Top1 Action Matic ver si “Ringgo-Raffi” di Media Televisi)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Dalam Memperoleh Gelar
Sar jana Pr ogram Studi Ilmu Komunikasi Pada FISIP UPN “Veteran” J awa Timur
Oleh :
RAMADHANI FITRIZA
NPM. 0743010254
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirabbil’aalamin, puji syukur kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul : Repr esentasi Eksploitasi Per empuan dalam Iklan Top
One (Studi Semiotik Repr esentasi Eksploitasi Per empuan dalam Iklan Top1
Action Matic ver si “Ringgo-Raffi” di Media Televisi).
Penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi
ini, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri. Semua proses
kelancaran pada saat pembuatan skripsi penelitian tidak lepas dari segala bantuan
dari berbagai pihak yang sengaja maupun tak sengaja telah memberikan
sumbangsihnya.
Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Drs. Saifuddin Zuhri. M.Si
sebagai dosen pembimbing yang telah membantu penulis selama menyelesaikan
skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNya, sehingga penulis
mendapatkan kemudahan selama proses penulisan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
4. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.
5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan
masukan-masukan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih secara khusus kepada:
1. Bapak, Ibu, Kakak dan Adikku, atas doa, dukungan moral maupun material
dan kepercayaannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik, meskipun melebihi batas waktu. Maaf !
2. My Bestgirls Novi, Enna, Amy, Pako dan Rara atas motivasi serta
kebersamaan yang kalian berikan kepada penulis. Love y’all!
3. David “Mbun”, Rezha “Bendrat”, Mas Reza “Braga”, Bryan, terima kasih
atas ‘cerewetnya’, juga semua dulur-dulurku di X-PHOSE, terima kasih atas
semangat yang kalian berikan.
4. Teman seperjuangan Sigit, Ahmed, Aang yang saling memberi semangat,
dan seluruh teman-teman Ikom’07 juga kakak-kakak kelas yang telah
membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
khususnya teman-teman di Program Studi Ilmu Komunikasi.
Surabaya, Desember 2011
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAKSI ... ix
Bab I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
Bab II KAJ IAN PUSTAKA ... 11
2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Periklanan ... 11
2.1.1.1 Iklan sebagai Bentuk Komunikasi Massa ... 13
2.1.1.2 Iklan Televisi ... 16
2.1.2 Perempuan ... 19
2.1.3 Eksploitasi Perempuan dalam Iklan ... 22
2.1.4 Komunikasi sebagai Proses Simbolik ... 24
2.1.5 Representasi ... 26
2.1.6 Semiotika ... 29
2.2 Kerangka berpikir ... 39
Bab III METODE PENELITIAN ... 41
3.1 Metode Penelitian ... 41
3.2 Kerangka Konseptual ... 42
3.2.1 Corpus ... 42
3.3 Definisi Operasional ... 49
3.3.1 Representasi ... 49
3.3.2 Eksploitasi ... 49
3.4 Unit Analisis ... 51
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.6 Teknik Analisis Data ... 52
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 56
4.1.1 Gambaran Umum Top One Oil Products Company 56
4.2 Penyajian Data dan Analisis Data ... 60
4.2.1 Penyajian Data ... 60
4.2.2 Analisis Data ... 62
4.2.2.1 Tampilan visual scene 2 ... 62
4.2.2.2 Tampilan visual scene 10 ... 65
4.2.2.3 Tampilan visual scene 12 ... 68
4.2.2.4 Tampilan visual scene 13 ... 71
4.2.2.8 Tampilan visual scene 20 ... 80
4.3 Analisis Keseluruhan Iklan Top One ... 83
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
5.1 Kesimpulan ... 89
5.2 Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
2. Scene yang mengandung Unsur Eksploitasi ... 95
3. Artikel “KPI ungkap lima tayangan TV ‘paling’ bermasalah” ... 96
4. Artikel “KPI Pusat Tegur SCTV dan TV One Terkait
Adegan Iklan ‘Top1 action matic’ “ ... 97
DALAM IKLAN TOP ONE (Studi Semiotik Repr esenta si Eksploitasi Per empuan dalam Ik lan Top1 Action Matic ver si “Ringgo-Raffi” di Media Televisi)
Dalam perkembangannya, pembuatan iklan telah mengesampingkan norma-norma yang ada dan lebih mengutamakan kepentingan tertentu, tidak jarang kaum wanita hanya menjadi objek untuk kepentingan-kepentingan komersial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui representasi eksploitasi perempuan dalam iklan Top1 action matic versi Ringgo-Raffi di media televisi.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut John Fiske, yang terbagi dalam tiga level, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Untuk metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik.
