• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA (STUDI PADA SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA)."

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)

i

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA

(STUDI PADA SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Fitri Utami NIM 12110241012

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

“Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan.”

(Herodotus)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan anugerahNya, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Ayahanda, Ibunda, dan Kakak tercinta yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang, dukungan, doa serta pengorbanannya

2. Para Dosen yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing 3. Alamamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta

(7)

vii

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA DI KOTA YOGYAKARTA

(STUDI PADA SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA DAN SMA NEGERI 9 YOGYAKARTA)

Oleh Fitri Utami NIM 12110241012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di Kota Yogyakarta; 2) Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Implementasi Kebijakan Sekolah.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta dengan subyek penelitian adalah Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Guru, Wali Kelas, Karyawan, dan Siswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan studi dokumen. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Milles and Hubberman yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data dengan triangulasi sumber dan teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja tersusun dalam upaya penanggulangan kuratif berupa sosialisasi yang diberikan dari Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta; Kepolisian; serta Badan Narkotika Nasional. Upaya penanggulangan representatif berupa aturan-aturan sekolah yang diterapkan dalam keseharian serta harus ditaati oleh peserta didik. Upaya penanggulangan preventif berupa teguran bagi siswa yang melanggar peraturan tata tertib sekolah. 2) Faktor Pendukung: komitmen tinggi dari semua warga sekolah dan orangtua, relasi yang dijalin, serta partisipasi aktif dari semua pihak. Faktor Penghambat: sumber daya yang belum optimal, perbedaan penanganan antar pendidik, dan hukuman yang kurang tegas.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ataskehadirat Allah SWT, yang telahmelimpahkan rahmat, taufik, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di Kota Yogyakarta (Studi Pada SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta)”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan atau dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.

2. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah memberi kelancaran dalam pembuatan skripsi ini. 3. Bapak Joko Sri Sukardi, M. Si. pembimbing skripsi yang telah meluangkan

waktu dan memberikan bimbingan, arahan, motivasi, saran, masukan, dorongan serta dengan sabar membimbing sehingga terselesaikan skripsi ini. 4. Bapak I Made Suatera, M.Si. pembimbing akademik yang telah memberikan

arahan dan motivasi dalam penyelesaian studi.

5. Seluruh Dosen Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan wawasan, ilmu dan pengalamannya selama penulis mengikuti perkuliahan. 6. Kepala Sekolah dan segenap keluarga besar SMK Negeri 2 Yogyakarta dan

SMA Negeri 9 Yogyakarta yang telah bekerjasama dan memberikan izin dalam proses penelitian skripsi ini.

(9)

ix

8. Sahabat-sahabatku Rini, Kiki, Eka, Rima, Lia, Hasrul yang telah berbagi suka, duka dan pengalaman serta selalu memberikan dorongan motivasi. 9. Teman-teman Kebijakan Pendidikan angkatan 2012 terima kasih atas doa dan

dorongan semangatnya.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam segala hal yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dalam penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Yogyakarta, 24 Oktober 2016

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL……….………....i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Kebijakan Pendidikan ... 11

1. Kebijakan ... 11

2. Pendidikan ... 12

3. Kebijakan Pendidikan ... 14

4. Pendekatan dalam Analisis Kebijakan ... 15

B. Implementasi Kebijakan Pendidikan ... 17

1. Pengertian Implementasi ... 17

(11)

xi

3. Teori Implementasi Kebijakan ... 20

4. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan ... 25

5. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan ... 28

C. Tinjauan Tentang Remaja ... 30

1. Pengertian Remaja ... 30

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 31

D. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja ... 33

1. Kenakalan Remaja ... 33

2. Bentuk Kenakalan Remaja ... 35

3. Faktor-Faktor Terjadinya Kenakalan ... 36

4. Dasar Hukum Penanggulangan Kenakalan Remaja... 41

5. Upaya-Upaya dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 42

E. Penelitian yang Relevan ... 48

F. Kerangka Berfikir ... 50

G. Pertanyaan Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 54

B. Setting Penelitian ... 55

C. Subyek Penelitian ... 55

D. Teknik Pengumpulan Data ... 56

E. Instrumen Penelitian ... 58

F. Teknik Analisis Data ... 61

G. Teknik Keabsahan Data ... 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sekolah Lokasi Penelitian... 65

B. Hasil Penelitian ... 90

1. Implementasi Kebijakan Sekolah dalam menanggulangi Kenakalan Remaja ... 90

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Implementasi Kebijakan Sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 135

C. Pembahasan …...142

(12)

xii

2. Faktor pendukung dan penghambat proses implementasi kebijakan

sekolah dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja ... 163

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

Kesimpulan….....Err or! Bookmark not defined.

B. Saran…...169

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara ... 59

Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Observasi. ... 60

Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Analisis Dokumentasi ... 60

Tabel 4. Jumlah Peserta Didik SMK Negeri 2 Yogyakarta ... 71

Tabel 5. Data Prestasi Siswa Tahun 2014/2015 ... 72

Tabel 6. Pendidikan Terakhir Tenaga pendidik ... 73

Tabel 7. Data Struktur Organisasi SMK Negeri 2 Yogyakarta ... 74

Tabel 8. Kondisi Sarana dan Prasarana SMK Negeri 2 Yogyakarta ... 75

Tabel 9. Data Jumlah Peserta Didik angkatan 2015/1016 ... 83

Tabel 10. Prestasi siswa tahun 2013/2014 SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 84

Tabel 11. Keadaan Guru SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 85

Tabel 12. Keadaan karyawan SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 85

Tabel 13. Keadaan Sarana dan Prasarana SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 87

Tabel 14. Poin Sanksi Bagi Pelanggar Tata Terti SMK N 2 Yogyakarta ... 91

Tabel 15. Peraturan Tata Tertib SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 96

Tabel 16. Data Keterlambatan Siswa 3 Mei 2016 ... 110

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir ... 52

Gambar 2. Model Analisis Interaktif Miles and Hubberman ... 61

Gambar 3. Struktur Organisasi SMA Negeri 9 Yogyakarta ... 86

Gambar 4. Siswa sedang menunggu jemputan ... 98

Gambar 5. Siswa yang tidak memakai atribut lengkap (dasi) ... 111

Gambar 6. Siswa yang tidakberpakaian rapi ... 111

Gambar 7. Siswa tidak memakai sepatu hitam pada hari senin ... 114

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Wawancara ... 174

Lampiran 2. Hasil Data Observasi ... 177

Lampiran 3. Hasil Data Dokumentasi ... 179

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 180

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi yang semakin pesat dapat menimbulkan permasalahan salah satunya pada dunia pendidikan. Masalah yang terjadi bersifat komplek dan permasalahan tersebut biasanya terjadi pada kalangan remaja. Remaja merupakan suatu tahapan kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap, masa remaja juga merupakan masa rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif. Namun masa remaja ini juga merupakan masa yang baik dalam mengembangkan potensi-potensinya menurut Sofyan S. Willis (2012: 1). Masa remaja merupakan masa dimana sikap keingantahuan yang besar dalam upaya menggali potensi yang dimilikinya.

