• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU ANAK TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN KESUSILAAN ( Studi Putusan: No.202Pid.Sus2012PN.KTA ) Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Univer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU ANAK TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN KESUSILAAN ( Studi Putusan: No.202Pid.Sus2012PN.KTA ) Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Univer"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU ANAK TINDAK PIDANA DENGAN SENGAJA MEMBUJUK ANAK UNTUK

MELAKUKAN PERBUATAN KESUSILAAN ( Studi Putusan: No.202/Pid.Sus/2012/PN.KTA )

Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M.

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Lampung Email: Yogiarsandi@gmail.com

ABSTRAK

Tindak pidana kesusilaan merupakan salah satu masalah yang dihadapi remaja dan menjadi masalah bagi lingkungannya adalah aktifitas seksual yang akhir-akhir ini nampak menjurus pada hal-hal negatif. Terjadinya berbagai kasus persetubuhan antar anak yang dilakukan oleh anak tentunya dapat disebabkan oleh berbagai pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, gambar dan film porno, kebebasan pergaulan, serta tidak dapat perhatian dari orang tua. Tindak pidana tersebut diatur pada Pasal 81 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan? dan apakah dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana yang telah ada perdamaian dengan korban?

Metode penelitian adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dengan Studi Lapangan (field research) dan Studi Kepustakaan (library research). Sedangkan analisis data dengan cara analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa perbuatan tindak pidana kesusilaan (persetubuhan) yang dilakukan antar anak mengacu pada Pasal 81 (2) dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang unsur-unsurnya telah disebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya. Maka ancaman pidana minimum bagi anak yaitu penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp. 30.00.000,-. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap pelaku karena sebelumnya sudah melakukan perdamaian dan pelaku bertanggung jawab atas segala perbuatannya mereka pun melangsungkan pernikahan, tuntutan tetap berlangsung. Maka itu menjadi dasar pertimbangan hakim untuk meringankan tuntutan hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana tersebut supaya perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh anak tidak terulang kembali.

(2)

ANALYSIS PUNISHMENT OF THE CRIME OF CHILD ACTORS TO DELIBERATELY TAKING ACTION PERSUADE YOUNG PEOPLE TO

DECENCY

(Study Verdict: 202 / Pid.Sus / 2012 / PN.KTA) Yogi Arsandi, Erna Dewi, Diah Gustiniati M.

Legal Studies Program, Faculty of Law, University of Lampung Email: Yogiarsandi@gmail.com

ABSTRACT

The criminal act of decency is one of the problems facing youth and the environment is a problem for sexual activity lately seems lead to negative things. The occurrence of cases of promiscuity among children by children can certainly be caused by a variety of certain parties who are not responsible, environmental influences, images and porn movies, freedom of association, and can not be the attention of the parents. The offenses are set out in Article 81 Paragraph (2) of Law No. 23 of 2002 on Child Protection. The problem in this thesis is How the criminal prosecution against perpetrators of the crime of child deliberately persuade a child to commit an act of decency? and whether the consideration to the sentencing judge in giving perpetrators of the crime of child who has no peace with the victim?

The research method is a normative juridical and judicial approach empirically. Study data was collected with the Fields (field research) and Library Studies (library research). While the analysis of the data by means of qualitative analysis. Based on the results of research and discussion in mind that the act of the crime of morality (sexual intercourse) were conducted among children referred to in Article 81 (2) and 82 of Law No. 23 of 2002 on Child Protection which elements already mentioned that any person intentionally practice deceit deception, a series of lies, to persuade a child to perform sexual intercourse with her. So the minimum criminal sanctions for the child that is 1 year 6 months imprisonment and a fine of Rp. 30.00.000, -. Basic considerations of judges in imposing criminal penalties against perpetrators having previously been doing peace and actors responsible for any actions they were married, the demand persists. Then it became the basis of consideration of the judge to ease the penalty to be imposed for the criminal acts that criminal offenses committed by children does not happen again.