Berdasarkan hasil penelitian, iklan Top1 action matic versi “Ringgo-Raffi” sarat akan muatan representasi eksploitasi pada perempuan. Representasi eksploitasi perempuan ini divisualisasikan dengan penggunaan pakaian yang minim, gerak tubuh serta ekspresi model perempuan yang menjadikannya tereksploitasi.
Kata kunci : representasi, eksploitasi perempuan, Top One, Fiske
ABSTRACT
RAMADHANI FITRIZA, REPRESENTATION OF WOMAN’S
EXPLOITATION IN TOP ONE ADVERTISING (Semiotic Studies of Repr esentation of Woman’s Exploitation in Top One action matic adver tising “Ringgo-Raffi” ver sion on Television)
During it’s development, ad creation has been ruled out of existing norms and prefer the interest, not just woman seldom become objects for commercial interest. The purpose of this study was to determine the representasion of sexual exploitation of woman in advertising of Top One action matic “Ringgo-Raffi” representation. Exploitation of woman’s representation is visualized with the use of minimal clothing, gestures and expressions that make female models exploited.
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pesatnya perkembangan teknologi meningkatkan arus informasi dan
telekomunikasi serta meningkatnya pengetahuan dan tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya sebuah informasi memungkinkan manusia
diterpa oleh berbagai informasi setiap saat. Perkembangan yang sangat
pesat ini juga merambah pada perkembangan media massa. Oleh karena
adanya perkembangan media massa tersebut, maka banyak sekali
masyarakat yang menggunakan media massa sebagai media penyampai
pesan atau informasi ke masyarakat luas.
Fungsi media massa menurut Harold Laswell berfungsi sebagai
korelasi diantara bagian-bagian masyarakat dalam menanggapi
lingkungannya (kontrol sosial), dan sebagai pewarisan nilai-nilai sosial
dari generasi ke generasi. (Winarso, 2005:5)
Media massa bertujuan untuk menyampaikan informasi dengan benar
secara efektif dan efisien. Pada praktiknya, apa yang disebut sebagai
kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan berbagai kepentingan. Akan
tetapi diatas semua itu, yang paling utama adalah survival media itu
Salah satu cara penyampaian pesan efektif dan efisien adalah dengan
menggunakan iklan. Iklan juga dapat menjadi sebuah informasi yang
sangat dibutuhkan bagi khalayak untuk mengetahui produk atau jasa apa
saja yang dapat memenuhi kebutuhan dalam keseharian semua manusia.
Namun dengan perkembangan zaman yang semakin maju, tidak dapat
dielakkan lagi bahwa saat sekarang ini beragam iklan dimunculkan. Oleh
karena itulah iklan yang sering dilihat bisa merupakan bentuk-bentuk
simbolik, artinya iklan dapat menjadi simbol dalam imajinasi yang
ditampilkan melalui benda-benda atau teks.
Iklan merupakan pesan yang menawarkan suatu produk yang
ditujukan kepada masyarakat melalui media, baik media cetak maupun
media elektronik. Iklan dapat dilihat sebagai salah satu bentuk budaya
massa yang saat ini keberadaannya begitu marak dikalangan masyarakat.