(17)

2

Perilaku menyimpang yang dialami remaja usia sekolah antara lain seperti; merokok, minum-minuman keras, tawuran antar pelajar, keluar lingkungan sekolah tanpa izin atau membolos, mengambil barang milik orang lain serta melakukan tindak kekerasan baik yang nampak maupun tidak seperti bullying. Perilaku membolos di sekolah dimasukkan dalam kategori kekerasan pendidikan karena melanggar peraturan sekolah khususnya saat jam pelajaran. Perilaku membolos ini akan menimbulkan perilaku kekerasan seperti tawuran antar pelajar. “Di Yogyakarta sendiri sebanyak 34 siswa membolos saat jam belajar yang

terjaring razia Dinas Ketertiban Kota Jogja, selama 2016 hingga bulan Februari 2016. Sebagian besar mereka dirazia di warnet, kios game online. Ada juga di tempat tongkrongan, di warung makan dan di lapangan” kata kepala seksi

pembinaan, ketentraman, dan ketertiban, Dinas Ketertiban Kota Jogja, Murjoko, seusai menggelar razia. (Meidani Dyah Natalia, Harian Jogja, 23 Februari 2016).

Kasus-kasus penyimpangan tersebut meresahkan masyarakat pada umumnya dan lembaga pendidikan pada khususnya. Perilaku menyimpang yang dilakukan pelajar tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS menyatakan bahwa: “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”

(18)

3

Seperti kedisiplinan dan tanggung jawab yang dimiliki anak remaja (siswa) masih dirasa kurang. Lembaga pendidikan merupakan wahana bagi pendidikan karakter. Pendidikan karakter itu harus dimiliki terutama oleh tenaga pendidik karena merupakan faktor tepenting dalam pendidikan. Perlunya kesadaran pentingnya penanaman pendidikan karakter di lingkungan sekolah agar tidak hanya menjadi pengetahuan saja. Pendidikan karakter akan menyentuh nurani siswa sehingga dapat mencegah munculnya perilaku yang tidak diinginkan.

Mengenai masalah kenakalan remaja sudah menjadi program pemerintah untuk menanggulanginya. Pemerintah menaruh perhatian dengan mengeluarkan Bakolak Inpres No. 6/1871 pedoman 8, tentang pola penanggulangan kenakalan remaja. Pedoman mengenai kenakalan remaja sebagai berikut:

“Kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.” Dalam Sofyan S. Willis (2012: 89).

Pendidikan merupakan kekuatan di setiap individu yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya (akal, rasa dan kehendak), sosialnya dan moralitasnya menurut Dwi Siswoyo (2011: 53). Dunia pendidikan memainkan peran penting dalam kehidupan manusia terutama untuk menumbuhkan kecerdasan anak bangsa. Kasus kenakalan remaja sendiri mengalami kenaikan setiap tahunnya, hal tersebut membuat peranan pendidikan tidak berjalan dengan semestinya.

(19)

4

kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.Sementara pasal 54

menegaskan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib

mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.

Namun, masih terdapat tindak penyimpangan yang terjadi di lingkungan sekolah dan pelakunya adalah peserta didik. Usia sekolah merupakan korban cukup besar dari kasus kekerasan yang ada. Tak jarang anak usia sekolah bukan hanya menjadi korban tetapi juga menjadi pelaku kekerasan.

Fenomena kenakalan remaja ini jika terus dibiarkan akan mengarah pada tindakan kriminal. Tindakan kenakalan tidak hanya dilihat dari perbuatan yang melawan hukum tetapi juga suatu perbuatan yang menyimpang norma masyarakat. Tindakan menyimpang mengarah pada terganggunya keamanan, ketertiban dan kenyamanan masyarakat. Kondisi-kondisi yang menyimpang dari peraturan sekolah yang dilakukan oleh siswa akan menimbulkan kecemasan dan keresahan khususnya bagi orangtua dan guru di sekolah.

(20)

5

Kondisi tersebut memerlukan perhatian dari lembaga pendidikan, dengan merumuskan kebijakan dan program dalam melakukan kebijakan dan penanganan kenakalan remaja. Dinas Pendidikan yang merupakan kendali dari lembaga sekolah harus membuat kebijakan yang nantinya bekerjasama dengan sekolah-sekolah. Menurut Hugh Heclo (dalam Arif Rohman 2014: 108), kebijakan adalah cara bertindak yang disengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan.

Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan satuan pendidikan, memaparkan dalam menangani kekerasan dimulai dari penanggulangan terhadap (1) tindak kekerasan terhadap siswa; (2) tindak kekerasan yang terjadi di sekolah; (3) tindak kekerasan dalam kegiatan sekolah yang diluar sekolah; dan (4) tawuran antar pelajar, pemberian sanksi, dan pencegahan oleh sekolah.

Sekolah menengah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk konsep dan perilaku remaja. Sekolah menengah merupakan jalan kearah yang lebih luas yang akan dimasuki remaja. Pengaruh lingkungan sekolah pun menjadi besar, pengaruh sekolah diharapkan positif. Akan tetapi faktor lingkungan masyarakat dan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan anak remaja. Faktor lingkungan masyarakat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak remaja.

(21)

6

aktifitas sehari-hari di sekolah dalam menciptakan suasana dan kutur sekolah yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar yang efektif.

Berdasarkan hasil pra observasi peneliti melakukan wawancara dengan salah satu Waka Sekolah SMK Negeri 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang mempunyai jumlah murid paling banyak di sekolah se-Kota Yogyakarta sehingga perilaku menyimpang di sekolah ini sering dilakukan. Seperti yang dipaparkan oleh karyawan SMK N 2 Yogyakarta bahwa: kenakalan remaja (siswa) seperti berkelahi karena dipancing oleh sekolah lain, melanggar peraturan di sekolah seperti membolos juga sering terjadi karena dengan jumlah murid yang banyak walaupun sudah dengan pengawasan yang ketat masih tetap terjadi.

SMK N 2 Yogyakarta berupaya untuk menanggulangi kenakalan remaja ini dengan membuat peraturan pintu gerbang ditutup pukul 07.45 WIB dan pukul 17.00 WIB siswa harus meninggalkan lingkungan sekolah. Saat ini sekolah melakukan kegiatan ekstrakurikuler seperti karawitan dan menari, hal tersebut dilakukan agar siswa mempunyai kegiatan yang positif diluar jam pelajaran.

(22)

7

sikap untuk menanamkan kecintaan siswa terhadap budaya lokal tanpa menghilangkan nilai-nilai akademis. Sekolah memberi ruang studi bidang seni budaya seperti karawitan dan membatik.Pihaknya pun mulai menjalin kerjasama dengan lembaga pendidikan di luar negeri karena ketertarikan pada kesenian. Salah satunya, dengan Albany Senior High School, Western dan College Lectures Melbourne di Australia. Sekolah mengirimkan lima anak dan satu guru College Lecture Melbourne dan sebanyak 23 siswa, dua guru dan kepala sekolah ke Albani

High Schooldalam rangka melakukan kunjungan (Nina Atmasari, Harian

Jogja.com, 29 Februari 2016).

