Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
No. Daftar FPIPS : 1841/ UN. 40.2.2/ PL/ 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA
(Studi Kasus di Masyarakat Adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya Dalam
Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2013)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Oleh:
RIZA FAISAL 0901028
JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Riza Faisal, 2013
(STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR
JAWA BARAT TAHUN 2013)
Oleh:
RIZA FAISAL 0901028
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial
© Riza Faisal 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya maupun sebagian, dengan
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
LEMBAR PENGESAHAN
RIZA FAISAL 0901028
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA
(Studi Kasus di Masyarakat Adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya Dalam
Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2013)
Disetujui dan disahkan oleh :
NIP 19540404 198101 1 002
Pembimbing II
Dr. Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., M.SI.
NIP 19690929 199402 1 001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed. NIP 19630820 198803 1 001
Pembimbing I
Riza Faisal, 2013
Hari, Tanggal : Rabu, 30 Oktober 2013
Tempat : Gedung FPIPS UPI Bandung
Panitia ujian terdiri dari :
1. Ketua :
Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si. NIP. 19700814 199402 1 001
2. Sekretaris :
Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed.
NIP. 19630820 198803 1 001
3. Penguji : 3.1
Drs. Rahmat, M.Si.
NIP. 19580915 198603 1 003
3.2
Dr. Muhammad Halimi, M.Pd. NIP. 19580605 198803 1 001
3.3
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
Penelitian ini dilatarbelakangi tentang pemahaman masyarakat adat Kampung Naga terhadap sistem politik, yang berusaha menyaring pengaruh nilai-nilai baru demi terjaganya kelestarian budaya nenek moyang. Namun disisi lain, letak Kampung Naga yang strategis menjadikan mereka mengalami interaksi yang intensif dengan masyarakat luar. Selain itu, pranata, tata nilai dan unsur-unsur adat lebih banyak dipegang daripada persoalan pembagian peran politik. Kekhasan budaya masyarakat adat Kampung Naga yang dikenal dominan dengan kearifan budaya lokalnya sangat menarik untuk dikaji ketika dikaitkan dengan kondisi politik yang terjadi sekarang ini. Untuk menentukan budaya politik yang dianut oleh masyarakat adat Kampung Naga, peneliti merumuskan masalah yang dikaji berdasarkan pada orientasi politik masyarakat adat tersebut, yaitu: 1. Bagaimanakah orientasi kognitif masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013?, 2. Bagaimanakah orientasi afektif masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ?, serta 3. Bagaimanakah orientasi evaluatif masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ? . Menurut teori Gabriel Almond dan Sidney Verba yang dijadikan landasan atau grand theory dalam penelitian ini, mereka mengemukakan bahwa budaya politik masyarakat adat atau masyarakat tradisional termasuk dalam budaya politik parokial yang mana tidak ada peran-peran politik yang bersifat khusus: kepala kampung, kepala suku adalah merupakan pemancaran peran-peran yang bersifat politis-ekonomis. Selain itu tingkat partisipasi masyarakat budaya politik ini masih sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif.
Pendekatan yang digunakan untuk mengungkap permasalahan tersebut di masyarakat adat Kampung Naga adalah pendekatan kualitatif, dengan metode studi kasus. Pengumpulan data dalam bentuk observasi, wawancara mendalam, studi pustaka, serta studi dokumentasi.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa : teori yang dikemukakan Almond dan Verba ternyata tidak sesuai dengan hasil penelitian. Indikator yang mereka kemukakan, berbeda dengan hasil yang peneliti dapatkan dilapangan. Budaya politik masyarakat adat Kampung Naga adalah budaya politik kaula (subyek) bukan parokial, yang didapat berdasarkan hasil sebagai berikut: 1. Berdasarkan pemahaman orientasi kognitifnya yang melibatkan pengetahuan atas mekanisme input dan output sistem politik, termasuk pengetahuan atas hak dan kewajiban selaku warganegara, masyarakat adat Kampung Naga ‘kendatipun masih
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
ABSTRAK
POLITICAL CULTURE of the INDIGENOUS PEOPLES of KAMPUNG NAGA (CASE STUDIES in INDIGENOUS KAMPUNG NAGA TASIKMALAYA REGENCY
in WEST JAVA GOVERNOR ELECTION, 2013)
Research it is based on about understanding indigenous kampung naga against political system, that seeks sift influence values new terjaganya for sustainability culture ancestors. But at the other side the kampung naga strategic made them subjected to intensive interaction with people outside. Besides, pranata, the value and elements customary more held problem than the division of the role of politics. Particularity culture indigenous kampung naga known dominant with wisdom his local culture strongly attractive to review when associated with political conditions of a is today. To determine political culture which is embraced by indigenous people kampung naga, researchers formulate problems that assessed according to its on political orientation indigenous the namely: 1. How then orientation cognitive indigenous kampung naga in an election west java governor 2013? , 2. How then orientation affective indigenous kampung naga in an election west java governor 2013? and three. How then orientation evaluative indigenous kampung naga in an election west java governor 2013? . According to the theory of Gabriel Almond and Sidney Verba, which provided the runway or grand theory in this research, they argued that the political culture of indigenous or traditional communities included in the parochial political culture where there is no political roles are special: the head of the village, is the tribal chief of the roles are political-economical. In addition the level of public participation in this political culture is still very low, which caused cognitive factors.
The approach used to uncover these problems in indigenous communities is the qualitative approach, Kampung Naga, in methods of case studies. The collection of data in the form of observation, in-depth interviews, literature studies, as well as the study documentation.