(3)

I. PENDAHULUAN

Tindak pidana merupakan perbuatan yang merugikan tata kehidupan sosial karena mengganggu ketenangan individu atau kelompok ataupun dalam tingkatan tertentu dapat menciptakan suasana kehidupan nasional atau suatu Negara tidak stabil. Setiap manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini seiring dengan semakin majunya perkembangan yang beraneka ragam dalam kebutuhan hidup manusia serta perkembangan diri manusia Indonesia. Seperti ungkapan “bahwa kejahatan erat hubungannya dan bahkan menjadi sebahagian hasil dari budaya sendiri, ini berarti semakin tinggi tingkat budayanya semakin modern suatu bangsa, maka semakin meningkatnya angka kriminalitas terhadap jenis-jenis kejahatan yang menimbulkan korban tidak hanya sedikit. Korban-korban dari kejahatan tersebut dapat berasal dari berbagai tingkat usia, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan sebagainya.

Pada era globalisasi yang ditandai dengan semakin tingginya kemampuan manusia dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka bukan hanya menimbulkan dampak positif tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang antara lain berupa semakin canggih dan berkembangnya kejahatan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas dan semakin mengglobal. Peristiwa kejahatan tersebut diindonesia

1

S.T.R.Sianturi, 1992, Penanggulangan Kejahatan, Liberti. Bandung. hlm. 12.

korbanya bukan hanya ditujukan kepada orang dewasa tetapi anak, tidak hanya laki-laki tapi perempuan juga rawan menjadi korban kejahatan. Karena Manusia merupakan makhluk sosial (homo socius). Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk hidup. Dalam menjalani hidup tersebut, manusia memiliki berbagai kepentingan dan kebutuhan masing-masing.

Kepentingan dan kebutuhan setiap manusia tidak mutlak sama satu sama lain. Dalam rangka memenuhi kepentingan dan kebutuhannya tersebut, kadang terjadi benturan atau pertentangan kepentingan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Benturan kepentingan inilah yang kadang pula memaksa seseorang untuk melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran yang merugikan pihak lain.

(4)

terkait kerugian sebagaimana yang kita pahami dalam istilah keperdataan, namun juga mencakup kerugian terhadap jiwa dan raga. Raga dalam hal ini mencakup tubuh yang juga terkait dengan nyawa seseorang, sedangkan jiwa mencakup perasaan atau keadaan psikis.2

Suatu kenyataan bahwa anak merupakan cikal bakal bagi tegaknya suatu bangsa. Anak merupakan generasi muda yang akan menggantikan generasi tua, sehingga generasi muda itu merupakan sesuatau kekuatan sosial yang berperan sangat besar bagi pelaksanaan pembangunan tiap negara. Tetapi kenyataan yang sangat memilukan jika ternyata banyak anak yang melakukan kenakalan. Penyebab anak melakukan kenakalan, baik berupa tindak pidana maupun melanggar norma-norma sosial (agama, susila, dan sopan santun) dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang antara lain adalah mencari identitas diri, masa puber (perubahan hormon-hormon seksual), tekanan ekonomi, tidak ada disiplin diri, peniruan, dan lingkungan pergaulan yang buruk. Berdasarkan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini ternyata memperlihatkan perilaku yang terdapat dalam berita-berita di media massa dan televisi di indonesia, perilaku anak banyak yang menjurus kepada tindak pidana kejahatan, seperti pemerkosaan, pencabulan, pencurian, perkelahian antar pelajar dan lain-lain.