Dengan adanya kondisi tersebut sekolah menerapkan kebijakan dan program-program dalam menanggulangi kenakalan remaja di SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta. Namun strategi tersebut belum banyak diketahui oleh sekolah-sekolah yang belum mampu menanggulangi kenakalan remaja (siswa), sehingga perlu adanya identifikasi kebijakan yang diterapkan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Pengaruh teman sebaya yang membawa dampak pola pikir dan perilaku, sehingga teman sebaya yang negatif akan memberikan pengaruh negatif. 2. Masih banyaknya kasus kekerasan yang terjadi dilingkungan sekolah seperti

(23)

8

3. Masih kurangnya fasilitas-fasilitas sekolah yang memberi wadah siswa dalam mengekspresikan hobinya.

4. SMK Negeri 2 Yogyakarta masih terdapat perilaku kenakalan (ikut gang dan melanggar peraturan).

5. SMA Negeri 9 Yogyakarta pernah terlibat tawuran dan perilaku melanggar peraturan sekolah.

6. Saat ini SMK Negeri 2 Yogyakarta dan SMA Negeri 9 Yogyakarta belum optimal dalam menanggulangi kenakalan, namun belum banyak yang mengetahui strategi yang digunakan oleh sekolah tersebut.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas tidak semua dibahas dalam penelitian ini sehingga perlu dibatasi permasalahannya, agar pembahasan masalah lebih terfokus dan mendalam pada implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (Studi padaSMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

(24)

9

2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi padaSMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta)? E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi pada SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta).

2. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja di Kota Yogyakarta (studi pada SMK N 2 Yogyakarta dan SMA N 9 Yogyakarta). F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memberikan sumbangan pikiran atau ide untuk mengembangkan teori-teori yang relevan dan memberikan sumbangan ilmu pada teori-teori yang sejenis di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Dinas Pendidikan

(25)

10 b. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat membantu evaluasi pada sekolah tentang pelaksanaan kebijakan penanganan kenakalan remaja agar dalam pelaksanaan berikutnya lebih baik lagi.

c. Bagi Guru

(26)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Kebijakan Pendidikan

1. Kebijakan

Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah. Pengertian kebijakan menurut Kartasamita (Joko Widodo, 2008: 13), merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah; apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhi; dan apa pengaruh dan dampak dari kebijakan tersebut.

Kebijakan adalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut bisa yang berwujud amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat menurut Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) dalam Arif Rohman ( 2014: 108).

Kebijakan merupakan suatu kata benda asli dari deliberasi mengenaai tindakan (behavior) dari sesorang atau sekelompok pakar mengenai rambu-rambu tindakan dari seseorang atau lembaga untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu kebijakan mempunyai makna intensional. Oleh sebab itu, kebijakan mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan kebijakan meliputi pelaksanaan serta evaluasi tindakan tersebut (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, 2008: 140).

(27)

12

tidak dilakukan untuk memecahkan masalah atau hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga diperlukan adanya pelaksaan program dan evaluasi tindakan.

2. Pendidikan

Menurut Dwi Siswoyo (2011: 17) pendidikan memainkan peranan yang penting didalam drama kehidupan dan kemajuan umat manusia. Pendidikan merupakan suatu yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang mempengaruhi perkembangan fisiknya, daya jiwanya (akal, rasa dan kehendak), sosialnya dan moralitasnya. Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi kemampuan, kepribadian dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama dan dunia, serta dalam hubungannya dengan Tuhan.

Menurut Riant Nugroho (2008: 20), pendidikan adalah sebuah kegiatan yang melekat kepada setiap kehidupan bersama, atau dalam bahasa politik disebut sebagai “Negara-bangsa”, dalam rangka menjadikan kehidupan

bersama tersebut mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan kehidupan.

Pendidikan menurut Redja Mudyahardjo (Rulam Ahmadi, 2014: 37) adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.

(28)

masing-13

masing dan semua dimensi itu motor penggeraknya adalah manusia yang memilih, menentukan, dan melaksanakan pilihannya guna untuk mencapai tujuan hidup, baik tujuan kehidupan manusia secara umum maupun tujuan hidup secara spesifik (Rulam Ahmadi, 2014: 49).

Tujuan pendidikan menurut A Tresna Sastrawijaya (1991) dalam Abdullah Idi (2013: 61) adalah mencakup kesiapan jabatan, ketrampilan memecahkan masalah, penggunaan waktu senggang dan sebagainya, karena setiap siswa mempunyai harapan yang berbeda. Sementara itu, tujuan pendidikan dengan bidang studi dapat dinyatakan lebih spesifik. Misalnya, untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tulisan tujuannya untuk membantu siswa berpartisipasi dalam masyarakat.

Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan menciptakan masyarakat sesuai yang diharapkan. Pendidikan dapat mewujudkan cita-cita masyarakat melalui anak didik sebagai penerus masa depan. Salah satu peranan pendidikan dalam masyarakat adalah fungsi sosial yakni merupakan salah satu sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat.

(29)

14

individu, masyarakat dan Negara uintuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang menumbuhkan pengalaman-pengalaman sehingga anak-anak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dalam perkembangan kehidupannya dan dapat mencapai kebahagiaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan dapat berfungsi sebagai pengembangan karakter dan wawasan anak.

3. Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar & Riant Nugroho, 2008: 140).

Menurut Arif Rohman (2014: 108), kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan Negara atau kebijakan publik pada umumnya. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan publik yang mengatur regulasi berkaitan dengan penyerapan sumber, alokasi dan distribusi sumber, serta pengaturan perilaku dalam pendidikan.

(30)

15

yaitu kebijakan publik dibidang pendidikan. Kebijakan pendidikan harus sebangun dengan kebijakan publik. Kebijakan publik yaitu kebijakan pembangunan, maka kebijakan merupakan bagian dari kebijakan publik. Kebijakan pendidikan sebagai kebijakan di bidang pendidikan, untuk mencapai tujuan pembangunan Negara-bangsa di bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari tujuan pembangunan Negara bangsa secara keseluruhan menurut Riant Nugroho (2008: 37).

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan adalah bagian dari kebijakan publik dalam bidang pendidikan dalam perumusan visi dan misi pendidikan serta efisiensi biaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Kebijakan pendidikan merupakan dasar bagi pelaksanaan pendidikan yang tujuannya untuk menjadi pedoman bagi aktor pendidikan termasuk masyarakat.