Berdasarkan tujuannya, iklan dibagi menjadi dua yaitu iklan komersial
dan iklan layanan masyarakat. Iklan komersial sering disebut pula dengan
iklan bisnis. Sebagaimana namanya, iklan komersial atau iklan bisnis
bertujuan mendapatkan keuntungan ekonomi, utamanya peningkatan
penjualan. Produk yang ditawarkan dalam iklan ini sangat beragam, baik
barang, jasa, ide, keanggotaan organisasi, dan lain-lain. Iklan layanan
masyarakat adalah iklan yang digunakan untuk menyampaikan informasi,
mempersuasi atau mendidik khalayak yang tujuan akhirnya bukan untuk
memperoleh keuntungan ekonomi, melainkan keuntungan sosial. (Rendra,
Iklan sendiri hampir setiap hari selalu mewarnai kehidupan kita. Di
televisi, surat kabar, radio dan hampir di setiap sudut jalan kita hampir
tidak bisa menghindar dari iklan. Iklan memang sudah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam survey yang
dialakukan oleh harian Kompas di sepuluh kota di Indonesia, tercatat tidak
kurang dari 70% responden yang mengaku suka menirukan narasi, jingle
atau lagu, gerakan hingga meniru sosok yang menjadi pemeran dalam
iklan tersebut. (Noviani, 2002:1)
Media televisi dan iklan televisi terbukti merupakan media
komunikasi yang paling efektif dan efisien sebagai media untuk informasi
produk dan citra suatu perusahaan. Kelebihan-kelebihan dan kekuatan
teknologis yang dimilikinya memungkinkan tercapainya tingkat efektivitas
dan efisiensi yang diharapakan oleh suatu perusahaan atau lembaga
lainnya. Luasnya jangkauan televisi yang dapat dtempuh dalam waktu
bersamaan secara serentak, pesan dan informasi yang disampaikan melalui
televisi mampu menjangkau jutaan khalayak sasarannya. (Sumartono,
2001:20)
Televisi menyajikan berbagai macam informasi. Informasi tidak
mengalir secara harfiah. Kenyataannya, informasi sendiri tidak bergerak,
yang sesungguhnya terlihat adalah penyampaian suatu pesan, interpretasi
Saat ini pengemasan suatu iklan telah banyak mengalami banyak
perubahan. Dengan mengesampingkan norma-norma yang ada dan lebih
mengutamakan kepentingan tertentu, pelanggaran-pelanggaran pun terjadi
disertai dengan kontroversi. Dalam peraturan dunia bisnis tidak jarang
kaum wanita hanya menjadi objek untuk kepentingan-kepentingan
komersial, dan dalam kehidupan sehari-hari cenderung menempatkan
masalah-masalah perempuan yang dikarantinakan sebagai isu yang
spesifik dan cenderung dilepaskan dari isu-isu publik penting lainnya.
Seperti isu-isu politik,ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Isu-isu tentang
perempuan jauh lebih sering dianggap sebagai bacaan ringan yang lebih
tepat dibaca waktu senggang dan santai. (Ridjal, 1999:114)
Keindahan yang dimiliki perempuan membentuk stereotip dan
membawa mereka ke sifat-sifat di sekitar keindahan itu. Misalnya,
perempuan harus tampil menawan, pandai mengurus rumah tangga,
memasak, tampil prima untuk menyenangkan suami, dan pantas diajak ke
berbagai acara (Kompas no.51, 1999); cerdas serta menjadi sumber
pengetahuan dan moral keluarga (Burhan Bungin, 2002:128); sebagai
penyambung keturunan, lemah lembut, anggun, pandai memasak, lebih
emosional, fisik kurang kuat, lincah, keibuan, manja (Martadi, 2001);
pasif, lemah, penakut, digambarkan sebagai obyek seksual, menekankan
pada figur dan pakaian cantik (Suharko,1998).
Eksploitasi perempuan dengan segala stereotip gender tradisional
rendah, yang akhirnya menghadirkan konsepsi pemaknaan perempuan
tidak lebih sebagai sebuah benda (bukan makhluk/insani). Di sinilah tubuh
dan semua atribusi “kewanitaan” perempuan dieksploitasi sebagai obyek
tanda dan bukannya sebagai subyek (Kasiyan, 2001).
Sebagaimana disampaikan oleh Rosinta Situmorang, dalam wacana
iklan media massa perempuan sering diposisikan bukan sebagai subyek
tetapi sebaliknya sebagai obyek tanda. Obyek yang dimasukkan ke dalam
sistem tanda di dalam sistem komunikasi ekonomi kapital (Rosinta
Situmorang,1999). Media menjadikan tubuh dan fragmen tubuh
perempuan sebagai penanda yang dikaitkan dengan makna atau pertanda
tertentu, yang termanifestasikan secara dangkal, sesuai dengan tujuan
“politik ekonomi libidinal” (Kasiyan,2001)
Budaya massa yang tercipta menyebabkan pembuat iklan produk
seakan sengaja menonjolkan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian,
salah satunya adalah sisi perempuan, agar mendongkrak penjualan produk,
dan membuat masyarakat menjadi semakin tertarik dengan iklan tersebut.
Khususnya pada produk untuk laki-laki yang menarik perhatian untuk
dengan menonjolkan sisi perempuan seperti sensualitas sebagai objek
dalam iklan produk tersebut.