Riza Faisal, 2013 A. Tinjauan Tentang Sistem Politik... 11
1. Definisi Sistem Politik ... 11
B. Tinjauan Tentang Budaya Politik ... 30
1. Pengertian Umum Budaya Politik ... 30
2. Dimensi Orientasi Budaya Politik ... 32
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
C. Tinjauan Tentang Masyarakat Adat ... 53
1. Pengertian Masyarakat Adat ... 53
2. Bentuk Susunan Masyarakat Adat ... 55
a. Masyarakat Hukum Adat Yang Berdasarkan Genelogis ... 55
b. Masyarakat Hukum Adat Yang Berdasarkan Teritorial ... 56
c. Masyarakat Hukum Adat Yang Berdasarkan Teritorial- Genelogis 57 3. Dasar Hukum Masyarakat Adat di Indonesia ... 58
4. Masyarakat Adat Dalam Perspektif Antropologi Politik ... 59
D. Tinjauan Tentang Pemilukada ... 60
1. Pengertian Pemilihan Gubernur (Pemilukada) ... 60
2. Asas-asas Pemilukada ... 61
3. Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah ... 62
4. Penyelenggara Pemilihan Umum Kepala Daerah ... 63
Riza Faisal, 2013
1. Sejarah Kampung Naga ... 86
2. Kependudukan Masyarakat Adat Kampung Naga ... 86
3. Agama dan Kepercayaan Masyarakat Adat Kampung Naga ... 88
4. Mata Pencaharian Masyarakat Adat Kampung Naga ... 88
5. Sistem Kemasyarakatan ... 89
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 92
1. Observasi ... 93
a. Orientasi Kognitif Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ... 94
b. Orientasi Afektif Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ... 95
c. Orientasi Evaluatif Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ... 96
2. Wawancara ... 96
a. Orientasi Kognitif Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ... 98
b. Orientasi Afektif Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ... 101
c. Orientasi Evaluatif Masyarakat Adat Kampung Naga Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ... 107
3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 111
4. Budaya Politik Masyarakat Adat Kampung Naga ... 133
5. Temuan Hasil Penelitian ... 141
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 144
1. Kesimpulan Umum ... 144
2. Kesimpulan Khusus ... 145
B. Saran ... 146
DAFTAR PUSTAKA ... 149
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kesamaan/ketidaksamaan antara kultur dan struktur politik ... 44
Tab el 4.1 Tipe-tipe kebudayaan politik ... 136
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Sistem Politik ... 12
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan
persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu
memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak di wujudkan. Untuk mewujudkan
harapan tersebut diperlukan adanya norma-norma atau kaidah-kaidah yang
mengatur berbagai kegiatan bersama dalam rangka menempatkan dirinya di
tengah-tengah masyarakat yang senantiasa ditegakan. Upaya menegakan
norma-norma tersebut mengharuskan adanya lembaga pemerintah yang memiliki otoritas
tertentu agar norma-norma yang ada ditaati. Dengan demikian kegiatan individu
dalam masyarakat terjadi sekurang-kurangnya karena ada kesempatan,
norma-norma, serta kekuatan untuk mengatur tertib mayarakat kearah pencapaian tujuan.
Unsur-unsur yang terurai di atas merupakan kesatuan yang terkait dalam politik,
dan oleh karenanya, masyarakat di dalamnya merupakan kelompok individu yang
tidak terlepas dari persoalan politik.
Magstadt dan Peter (Darmawan, 2008 : 6) mengemukakan bahwa politik
merupakan ”segala sesuatu mengenai bagaimana manusia diperintah, yang
berkaitan dengan tatanan, kekuasaan, dan keadilan”. Secara umum, setiap manusia
pernah dan selalu membutuhkan sesuatu baik untuk kepentingan diri sendiri,
keluarga, masyarakat, atau yang lainnya. Sejalan dengan kebutuhan ini, semua
kebutuhan tersebut tidak akan terpenuhi apabila tidak ada cara dan alat-alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Proses penentuan cara dan
alat-alat yang akan digunakan serta tujuan yang ingin dicapai sebenarnya sudah
merupakan bagian dari politik.
Manusia merupakan mahluk berpolitik. Hal itu mengandung arti bahwa
manusia tidak sekedar bersifat instingtif, tetapi juga mengaktualisasi dirinya
ditengah masyarakatnya dalam suatu bentuk tingkah laku politik. Dalam
2
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
itu diwujudkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik itu diselenggarakan untuk
mewujudkan tujuan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.Tujuan masyarakat dan bangsa secara umum pertama-tama adalah
pembentukan identitas bersama. Melalui identitas bersama, masyarakat dan
bangsa yang bersangkutan akan mudah membawa dirinya dan menyesuaikan
dirinya sejalan dengan kesepakatan dan identitas bersama yang dibangun.
Berbicara tentang politik, maka kita akan menemukan tentang apa yang
dinamakan budaya politik. Karena pada dasarnya ada ketekaitan antara politik
dengan kebudayaan politik. Almond dan Verba (1990: 16) mengartikan
kebudayaan politik suatu bangsa sebagai distribusi pola-pola orientasi khusus
menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu. Tidak lain adalah pola
tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan politik yang dihayati oleh
para anggota suatu sistem politik. Mengenai penjelasan tersebut, pada dasarnya
setiap masyarakat dalam suatu negara memiliki budaya politik, demikian pula
individu-individu yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang senantiasa
memiliki orientasi, persepsi terhadap sistem politiknya. Hal itu terjadi dalam
masyarakat modern dan masyarakat tradisional atau masyarakat adat, bahkan
masyarakat primitif sekalipun. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam kaitan
budaya politik, individu-individu dalam masyarakat itu menilai tempat dan
perannya di dalam sistem politik.
Pada dasarnya budaya politik suatu masyarakat dengan sendirinya berkembang
di dalam dan dipengaruhi oleh kompleks nilai yang ada dalam masyarakat
tersebut. Dapat dikatakan bahwa kehidupan bermasyarakat dipenuhi oleh interaksi
antarorientasi dan antarnilai. Interaksi yang demikian itu telah memungkinkan
timbulnya kontak-kontak antar budaya suatu kelompok dengan budaya kelompok
yang lain. Interaksi antarorientasi dan antarnilai itu pada dasarnya merupakan
suatu proses pengembangan budaya politik bangsa. Dengan kondisi itu dapat
dikatakan bahwa dalam kerangka pengembangan budaya politik suatu bangsa,
diperlukan keterjalinan dan keterkaitan antarnilai budaya maupun antarkomponen
pengembangan budaya.
Kemudian lebih lanjut Kantaprawira (Sastroatmodjo, 1995 : 40) menambahkan
bahwasannya “budaya politik masyarakat sangat dipengaruhi oleh struktur politik,
sedangkan daya operasional struktur politik ditentukan oleh konteks kultural
tempat struktur itu berada”. Berkenaan dengan hal itu, dilihat dari sudut fungsinya
secara keseluruhan, Almond dan Verba (1990: 53) mengemukakan bahwa “budaya politik bertujuan untuk memelihara stabilitas sistem politik yang demokratis. Berfungsinya budaya politik dengan baik pada prinsipnya ditentukan
oleh tingkat keserasian antara kebudayaan itu dengan struktur politiknya”. Dengan
demikian, apabila struktur yang mereka dambakan dapat berjalan secara serasi,
budaya politik telah dapat berfungsi dengan baik. Atau dengan kata lain budaya
politik suatu bangsa telah mencapai tingkat kematangan.
Budaya politik dapat tumbuh dan berkembang dalam dimana saja baik di
masyarakat modern, masyarakat tradisional atau masyarakat adat, serta
masyarakat primitive. Yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini yaitu
mengenai budaya politik di masyarakat adat. Masyarakat adat tersebut bisa
dikategorikan ke dalam masyarakat (parochial) yaitu masyarakat yang cenderung
pasif,tidak kritis terhadap kekuasaan. Disebabkan sistem politik yang relatif
sederhana dan terbatasnya areal wilayahnya dan diferensiasinya, tidak terdapat
peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri-sendiri. Masyarakat secara
umum tidak menaruh minat begitu besar terhadap objek politik yang luas tetapi
hanya dalam batas tertentu, yakni keterkaitan pada obyek yang relatif sempit
seperti keterikatan pada profesi.
