1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman budaya
yang saling melengkapi. Kebudayaan menjadi salah satu jenis kekayaan yang dimiliki oleh
setiap daerah dengan kekhasannya masing-masing, sehingga kebudayaan Indonesia itu
sendiri menjadi sesuatu yang berbeda dan unik. Sejumlah kalangan menganggap kebudayaan
sebagai perilaku sosial, sementara bagi kalangan lainnya, kebudayaan sama sekali bukanlah
perilaku. Ada pula yang beranggapan bahwa kapak batu, candi dan tembikar sebagai
kebudayaan, sementara ada juga yang menganggap benda tersebut bukan sebagai
kebudayaan, melainkan hasil dari kebudayaan.
Menurut Nooryan Bahari dalam Kritik Seni karya, ia beranggapan bahwa konsepsi
kebudayaan atas dasar teori evolusi yaitu kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks,
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral adat dan berbagai kemampuan
serta kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.1Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil pemikiran, karya dan segala aktivitas
(bukan perbuatan), yang merefleksikan naluri secara murni.
Kesenian merupakan salah satu unsur dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang
sejajar dengan perkembangan manusia selaku pengubah dan penikmat dari seni itu sendiri,
baik itu melalui seni musik, lukis, pahat, dan sebagainya. Sehingga dalam kehidupan
2 masyarakat, melihat seni yang merupakan hasil dari budaya sebagai simbol atau identitas dari
suatu masyarakat dalam kehidupan sosialnya.
Identitas sangatlah penting, identitas membantu masyarakat luas untuk bisa mengenal
individu atau kelompok baik dari segi budaya, agama, ataupun politik dan berbagai aspek
kehidupan yang lain. Identitas sangatlah menarik untuk dibahas karena identitas pada satu
sisi diproduksi tetapi bersamaan dengan itu pada sisi lain identitas yang dikonsturksi.
Identitas yang diproduksi melekat pada individu atau kelompok yang membedakan diri dari
yang lain. Dengan demikian identitas adalah konsep yang bersifat rasional, yang berkaitan
dengan identifikasi diri dan asal-usul atau kondisi sosio-historis yang spesifik. Proses
pembentukan identitas berlangsung berabad-abad lamanya. Bahkan identitas bukan hanya
diwariskan secara vertikal dari para leluhur, melainkan juga dibentuk oleh pengaruh yang
datang dari lingkungan sekitar.2
Identitas dengan sendirinya merupakan satu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan
sebagaimana semua kenyataan subjektif berhubungan secara dialektif dengan masyarakat,
sehingga, identitas akan dibentuk oleh proses-proses sosial.3 Identitas harus berdasarkan pada
pemahaman tindakan manusia dalam konteks sosialnya. Hal ini penting dilakukan untuk
mengetahui posisi siapa kita dan siapa mereka, siapa diri (self) dan siapa yang lain (others).
Menurut Richard Jenkins, identitas adalah pemahaman kita akan siapa kita, dan siapa
orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka sendiri dan orang
lain. Identitas ini menunjukkan cara-cara di mana individu dan kolektivitas-kolektivitas
2 Identitas terbentuk dari pengaruh lingkungan disekitar yang menandai atau membedakan diri dari yang
lainnya, identitas yang dibentuk dan turun temurun dari nenek moyang kita sebagai suatu budaya.
3 Peter L. Berger dan Thomas Lukman, Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Risalah Tentang Sosiologi
3 dibedakan dalam hubungan mereka dengan individu dan kolektivitas lain.4 Menurut Barker,
Identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang
kamu miliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan dengan
orang lain.5 Sejak awal proses identitas, setiap individu seluruhnya diresapi oleh sejarah
masyarakat, dan karena itu dari permulaan mengandung dimensi sosial dan budaya.
Menurut Anthony P. Cohen, dalam struktur masyarakat terdapat sistem nilai-nilai,
norma, dan kode moral yang menyediakan suatu identitas yang dibatasi bagi seluruh
anggotanya. Dengan demikian identitas direfleksikan sebagai simbol, secara tidak langsung
simbol direkonstrusikan oleh masyarakat untuk memaknai masyarakat itu sendiri. Dapat
dikatakan bahwa budaya adalah cara kita membuat makna, dengan siapa membuat dunia
yang berarti bagi diri sendiri, dan diri kita berarti bagi dunia. Simbol menjadi pembawa
makna, simbol adalah kendaraan untuk budaya. Menurut Cohen simbol memiliki batas, di
mana batasan tersebut menyelimuti identitas masyarakat dan identitas individu, hal ini
disebut menjadi (tuntutan) interaksi sosial. Tujuan batasan tersebut karena, masyarakat
berinteraksi dengan beberapa cara lain atau dengan entitas dari mana mereka, yang tidak
ingin dibedakan dengan entitas lain.6
Dalam kehidupan masyarakat negeri7 Ouw, kerajinan tangan atau lebih dikenal
sekarang dengan istilah Seni Kriya8 merupakan bagian dalam kehidupan mereka. Hasil
4 Richard Jenkis, Social Identity, Third Edition, (London: Routledge, 2008), 18.
5 Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktik (Yogakarta: PT. Bentang Pustaka, 2005), 221.