Bila tokoh pria muncul dalam iklan, tokoh itu digambarkan sebagai
agresif, pemberani, jantan, mandiri, kuat, tegar, berkuasa, pintar dan
sering dianggap lemah, emosional, bodoh, dan dikaitkan dalam
hubungannya dengan pria atau untuk menyenangkan pria.Jika dicermati
lagi diberbagai bidang, perempuan sering mengalami eksploitasi baik dari
segi fisiknya, maupun sisi intelektual seperti kurangnya kepercayaan
bahwa seorang perempuan pun mampu mengeluarkan gagasan dan
pengetahuan yang dimilikinya. Dapat dilihat pula adanya dari produk
maupun event-event tertentu yang lebih banyak menggunakan perempuan
dibandingkan laki-laki. Mulai dari menjual produk yang tidak ada
hubungannya sama sekali dengan perempuan, tetapi memakai model
perempuan-perempuan muda yang cantik dan seksi dengan busana yang
sangat minim sampai produk-produk semacam pemutih atau peramping
tubuh sebagai kebutuhan wajib bagi perempuan.
Iklan dengan perempuan keberadaannya tidak bisa dipisahkan, karena
perempuan memiliki kekuatan dalam membantu menjual produk yang
diiklankan. Oleh karena itu keberadaan perempuan dalam iklan selalu
menyertai produk paling sederhana hingga yang paling mewah sekalipun.
Fenomena eksplorasi dan eksploitasi sensualitas dalam iklan
khususnya di televisi patut dicermati. Karena saat ini banyak iklan-iklan
televisi yang menampilkan adegan, gambar vulgar perempuan khususnya
pada iklan produk untuk laki-laki. Seringkali tayangan tersebut
Ini dibuktikan pada produk untuk otomotif (yang identiknya untuk
laki-laki) yang ada pada media, khususnya media elektronik. Produk yang
umumnya berkaitan dengan laki-laki yang cenderung menggunakan wanita
sebaga obyek dalam mempromosikan produk, salah satunya iklan Top1
action matic versi “Raffi-Ringgo” di televisi. Top1 action matic adalah
jenis oli motor yang khusus digunakan untuk motor-motor matic sehingga
penggunaanya lebih maksimal dibandingkan oli untuk motor-motor biasa.
Dalam iklan tersebut seorang perempuan menjadi obyek dengan
menggunakan pakaian minim, atasan tanktop serta bawahan hotpants.
Pakaian yang digunakan sedemikian rupa, menunjukkan bagian-bagian
tubuh si wanita dengan ekspresi wajah yang menggoda, seksi dan akting
yang mengasosiasi unsur-unsur sensualitas.
Hal inilah yang ditonjolkan pengiklan dengan tujuan untuk membuat
produk tersebut dapat diminati, sehingga produk tersebut laku terjual.
Iklan Top1 action matic tersebut merupakan penggambaran utnuk menarik
perhatian laki-laki supaya membeli produk tersebut. Dalam iklan tersebut
wanita menjadi obyek daya tarik laki-laki, dikarenakan wanita tersebut
menggunakan pakaian minim dan terlihat bagian dadanya, sehingga daya
tarik seks (sex appeal) dalam iklan tersebut dapat dilihat pada shot saat
wanita tersebut berbicara pada laki-laki dengan membungkuk, maka
terlihatlah bagian dada wanita tersebut secara jelas.
Sehubungan dengan ekploitasi terhadap perempuan tersebut, iklan
Ketua KPI Pusat, Dadang Rahmat Hidayat, setidaknya ada lima tayangan
yang selama Ramadan paling banyak diadukan masyarakat. Meski begitu,
KPI mencatat ada 107 keluhan yang disampaikan melalui surat, e-mail
hingga pesan singkat. Salah satunya iklan oli Top1 Action Matic. Iklan ini
dinilai menampilkan gambar perempuan yang tidak layak tayang. Aksi
perempuan dalam iklan juga dianggap tidak berhubungan dengan produk
Top1 sendiri.
(sumber:
http://arrahman.com/read/2011/08/23/14878-kpi-ungkap-lima-tayangan-tv-paling-bermasalah.html )
Dengan pemilihan model semiotika John Fiske, tanda-tanda dalam
tatanan gambar bergerak (iklan) tersebut telah dikombinasikan menjadi
kode-kode, untuk memungkinkan suatu pesan disampaikan dari
komunikator (pengiklan) ke komunikan (penonton). Adapun tanda-tanda
tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi tiga level kode, yakni level
realitas yang mencakup kode-kode sosial (penampilan, kostum,
lingkungan, perilaku, cara berbicara, gerakan, ekspresi), level representasi
yang meliputi kode-kode teknik (kamera, pencahayaan, perevisian, musik,
suara) serta level ideologi yang terdiri dari kode-kode representatif
(naratif, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, pemeran). (Fiske, 1987:4)
Berdasakan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan mengambil judul “Representasi Eksploitasi
Eksploitasi Perempuan dalam Iklan Top1 Action Matic versi
“Ringgo-Raffi” di Media Televisi).