Dalam dokumen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN;1982)
disebutkan bahwa “masyarakat adat adalah komunitas yang memiliki asal-usul
leluhur secara turun-temurun yang hidup di wilayah geografis tertentu serta
memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya dan sosial yang khas”.
Selain itu peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 (1999) menyebutkan
bahwa “masyarakat adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
4
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
Dalam Undang-Undang RI No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air penjelasan pasal 6 ayat 3 dikemukakan bahwa: “masyarakat adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adanya sebagai warga
bersama suau persekutuan hukum adat yang didasarkan atas kesamaan tempat tinggal atau atas dasar keturunan”.
Masyarakat adat yang sangat kental dalam memperrahankan tradisi-tradisinya
sekarang dituntut untuk bisa aktif dalam kegiatan politik berupa pemilihan umum.
Kekhasan budaya masyarakat adat yang dikenal dominan dengan kearifan budaya
lokalnya sangat menarik untuk dikaji ketika dikaitkan dengan kondisi politik yang
terjadi sekarang ini.
Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh warga
sekitar 306 orang dengan jumlah laki-laki 153 orang dan jumlah perempuan 153
orang dengan kepala keluarga sebanyak 105 kepala keluarga (sumber: Arsip Desa
Neglasari Kec. Salawu, Kab. Tasikmalaya 2012) yang masih mempertahankan
tradisi, adat atau kebudayaan dari nenek moyangnya, yang mana taraf
perekonomian dan pendidikan pun rendah. Tingkat pendidikan hanya sampai
jenjang Sekolah Dasar/MI dan itu pun hanya sebagian dari masyarakat kampung
naga yang mampu mensekolahkan anak-anaknya, dalam segi mata pencaharian
tidak banyak yang bekerja di kepegawaian, hampir kebanyakan masyarakat disana
mata pencahariannya adalah buruh tani ataupun pengrajin, aliran listrik pun belum
ada di Kampung tersebut, selain mempertahankan tradisi mereka pun takut apabila
terjadinya kebakaran yang disebabkan oleh arus listrik karena rumah mereka
terbuat dari bahan yang mudah terbakar.
Melihat hal seperti itu, dengan taraf perekonomian yang masih rendah,
pendidikan yang relaif rendah serta dengan tidak adanya arus listrik sebagai
fasilitas mendapatkan informasi atau berita, secara tidak langsung mempengaruhi
kehidupan sosial mereka karena tidak bisa mendapatkan informasi yang beredar di
masyarakat luas, apalagi berkenaaan dengan pemerintahan dan politik.
Namun, Kampung Naga sedikit berbeda dengan masyarakat adat di daerah
lain, lokasinya yang berada tidak jauh dari pusat pemerintahan kabupaten
dengan masyarakat luar. Kampung Naga terletak tidak jauh dari perbatasan kedua
kabupaten tersebut. Terjadinya hubungan itu telah menimbulkan masuknya
nilai-nilai baru dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat adat
Kampung Naga. Namun satu hal yang menarik adalah bagaimana mereka menapis
dan menyaring pengaruh nilai-nilai baru tersebut, tanpa mengakibatkan mereka
mengisolasi diri.
Setelah melakukan pra-penelitian pada saat pemilihan Gubernur tahun 2013 di
kawasan Kampung Naga, peneliti melihat bahwasannya warga masyarakat adat
Kampung Naga berbondong-bondong datang menuju tempat pemilihan dengan
menggunakan baju adat yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, tidak
hanya itu, selain ikut berpartisipasi sebagai pemilih ada beberapa warga yang
menjadi panitia pemilihan di kawasan Kampung Naga tersebut.
Kemudian menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Ali Irawan (Partisipasi
politik masyarakat adat Kampung Naga dalam Pemilukada kabupaten Tasikmlaya
tahun 2012),
bentuk partisipasi masyarakat adat Kampung Naga dapat digolongkan kedalam bentuk partisipasi konvensional. Kegiatan partisipasi konevensional merupakan bentuk demokrasi yang normal termasuk didalamnya kegiatan pemilihan yakni memberi suara, dan diskusi politik. Bentuk partisipasi politik yang dilakukan informan masyarakat adat Kampung Naga dilihat dari sifatnya maka mengarah kepada autonomousparticipation (partisipasi yang otonom). “Partisipasi
otonom adalah partisipasi yang tidak dimobilisasi atau bersifat mandiri.
Melihat dari realita seperti itu apakah urusan pemerintahan serta politik bisa
berkembang di masyarakat adat Kampung Naga, karena dalam kenyataannya
mereka berusaha menapis dan menyaring pengaruh nilai-nilai baru demi
terjaganya kelestarian budaya nenek moyang, namun disisi lain letak kampung
mereka yang strategis menjadikan mereka mengalami interaksi yang intensif
dengan masyarakat luar. Bagaimana perkembangan pemahaman dan kesadaran
masyarakat Kampung Naga terhadap pemerintahan dan politik, apakah terjadi
sistem politik di masyarakat adat tersebut melihat bahwasanya pranata, tata nilai
serta unsur-unsur adat lebih banyak dipegang daripada persoalan pembagian peran
6
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
politik sekaligus dapat berfungsi sebagai pimpinan agama, pemimpin sosial
masyarakat bagi kepentingan-kepentingan ekonomi. Selain itu, melihat bagaimana
pemahaman dan kesadaran masyarakat tersebut terhadap urusan-urusan
pemerintahan dan politik. Sehingga bisa di lihat budaya politik seperti apa yang di
anut dan berkembang di masyarakat adat Kampung Naga, serta bagaimana
partisipasi politik masyarakat tersebut terhadap pemilihan Gubernur Jawa Barat
tahun 2013.
Oleh karena itu peneliti mengusung judul “BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (Studi Kasus di Masyarakat Adat Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya Dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat
Tahun 2013)”.
B. RUMUSAN MASALAH DAN PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa
masalah pokok dalam penelitian ini yaitu:
1. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan,
maka perlu dirumuskan hal yang menjadi fokus permasalahan secara umum.
Masalah yang menjadi inti pembahasan dalam penelitian ini adalah “Budaya
politik seperti apa yang berkembang di masyarakat adat Kampung Naga tersebut”.