Terjadinya berbagai kasus persetubuhan antar anak yang dilakukan oleh anak tentunya disebabkan oleh pihak-pihak tertentu

2

Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidan, Rangkang Education. Yogyakarta. hlm. 2.

yang tidak bertanggung jawab, pengaruh lingkungan, kebebasan pergaulan, adanya film dan video yang lepas sensor,dan bacaan-bacaan yang dapat merusak jiwa anak tersebut. Seperti contoh kasus seorang anak yang masih berumur 17 tahun terpaksa dipidana penjara karena telah melakukan persetubuhan dengan seorang wanita yang masih berumur 17 tahun. Perbuatan mereka terjadi atas dasar suka sama suka (pacaran) pada bulan januari 2012 dipekon suka banjar kecamatan gunung alip kabupaten tanggamus yang berawal terjadi setelah pulang sekolah saksi datang kerumah terdakwa, kemudian terdakwa merayu saksi untuk melakukan hubungan persetubuhan dengan bujuk rayu dan akan bertanggung jawab maka saksi merasa yakin dan percaya untuk kemudian saksi mengikuti apa saja yang dilakukan terdakwa kepada saksi. pihak terdakwa dan pihak saksi sudah ada perdamaian dan terdakwa siap menikahi saksi, surat perdamaian dibuat dan ditandatangani di sukarame tertanggal 11 september 2012. Terdakwa dan saksi korban melangsungkan pernikahan di musholla pengadilan negri kota agung pada hari senin tanggal 8 oktober 2012 sebagaimana surat keterangan menikah.

(5)

kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa dimasa depan. Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatanya berdasar pikiran, perasaan, dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat mempengaruhi prilakunya, oleh karena itu, dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat termasuk juga hakim seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan, dan pengembangan priaku anak tersebut, maka untuk memberikan efek jera bagi pelaku yang lain maka hakim memandang penjatuhan pidana penjara dirasakan lebih tepat dalam kasus perkara ini. Sesuai Putusan: No.202/Pid.Sus/2012/PN.KTA dan ketentuan Pasal 81 Ayat (2) UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, maka hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan dengannya dan menjatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan serta denda sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Selain itu, diatur lebih khusus lagi untuk memberikan jaminan yang lebih dalam perlindungan anak, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hal ini berdasarkan asas Lex Spesialis

Derogat Lex Generalis yang

menyatakan bahwa peraturan yang khusus mengesampingkan peraturan

yang umum. Kejahatan persetubuhan di atur lebih khusus dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu:

Pasal 81 dan Pasal 82 Kasus persetubuhan antar anak yang sering terjadi disebabkan karena pengaruh lingkungan yang tidak baik, kebebasan dalam pergaulan dan tidak ada kontrol dari orang tua.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dan untuk membatasi kajian dalam penelitian ini, maka Penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yaitu (a) Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan? (b) Apakah dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana yang telah ada perdamaian dengan korban?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini mengunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus.3

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari penelitian dan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan.

3

(6)

Upaya pengumpulan data yang dipergunakan dalam penulisan ini, penulis menggunakan prosedur Studi Lapangan (field research) dan Studi Kepustakaan (library research) dalam menganalisis data diperlukan bebrapa narasumber, adapun narasumber dalam penelitian ini adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Kota Agung (Hakim yang memutus) 1 (satu) orang, Jaksa Penuntut Umum Negeri Kota Agung 1 (satu) orang, LSM LADA (Lembaga Advokasi Anak) Bandar Lampung 2 (satu) orang, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila 2 (satu) orang

II.PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

1. Nama : Wini

Noviarini S.H., M.H.

Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 37 Tahun Jabatan : Hakim Ketua I

Instansi : Pengadilan Negeri Kota Agung

2. Nama : Rade Satya Parsaoran S.H.

Jenis Kelamin : Laki-Laki NIP : 19760910 200112 1 002

Jabatan : Kepala Kasi Tindak Pidana Umum

Instansi : Kejaksaan Negeri Kota Agung

3. Nama : Dede

Suhendri S.H.

Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 36 Tahun Jabatan : Direktur Eksekutif

Instansi : LSM LADA Bandar Lampung

4. Nama : Hery Rio Saputra S.H.

Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 26 Tahun Jabatan : Advokat Instansi : LSM LADA Bandar Lampung

5. Nama : Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H.

Jenis Kelamin : Perempuan NIP : 19550106 198003 2 001

Jabatan : Dosen Bagian Hukum Pidana

Instansi : Fakultas Hukum Universitas Lampung 6. Nama : Rinaldy

Amrullah, S.H., M.H.