4. Pendekatan dalam Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, Solichin Abdul Wahab (2014: 46-59) mengemukakan pendekatan-pendekatan analisis kebijakan sebagai berikut:

a. Pendekatan Proses

(31)

16

sejumlah institusi tertentu, lalu dievaluasi danakhirnya diubah berdasarkan evaluasi tersebut.

b. Pendekatan Substansif

Pendekatan ini berusaha menganalisis kebijakan padabagian tahap tertentu. Pendekatan yang sengaja menganalisisfaktor-faktor penentu/determinan pada segi formulasi,implementasi, atau perubahan tertentu yang terjadi pada kebijakandi sektor lingkungan hidup.

c. Pendekatan Logis-Positivis

Pendekatan yang dikenal dengan pendekatan perilaku ataupendekatan keilmuan, umumnya mendukung penggunaan teori-teori, model-model, pengujian hipotesis, pengolahan data mentah,metode komparatif, dan analisis statistik kaku yang didasarkanatas logika deduktif. Kemudian dengan itu dilakukan verifikasidan klarifikasi terhadap konsep inti tertentu yang dipergunakandalam analisis kebijakan.

d. Pendekatan Ekonometrik

Pendekatan ini bersandar pada teori atau pendekatanekonomi yang dipakai untuk memahami masalah politik.Pendekatan ini mencoba mengintegrasikan substansi penelitiankebijakan publik dengan metode keuangan publik atau keuanganNegara.

e. Pendekatan Fenomenologis

(32)

17

yang berjalan, bukan hanya prediksidengan hipotesis kaku. Perlu meningkatkan interaksi timbal balik (dialogis) antara peneliti dan objek studi, bukan hanyapengamatan satu arah tetapi dengan intuisi dan keterlibatan sosialtotal dalam memperoleh informasi yang relevan.

f. Pendekatan Partisipatif

Pendekatan ini menekankan perlunya melibatkanpenyertaan kepentingan dan nilai-nilai yang lebih luas dariberagam pemangku kepentingan (stakeholder), yang terlibatdalam proses pengambilan keputusan kebijakan. Tujuan utamadari analisis partisipatif ini adalah untuk mengumpulkaninformasi yang berimbang (balance), sehingga para pembuatkebijakan dapat memikirkan rekomendasi yang komprehensif danmembuat keputusan yang jauh lebih arif. Pendekatan inimenekankan perlunya pelibatan seluruh aktor, berikut keberagaman nilai-nilai (preferensi, kepentingan ideologi) merekadalam proses pembuatan kebijakan.

B. Implementasi Kebijakan Pendidikan 1. Pengertian Implementasi

(33)

18

Kamus Webster dalam Arif Rohman (2014: 134), implementasi diartikan sebagai to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sehingga implementasi adalah sebagai proses menjalankan keputusan kebijakan dan wujud keputusan kebijakan biasanya berupa undang-undang, instruksi presiden, peraturan pemerintah, peraturan menteri dan sebagainya.

Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan biasanya berbentuk undang-undang atau berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan yang penting. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin di atasi, menyebutkan sasaran/tujuan yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya Mazmanian dan Sabatier (dalam Joko Widodo, 2008: 88).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan sarana pelaksana keputusan yang berupa peraturan-peraturan dengan melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan tahapan yaitu merumuskan tindakan dan kemudian melaksanakannya.

2. Implementasi Kebijakan Pendidikan

(34)

19

Donald S. Van Mater dan Carl E. Va (Joko Widodo 2008: 86-87). Berdasarkan sumber yang sama Mazmanian dan Sabatier, implementasi kebijakan adalah memahami apa yang terjadi setelah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman yang mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Menurut Van Mater dan Van Horn (Arif Rohman, 2009: 134), implementasi kebijakan adalah keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Yakni tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

(35)

20

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pendidikan merupakan seluruh proses tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun individu atau kelompok untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah ditetapkan.

3. Teori Implementasi Kebijakan

Aktivitas implementasi dipengaruhi beberapa variabel dalam keberhasilannya. Teori implementasi menurut Hogwood dan Gun (Arif Rohman, 2001: 86), pencetus teori dengan menggunakan pendekatan “the top

down approach”. Menurut kedua ahli ini, untuk dapat mengimplementasikan

suatu kebijakan secara sempurna (perfect implementation) maka dibutuhkan banyak syarat.

Syarat-syarat tertentu adalah:

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius.

b. Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

c. Perpaduan sumber – sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau tersedia.

d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.

e. Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.

g. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat. i. Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

(36)

21

kinerja implementasi, yakni: (1) standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga kebijakan tidak kabur, sehingga tidak menimbulkan konflik di antara para agen implementasi; (2) sumber daya, implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya non-manusia; (3) hubungan antar organisasi, dalam implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instalasi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program; (4) karakteristik agen pelaksana, yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang sempurna itu akan memengaruhi implementasi suatu program;(5) kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak.

Sedangkan, teori implementasi kebijakan dikemukakan oleh George C. Edwads III (1980)(dalam Subarsono, 2008: 90-92) Edwards mengajukan empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yakni:

a. Komunikasi.

(37)

22

groups) kebijakan, agar para pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan lakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai yang diharapkan. Sehingga akan mengurangidistorsi (penyimpangan) implementasi. Apabila suatu tujuan dan sasaran tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran kemungkinan akan terjadi resistensi (pertentangan) dari kelompok sasaran.

b. Sumber Daya.

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sember daya tersebutberwujud sumber daya manusia, sumber daya keuangan dan sumber daya peralatan (gedung, peralatan, tanah dan suku cadang lain) yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan.

1. Sumber Daya Manusia

(38)

23

mengetahui arti penting data mengenai kepatuhan pihak lain yang terlibat terhadap peraturan dan pengaturan berlaku.

2. Sumber Daya Anggaran

Sumber daya anggaran mempengaruhi efektivitas pelaksanaan kebijakan, selain sumber daya manusia adalah dana (anggaran) dan peralatan yang diperlukan untuk membiayai operasionalisasi pelaksanaan kebijakan.Keterbatasan anggaran menyebabkan pelayanan juga terbatas kondisi tersebut juga menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal.

3. Sumber Daya Peralatan

(39)

24

kebijakan agar efektif,tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.

c. Disposisi.

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementator seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap yang berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan tidak efektif.

Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat memengaruhi keinginan dan kemauan untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri atas pengetahuan (cognitive), pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan; arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection); intensitas terhadap kebijakan.

d. Struktur Birokrasi.

(40)

25

kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan dengan organisasi luar dan sebagainya.

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah prosedur operasi yang standar (standar operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa teori implementasi kebijakan merupakan aktivitas implementasi yang dipengaruhi oleh beberapa variabel dalam mencapai keberhasilan. Teori implementasi kebijakan yang dipakai dalam proses implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja adalah teori Edward III, karena di dalam teori ini mencakup aspek komunikasi, sumber daya, disposisi atau karakteristik dan struktur birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan.

