebudayaan sebagai keseluruhan ide yang berada didalam pikiran manusia, satuan ide tersebut memberikan kebebasan kepada manusia untuk menginterpretasi, memahami, dan memberikan fungsi pada lingkungan tetapi ide-ide tersebut akan membatasi kebebasan manusia untuk menentukan sikap dan perilakunya terhadap rangsangan dari luar berupa hukuman dan sangsi melalui habit dan concience. Sikap adalah disposisi atau keadaan mental yang ada dalam diri sesesorang untuk berinteraksi terhadap lingkungan, meskipun sikap pada dasarnya bersifat individula tetapi tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh nilai budaya masyarakat dan tempat tinggalnya.

Sikap sering bersumber dari sistem nilai budaya masyarakat, apabila individu menolak suatu unsur inovasi dalam masyarakat karena pertimbangan rasional, tetapi dalam masyarakat tradisional akan berbeda atau menerimanya karena

atas dasar pertimbangan nilai-nilai tradisi yang sudah dianutnya sejak lama.

Pemikiran tersebut, tergantung dari sudut pandang mana manusia melihatnya seperti dua orang atau lebih akan berbeda melihat rumah tinggal yang sehat dan nyaman sebagai salah satu aspek kebutuhan manusia. Masing-masing akan bersikap dan berperilaku berbeda, individu yang menyatakan bahwa rumah sehat dan aman berdasarkan argumentasi teknis dan fisik tetapi individu atau kelompok lain akan menerima bahwa rumah sehat dan aman adalah rumah yang dibuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan tradisi atau adat leluhurnya. Seperti Masyarakat Kampung Naga dapat dilihat dari kebudayaan yang dimilikinya, sebagai berikut :

Tabel 1 Unsur-unsur Budaya pada Masyarakat Kampung Naga

N

O Konsep Variabel Unsur Operasional 1 Usaha

tani Bibit padi Pare gede

Pupuk Pupuk

kandang, pupuk hijau Pengairan/Irig

asi

Irigasi sederhana Racun hama Racun

tradisional, matera- mantera Mitos, magis

padi Pengayom :

Dewi Sri, Nyi Pohaci, etika perilaku pada padi, upacara ritual dalam siklus pertumbuhan padi 2 Peralata

n Rumah adat Bentuk :

panggung, bubungan panjang Bahan : kayu, bambu, injuk, tepus Posisi : memanjang timur-barat, menghadap

(16)

keutara atau selatan, setiap ruangan memiliki fungsi, etika, nilai magis Lahan perumahan : milik adat, sektor bersih, sektor kotor Pakaian adat Harian : kain

pelekat, celana kompring, baju kampret, totopong Upacara : jubah putih, kain pelekat, totopong 3 Organisa

si Kemasay arakatan

Pemangku adat Pimpinan masyarakat merupakan pembuat keputusan dalam urusan urusan adat, hubungan keluar Musyawarah

kampong Urusan adat, hubungan keluar Seuweu Putu Naga atau Sa Naga

Semua penduduk Kampung Naga, orang- orang Naga yang berdomisili diluar Kampung Naga Sarana

komunikasi dan solidaritas

Upacara adat hajat kampung, leluhur yang sama yaitu Sembah Dalem Singaparana 4 Sistem

keperca yaan

Tabu Benda :

memakai, memiliki, memelihara Pedoman

hidup Perbuatan,

ucapan, bahasa, seperangkat tradisi leluhur Upacara adat Hajat sasih :

Susuci di kali Ciwulan, meramu dan dupa

makam leluhur, sanduk- sanduk kepada arwah leluhur, sungkem kepada kuncen, syukuran di kampung membawa macam- macam makanan ke mesjid, makan bersama Upacara Siklus padi :

saat menanam, saat panen, saat menyimpan, saat menumbuk padi, untuk pertamakalin ya

ngaleuleusan Penggunaan

waktu Hari-hari yang ditabukan untuk membicaraka n ihwal adat kepada tami seperti selasa, rabu, sabtu, bulan- bulan untuk upacara hajat sasih (Rayagung, Mulud, Ramadhan, Rajab)

7. Norma Kelompok dan Perilaku Individu

Norma tidak hanya menetapkan tindakan apa yang baik untuk dilakukan, tetapi menetapkan juga sikap yang baik untuk ditampilkan.