6 Anthony P. Cohen. The Symbolic Construction of Community. (London and New York: Routledge,
1985), 23-25.
7 Negeri merupakan sebutan yang digunakan oleh orang-orang Maluku Tengah dan Pulau Ambon untuk
menyebutkan desa mereka. Istilah desa digunakan oleh [VOC] sejak abad ke-17. Negeri dibentuk berdasarkan ikatan-ikatan geneologis, teritorial dan religius. Negeri dapat dilihat sebagai kosmo yang merupakan totalitas dari tanah, langit dan isinya. Karena itu keberadaan negeri dijunjung tinggi oleh masyarakatnya terlihat dari sistem solidaritas yang tinggi dimana ancaman bagi negeri merupakan ancaman bagi semua warga.
4 gerabah yang berasal dari negeri Ouw dan merupakan kesenian asli asal Maluku terbuat dari
tanah liat yakni Sempe, balanga, tajela, porna, tampayang, kendi, pot bunga dan perabotan
dapur lainnya. Namun yang lebih populer atau terkenal hingga saat ini adalah Sempe9. Sempe
merupakan wadah khusus tempat makanan khas Maluku yakni papeda10. Kerajinan gerabah
atau seni kriya ini sudah menjadi budaya bagi negeri Ouw, dikarenakan negeri Ouw
merupakan satu-satunya negeri penghasil sempe yang ada di Maluku. Bermodalkan kerajinan
tangan atau seni rupa, negeri Ouw dikenal oleh masyarakat Ambon-Lease11 sebagai negeri
sempe.
Negeri Sempe (baca: negeri penghasil sempe) dilihat sebagai suatu identitas sosial
sekaligus budaya yang melekat bahkan menjadi urat nadi masyarakat negeri Ouw. Dikatakan
sempe sebagai urat nadi masyarakat negeri Ouw, karena sebagian masyarakat negeri Ouw
menjadikan sempe sebagai mata pencaharian atau penghasilan tambah untuk mencukupi
kelangsungan kehidupan mereka. Sehingga sempe dan hasil gerabah lainya merupakan nilai
tersendiri bagi masyarakat negeri Ouw. Namun jika ditinjau lebih dalam lagi, tentang asal
muasal sempe sendiri, budaya gerabah atau sempe ini didapatkan dari gandong negeri Ouw
sendiri yakni negeri Seith.
Berdasarkan cerita bersama (pengetahuan lokal) di negeri Ouw bahwa Sempe
merupakan hasil dari budaya pela-gandong12antara negeri Ouw (Kristen) dan negeri Seith
(Islam), yang berawal dari perpisahan kaka dan adik di Kota Eli Lain (negeri Seith) yakni
9 Sempe dibahasa indonesiakan baskom.
10 Papaeda merupakan makanan khas asal Maluku yang terbuat dari isi pohon Sagu.
11Ambon-Lease mengacu pada empat pulau utama yang lebih kecil dalam wilayah Ambon: Ambon,
Haruku, Saparua dan Nusalaut, dimana tiga pulau terakhir disebut Lease.