4. Pendekatan dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

(41)

26

dan (d) pendekatan politik. Adapun pendekatan yang disebutkan Solichin (Arif Rohman, 2014: 140-145) adalah:

a) Pendekatan Struktural (Structural Approach)

Pendekatan ini memandang bahwa kebijakan pendidikan harus dirancang, di implementasikan di kendalikan dan di evaluasi secara struktural. Pendekatan ini menekankan pentingnya komando dan pengawasan menurut tahapan atau tingkatan dalam struktur masing-masing organisasi. Namun titik lemah dari pendekatan struktural ini ini adalah, proses pelaksanaan implementasi menjadi kaku, terlalu birokratis dan kurang efisien.

b) Pendekatan Prosedural dan Manajerial (Procedural and Managerial Approach)

Pendekatan prosedural dan manajerial ini tidak mementingkan penataan struktur-struktur birokrasi pelaksana yang cocok bagi implementasi program, melainkan dengan upaya mengembangkan proses-proses dan prosedur-prosedur manajerial beserta teknik-teknik manajemen yang tepat. Ada tiga prosedur langkah-langkah yang tepat didalam proses implementasi kebijakan. Setelah dilakukannya identifikasi masalah serta pemilihan kebijakan yang dilihat dari sudut biaya dan efektifitasnya paling memenuhi syarat. Ketiga prosedur tersebut meliputi:

(42)

27

2) Melaksanakan program kebijakan dengan cara mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana dan sumber-sumber, prosedur-prosedur dan metode-metode yang tepat;

3) Membangun sistem penjadwalan, monitoring, dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna menjamin bahwa tindakan-tindakan yang tepat dan benar dapat segera dilaksanakan.

c) Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku meletakkan dasar semua orientasi dari kegiatan implementasi kebijakan pada perilaku manusia sebagai pelaksana, bukan pada organisasinya sebagaimana pendekatan struktural atau pada teknik manajemennya sebagaimana pendekatan prosedural dan manajerial di atas. Pendekatan perilaku ini berasumsi bahwa upaya implementasi kebijakan yang baik adalah bila perilaku manusia beserta segala sikapnya juga harus dipertimbangkan dan dipengaruhi agar proses implementasi kebijakan tersebut dapat berlangsung baik.

d) Pendekatan Politik

(43)

28

endemik. Maka hadirnya kelompok dominan dalam organisasi akan sangat membantu, apalagi kelompok yang berkuasa/dominan tadi akan sangat diperlukan. Apabila tidak ada kelompok dominan, mungkin implementasi kebijakan akan berjalan secara lambat dan bersifat inkremental.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan implementasi kebijakan pendidikan dapat dilakukan dengan pendekatan struktural, pendekatan prosedural dan manajerial, pendekatan perilaku dan pendekatan politik.

5. Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan Proses implementasi kebijakan merupakan proses yang menentukan sekaligus menengangkan. Proses ini menjadi penting disebabkan menjadi akhir dari semua kebijakan yang sudah diambil selalu pada tahap implementasi. Dalam implementasi ini, menurut Arif Rohman (2009: 147-149) perlu kiranya dianalisis faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi proses kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan. Bagaimana meminimalkan kegagalan dan memaksimalkan keberhasilan dalam proses implementasi. Ada tiga faktor yang biasanya menjadi sumber kegagalan dan keberhasilan, yaitu: (a) faktor yang terletak pada rumusan kebijakan, (b) faktor yang terletak pada personil pelaksana, dan (c) faktor yang terletak pada sistem organisasi pelaksana.

(44)

29

rumusan kalimatnya jelas tau tidak, tujuannya tepat atau tidak, sasarannya tepat atau tidak, mudah difahami atau tidak, terlalu sulit dilaksanakan atau tidak, dan sebagainya. Pembuat kebijakan harus terlebih dahulu mencapai beberapa konsensus diantara mereka mengenai tujuan-tujuan, serta informasi yang cukup untuk mencapai tujuan.

Faktor kedua dari penentu kegagalan dan keberhasilan implementasi adalah pada personil pelaksananya. Yakni yang menyangkut tingkat pendidikan, pengalaman, motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan kerjasama dari para pelaku pelaksana kebijakan tersebut. termasuk dalam faktor personil pelaksana adalah latar belakang budaya, bahasa, serta ideologi kepartaian dari masing-masing. Kesemuanya itu akan sangat mempengaruhi cara kerja mereka secara kolektif dalam menjalankan misi implementasi kebijakan.

Faktor ketiga yang menentukan kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan adalah faktor organisasi pelaksana. Yakni menyangkut jaringan sistem, hirarki, kewenangan masing-masing peran, model distribusi pekerjaan, gaya kepemimpinan dari pimpinan organisasinya, aturan main organisasi, target masing-masing tahap yang ditetapkan, model monitoring yang biasa dipakai, serta evaluasi yang dipilih.

(45)

30 C. Tinjauan Tentang Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja adalah perkembangan manusia dari masa kanak-kanak menuju dewasa yang disebut juga sebagai usia transisi. Seorang individu, telah meninggalkan usia kanak-kanak yang lemah dan penuh ketergantungan, akan tetapi belum mampu keusia yang kuat dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, karena ia harus mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya, menurut Zakiah Daradjat dalam Sofyan S. Willis (2012: 23).

Remaja adalah masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara usia 12/13 -21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat Erikson, maka remaja akan melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (Agoes Dariyo, 2004: 13-14).

(46)

31

dirinya dan peranannya di dalam masyarakat. Usia bermasalah juga merupakan sebutan bagi remaja terutama pada remaja akhir yang akan memasuki masa dewasa sehingga mereka berperilaku seperti orang dewasa. Sekolah menengah merupakan masa remaja akhir yaitu usia 16 sampai 18 tahun.

Masa remaja ditinjau dari rentang kehidupan manusia merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sifat-sifat remaja sebagian sudah tidak menunjukkan sifat kanak-kanak, tetapi juga belum menunjukkan sifat-sifat sebagai orang dewasa.Masa remaja merupakan salah satu fase dalam rentang perkembangan manusia yang terentang sejak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa tersebut anak akan mengalami gejolak sehingga perlu adanya perhatian dan pengarahan dari orang yang lebih dewasa agar anak dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

2. Tugas Perkembangan Remaja

(47)

32

suatu teori yang dinamakan teori tugas perkembangan. Dalam teori ini dikatakan bahwa setiap individu, pada setiap tahap usianya mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kepandaian, ketrampilan, pengetahuan, sikap, dan fungsi tertentu.

Adapun tugas-tugas perkembangan menurut Robert Havighurst dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2005: 40-41), yaitu (1) menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif, (2) menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang manapun, (3) menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan), (4) berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua atau orang dewasa lainnya, (5) mempersiapkan karir ekonomi, (6) mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga, (7) merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab, dan (8) mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.

Masa remaja mempunyai ciri yang berbeda dengan masa sebelumnya dan sesudahnya. Hurlock (1991: 207-209) dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 124-126) menjelaskan ciri-ciri tersebut yakni (1) masa remaja sebagai periode penting, (2) masa remaja sebagai periode peralihan, (3) masa remaja sebagai periode perubahan, (4) masa remaja sebagai masa mencari identitas, (5) usia bermasalah, (6) usia yang menimbulkan ketakutan/kesulitan, (7) masa yang tidak realistik, dan (8) masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

(48)

33

masyarakat dan bangsa. Adapun tugas perkembangan remaja dimana setiap tahap usianya mempunyai tujuan untuk mencapai kepandaian, ketrampilan dan pengetahuan. Tugas perkembangan remaja antara lain; remaja dapat menerima kondisi fisiknya, hubungan yang lebih matang, peranannya, tidak bergantung, mempersiapkan karir, dan kehidupan selanjutnya.