Berdasarkan masalah inti tersebut, untuk menentukan budaya politik yang dianut
oleh masyarakat adat Kampung Naga, maka peneliti merumuskan masalah dari
komponen orientasi politik masyarakat adat Kampung Naga tersebut
2. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang terdapat dalam penelitian ini, maka perlu
membatasi ruang lingkup kajian permasalahannya dengan merumuskan
subpokoknya yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah orientasi kognitif masyarakat adat Kampung Naga dalam
b. Bagaimanakah orientasi afektif masyarakat adat Kampung Naga dalam
pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ?
c. Bagaimanakah orientasi evaluatif masyarakat adat Kampung Naga dalam
pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013 ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dari rumusan masalah yang ada, maka dengan adanya penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat dan tujuan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui budaya politik
yang berkembang di masyarakat adat Kampung Naga tersebut sehingga dapat
dikatagorikan dalam kebudayaan politik yang sesuai dengan kondisi yang terjadi
di masyarakat adat Kampung Naga, serta partisipasi masyarakat tersebut dalam
pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
Tujuan merupakan hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan
tindakan. Dengan tujuan, tindakan akan terarahkan secara fokus, begitupun dalam
penelitian ini memilki tujuan. Dari rumusan masalah yang ada maka dengan
adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan tujuan sebagai
berikut:
a. Mengetahui bagaimanakah pemahaman dan penerapan orientasi kognitif
masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat
tahun 2013.
b. Mengetahui bagaimanakah pemahaman dan penerapan orientasi afektif
masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat
tahun 2013.
c. Mengetahui bagaimanakah pemahaman dan penerapan orientasi evaluatif
masyarakat adat Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat
8
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini ada dua yakni:
1. Secara Teoretik
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau
bahan kajian terhadap budaya politik yang berkembang di Kampung
Naga yang statusnya merupakan masyarakat adat yang masih
menjunjung tinggi tradisi dan warisan budaya dari leluhurnya.
b. Mengetahui pemahaman dan kesadaran masyarakat adat Kampung Naga
tentang urusan-urusan pemerintahan dan politik yang sedang berkembang
serta partisipasinya terhadap pemilukada yang berlangsung di daerahnya.
2. Secara Praktis
a. Bagi peneliti, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
gambaran budaya politik yang berkembang di masyarakat adat Kampung
Naga, serta tingkat partisipasi masyarakat adat tersebut dalam pemilihan
Gubernur Jawa Barat.
b. Bagi masyarakat adat Kampung Naga, dari penelitian yang dilakukan
diharapkan bisa memberikan masukan dan gambaran mengenai budaya,
suatu sistem, dan bentuk politik yang berkembang di luar wilayah
Kampung Naga guna memberikan pemahaman dan orientasi tentang
suatu sistem politik.
c. Memberikan pengaruh atau dampak positif guna menumbuhkan dan
membentuk masyarakat adat yang tetap mempertahankan tradisi dan
budaya asli warisan leluhur menjadi warga negara yang baik yang
paham, sadar dan mengerti hukum dan sistem politik.
d. Secara tidak langsung memberikan pemahaman guna menumbuhkan
kesadaran politik serta partisipasi masyarakat adat Kampung Naga
terhadap pemilihan Gubernur ataupun Pemilu.
Bab I : Dalam bab ini peneliti menguraikan latar belakang masalah penelitian, kemudian rumusan masalah yang dijadikan
acuan dalam melakukan penelitian, manfaat yang bisa
diambil sampai dengan sistematika penulisan.
Bab II : Dalam bab ini menjelaskan secara rinci tentang tinjauan pustaka atau teori yang digunakan dalam penelitian ini.
Teori yang digunakan berkenaan dengan sistem politik,
budaya politik, masyarakat adat, serta pemilukada. Pada bab
ini lebih menekankan terhadap pengembangan dari budaya
politik itu sendiri, karena pada dasarnya judul yang diusung
berkenaan dengan budaya politik.
Bab III : Dalam bab ini mengkaji tentang metodelogi penelitian yang digunakan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan
metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Peneliti
melakukan observasi, wawancara, studi pustaka, serta studi
dokumentasi dalam mengumpulkan dan mendapatkan data
berupa informasi serta dalam menganalisis data tersebut.
Bab IV : Dalam bab ini dijelaskan secara rinci baik itu hasil
penelitian maupun pembahasan dalam penelitian tersebut.
Untuk hasil penelitian itu sendiri, adalah data asli yang
penulis uraikan berdasarkan hasil penelitian dilapangan baik
pada saat observasi maupun pada saat melakukan
wawancara dengan informan. Untuk pembahasan hasil
penelitian, peneliti mengkaitkan apa yang menjadi teori dari
penelitian ini yang penulis susun dalam bab II dengan hasil
penelitian dilapangan.
Bab V : . Bab ini merupakan bab terakhir dalam sistematika penulisan skripsi, yang mana didalamnya diuraikan kesimpulan baik
kesimpulan secara umum maupun secara khusus. Selain itu,
saran pun ditambahkan dalam bab ini, yang bisa ditujukan
10
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
menyimpulkan bahwa apa yang dijadikan teori dasar dalam
penelitian ini, tidak sesuai dengan apa yang peneliti
dapatkan dilapangan, dilihat dari ciri-ciri maupun indikator
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian
Kampung Naga ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut
dengan kota Tasikmalaya. Luas Kampung ini sekitar 4 ha, berada di lembah yang
subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan
keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat
Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di
sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya
berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya
ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya
26 kilometer.
2. Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel purposive sehingga jumlah sampel
ditentukan oleh adanya pertimbangan informasi. Penentuan sampel dianggap telah
memadai apabila telah sampai pada titik jenuh. Dalam penelitian kualitatif, yang
dijadikan subjek penelitian hanyalah sumber yang dapat memberikan informasi.
Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah:
a. Aparatur desa Neglasari
b. Pemerintahan formal dan non-formal Kampung Naga
c. Masyarakat asli Kampung Naga yang telah mempunyai hak pilih.
Pemilihan subjek dilakukan untuk memperoleh keterangan-keterangan yang
sesungguhnya mengenai budaya politik yang berkembang di masyarakat adat
Kampung Naga khususnya dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013.
Hal tersebut sejalan dengan karakteristik penelitian kualitatif seperti yang
67
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
sampling dapat diteruskan sampai dicapai tarap “redudency” ketentuan atau
kejenuhan artinya bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh
dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang berarti.
B. PENDEKATAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor (Moleong, 2011: 4) penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan
pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak
boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan. Sejalan dengan
definisi tersebut, Kirk dan Miller (Moleong, 2011:4) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam
kawasanya maupun dalam peristilahannya”.
Menurut Moleong (2011: 5) “penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap,
pandangan, perasaan, dan perilaku individu atau sekelompok orang”. Ternyata
definisi ini hanya mempersoalkan satu metode yaitu wawancara terbuka, sedang
yang penting dari definisi ini mempersoalkan apa yang diteliti yaitu upaya
memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun
sekelompok orang.