Seseorang dihargai bila ia mendukung sikap dan tindakan yang dianggap baik oleh masyarakat, sebaliknya masyarakat akan kecewa bila seseorang mendukung sikap dan

(17)

tindakan yang salah menurut anggapan masyarakat, sehingga individu dituntut agar conform dengan masyarakat karena suatu tekanan sosial (social pressure) yang cukup berarti dalam perkembangan dan pengorganisasian sikap dan tindakan individu selanjutnya.

Sumber utama orientasi sikap dan tindakan seseorang dalam kelompoknya sering bertumpu pada central value. Bagi masyarakat tradisional, nilai sentral ini biasanya bertumpu pada nilai-nilai etika, magis, dan mitos yang diwariskan oleh leluhurnya. Ada dua faktor utama yang mendorong proses perubahan suatu masyarakat, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor eksternal berasal dari luar seperti para pengunjung yang datang ke Kampung Naga yang membawa adat berbeda sedikit demi sedikit akan berpengaruh terhadap masyarakatnya, percepatan pergeseran terjadinya pergeseran nilai-nilai lama yang akan dihilangkan atau disempurnakan, kestatisan atau kelambatan proses pergeseran, dan penguatan eksistensi nilai-nilai.

Pengaruh kekuatan dari lingkungan terhadap suatu masyarakat dapat menghentikan proses pengungkapan atau pemunculan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat (Amirudin

& Mukarom, 2018; Danoebroto, 2017; Ernawi, 2010; Maharani &

Maulidia, 2018; Salim, 2016;

Syarifuddin, 2016; Tanto et al., 2019;

Tilaar, 2004). Jika, dilihat Msayarakat Kampung Naga bukan masyarakat yang terisolasi baik dari segi wilayah maupun aspek

komunikasi, sehingga penalaran yang sederhana akan relatif mudah diterobos oleh berbagai hal.

Masyarakat Kampung Naga sampai saat ini masih “segar” dan “utuh”

dalam kesederhanaan hidup dan kehidupan, dengan nilai-nilai tradisional warisan leluhur memberikan dukungan pada bentuk- bentuk nilai, melalui sikap yang dinyatakan dalam berbagai ungkapan yang selalu dipahami, dihormati, dan penuh toleransi dalam menjalankan adat yang berlaku.

Sikap dari luar yang seperti itu, memperkuat eksistensi Masyarakat Kampung Naga untuk tetap bertahan dan menambah keyakinan pada setiapn warganya bahwa adat warisan leluhur merupakan pilihan yang paling berarti dan berharga yang selalu dihormati oleh semua Masyarakat Kampung Naga maupun msyarakat luar. Sehingga, respons Masyarakat Kampung Naga dalam menghadapi perubahan dari luar dihadapi dengan nilai-nilai budaya yang mereka miliki, yang di evaluasi secara keseluruhan dan digeneralisirkan oleh tokoh-tokoh pemangku adat. Respons Masyarakat Kampung Naga terhadap unsur pembaharuan yang pernah dikenalkan adalah program Panca Usaha Tani.

Berdasarkan hasil analisis, mayoritas Masyarakat Kampung Naga masih ragu atau netral terutama bagi kalangan tokoh atau anggota masyarakat. Respon seperti ini, tidak terlepas dari karakteristik Masyarakat Kampung Naga yang fatalistik pada bentuk-bentuk yang ruti dalam kehidupannya, seperti

(18)

kesederhanaan, keterikatan yang kuat pada adat, dan solidaritas yang kuat pada semua Seuweu Putu Naga.

Hasil lain, dari respons Masyarakat Kampung Naga adalah generasi muda yang menunjukkan respons yang positif, karena mereka telah mengalami proses peningkatan pengetahuan melalui pendidikan formal. Sehingga, mereka memahami nilai-nilai mana yang paling berarti dan berharga bagi dirinya, terutama dalam mengantisipasi masa depannya.

Respons positif yang ditunjukkan terhadap unsur perubahan yang terjadi diluar, merupakan indikator bahwa mereka menyadari akan adanya tuntutan untuk keberadaannya dilingkungkan masyarakat. Meskipun, respons yang ditunjukkan positif tetapi masih dalam taraf covert Action atau belum mampu berperilaku nyata sesuai dengan berarti dan berharga menurut bentuk-bentuk baru. Pada saat ini, generasi muda Masyarakat Kampung Naga sedang terseret dalam suatu dilema dalam memilih, pada satu sisi mereka menggeser belenggu adat dan berorientasi menuju hal yang penuh dengan dinamika berupa bentuk-bentuk baru yang telah mendapat tempat dalam psikologisnya dan disisi lain mereka terpaut ketat pada sistem kekerabatan Seuweu Putu Naga, dimana nilai kekeluargaan ini sangat sulit untuk mereka ingkari.