D. Tinjauan Tentang Kenakalan Remaja 1. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja atau juvenile delinquency berasal dari kata Juvenile dari bahasaLatin Juvenilis artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode muda. Delinquent berasal dari kata Latin “delinquere”, yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang

kemudian diperluas menjadi jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut.Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda yang disebabkan oleh satu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk-bentuk perilaku yang menyimpang menurut Kartini Kartono (2013: 6).

(49)

34

adanya rasa kepercayaan. Perasaan kurang dihargai tersebut membuat penyimpangan-penyimpangan perilaku terhadap remaja.

Menurut Kusumanto, juvenile delinquency atau kenakalan anak dan remaja adalah tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh semua lingkungan atau hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang berkebudayaan.

Menurut Sofyan S. Willis (2012: 90) kenakalan remaja ialah tindak perbuatan remaja yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma-norma masyarakat, sehingga akibatnya akan merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan merusak dirinya sendiri.

Menurut B. Simanjutak, pengertian “juvenille deliquency” ialah: Suatu perbuatan disebut delinquent apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, suatu perbuatan yang anti sosial dimana di dalamnya terkandung unsur anti normatif.

Sedangkan Bimo Walgito (1982: 2), merumuskan arti selengkapnya dari “juvenille deliquency” yakni: Tiap perbuatan yang bila dilakukan oleh

orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahaatan, jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak , khususnya remaja.

(50)

35

masyarakat, kenakalan pelajar ialah perbuatan-perbuatan peserta didik yang menyimpang dari aturan-aturan sekolah seperti keluar lingkungan sekolah tanpa izin saat jam kegiatan pembelajaran berlangsung, membolos dan melanggar peraturan sekolah seperti tidak disiplin dalam berpakaian.

2. Bentuk Kenakalan Remaja

Tindakan kenakalan yang terjadi pada remaja memiliki kategori yang berbeda-beda. perbedaan tersebut dikarenakan oleh banyak hal seperti; ekonomi, sosio-kultural, norma, dan kehidupan masyarakat.Delinkuenmerupakan produk konstitusi mental serta emosi yang sangat labil dan detektif, sebagai akibat dari pengkondisisan lingkungan yang buruk terhadap pribadi anak. Wujud perilaku delinkuen ini menurut Kartini Kartono (2013: 21-22) adalah:

1. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, membahayakan jiwa sendiri serta orang lain

2. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitar. Tingkah laku ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan.

3. Perkelahian yang kadang-kadang memakan korban jiwa.

4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi ditempat-tempat terpencil sambil melakukan tindakan negatif.

5. Kriminalitas anak dan remaja antara lain berupa pengancaman, memeras, mencuri, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya. 6. Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan

seks bebas yang menganggu lingkungan.

7. Kecanduan dan ketagihan narkotika yang erat bergandengan dengan kejahatan.

(51)

36

berlangsung, merokok, tidak mengerjakan PR sekolah, tidak memakai ikat pinggang dan kaos kaki, sering terlambat datang kesekolah dan pacaran.

Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono (2005: 209), terdapat empat bentuk kenakalan remaja antara lain:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain;

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain; c. Kenakalan sosial yan tidak menimbulkan korban, seperti:

pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks tanpa pernikahan, dan sebagainya.

d. Kenakalan yan melawan status, seperti: sebagai pelajar sering membolos, sebagai anak melawan orangtua, dan lain sebagainya.

Bentuk-bentuk kenakalan remaja (siswa) di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang, dan berat. Bentuk kenakalan lainnya seperti kenakalan yang menimbulkan korban fisik, korban materi, kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban, dan kenakalan melawan status.

3. Faktor-Faktor Terjadinya Kenakalan

(52)

37

Kanakalan remaja merupakan tindakan penyimpangan yang mempunyai sebab-sebab tertentu. Berikut teori-teori sebab terjadinya kenakalan remaja menurut Kartini Kartono (2013: 25-31) antara lain adalah:

a. Teori biologis, tindakan penyimpangan pada anak-anak dan remaja muncul karena faktor jasmani yang dibawa sejak lahir. Melalui pewarisann dari gen orangtua.

b. Teori psikogenis, penyebab tidakan penyimpangan pada anak atau remaja bisa juga dari faktor dari aspek kejiwaannya. Kecenderungan pada sikap-sikap motivasi, fantasi dan ciri kepribadian. Anak delinkuen ini banyak dilakukan karena dorongan konflik batin.

c. Teori Sosiogenis, pendapat sosiolog, anak delinkuen dipengaruhi karena pengaruh struktur sosial peranan sosial, maupun tekanan dari kelompok. Hal ini mudah terjadi karena remaja memiliki struktur kejiwaan yang sangat labil.

d. Teori Subkultur Delinkuensi, kebudayaan yang menyangkut norma dan nilai yang membentuk tingkah laku. Perilaku delinkuen ini muncul karena kehidupan masyarakat yang padat. Permasalahan kasus sosial-ekonomi, lingkungan perkampungan yang buruk juga menimbulkan kenakalan remaja.

(53)

38

Faktor penyebab kenakalan remaja tidak terlepas dari keadaan masyarakat, terkadang masyarakat itulah yang membentuk baik buruknya manusia. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai moral, hal tersebut tentu berpengaruh pada anak-anak. Nilai-nilai moral itu akan mendidik anak menjadi manusia yang berakhlak dan suka menjunjung tinggi kesusilaan. Tetapi sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat tindakan anak-anak nakal hingga masyarakat lain merasa terganggu, sehingga kenakalan menjadi masalah sosial.

Kenakalan remaja terjadi terutama karena tidak sesuainya cita-cita remaja dengan sarana-sarana untuk mencapai cita-cita tersebut. Kenakalan remaja merupakan masalah sosial yang tidak harus dihadapi oleh masyarakat, tetapi peran orangtua sangat penting untuk membimbing dan mempertahankan nilai-nilai moral serta pengarahan pada hal-hal yang positif.

Kejahatan anak-anak remaja bisa berasal dari; pendidikan yang tidak menekankan pendidikan watak dan kepribadian anak, kurangnya usaha orangtua dalam menanamkan moralitas dan kenyakinan bergama bagi anak-anak, dan kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada remaja. Anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu kebanyakan kurang mempunyai kontrol diri. Kejahatan yang dilakukan bersiftat kekerasan, agresif dan subyektif. Kebanyakan remaja menyalahgunakan kontrol diri dan melebih-lebihkan dirinya sendiri.