Pendekatan ini dipilih berdasarkan dua alasan. Pertama, permasalahan yang
dikaji dalam penelitian tentang budaya politik masyarakat adat Kampung Naga ini
membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual.
Kedua, pemilihan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan
sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari latar
belakang alamiahnya. Disamping itu, pendekatan kualitatif mempunyai
menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam
penelitian ini.
Pendekatan kualitatif ini dirasakan sesuai dengan judul skripsi ini “ Budaya Politik Masyarakat Adat Kampung Naga” studi kasus di masyarakat adat
Kampung Naga dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2013. Tujuan
penelitan ini secara garis besar yaitu untuk mengetahui orientasi atau pemahaman
masyarakat adat itu sendiri terhadap suatu sistem politik melalui pandangan atau
orientasi kognitif, afektif, dan evaluatif terhadap sistem politik, sehingga
masyarakat tersebut bisa di kategorikan ke dalam masyarakat yang menganut
budaya politik parokial, subjek, partisipan, ataukah budaya politik campuran.
Dengan melibatkan diri dengan responden ini peneliti diharapkan mendapatkan
data secara lengkap dengan mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan dan
melakukan pengamatan secara langsung (observasi) terhadap aktivitas mereka
melalui mekanisme tertentu.
C. METODE PENELITIAN
Suatu penelitian ilmiah dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya apabila
menggunakan suatu metode yang sesuai dengan kajian penelitian. Metode
penelitian merupakan suatu cara untuk mencari kebenaran secara ilmiah
berdasarkan pada data yang sesuai dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Metode penelitian sangat di butuhkan karena akan memperjelas
langkah atau cara-cara bagaimana menghasilkan data-data yang tepat dan sesuai
dengan arahan tujuan dari penelitian. Sesuai dengan judul penelitian, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus.
Menurut Danial (2009 : 63) metode studi kasus merupakan metode yang
intensif dan teliti tentang pengungkapan latar belakang, status, dan interaksi
lingkungan terhadap individu, kelompok, instiusi dan komunitas masyarakat
tertentu. Metode ini akan melahirkan prototipe atau karakteristik tertentu yang
khas dari kajiannya.
Lebih lanjut Danial (2009 : 64) mengungkapkan bahwa Studi ini tidak
69
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
kajian individu „tertentu karakteristiknya‟ secara utuh menyeluruh yang
menyangkut seluruh kehidupannya, mulai dari persepsi, gagasan, harapan, sikap,
gaya hidup, dan lingkungan masyarakat. Sesuai dengan metode penelitian tersebut
maka penelitian ini berusaha untuk mendapatkan gambaran real mengenai budaya
politik masyarakat adat Kampung Naga terhadap pemilihan Gubernur jawa Barat
tahun 2013.
D. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pengertian Politik
Magstadt dan Schotten (Darmawan, 2008: 6) bahwa, “politik adalah
segala sesuatu mengenai bagaimana manusia diperintah, yang berkaitan
dengan tatanan, kekuasaan dan keadilan (politics, then,is all about the way
human being are governed, which involves order, power, and justice)”.
Plato dan Aristoteles (Bisosial : 2013) menambahkan, “politik adalah suatu
usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity)yang terbaik di dalam
politik, manusia akan hidup bahagia karena memiliki peluang untuk
mengembangkan bakat hidup dengan rasa kemasyarakatan yang akrab dan
hidup dalam suasana moralitas”. (Politics is an attempt to achieve the best
political society in politics, people will live happy for having the opportunity
to develop their talents live with that familiar sense of community and living
in an atmosphere of morality).
Menyimpulkan apa yang dikemukakan oleh para ahli tersebut
bahwasannya manusia merupakan mahluk berpolitik. Hal itu mengandung
arti bahwa manusia tidak sekedar bersifat instingtif, tetapi juga
mengaktualisasi dirinya ditengah masyarakatnya dalam suatu bentuk
tingkah laku politik. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara tingkah laku politik manusia itu diwujudkan dalam proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Proses pembuatan dan
pelaksanaan keputusan politik itu diselenggarakan untuk mewujudkan
2. Sistem Politik
Easton (1985: 421) mengemukakan tentang sistem politik menurutnya,
Sistem sosial terbesar adalah masyarakat. Pemerintah merupakan satu sub unit diantara lain yang mempunyai tanggung jawab unik terhadap masyarakat. Untuk memenuhi tanggung jawab ini ia praktis melaksanakan monopoli terhadap sarana-sarana pemaksaan, dan merupakan badan satu-satunya yang sah untuk melaksanakan kekuasaan publik atas nama masyarakat. Hubungan-hubungan pemerintah-masyarakat tersebut membentuk sistem politik.
Kemudian Easton (Kantaprawira, 2006: 19) mengartikan sistem politik
sebagai “seperangkat interaksi yang diabstraksi dari totalitas perilaku sosial
melalui mana nilai-nilai disebarkan untuk suatu masyarakat”. Antara
kehidupan politik dan sistem politik terdapat kemiripan rumusan, tapi
tampak bahwa pengertian kehidupan politik lebih sempit dalam arti lebih
bersifat riil daripada sistem politik yang diabstraksi dari totalitas perilaku
masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut Dahl (1994:15) menambahkan
apa yang dikemukakan oleh Easton, menurutnya “sistem politik
didefinisikan sebagai sesuatu pola ketegaran hubungan manusia yang kokoh
sampai tingkat tertentu dan melibatkan secara cukup mencolok tentang
kendali, pengaruh, kekuasaan atau kewenangan Dan suatu sistem politik
hanyalah salah satu aspek sebuah perhimpunan. Dari penjelasan ini dapat
disimpulkan bahwa proses dalam setiap sistem dapat dijelaskan sebagai
input dan output.
Dari penjelasan Easton ini dapat disimpulkan bahwa proses dalam setiap
sistem dapat dijelaskan sebagai input dan output. Begitu pula dalam suatu
sistem politik yang konkrit. Yang dinamakan input itu merupakan suatu
tuntutan serta aspirasi masyarakat dan juga dukungan dari masyarakat.
Dalam suatu sistem politik, input diolah dan diubah menjadi output,
keputusan-keputusan, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mengikat dari
pemerintah. Keputusan-keputusan tersebut mempunyai pengaruh, dan pada
71
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
ekonomi,dsb. Dengan demikian umpan-balik dari output yang kembali
menjadi input baru mengalami pengaruh-pengaruh dari luar ini.