Dilema tersebut, merupakan refleksi dari adanya tatanan dan proses sosial yang wajar, tetapi sistem sosial yang berlaku dalam Masyarakat adat Kampung Naga, sistem yang secara keseluruhan

mengatur hubungan antara invidu dan masyarakat bertumpu pada asas hierarkis dan senioritas. Kriteria senioritas berdasarkan pada pertimbangan usia atau pengalaman tentang adat, tatanan ini sangat mengikat sehingga membuat status tokoh masyarakat atau tokoh adat cukup disegani dan sulit ditentang oleh anggota kelompoknya. Proses sosial yang wajar terjadi dalam kelompok masyarakat apabila mengakibatkan terjadinya benturan antara nilai-nilai tradisional dengan nilai-nilai baru yang mampu menerobos tatanan lama yang masih mendominasi kehidupan masyarakatnya.

Kearifan lokal yang dimiliki tersebut, tidak membuat Masyarakat Kampung Naga merasa terbelenggu, mereka menerima keterbukaan seperti menerima tamu atau pengunjung yang ingin mengetahui tentang Masyarakat Kampung Naga dan kebudayaan dengan terbuka.

Siapapun boleh datang ke Kampung Naga asal mau mennghormati adat- istiadat yang berlaku di Masyarakat Kampung Naga. Hal, dilakukan untuk tetap mempertahankan nilai-nilai budaya yang dimiliki agar tetap terjaga. Keberadaan Kampung Naga menjadi tujuan wisata budaya yang penuh makna dan falsafah hidup yang tinggi, karena Masyarakat Kampung Naga dalam menjalani hidup berdasarkan filosofi yang wariskan leluhur, termasuk pada saat menerima tamu ataau pengunjung semua masyarakat menghormati sesuai dengan adab dan kebudayaan yang telah lama berlaku, karena mereka tidak khawatir terhadap pengunjung yang datang karena mereka hanya berkunjung dan tidak menetap dan nilai-nilai yang diwariskan pada semua Seuweu Putu Naga sudah begitu sangat kuat.

(19)

D. SIMPULAN DAN SARAN Pendidikan dikatakan sebagai proses pemanusiaan manusia kaearah yang lebih baik, Masyarakat Kampung Naga merupakan salah satu kampung adat yang masih menerapkan prinsip nilai-nilai ketradisionalan yang kuat serta tingkat pamali yang cukup tinggi dalam kehidupannya seluruh masyarakat Kampung Naga masih sangat patuh terhadap pesan leluhur mereka, mulai dari soal kesederhanaan, hidup rukun dengan memegang teguh adat tradisi dalam menjaga alam, termasuk soal hubungannya dengan lingkungan sekitar pemberi kehidupan dan pengembangan Pendidikan bagi masyarakatnya. Dan banyak terkandung nilai-nilai dari kearifan lokal yang terdapat pada Masyarakat Kampung Naga yang bisa digunakan pada masyarakat umum, seperti nilai-nilai menjaga keseimbangan antara manusia dengan lingkungan.

Manusia harus bisa dan mampu menjaga lingkungan karena alam juga akan menjaga manusia dari kerusakan, konsep nilai-nilai Pendidikan yang diwariskan secara tradisi lisan atau tulisan mampu menjaga eksistensi Masyarakata Kampung Naga dari berbagai perkembangan ataupun pengaruh dari luar.

DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, A., & Mukarom, Z. (2018).

Pendidikan Karakter dalam Kaulinan Budak Baheula: Studi Nilai Pendidikan Karakter melalui Permainan Anak Tradisional Sorodot Gaplok dari

Jawa Barat. Southeast Asian Journal of Islamic Education,

1(1), 73–88.

https://doi.org/10.21093/sajie.

v1i1.1345

Arsini, N. W., & Sutriyanti, N. K.

(2020). Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter Hindu Pada Anak Usia Dini. Yayasan Gandhi Puri.