(54)

39

nyaman siswa selama berada di sekolah. Hal ini membuat siswa akan merasa malas untuk pergi kesekolah atau memasuki kelas, membolos, ingin meninggalkan sekolah lebih dini (putus sekolah), tidak mempunyai tujuan dan dan cita-citanya menjadi kabur.

Ada beberapa faktor di lingkungan sekolah yang tidak menyenangkan siswa antara lain adalah:

a. Peranan guru, guru memegang peranan penting dalam usaha membina anak-anak remaja. fungsi guru bukan hanya sebagai pembagi ilmu atau pendidik yang bukan saja bertanggung jawab dalam pembinaan mental, fisik, dan sosial tetapi guru ikut serta membangun manusia seutuhnya. b. Fasilitas sekolah, sekolah harus melengkapi fasilitas dengan alat peraga,

olahraga, laboratorium, kegiatan-kegiatan yang dapat menyalurkan bakat dan kegemaran anak yang semua itu untuk membuat anak senang tinggal di sekolah dan suka belajar berkat suasana dan fasilitas-fasilitas yang cukup.

(55)

40

Kenakalan remaja yang dirasakan sangat menganggu kehidupan masyarakat, sebenarnya bukanlah suatu keadaan yang berdiri sendiri. Kenakalan remaja akan muncul karena beberapa sebab menurut Sudarsono (1989: 19-27) antara lain adalah:

a. Keadaan Keluarga, di dalam keluarga anak mendapatkan pendidikan dan bimbingan pertama kalinya. Kondisi keluarga yang menyebabkan timbulnya kenakalan anak atau remaja bersifat kompleks salah satunya keadaan keluarga yang tidak semestinya.

b. Keadaan sekolah, sekolah merupakan tempat kedua setelah keluarga dalam mendidik dan pembinaan. Tidak jarang di lingkungan pendidikan ini terjadi perilaku menyimpang yang disebabkan karena pengaruh negatif pada anak yang timbul karena perbuatan pendidik. Kondisi negatif tersebut memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap anak, sehingga dapat menimbulkan kenakalan remaja.

c. Keadaan Masyarakat, keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam betbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja di mana mereka hidup berkelompok.

(56)

41

4. Dasar Hukum Penanggulangan Kenakalan Remaja

Penanggulangan kenakalan remaja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai berikut:

a. UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1 secara tegas menyatakan (a), “setiap

Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.Sementara pasal 54 menegaskan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan

pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.

b. Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasa di Lingkungan satuan pendidikan, memaparkan dalam menangani kekerasan dimulai dari penanggulangan terhadap (1) tindak kekerasan terhadap siswa; (2) tindak kekerasan yang terjadi di sekolah; (3) tindak kekerasan dalam kegiatan sekolah yang diluar sekolah; dan (4) tawuran antar pelajar, pemberian sanksi, dan pencegahan oleh sekolah.

(57)

42

peserta didik pada setiap sekolah yang meliputi: waktu pembelajaran, pakaian sekolah, kartu pelajar, penggunaan kendaraan, dan upacara bendera.

d. SK No. 188/ 716 tentang Pembentukan Tim Pelaksana Kegiatan Jembatan Persahabatan.

e. Seksi Kurikulum dan Kesiswaan sebagai Tim Diklat Pengembangan Karakter di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta.

5. Upaya-Upaya dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja yang bersifat komplek dan berbeda-beda memerlukan penanganan yang berbeda pula. Dalam penanggulangan kenakalan remaja (siswa) dibutuhkan kerjasama antar semua pihak, baik pemerintah; lembaga pendidikan dan orangtua. Dalam hal ini menteri pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penenggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan satuan pendidikan, memaparkan komponen pendekatan penanganan kekerasan sebagai berikut:

a. Penanggulangan, upaya ini mengharuskan sekolah, guru dan pemerintah daerah untuk secara tertata melakukan langkah penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang telah terjadi; b. Pemberian sanksi, baik berupa teguran lisan maupun tertulis;

dan

(58)

43

Upaya-upaya dalam menanggulangi kenakalan remaja dibagi menjadi tiga bagian yaitu; upaya preventif (pencegahan), upaya kuratif (penanganan), dan representatif (upaya pembinaan atau penyembuhan). Upaya-upaya tersebut akan dijelaskan dibawah ini:

1) Upaya Preventif (Pencegahan)

Upaya preventif adalah kegiatan yang sistematis, berencana dan terarah untuk menjaga agar kenakalan tidak timbul. Upaya preventif dapat dilakukan di dalam keluarga dan sekolah. Mengingat sekolah merupakan tempat kedua setelah keluarga dan remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah sehingga sekolah berperan penting dalam menentukan pembinaan sikap dan kecerdasan anak didik.

a. Keluarga

Keluarga merupakan tempat pertama dimana anak-anak memperoleh pendidikan. Anak hidup dan berkembang dari pergaulan keluarga yaitu hubungan antara orangtua dengan anak. Upaya preventif dari keluarga yaitu; (1) Orangtua menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama, (2) menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis, (3) adanya kesamaan norma yang dipegang antara ayah, ibu dan keluarga lainnya dirumah tangga dalam mendidik anak, (4) memberikan kasih sayang, (5) memberikan perhatian, dan (6) memberikan pengawasan terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat.

(59)

44

remaja dalam menghadapi berbagai cobaan yang datang pada dirinya. Selain itu kasih sayang yang diberikan orangtua bukanlah materi yang berlebihan, tetapi hubungan psikologis orangtua dengan anak. Kasih sayang yang diberikan orangtua bersifat emosional akan memberikan rasa aman pada diri anak.

b. Sekolah

Upaya preventif di sekolah tidak kalah penting dari upaya di keluarga. Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi anak setelah keluarga. Sekolah memberikan pendidikan formal dengan kegiatan belajar anak diatur, namun jika proses belajar tidak berjalan semestinya akan menimbulkan perilaku menyimpang bagi anak remaja (siswa). Sehingga perlu adanya upaya preventif dari sekolah yaitu; (1) Guru memahami psikis murid, guru harus dapat memahami keadaan siswanya agar dapat memberikan bantuan kepada muridnya, (2) mengintensifkan bagian bimbingan dan konseling di sekolah, (3) melengkapi sarana dan prasarana sekolah seperti laboratorium alat olahraga, masjid, kesenian alat-alat ketrampilan.

(60)

45

Bimbingan dan Konseling, dan tim budaya) hal tersebut dibuat untuk menegakkan peraturan sekolah.