3. Dimensi Politik
Untuk mengetahui budaya politik yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat, maka harus diteliti berdasarkan orientasi atau
pandangan masyarakat tersebut terhadap suatu sistem politik. Yang mana
komponen tersebut dinamakan dimensi politik. Berkenaan dengan Dimensi
Budaya Politik Nazaruddin (Sastroatmodjo, 1995: 37) menjelaskan bahwa
“orientasi individu yang dimaksudkan dalam pandangan ini berarti melihat
aspek individu dalam orientasi politik hanya sebagai pengakuan akan
adanya fenomena dalam masyarakat tertentu, yang semakin mempertegas
bahwa masyarakat secara keseluruhan tidak dapat melepaskan diri dari
orientasi individual. Selanjutnya Almond dan Verba (1990: 16) melihat
bahwa dalam pandangan dimensi politik terdapat tiga komponen.
Komponen pertama adalah orientasi kognitif yang menyangkut pengetahuan tentang politik dan kepercayaan kepada politik, peranan dan segala kewajibannya sebagai warga negara. Komponen kedua adalah orientasi afektif yakni perasaan terhadap sistem politik, perannya, para aktor dan penampilannya. Serta komponen yang ketiga adalah orientasi evaluatif yakni keputusan dan praduga tentang objek-objek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria informasi dan perasaan.
Dari penjelasan tersebut dapat dikemukakan bahwasannya kebudayaan
politik memang pada dasarnya tidak terlepas dari orientasi individual
tersebut terhadap obyek-obyek politik. Dengan orientasi pada tingkat
individu, sebenarnya hal itu tidak berarti bahwa dalam memandang sistem
politik yang sedang berlangsung persepsi masyarakat seolah-olah cenderung
bersifat individualisme.
4. Budaya Politik
Almond dan Verba (1990: 14) mendefinisikan budaya politik sebagai
ragam bagiannya, serta sikap terhadap peranan warga negara yang ada
didalam sistem itu”. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola
orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu.
Menurut Almond dan Powell (1996: 23) mendefinisikan budaya politik
sebagai “Sikap orang-orang mempengaruhi apa yang akan mereka lakukan.
Sikap kolektif politik, nilai, perasaan, informasi dan keterampilan
masyarakat dalam suatu masyarakat mempengaruhi cara politik bekerja
dalam masyarakat itu”.
Mengenai penjelasan tersebut dapat dinyatakan bahwa peranan dan
orientasi kegiatan politik seseorang individu tidak terbatas pada apa yang
dikatakannya tentang suatu objek politik, tetapi lebih luas lagi, yaitu
haruslah ditelaah alasan-alasan mengapa ia melakukan hal itu.
Bagaimanapun juga dalam sistem politik modern yang sangat kompleks
dewasa ini dapat dipastikan bahwa politik bukanlah suatu bentuk ekspresi
dan aktualisasi kemampuan pribadi seseorang, melainkan sangat besar
kemungkinannya dipengaruhi dan didukung oleh konsep-konsep,
gagasan-gagasan warga negara atau anggota masyarakat secara konsekuen.
5. Masyarakat Adat
Darwis (2008: 102) menyimpulkan pendapat Ter Haar tentang pengertian
masyarakat adat yaitu:
Masyarakat adat adalah kesatuan manusia yang teratur, mempunyai penguasa-penguasa, dan mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh atau meninggalnya dalam arti melepaskan diri dari ikatan untuk selama-lamanya.
Berdasarkan penjelasan tersebut masyarakat adat pada hakikatnya tidak
terlepas dari yang dinamakan masyarakat hukum adat, karena dimana ada
masyarakat disana pasti ada hukum. Masyarakat Hukum Adat menurut
73
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
sekolompok orang yang mengalami kehidupan yang wajar menurut kodrat alam, yang terikat sebagai suatu kesatuan dalam suatu tata susunan yang teratur yang bersifat tetap dan kekal, mempunyai pemimpin dan aturan yang dipatuhinya serta memiliki kekayaan berwujud maupun tidak berwujud dan berdiam disuatu daerah tertentu dan mempunyai ikatan batin yang kuat antar anggota dan antar anggota dengan kelompoknya.
Maka dapat disimpulkan masyarakat adat itu merupakan komunitas yang
memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun yang hidup di wilayah
geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik,
budaya dan sosial yang khas. Dan mereka masih memegang teguh dan
melestarikan warisan budaya tersebut
6. Masyarakat Adat Kampung Naga
Kampung Naga adalah salah satu kampung adat dari sekian
kampung-kampung adat di Jawa Barat dan masih tetap melestarikan kebudayaan serta
adat leluhurnya. Kampung Naga sendiri terletak di Desa Neglasari,
Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, lebih tepatnya berada di antara
jalan raya yang menghubungkan daerah Garut dengan Tasikmalaya. Berada
tepat di sebuah lembah yang subur yang dilalui oleh sungai Ciwulan yang
bermata air di Gunung Cikuray Garut, menjadikan kampung ini bersuhu
sejuk. Dengan harmoni kehidupan yang aman, damai, dan tenteram.
7. Pemilihan Gubernur
Menurut UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah daerah, Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang sebelumnya dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), sekarang dipilih secara langsung oleh rakyat,
melalui proses Pemilihan Umum Kepala Daerah yang kemudian dikenal
dengan istilah Pemilukada. Prihatmoko (2005:71) mendefinisikan
pemilukada sebagai “ pemilihan kepala daerah yang melibatkan, mendorong
dan membuka akses partisipasi seluruh warga yang memenuhi syarat
sebagai pemilih dan terbuka kemungkinan sebagai calon, serta pengawal
Pada dasarnya pemilihan umum Gubernur ini merupakan suatu
keleluasaan yang diberikan oleh negara kepada rakyat, khususnya rakyat
yang berada di setiap daerah dalam satu provinsi untuk memilih Gubernur
tersebut secara langsung sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dan
sebagai pengembalian hak-hak dasar masyarakat dengan memberikan
kewenangan yang utuh dalam rangka rekrutmen politik secara demokratis
berdasarkan peraturan yang ada sehingga proses demokrasi dapat terlaksana
dengan baik.
Pemilihan Gubernur yang bebas dan adil dapat melahirkan partisipasi
dari para pemilih yang secara sukarela menentukan pilihannya dalam proses
pemilihan umum. Dan memungkinkan untuk mengurangi fenomena golput
terutama dari kalangan usia muda maupun masyarakat yang masih rendah
tingkat pendidikan maupun perekonomiannya (masyarakat adat). Pemilihan
umum secara langsung ini merupakan upaya untuk menciptakan
demokratisasi di Indonesia.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis merupakan instrument penting yang berusaha
mengungkapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa teknik
pengumpulan data lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong
(2011:168) bahwa “bagi penelitian kualitatif, manusia adalah instrumen utama
karena ia menjadi segala dari keseluruhan penelitian. Ia sekaligus merupakan
perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir pada akhirnya ia menjadi
pelapor penelitiannya”.