Danoebroto, S. W. (2017). Interaksi budaya dan perkembangan kemampuan berpikir matematis ditinjau dari teori vygotsky dan teori bruner. Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education, 4(7), 480–488.

http://idealmathedu.p4tkmate matika.org/articles/IME-V4.7- 08-Danoebroto.pdf

Ernawi, I. S. (2010). Harmonisasi Kearifan Lokal Dalam Regulasi Penataan Ruang. Seminar Nasional “Urban Culture, Urban Future : Harmonisasi Penataan Ruang Dan Budaya Untuk Mengoptimalkan Potensi Kota,”

1–21.

http://penataanruang.pu.go.id/

taru/upload/paper/Sinkronisas iKearifanLokal_300410.pdf Hakam, K. A. (2016). Pendidikan

Karakter di Sekolah Dasar. UPI.

Karima, M. K., & Ramadhani. (2017).

Peran Pendidikan Dalam Mewujudkan Generasi Emas Indonesia Yang Bermartabat.

Jurnal Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 1(1), 1–

21.

Maharani, A., & Maulidia, S. (2018).

Etnomatematika Dalam Rumah Adat Panjalin. Wacana Akademika, 2(2), 224–235.

Mayasari, T. (2017). Integrasi

(20)

budaya Indonesia dengan Pendidikan Sains. Prosiding SNPF (Seminar Nasional Pendidikan Fisika), 0(0), 12–17.

http://e-

journal.unipma.ac.id/index.php /snpf/article/view/1606/1261 Nurfadhilah, N. (2019). Analisis

Pendidikan Karakter Dalam Mempersiapkan Pubertas Menuju Generasi Emas Indonesia 2045. Jurnal Pendidikan Dasar, 10(1), 85–

100.

http://journal.unj.ac.id/unj/ind ex.php/jpd/article/view/11124 Ramdhani, M. A. (1984). Lingkungan

Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan Karakter. Journal of Industrial Relations, 26(1), 112–

119.

https://doi.org/10.1177/00221 8568402600108

Salim, M. (2016). Adat Sebagai Budaya Kearifan Lokal Untuk Memperkuat Eksistensi Adat Ke Depan. Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan,

5(2), 244–255.

https://doi.org/10.24252/ad.v5 i2.4845

Sudiapermana, E. (2009).

Pendidikan informal. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 4(2).

Syarifuddin, D. (2016). Nilai Budaya Batik Tasik Parahiyangan Sebagai Daya Tarik Wisata Jawa Barat. Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure, 14(2), 9–20.

https://doi.org/10.17509/jurel.

v14i2.8530

Tanto, O. D., Hapidin, H., & Supena, A.

(2019). Penanaman Karakter Anak Usia Dini dalam Kesenian Tradisional Tatah Sungging.

Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(2), 337.

https://doi.org/10.31004/obse si.v3i2.192

Tilaar, H. A. R. (2004).

Multikulturalisme : tantangan- tantangan global masa depan dalam transformasi pendidikan nasional. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diketahui bahwa (1) bentuk gotong royong di masyarakat Kampung Naga terdiri dari pertanian, perbaikan atau renovasi rumah, acara ritual, dan upacara

Maka, fotografi merupakan media yang paling tepat untuk menunjukkan kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Naga yang mengalami modernisasi agar masyarakat yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Naga sangat menjaga apa yang menjadi kata “Pamali” yang di turunkan dari leluhurnya, sehingga dalam pemanfaatan sumber daya alam

Ana Diana, 2023 KECERDASAN EKOLOGIS DALAM NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KAMPUNG CIKONDANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS Universitas Pendidikan Indonesia |

Ana Diana, 2023 KECERDASAN EKOLOGIS DALAM NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT KAMPUNG CIKONDANG SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS Universitas Pendidikan Indonesia |

Masyarakat di Kampung Naga ini memiliki keunikan dari segi kearifan lokalnya dan budaya, di mana kearifan lokal dan budayanya juga dapat mencerminkan karakteristik perekonomian di

Memperkuat tali persaudaraan dengan kebersamaan yang diciptakan Kesimpulan Terdapat 18 nilai karakter yang didapat pada kearifan local Kampung Naga yaitu nilai kejujuran, nilai

Terpeliharanya kampung Naga dari bencana tidak terlepas dari kepatuhan masyarakat terhadap adat istadat warisan leluhur, yang dilakukan dengan cara menjalankan filosofi hidup yaitu tata