1.2 Per umusan Masalah
Latar belakang masalah yang melandasi penelitian ini antara lain:
1. Pengemasan iklan yang mengesampingkan norma-norma yang ada dan
lebih mengutamakan kepentingan tertentu.
2. Fenomena eksplorasi dan eksploitasi tubuh perempuan dalam iklan
khususnya di televisi.
3. Teguran KPI pusat sehubungan dengan iklan Top One action matic
versi “Ringgo-Raffi” yang ditayangkan di televisi.
Maka yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah representasi eksploitasi perempuan dalam iklan Top1
Action Matic versi Ringgo-Raffi di media televisi ?”
1.3 Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui representasi eksploitasi perempuan dalam iklan
1.4 Manfaat Penelitian
1. Kegunaan teoritis adalah menambah kajian ilmu komunikasi yang
berkaitan dengan penelitian mengenai representasi eksploitasi
perempuan dalam iklan, sehingga hasil penelitian ini diharapkan bisa
menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan praktis adalah sebagai bahan masukan dan saran bagi
perusahaan serta masyarakat luas dapat memahami dengan benar
tentang makna yang terkandung di dalam iklan oli Top1 Action Matic
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teor i
2.1.1 Per iklanan
Dalam konsep bahasa yang sederhana, ‘iklan’ memiliki arti
‘menarik perhatian kepada sesuatu’ atau menunjukkan atau memberi
informasi kepada seseorang atas suatu hal (Dyer, 1996:2). Dyer juga
menambahkan bahwa pada awalnya fungsi utama dari sebuah iklan
adalah untuk memperkenalkan berbagai variasi barang kepada publik
sehingga mendukung terciptanya perekonomian bebas. Istilah iklan
sendiri berasal dari bahasa inggris yaitu Advertising yang menunjukkan
suatu proses atau kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak-pihak
sponsor (pemasang iklan atau advertiser), media massa, atau agen
periklanan (biro iklan). Ciri utama dari kegiatan tersebut adalah
kegiatan pembayaran yang dilakukan para pemasang iklan melalui biro
iklan atau langsung kepada media massa terkait atas dimuatnya atau
disiarkannya penawaran barang dan jasa yang dihasilkan si pemasang
iklan tersebut (Aaker dalam Widyatama, 2007:7).
Namun seiring dengan perkembangan jaman, dunia periklanan
telah menjadi semakin jauh terlibat dalam manipulasi nilai-nilai sosial
dan perilaku, menampilkan wajah komersialisasi secara dominan
dengan menghadirkan beragam acara serta menggiring khalayak kepada
esensi komunikasi (dalam hal ini, media massa) mengenai informasi
tentang barang dan jasa dan pada akhirnya menjadikan media sebagai
bagian dari sistem kapitalisme global.
Iklan yang baik sangat penting bagi pemasaran. Iklan akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat pada produk yang
dipromosikan. Iklan dapat membuat penjualan meningkat dan
memperendah biaya produksi. Tujuan dasar iklan adalah memenangkan
hati dan pikiran sasaran pasar. Dalam kondisi dan situasi pasar yang
makin kompetitif, pencipta iklan harus kreatif sehingga iklan yang
diciptakannya dapat berdampak positif. (Kuswandi, 2008:113)
Menurut pandangan Dunn dan Barban (1978) bahwa iklan
merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan
lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk
menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif) kepada
konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun pribadi
yang berkepentingan (Widyatama,2007:15)
Dari beberapa pengertian iklan terdapat enam prinsip dasar yang
terkandung dalam iklan, yaitu:
1. Adanya pesan tertentu, sebuah iklan tidak akan ada tanpa
adanya pesan.
2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor), pesan iklan ada karena
3. Dilakukan dengan cara non personal, dari beberapa pengertian
iklan, hampir semua berpendapat bahwa iklan merupakan
penyampaian pesan yang dilakukan secara non personal.
4. Disampaikan untuk khalayak tertentu, iklan diciptakan oleh
komunikator karena ingin ditujukan kepada khalayak tertentu.
5. Dalam penyampaian pesan tersebut, dilakukan dengan cara
membayar.
6. Penyampaian pesan tersebut, mengharapkan dampak tertentu.
Dalam sebuah visualisasi iklan, seluruh pesan dalam iklan
semestinya merupakan pesan yang efektif.