Instrument atau alat penelitian disini tepat karena menjadi hal yang sangat
penting dari keseluruhan proses penelitian. Namun, instrument penelitian disini
dimaksud sebagai „alat pengumpul data‟ seperti tes pada penelitian kuantitatif.
Penelitian ini lebih banyak menggunakan pendekatan antar personal, artinya
selama proses penelitian penulis akan lebih banyak mengadakan kontak atau
berhubungan dengan orang-orang di lingkungan lokasi penelitian, dengan
75
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
mendapatkan data yang lebih terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan
untuk kepentingan penelitian.
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan
cara observasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Teknik
pengumpulan data sebagai salah satu bagian penelitian merupakan salah satu
unsur yang sangat penting. Menurut Lofland (Moleong, 2011: 157) “sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain”. Sama halnya dengan penjelasan
yang di kemukakan oleh Lofland teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu, observasi, wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Teknik
tersebut selanjutnya diuraikan sebagai berikut:
a. Observasi
Istilah observasi berasal dan bahasa Latin yang berarti ”melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi yang berarti
pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,
sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checkingin atau
pembuktian terhadap informasi / keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Hadi (Sugiyono, 2008: 203) mengemukakan bahwa “observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis, dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
ingatan dan pengamatan”. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi
terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan
peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data
tambahan terhadap hasil wawancara.
Menurut Moleong (2011: 186) wawancara adalah “percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
„pewawancara atau interviewer’ yang mengajukan pertanyaan dan
„terwawancara atau interviewer‟ yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu”. Dalam kesempatan ini peneliti menggunakan pedoman wawancara
bentuk “semi structured”. Dalam hal ini maka mula-mula interviewer
menanyakan serentetan pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu per
satu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut. Dengan demikian
jawaban yang diperoleh bisa meliputi semua indikator, dengan keterangan
yang lengkap dan mendalam.
Menurut Arikunto, (1997:145) wawancara adalah “sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
responden”. Sedangkan Estenberg (Sugiyono: 2008: 317) menjelaskan bahwa “wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksi makna dalam suatu
topic tertentu. Nasution (2002:73) menjelaskan bahwa tujuan dari wawancara
adalah “untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan hati orang
lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat
kita ketahui melalui observasi”.
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer
mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek
(check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau
ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviewer harus memikirkan
bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam
kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat
wawancara berlangsung.
Pengumpulan data dengan cara berinteraksi atau berkomunikasi secara
langsung dengan pimpinan instansi dan bagian-bagian yang berkaitan dan
menangani masalah yang diteliti. Peneliti melakukan wawancara dengan
narasumber, yaitu pihak-pihak yang dijadikan instrument pengambilan data
77
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
Desa (Desa Neglasari, Kecamatan Salawu), Kepala Adat (Kuncen), Ketua
RT, serta masyarakat asli Kampung Naga itu sendiri.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka (litertur) menurut Danial (2009: 80) merupakan proses
“mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian. Buku tersebut dianggap sebagai sumber data
yang akan di olah ahli sejarah, sastra dan bahasa”. Penelitian yang dilakukan
dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk
memperoleh data yang bersifat teoritis. Disamping itu dengan menggunakan
studi pustaka untuk memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian
yang diharapkan, sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi.
Maka dapat diartikan bahwa studi pustaka atau studi kepustakaan
adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun
informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang
diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan
penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan
sumber-sumber tertulis baik cetak maupun elektronik lain.
d. Studi Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode yang lain adalah metode dokumentasi
atau studi dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau indikator
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger, agendan dan sebagainya. Dibandingkan dengan metode lain,
maka metode ini agak tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan
sumber datanya masih tetap, belum berubah. Metode dokumentasi yang
diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.
Guba dan Lincoln (Alwasilah: 2002 : 155) memaknai dokumen sebagai
barang yang tertulis atau terfilmkan selain records (bukti catatan) yang tidak
disiapkan khusus atas permintaan peneliti. Pencarian dan pengumpulan data
melalui metode-metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
dan sebagainya. Metode ini dimaksudkan untuk mempelajari dan mengkaji
secara mendalam data-data mengenai budaya politik masyarakat adat
Kampung Naga.
G. TAHAP PENELITIAN
Usaha mempelajari penelitian kualitatif tidak terlepas dari usaha mengenal
tahap-tahap penelitan. Tahap-tahap penelitian kualitatif dengan salah satu ciri
pokoknya peneliti menjadi sebagai alat penelitian. Khususnya analisis data ciri
khasnya sudah mulai sejak awal pengumpulan data.
1. Tahap Pra Lapangan
Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan studi
pendahuluan, yang merupakan kegiatan dimana seorang peneliti melihat atau
mengadakan pemantauan secara langsung terhadap tempat atau lokasi yang
akan dijadikan sebagai tempat penelitian, serta mengumpulkan data-data awal
secukupnya untuk dijadikan acuan dalam penyusunan usulan penelitian.
Menurut Moleong (2011: 127) ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan
oleh peneliti dalam tahapan ini, diantaranya: “menyusun rencana penelitian,;
memilih lapangan penelitian; mengurus perizinan; menilai lapangan; memilih
informan; serta, menyiapkan perlengkapan penelitian”.
Karena peneliti mengusung judul tentang budaya politik masyarakat adat,
dan setelah melakukan pendahuluan penelitian ke lokasi Kampung Naga dan
setelahnya mendapatkan data-data yang cukup dan sesuai dengan tujuan dari
penelitian tersebut, maka diambil suatu kesimpulan untuk menjadikan
masyarakat adat Kampung Naga yang berada di wilayah Kabupaten
Tasikmalaya sebagai suatu objek dan tempat penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahapan ini peneliti melakukan apa yang sudah direncanakan dalam
suatu proposal penelitian dan setelah melakukan pendahuluan penelitian yaitu
mengumpulkan data-data dari subjek penelitian dan mencatat segala sesuatu
79
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
pula oleh Moleong (2011: 137) uraian tentang tahap pelaksana penelitian ini
dibagi atas tiga bagian, yaitu: memahami latar penelitian, dan persiapan diri;
memasuki lapangan, dan; berperan serta sambil mengumpulkan data.
Tahapan ini merupakan hal yang sangat penting bagi peneliti guna
mendapatkan data-data sebagai penunjang mendapatkan hasil penelitian yang
sesuai dengan tujuan awal penelitian.
3. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dan analisis data merupakan suatu langkah penting
dalam penelitian, karena dapat memberikan makna terhadap data yang
dikumpulkan oleh peneliti. Pengolahan data dan analisis data akan
dilakukan melalui suatu proses yang menyusun, mengkategorikan data,
mencari kaitan isi dari berbagai data yang diperoleh dengan maksud untuk
mendapatkan maknanya.