Kegiatan bimbingan dan penyuluhan merupakan kegiatan membantu mengatasi persoalan-persoalan yang timbul terutama dilingkungan sekolah. Pembimbing di sekolah menyelenggarakan bimbingan terhadap anak-anak yang bersifat preventif. Kegiatan ini bertujuan menjaga jangan sampai anak-anak mengalami kesulitan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Menurut Bimo Walgito (1995: 29) kegiatan bimbingan dan penyuluhan tersebut antara lain:

a) Mengadakan papan bimbingan untuk berita-berita atau pedoman yang perlu mendapatkan dari anak-anak

b) Mengadakan kotak masalah atau tanya untuk menampung segala persoalan atau pertanyaan yang diajukan secara tertulis, sehingga masalah dapat di atasi

c) Menyelenggrakan kartu pribadi sehingga pembimbing dan staf pengajar dapat mengetahui data anak

d) Memberikan penjelasan atau ceramah seperti cara belajar efisien

e) Mengadakan kelompok belajar sebagai cara belajar yang baik

f) Megadakan diskusi kelompok dengan siswa atau individu mengenai cita-cita atau lanjutan studi serta pemilihan jabatan kelak

g) Mengadakan hubungan yang harmonis dengan orangtua atau wali murid, agar ada kerjasama antara sekolah dan rumah.

(61)

46

Selain itu, penanaman karakter pada siswa sangat dibutuhkan dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa). Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan karakter di sekolah, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam mengembangkan pribadinya secara utuh. Tugas guru yang paling utama dalam pendidikan karakter di sekolah adalah bagaimana mengkondisikan lingkungan belajar yang berkarakter, menyenangkan, agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu peserta didik sehingga tumbuh minat dan karakter baiknya. Guru hendaknya memposisikan diri sebagai fasilitator, yang tugas utamnya memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik tanpa ada pemaksaan dan kekerasan. Sebab pemaksaan dan kekerasan akan memberi pengalaman yang kurang positif di dalam peserta didik yang nantinya akan membentuk karakter mereka.

2) Upaya Kuratif (Penanganan)

(62)

47

Tindakan hukuman bagi anak remaja delinkuen antara lain berupa menghukum mereka sesuai dengan perbuatannya sehingga dirasa adil dan bisa menggugah hati nurani sendiri untuk hidup susila dan mandiri.

Pihak sekolah membuat peraturan dan jika peraturan tersebut dilanggar maka peserta didik yang melanggar peraturan akan mendapatkan sanksi berupa; 1) jika peserta didik melanggar peraturan sekolah mendapatkan poin, 2) poin yang sudah berjumlah 100 maka anak dikembalikan ke orangtua, dan 3) pembinaan terhadap anak yang melanggar peraturan sekolah.

3) Upaya Representatif (Pembinaan atau Pencegahan)

Mengenai upaya representatifdalam menanggulangi kenakalan remaja ialah:

a) Pembinaan terhadap remaja yang tidak melakukan kenakalan. Pembinaan seperti ini telah diungkapkan pada upaya preventif yaitu upaya jangan sampai terjadi kenakalan remaja.

b) Pembinaan terhadap remaja yang telah mengalami tingkah laku kenakalan atau yang telah menjalani sesuatu hukuman karena kenakalannya.

(63)

48

memasyarakatkan kembali anak-anak yang telah melakukan tindakan kejahatan agar mereka kembali menjadi manusia yang wajar.

Pembinaan dapat diarahkan kedalam beberapa aspek: 1. Pembinaan mental dan kepribadian beragama

2. Pembinaan mental dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam asas-asas pancasila.

3. Pembinaan kepribadian yang wajar untuk mencapai kepribadian yang stabil dan sehat

4. Pembinaan ilmu pengetahuan 5. Pembinaan ketrampilan khusus 6. Pengembangan bakat-bakat khusus.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa upaya-upaya dalam menanggulangi kenakalan remaja (siswa) diantaranya adalah upaya preventif yang berasal dari keluarga dan sekolah. Upaya preventif ini dilakukan untuk menhindari atau menjaga anak agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang, dengan memberikan bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, ada upaya kuratif dimana upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi agar kenakalan tidak meluas. Upaya terakhir adalah upaya pembinaan atau penyembuhan dengan membina mental, ilmu pengetahuan dan bakat-bakat khusus.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan topik ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ike Wulandari, pada tahun 2014 dari Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “ Kebijakan Sekolah dalam Mengatasi Kenakalan

Remaja di SMA N 6 Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

(64)

49

namun jika siswa masih membangkang maka siswa dikembalikakan ke orangtua berdasarkan data yang akurat. Sekolah juga membatasi jam siswa berada dilingkungan sekolah, agar siswa tidak melakukan tindakan kenakalan dalam bentuk ringan. Dalam implementasinya masih terdapat bentuk-bentuk kenakalan remaja yang dikategorikan ringan. Pelaksanaan kebijakan sekolah mendapat faktor pendukung yaitu peran komite sekolah yang selalu membantu siswa menyelesaikan masalah, sedangkan faktor penghambat yaitu citra lama sebagai sekolah yang suka tawuran yang masih melekat pada sekolah dan alumni mencari celah untuk mempengaruhi siswa.

Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kebijakan sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja. Perbedaanya adalah peneliti berfokus pada kebijakan dan kendala sekolah dalam mengatasi kenakalan remaja, sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi kebijakan sekolah dalam menanggulangi kenakalan remaja. Setting tempat penelitian juga berbeda.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Eka Indah Lestari, pada tahun 2015 dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan judul “Upaya Mencegah

Kenakalan Siswa di SMA N 5 Yogyakarta (Analisis Sekolah Berbasis Afeksi)”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tindak kenakalan yang terjadi

(65)

50

keagamaan. Program-program tersebut program program afeksi tersebut bertujuan untuk menanamkan siswa agar menjadi pribadi yang islami yaitu dengan berbusana islami, berdoa dan tadarus Al Qur’an dipandu dari sentral,

mengawali dan mengakhiri dengan doa, solat berjamaah mentoring, MABIT, dan lain-lain. Semua program tersebut bertujuan untuk membentuk karakter siswa dan dapat mengalihkan waktu bermain anak untuk hal hal yang tidak bermanfaat kepada kegiatan yang lebih bermafaat, dengan tujuan agar siswa dapat konsisten dalam mengimplementasikanya sehingga dapat membentengi dirinya dari tindakan-tindakan

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Wawancara
Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Analisis Dokumentasi No.
Gambar 2. Model Analisis Interaktif Miles and Hubberman
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui implementasi kebijakan pembinaan kenakalan remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra "ADHIKA" Surabaya, penulis memfokuskan pada (1)

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak berkebutuhan khusus di SLB kota Yogyakarta, serta

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) pelaksanaan program keterampilan tata rias di Panti Sosial Bina Remaja Yogyakarta; 2) faktor pendukung dan penghambat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan Unitbinmas dalam menanggulangi kenakalan remaja pelajar pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar,

Joi Tri Ananta Purba. Upaya Orangtua Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Tujuan peneliti datang ke sekolah untuk melakukan observasi awal terkait dengan proposal yang telah di susun yaitu tentang Implementasi Kebijakan Pendidikan Karakter

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengkaji tentang pola pengambilan keputusan, faktor pendukung, dan penghambat dalam penentuan kebijakan mutu sekolah di SD

Penelitian ini bertujuan: 1) mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan inklusi, 2) faktor pendukung dan penghambat, 3) upaya mengatasi faktor penghambat pelaksanaan pendidikan