(Widyatama,2007:16)
Kesimpulannya, secara prinsip iklan adalah bentuk penyajian pesan
yang dilakukan oleh komunikator secara non personal melalui media
untuk ditujukan pada komunikan dengan cara membayar.
2.1.1.1 Iklan sebagai Bentuk Komunikasi Massa
Periklanan adalah suatu cara untuk menciptakan
kesadaran dan pilihan. Iklan ada karena ia memiliki fungsi.
Dilihat sebagai alat, iklan dapat digunakan untuk mencapai
berbagai tujuan, ia bergantung pada kemana komunikator
Iklan memiliki beberapa tujuan yaitu tujuan jangka
pendek yang artinya iklan diharapkan mampu memberikan
dampak segera setelah iklan disampaikan di tengah
masyarakat. Berbeda dengan tujuan jangka pendek iklan juga
memiliki tujuan jangka panjang yaitu, dampak yang baru dapat
dipetik dalam kurun waktu yang lama setelah iklan
diluncurkan. Iklan tidak sekedar menjual barang; ia juga
menginformasikan, membujuk, menawarkan status,
membangun citra, dan bahkan menjual mimpi. Pendeknya,
iklan merekayasa kebutuhan dan dan menciptakan
ketergantungan psikologis (Hamelink, 1983:16). Karena
sifatnya yang persuasif, iklan menurut Tilman dan Kirk Patrick
merupakan komunikasi massa yang menawarkan janji kepada
konsumen.
Melalui pesan yang informatif sekaligus persuasif
mereka menjanjikan :
(1) adanya barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan.
(2) tempat memperolehnya,
(3) kualitas dari barang dan jasa
Menurut Alo Liliweri (1998), iklan mempunyai fungsi
yang sangat luas. Fungsi-fungsi tersebut meliputi, fungsi
pemasaran, fungsi komunikasi, fungsi pendidikan, fungsi
Fungsi pemasaran adalah fungsi iklan yang diharapkan
untuk membantu pemasaran atau menjual produk. Artinya,
iklan digunakan untuk mempengaruhi khalayak untuk membeli
dan mengkonsumsi produk. Yang kedua adalah fungsi
komunikasi artinya, bahwa iklan sebenarnya merupakan
sebentuk pesan dari komunikator kepada khalayaknya. Fungsi
yang ketiga menurut Liliweri adalah fungsi pendidikan. Fungsi
ini mengandung makna bahwa iklan merupakan alat yang
dapat membantu mendidikan khalayak mengenai sesuatu agar
mengetahui dan mampu melakukan sesuatu. Fungsi keempat
dari iklan adalah fungsi ekonomi, yang artinya iklan mampu
menjadi penggerak agar kegiatan ekonomi tetap dapat berjalan.
Yang terakhir adalah fungsi sosial. Dalam fungsi ini iklan
ternyata telah mampu menghasilkan dampak sosial psikologis
yang cukup besar, iklan membawa berbagai pengaruh dalam
masyarakat, misalnya munculnya budaya konsumerisme,
menciptakan status sosial baru, menciptakan budaya pop dan
sebagainya. Karena iklan ditujukan untuk khalayak ramai,
maka dengan demikian iklan bukan merupakan komunikasi
interpersonal melainkan non personal. Oleh karena itu, tepat
rasanya bila komunikasi semacam ini digolongkan dalam
bentuk komunikasi massa. Iklan memang menonjolkan sifat
persuasifnya, yakni bagaimana seorang individu berubah sikap
Komunikasi massa dapat diartikan sebagai suatu proses
dimana komunikator secara profesional menggunakan media
massa didalam menyebarkan pesannya guna mempengaruhi
khalayak banyak, baik menggunakan media massa cetak
maupun elektronik.
2.1.1.2 Iklan Televisi
Televisi sebagai media massa yang merupakan media
dari jaringan komunikasi yang berlangsung satu arah,
komunikatornya melembaga, mempunyai pesan bersifat umum
atau luas sasarannya menimbulkan keserempakan serta
komunikasinya bersifat heterogen. Kelebihan televisi yaitu
bersifat audio visual, artinya dapat dilihat dan didengar
(Effendy, 1991:24).
Iklan menjadi wacana penting dalam bisnis, terutama
dalam proses membangun merek atau branding. Kegiatan
periklanan yang efektif dipandang mampu mempengarui
kecenderungan mengkonsumsi dalam masyarakat. Iklan yang
efektif juga akan mengubah pengetahuan publik mengenai
ketersediaan dan karakteristik sebuah produk, elastisitas
permintaan produk akan sangat dipengaruhi aktivitas
periklanan. Iklan televisi atau TVC sesungguhnya hanya
sebagian kecil dalam proses branding, masih banyak
(diharapkan) mempunyai brand life cycle yang panjang bahkan
abadi.