Jenis Kelamin : Laki-Laki NIP : 19801118 200801 1 008

Jabatan : Dosen Bagian Hukum Pidana

Instansi : Fakultas Hukum Universitas Lampung

B. Pemidanaan terhadap Pelaku Anak Tindak Pidana dengan Sengaja Membujuk Anak Untuk Melakukan Perbuatan Kesusilaan

(7)

harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakkan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

a. Nondiskriminasi

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, atau lembaga pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Kegiatan perlindungan anak

membawa akibat hukum baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupum tidak tertulis, karena hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak.

Hak asasi anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Peran hakim dalam memberi keputusan demi menjaga psikologis anak sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Usaha

perlindungan anak salah satu upaya pengadaan kesejahteraan anak yang harus dikembangkan adalah peran aktif hakim dalam persidangan dan pemberian keputusan mengenai perlindungan terhadap anak yang mengalami tindak pidana

persetubuhan.

C. Dasar Pertimbangan Hakim

dalam Memberikan

Pemidanaan terhadap Pelaku Anak Tindak Pidana Yang Telah Ada Perdamaian dengan Korban

(8)

dalam pengertian kekuasaan kehakiman yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang bunyi “Kekuasaan negara yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”.

Apabila sebelumnya antara keluarga saksi dan keluarga terdakwa sudah ada kesepakatan perdamaian tertulis yang isinya kedua orang tua sepakat untuk menikahi saksi korban dan terdakwa dan terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan sudah berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya serta melangsungkan pernikahan dan sudah sah terbukti disurat keterangan menikah itu semua tidak akan menghapus tuntutan pidana ataupun menghapus perkara

pidana karena

pencabulan/persetubuhan tidak termasuk diversi. Semua itu masuk dalam Hal-hal yang meringankan. Keberhasilan menciptakan keadilan, kebenaran, kepastian dan perlindungan hukum menjadi impian setiap warga negara. Aparat penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun hakim dituntut mempunyai profesionalitas dan integritas kepribadian dalam mengantisipasi dan menangani masalah hukum. Melalui instrumen hukum, diupayakan perilaku melanggar hukum ditanggulangi secara preventif dan represif. Mengajukan ke pengadilan bagi pelaku tindak pidana dan menjatuhkan pidana baginya merupakan tugas dari aparat penegak hukum. Dalam hal ini hakim sangat berpengaruh dalam menjatuhkan

vonis atau hukuman bagi pelaku tindak pidana.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Hukum pidana mengenal asas kesalahan yaitu tidak ada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Asas tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh hakim sebelum memutuskan suatu perkara pidana, karena hal tersebut sangatlah penting demi terciptanya keadilan bagi semua pihak. Pidana hanya dapat dijatuhkan apabila kesalahan terdakwa benar-benar ada. Kesalahan terdakwa tersebut tentunya sebagaimana termaktub dalam dakwaan Penuntut Umum.

Pasal 193 Ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa :

Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.

(9)

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Ketentuan tersebut adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Adapun alat bukti yang dapat digunakan dalam persidangan adalah yang terdapat dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP, yaitu :

Alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Hakim yang menjatuhkan pidana harus dalam rangka menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang. Jadi, bukan hanya bersifat formalitas. Peran hakim dalam menentukan hukuman yang seharusnya diterapkan terhadap fakta-fakta.

III. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan perbuatan kesusilaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82, dimana unsur-unsurnya sudah terpenuhi bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, membujuk anak untuk melakukan persetubuhan

dengannya, ketentuan Pasal 82 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 ditentukan ancaman pidana penjara kumulatif dengan pidana denda yaitu paling singkat 3 yaitu penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp. 30.00.000,-.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam memberikan pemidanaan terhadap pelaku anak tindak pidana yang telah ada perdamaian dengan korban. Bahwa dalam menjatuhkan putusan hakim juga memperhatikan tujuan pemidanaan, tetapi juga merupakan sarana merehabilitasi, meresosialisasi dan mengintegrasikan kembali pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap anak tersebut ke dalam kehidupan masyarakat dan sebagai upaya pencegahan masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana serupa. Dengan adanya perdamai maka akan menjadi dasar pertimbangan hakim, karena ini adalah delik umum maka tidak bisa dicabut perkaranya. Apabila sebelumnya antara keluarga saksi dan terdakwa sudah ada kesepakatan perdamaian serta melangsungkan pernikahan, maka semua itu tidak akan menghapus tuntutan pidana ataupun menghapus perkara

pidana karena

(10)

masuk dalam hal-hal yang meringankan.

IV. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Marlang, Irwansyah,

Kaisaruddin. 2007.

Pengantar Hukum Indonesia. Buku Ajar Fakultas Hukum UNHAS. Makassar.

Ali, Achmad. 2008. Menguak

Realitas Hukum : Rampai Kolom & Artikel Dalam Bidang Hukum. Kencana. Jakarta.

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gosita, Arif. 1989. Masalah

Perlindungan Anak. Akademi

Presindo. Jakarta.

Hakim, Abdul. 1986. Proses Perlindungan Anak. Garuda Nusantara. Surabaya.

Huda Chairul, 2006. Tiada Pidana Tanpa Kesalahan menuju kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana, Pranada Media. Jakarta.

Ilyas, Amir. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Rangkang Education.

Yogyakarta.

M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Pidana, Rajawali. Jakarta.

Marpaung, Leden. 2005. Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004.

Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Nawawi Arief, Barda. 2002,

Kebijakan Legislatif Dengan Pidana Penjara, UNDIP. Semarang. Poernomo, Bambang. 1982. Asas

Hukum Pidana. Ghalia Indonesia. Yogyakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Tindak Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika

Aditama. Jakarta. Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan

Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum

Progresif. Sinar Grafika. Jakarta.

Roeslan, Saleh, 1999, Perbuatan Pidana dan

Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta.

Rusli, Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana

Kontemporer. Citra Aditya Bakti. Bandung. S.T.R.Sianturi. 1992.

Penanggulangan Kejahatan. Liberti. Bandung.

(11)

Universitas Indonesia. Jakarta.

Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung.

Waluyo, Bambang. 2004, Pidana Dan Pemidanaa, Sinar Grafika. Jakarta.

Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Website

http://adtyaemby.blogspot.com http://donxsaturniev.blogspot.com http://guseprayudi.blogspot.com

http://id.shvoong.com

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang penerapan pembelajaran model eliciting activities (MEA) dengan pendekatan saintifik terhadap

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan sebaran batuan yang mengandung bijih besi menggunakan metode geomagnet di Desa Pringgabaya Utara

ديرجتلا مسلاا : مدشر دمت٤ يساسلأا مقرلا : َُِّّّْٓ ةيلك / ةبعش لع : و ميلعتلاك ةيبتًلا ـ / ةيبرعلا ةغللا سيردت ؿكلأا ؼرشت١ا : تَتسجات١ا فويتوسن دلاخ

Bagian A merupakan modus latihan dengan komponen F0 adalah layer input yang berfungsi melakukan normalisasi sampel training sehingga diperoleh gelombang pulsa yang sama panjang,

 Jika data yang dianalisis tidak memenuhi ketentuan-ketentuan persyaratan menggunakan analisis statistik parametrik tersebut di atas (misalnya data yang ada

Unit analisis adalah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah entitas sosial budaya ekonomi dan politik, unit analisis pendukung penelitian dalam mempelajari kasus

Penggunaan media konvensional dalam mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi membuat siswa kurang tertarik dalam pelajaran, sehingga berpengaruh dalam hasil

Jika nilai piksel pada citra lebih besar dari nilai threshold yang ditentukan maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna putih dan diinisialkan dengan