12Pela gandong merupakan suatu sebutan yang di berikan kepada dua atau lebih negeri yang saling
5 Kapitan Asarate dan Kapitan Asabate namun, Kapitan Asabate bersama keluarganya berlayar
meninggalkan sang kakak Kapitan Asarate di kota Eli Lain mencari tempat tinggal yang
baru. Dalam perpisahan sang kakak memberikan bekal berupa makanan serta tanah kepada
adik dengan pesan bahwa jika sang adik menemukan tempat untuk didiami maka tanamlah
tanah ini di tanah yang adik diami, dan gunakan tanah ini untuk mata pencarian bagi anak
cucu, akhirnya sang kakak membuatkannya gosepa (rakit dari dahan pohon sagu) untuk
berlayar. Sang adik berlayar menuju selatan dan ia pun berlabuh di sebuah tanjung, yakni
tanjung Ouw.13
Adapun tempat yang dipercayai oleh kedua masyarakat negeri Ouw dan Seith
menjadi tempat sakral bagi mereka yakni Waimula. Waimula merupakan tempat perpisahan
adik-kakak dan di tempat inilah sang kakak mengambil tanah dan pasir yang diberikan untuk
sang adik. Masyarakat negeri Ouw dan negeri Seith percaya bahwa bekas galian tanah dan
pasir saat perpisahaan masih membekas, dimana dipercaya bahwa jika masyarakat Ouw
mengambil tanah dan pasir di negeri Ouw untuk membuat Sempe-balanga14 maka tanah dan
pasir di Waimula ikut merosot, namun jika masyarakat negeri Ouw tidak mengambil tanah
maka tanah di Waimula naik sendirinya seperti semula.15
Tanah yang diberikan ketika perpisahan diyakini merupakan asal usul budaya sempe
di negeri Ouw. Dengan demikian dapat dikatan bahwa dari budaya Gandong yang dimiliki
oleh negeri Ouw dan Seith menghasilkan budaya sempe. Pembuatan sempe sudah dari sejak
13 Maramua H. Silahooy dan Demianus Silahooy II, Sejarah Negeri Ouw, Ada t dan Kebudayaan serta
Agama. (SUNRISE: Belanda, 1994), 124. (tidak dipublikasi)
6 saya kecil, saya tahu membuat sempe dari orang tua saya, membuat sempe sudah turun
temurun dilakukan oleh keluarga saya yang awalnya dari moyang saya.16
Budidaya Sempe sudah menjadi identitas sosial masyarakat negeri Ouw. Bagi
masyarakat Maluku, khususnya Ambon-Lease sudah mengenal negeri Ouw sebagai
satu-satunya negeri penghasil kerajinan sempe-balanga. Ketika masyarakat Maluku ada yang
bertanya, “asal dari mana?” dan ketika menjawab “Ouw” dengan spontan respon dari yang memberikan pertanyaan adalah “sempe”. Hal ini menunjukan bahwa pemberian julukan atau nama dapat dikatakan sebagai identitas sosial bagi tiap daerah di Maluku berdasarkan pada
budaya yang berada disetiap daerah itu sendiri.
Relevansinya ditinjau dari budidaya Sempe yang terdapat di negeri Ouw yang
merupakan hasil dari budaya pela-gandong antara negeri Ouw dan Seith menjadikan sempe
sebagai identitas sosial negeri Ouw. Pada hakikatnya bahwa identitas sosial tidak terlepas
dari identitas diri seseorang. Identitas sosial berkembang dari identitas perorangan. Seperti
halnya identitas negeri Ouw yakni negeri Sempe, berkembang dari kebiasaan perorangan
yang melakukan pengrajin Sempe, yang mulai diketahui oleh masyarakat luas pada akhirnya
semua masyarakat negeri Ouw dijuluki pengrajin Sempe. Walaupun pada kenyataanya tidak
semua masyarakat negeri Ouw adalah pengrajin sempe, namun semua itu diterima oleh
masyarakat negeri Ouw oleh karena budaya yang sudah ada sejak lama dan menjadi
kebiasaan. Oleh karena itu penulis ingin melihat bagaimana pemaknaan simbol sempe
sebagai identitas sosial dari masyarakat negeri Ouw, dengan melihat adanya perubahan sosial
di mana sempe bukan lagi satu-satunya tempat untuk menyajikan papeda serta melihat
16 Hasil wawancara dengan Ny. O. P. sebagai pengrajin sempe, 18 April 2016 Wawancara via telepon. Pada
7 hubungan persaudaraan negeri Ouw dan Seith melalui sempe yang merupakan tanda
perpisahan adik dan kakak berdasarkan cerita bersama.
Bagi Cohen, identitas direfleksikan sebagai simbol, dan simbol ini bisa dibandingkan
dengan kosakata, dimana dengan belajar kata-kata kita memperoleh komponen bahasa,
memberi kita kapasitas untuk berkomunikasi dengan orang lain, tetapi tidak memberitahu
kita apa yang harus dikomunikasikan. Demikian pula dengan simbol: mereka tidak
memberitahu kita apa yang berarti, tetapi memberikan kita kapasitas untuk membuat sebuah
makna.17 Sedangkan menurut Kroeber dan Kluchohn berasumsi bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan pola tingka laku dan pola bertingkah laku, baik secara eksplisit maupun implisit,
yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu
yang khas dari kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda materi.18 Negeri
Ouw atau masyarakat Ambon-Lease memberikan nama lain yakni Ouw negeri Sempe, nama
atau julukan yang didapatkan dikarenakan negeri Ouw merupakan satu-satunya negeri yang
masih melestarikan kerajinan tangan atau gerabah yang salah satu hasil yang begitu dikenal
dari dahulu hingga saat ini yakni sempe. Pemberian nama atau identitas atas negeri Ouw
menjadikan sempe sebagai simbol dari negeri itu sendiri, hubungannya bagaimana
masyarakat negeri Ouw memahami dan memaknai simbol sempe sebagai identitas sosial
negeri mereka. Sehingga penulisan ini penulis memberikan judul:
OUW NEGERI SEMPE
(Pemaknaan Simbol Sempe Sebagai Identitas Sosial di Negeri Ouw-Maluku)
8
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan pokok yang penting dalam penulisan ini yakni:
Bagaimana masyarakat negeri Ouw memaknai simbol sempe sebagai identitas sosial
negerinya?