Periklanan dipandang sebagai media paling lazim
digunakan suatu perusahaan untuk mengarahkan komunikasi
yang persuasif pada konsumen. Iklan ditujukan untuk
mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan,
sikap dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk
atau merk. Tujuan ini bermuara pada upaya mempengaruhi
perilaku konsumen dalam membeli, meskipun tidak secara
langsung berdampak pada pembelian. Iklan menjadi sarana
untuk membantu pemasaran yang efektif dalam menjalin
komunikasi antara perusahaan ke konsumen dan sebagai upaya
perusahaan dalam menghadapi pesaing. Kemampuan ini
muncul karena adanya suatu produk yang dihasilkan suatu
perusahaan. Bagaimanapun bagusnya suatu produk jika harus
dirahasiakan dari konsumen maka tidak ada gunanya.
Pada dasarnya media televisi bersifat transistory atau
hanya sekilas dan penyampaian pesannya dibatasi oleh durasi
(jam, menit, detik). Pesan dari televisi memiliki kelebihan
tersendiri, tidak hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam
gambar yang bergerak (audio visual). Televisi merupakan
media yang paling disukai oleh para pengiklan. Hal tersebut
disebabkan keistimewaan televisi yang mempunyai unsur
televisi mampu menambah daya tarik iklan dibanding media
lain. Televisi juga diyakini sangat berorientasi mengingatkan
khalayak sasaran terhadap pesan yang disampaikan
(Kasali,1992:172).
Televisi memiliki daya tarik yang sangat kuat melebihi
media massa lainnya, sebab televisi memiliki unsur visual
berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam bagi
penontonnya. Televisi menimbulkan dampak yang kuat bagi
pemirsanya. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan pada
sekaligus kedua indera, yakni pengelihatan dan pendengaran,
selain itu televisi juga memiliki kombinasi gerak dan suara.
Untuk tujuan komersial, televisi dipandang sebagai
media yang efektif karena televisi memiliki kemampuan
menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas dan televisi
memiliki kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi
khalayak sasaran. Masyarakat lebih sering meluangkan
waktunya didepan televisi guna mendapatkan informasi dan
hiburan. Televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan
pemirsa dalam era informasi dan komunikasi saat ini.
2.1.2 Per empuan
Menurut definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai
Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin manusia, yang satu lagi
adalah laki-laki atau pria.
Perempuan dan tubuhnya adalah esensi suatu keindahan dari
nilai-nilai kehidupan, ini bukanlah takdir dari realitas keindahan itu sendiri,
tetapi suatu hal yang hadir dalam segala manifestasi ataupun ekspresi
dari esensi tersebut. Demikian juga dengan laki-laki dan tubuhnya yang
memiliki esensi keindahan tersendiri. Namun realita historis
perkembangan masyarakat telah menempatkan perempuan dan
tubuhnya sebagai antitesis dari ke-esensiannya, ataupun sebagai bagian
dari praktis eksploitasi yang terkadang dicitrakan secara ekstrem untuk
memarginalisasi perempuan dan tubuhnya kepada beragam bentuk yang
dikonotasikan secara liar.
Perempuan sebagai objek tanda dalam iklan yang arus utamanya
cenderung bermakna negatif, misalnya tampak dalam sistem tanda iklan
yang begitu mengedepankan serangkaian bentuk-bentuk eksploitasi
organ-organ tubuh sensitif dan daya tarik seksual yang dimiliki oleh
kaum perempuan. Pengamatan sepintas terhadap sebuah iklan di media
massa yang paling sederhana sekali pun, akan segera memverifikasi
bagian tubuh yang menjadi daya tarik tersebut. Untuk sekedar contoh
misalnya: tubuh perempuan yang muda, mulus, montok, indah,dan
menggairahkan, yang biasanya disertai dengan busana yang sangat
merangsang, digunakan sebagai penanda untuk berbagai produk seperti
mobil, sepeda motor, handphone, aneka produk elektronik, dan
dan seksualitas perempuan, seperti bibir, buah dada, pinggul, betis, dan
lain sebagainya, dalam iklan tersebut, kerap kali disertai dengan
serangkaian ilustrasi erotis, dalam bentuk ungkapan-ungkapan yang
diucapkan, yang semakin memperbesar asosiasi dan gairah rangsangan
seksual kepada audience-nya. (Kasiyan,2008:4)
Tiap bagian tubuh perempuan mengandung daya tarik seksual
tersendiri dan memberikan sensasi sensual yang berbeda-beda. Kriteria
daya tarik perempuan diantaranya adalah :
a. Postur Tubuh
Postur tubuh yang baik adalah yang padat berisi, dalam arti
tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk itu dapat
dikatakan memiliki postur tubuh proporsional.