Setelah selesai mengadakan wawancara dengan subjek penelitian,
menuliskan kembali data-data yang terkumpul kedalam catatan lapangan
dengan tujuan agar dapat mengungkapkan data dan informasi secara
mendetail. Data yang diperoleh dari wawancara disusun dalam bentuk
catatan lengkap setelah didukung oleh hasil wawancara, observasi, studi
dokumentasi, dan catatan lapangan, setelah itu melakukan prosedur
pengolahan data analisis dari hasil pengumpulan data. Dimana proses
analisis data ini dimulai dengan menelaah, memeriksa seluruh data yang
tersedia dan berbagai sumber yaitu, wawancara, pengamatan,
dokumentasi, dan catatan lapangan.
Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
kredibilitas atau memeriksa derajat kepercayaan, maka langkah-langkah
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Memperpanjang Masa Observasi
Untuk memeriksa absah tidaknya suatu data penelitian, perpanjang
keikutsertaan peneliti di lapang akan mengurangi kemelencengan (bias)
akan mengetahui keadaan secara lebih mendalam dan dapat menguji
ketidakbenaran data baik yang disebabkan oleh diri peneliti itu sendiri
ataupun oleh sebab subjek penelitian.
2) Pengamatan Secara Seksama
Pengamatan secara seksama dilakukan secara terus menerus untuk
memperoleh gambaran nyata tentang permasalahan yang akan diteliti.
3) Triangulasi
Tringulasi merupakan suatu teknik pemeriksaan data dengan
membandingkan data yang diperoleh dari suatu sumber ke sumber
lainnya pada saat yang berbeda atau membandingkan data yang
diperoleh dari satu sumber ke sumber lainnya dengan pendekatan yang
berbeda untuk mengecek atau membandingkan data yang dikumpulkan.
Adapun untuk menguji kredibilitas data, maka dalam pengolahan data
penulis menggunakan metode tringulasi,yaitu:
a) Triangulasi Sumber
Patton (Moleong 2008:330) mengungkapkan bahwa: “Tringulasi
dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif”.
b) Triangulasi Teknik
Untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Dalam melakukan triangulasi teknik ini, data diperoleh dengan
wawancara, lalu di cek dengan observasi, dokumentasi atau
kuesioner.
4) Diskusi
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti selalu melakukan diskusi
dengan orang lain untuk bertukar pikiran atau pendapat. Hal tersebut
dilakukan guna mendapatkan kritik atau saran mengenai masalah
yang sedang diteliti. Selain itu, dengan melakukan diskusi peneliti
81
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
5) Menggunakan Bahan Referensi
Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan keabsahan informasi yang
dibutuhkan dengan menggunakan dukungan bahan referensi yang
cukup. Selain itu, peneliti pun menggunakan alat perekam untuk
wawancara agara dapat mempertahankan keaslian data.
Mengupayakan referensi yang cukup adalah menyediakan
semaksimal mungkin sumber data seperti: buku, jurnal, majalah,
surat kabar, media elektronik serta realitas lapangan seperti catatan
lapangan.
b. Teknik Analisis Data 1) Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian,
seorang peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan
data yang banyak, apabila peneliti mampu menerapkan metode observasi,
wawancara, penyebaran angket atau berbagai dokumen yang
berhubungan dengan subjek yang diteliti. Seperti yang dijelaskan
Nasution (2001:129) di bawah ini:
“ Laporan-laporan itu perlu direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal
yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya jadi laporan lapangan sebagai bahan mentah disingkatkan, reduksi, disusun lebih sistematis ditonjolkan pokok-pokok penting diberi susunan yang lebih sistematis sehingga lebih mudah
dikendalikan”.
2) Melaksanakan Display Data atau Penyajian Data
Penyajian data kepada yang telah diperoleh kedalam sejumlah
matriks atau daftar kategori setiap data yang didapat, penyajian data
biasanya digunakan berbentuk teks naratif. Biasanya dalam penelitian,
kita mendapat data yang banyak. Data yang didapat tidak mungkin
dipaparkan secara keseluruhan, maka dari itu dalam penyajian data
peneliti dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang di teliti.
Mengambil keputusan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data,
dan display data sehingga data dapat disimpulkan, dan peneliti masih
berpeluang untuk menerima masukan. Penarikan kesimpulan sementara,
masih dapat diuji kembali dengan data lapangan, dengan merefleksikan
kembali, peneliti dapat bertukar pikiran dengan teman sejawat,
tringulasi,sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai.
Riza Faisal, 2013
BUDAYA POLITIK MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA (STUDI KASUS DI MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA KABUPATEN TASIKMALAYA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2013)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.KESIMPULAN 1. Kesimpulan Umum
Setelah menguraikan dari beberapa aspek yang menjadi dimensi atau orientasi
politiknya,yang diukur dari segi pemahaman kognitif, afektif, dan evaluatif
terhadap suatu sistem politik khususnya pemilihan Gubernur. Masyarakat adat
Kampung Naga dapat dikategorikan dalam masyarakat yang menganut Budaya
Politik Kaula (subyek).
Tingkat partisipasi politik masyarakat adat Kampung Naga masih rendah yang
disebabkan oleh faktor kognitif dan belum adanya peran-peran politik yang
khusus. Namun, masyarakat adat Kampung Naga saat ini sudah relatif maju baik
sosial maupun ekonominya, masyarakat adat Kampung Naga sudah menaruh
kesadaran, minat, dan perhatiannya terhadap sistem politik pada umumnya
terutama terhadap objek output sistem politik meskipun masih bersifat pasif,
masyarakat memahami dan menyadari akan peran, hak, dan kewajiban sebagai
warganegara yang baik, masyarakatnya pun menyadari sepenuhnya akan otoritas
pemerintah, masyarakat selalu tunduk dan patuh pada kebijakan atau keputusan
pemerintah, serta masyarakat adat Kampung Naga bersikap menerima saja
putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak boleh dikoreksi apalagi
ditentang.
Bagi masyarakat adat Kampung Naga yang mana memiliki prinsip untuk
mematuhi aturan dan segala kebijakan pemerintah disamping aturan adat,
menerima, loyal, dan setia terhadap anjuran, perintah, serta kebijaksanaan yang
dikeluarkan baik oleh pimpinan adat mereka maupun oleh pemerintah. Namun,
untuk masalah yang bersangkutan dengan pribadi atau yang menjadi hak asasi dari
masyarakat adat Kampung Naga itu sendiri, tidak pernah adanya suatu anjuran,
himbauan, apalagi suatu paksaan dari pihak manapun yang menggunakan