1.3Tujuan Penilitian
Adapun tujuan penilitian yang akan dicapai berdasarkan permasalahan di atas adalah:
Mendiskripsikan dan menganalisa pemahaman masyarakat negeri Ouw tentang simbol sempe
sebagai identitas sosial.
1.4Signifikansi Penulisan
Dengan melihat tujuan penulisan dan rumusan masalah di atas, maka signifikansi dari
penulisan ini adalah:
1. Secara teoritis, diharapkan dapat memperkaya pemahaman pembaca dan sekaligus
penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur-literatur terkait dengan kajian
penelitian simbol-simbol budaya di Maluku khususnya tentang makna simbol sempe
balanga sebagai identitas negeri Ouw dalam pandangan sosio historis.
2. Secara praktis, diharapkan dapat memberi masukan bagi Program Studi Pascasarjana
Sosiologi Agama - Universitas Kristen Satya Wacana untuk menjadi landasan berpikir
9
1.5Metode Penulisan
1. Metode dan Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah penelitian deskritif
analisis dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Jenis dan metode penelitian
ini akan menggambarkan suatu fakta yang sebagaimana adanya. Metode kualitatif
digunakan untuk memahami makna di balik data yang tampak. Metode kualitatif
dianggap paling cocok digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui
data yang diperoleh di lapangan.19 Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti akan
dipandu dengan fakta-fakta yang ada di lapangan dan peneliti secara fisik berhubungan
dengan orang, latar, lokasi atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku
dalam latar ilmiahnya.20
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang akan dilakukan peneliti dalam meneliti melalui :
Teknik Snowball sampling
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada
awalnya jumlahnya sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang
lengkap, maka harus mencari orang lain yang dapat digunakan sebagai sumber
data.21Snowball merupakan salah satu metode dalam pengambilan sampel dari
suatu populasi atau dengan kata lain snowball merupakan metode pengambilan
sampel dengan cara berantai.22
19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV Alfabeta, 2011), 8-25. 20 John W. Creswell, Research Design; Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, (Jakarta: KIK Press, 2002),
140.
21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,… 300.
10
Wawancara
Berdasarkan hasil Snowball sampling yang telah dilakukan, penulis akan
melakukan wawancara dengan anggota sampel yang telah terpilih. Wawancara
dilakukan dengan maksud memperoleh informasi-informasi akurat berhubungan
dengan penulisan tesis. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam
dan jumlahnya respondennya sedikit/kecil. Wawancara yang dilakukan bersifat
dinamis. Peneliti perlu memahami situasi dan kondisi sehingga dapat memilih
waktu yang tepat dan kapan dan dimana harus melakukan wawancara.23
Studi Pustaka
Penulis menggunakan studi pustaka guna mengemukakan landasan-landasan
teoritis dan menganalisa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian
yang dilakukan.
3. Informan Kunci
Tentu dalam penelitian ini, peneliti membutuhkan informan untuk membantu
penulis mendapatkan informasi dan data-data akurat yang dibutuhkan dalam tulisan
ini. Yang menjadi informan kunci ialah Ibu-ibu negeri Ouw yang merupakan pengrajin
sempe dan Masyarakat negeri Ouw menetap di Maluku.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di negeri Ouw, pulau Saparua, kabupaten Maluku
Tengah sebagai sumber penghasil sempe di Maluku.
11
1.6Sistematika Penulisan
Bab I Merupakan bab pendahuluan. Pada bab ini tersimpan latar belakang
permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penulisan,
metode penelitian, informan kunci, lokasi penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II Merupakan bab Teori yang memaparkan pengertian seni, simbol dan identitas.
Bab III Merupakan bab yang berisi tentang ulasan data atas dasar penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terkait dengan pemaknaan simbol sempe bagi masyarakat
negeri Ouw.
Bab IV Merupakan analisa penulis terhadap hasil penelitian dengan mengacu kepada
teori yang dibahas dalam Bab II.
Bab V Merupakan bab penutup yang dirangkum dalam kesimpulan dari seluruh