b. Rambut
Rambut panjang dan lurus akan memberi kesan cantik dan
anggun tetapi akan terkesan kurang seksi. Perlakuan dengan
menguncir rambut satu belakang akan lebih memberikan
kesan seksi bagi para laki-laki. Rambut keriting kecil dan
panjang akan memberikan kesan yang lebih seksi
sedangkan rambut bergelombang akan memberikan kesan
sensual yang kuat.
c. Mata
Mata seorang perempuan yang terlihat besar dan bulat
dengan disertai alis yang tebal akan memancarkan
memberi kesan anggun, teduh, dan tenang. Mata yang
sedikit sipit dengan kantung mata yang sedikit tebal serta
sorot mata yang nakal adalah tatapan yang sangat
menggoda bagi para pria.
d. Bibir
Bibir yang tipis identik dengan kecantikan seorang wanita,
tipis sekaligus identik dengan kelembutan sedangkan yang
agak panjang lebih bermakna pada keanggunan. Sementara
bibir yang sensual memiliki kriteria yang berbeda, yakni
agak tebal, merah delima, dengan ukuran bagian bawah
sedikit tebal.
e. Dada
Dada adalah daya tarik seksual utama bagi wanita, bentuk
dada yang menonjol dapat sangat menarik perhatian lawan
jenis.
f. Perut
Perut yang langsing akan menambah daya tarik wanita, tapi
dalam hal ini bukan perut yang terlihat kurus, tetapi terlihat
ramping mengikuti lekuk tubuh.
g. Pinggul atau bokong
Bagian ini menjadi daya tarik utama kedua bagi perempuan.
Bokong yang bagus adalah besarnya cukup padat tapi tidak
h. Paha
Bagian ini juga akan merangsang bagi para pria yang
melihat, paha yang besar yang dimiliki oleh perempuan
akan terlihat lebih seksi.
i. Betis
Bagi sebagian laki-laki, perempuan yang seksi dapat dilihat
dari betisnya. Betis perempuan yang seksi adalah yang
memiliki betis panjang, dan mulus.
(http://sensualitaswanitadimatapria<<salimin’ssite.htm)
2.1.3 Eksploitasi Per empuan dalam Ik lan
Definisi eksploitasi adalah pengusahaan atau pendayagunaan,
tindakan pemanfaatan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak
lain demi mendapatkan keuntungan.
Hampir seluruh tampilan iklan, baik media cetak maupun
elektronik menggunakan perempuan dalam tampilannya, baik
perempuan sebagai sebagai model utama atau sebagai figuran. Bagi
para pengiklan, tubuh perempuan tidak akan pernah surut memberi
peluang yang menguntungkan, mulai dari urusan kuku hingga urusan
kepala, mulai dari produk untuk perempuan itu sendiri hingga produk
untuk laki-laki.
Eksploitasi perempuan dalam iklan teridentifikasi melalui wacana
dipertontonkan secara erotisme dan eksotis. Sayangnya, perempuan
dalam iklan dijadikan alat memasarkan produk, tubuhnya dieksploitasi
untuk mengumbar definisi cantik versi standarisasi pasar dengan cara
memamerkan rambut yang lurus dalam iklan sampo, kulit wajah yang
mulus dalam iklan perawatan kecantikan, perut langsing dalam iklan
pelangsing perut, betis indah dan tubuh yang ramping dalam iklan obat
diet.
Ekspresi eksploitasi stereotip daya tarik seksualitas dan
organ-organ sensitif tubuh perempuan dalam iklan media massa tersebut,
cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang dangkal, dan
akhirnya lebih jauh menghadirkan konsepsi, bahwa perempuan itu
sendiri tak lebih sebagaimana sebuah (bukan sebagai insani), sehingga
harkat dan martabatnya menjadi terniscayakan kehadirannya.
(Kasiyan, 2008:245)
Seperti seorang perempuan yang hadir dengan pakaian ‘minim’
yang menunjukkan keindahan pada bagian perut, dada, atau pinggulnya,
mungkin secara vulgar, tetapi eksploitasi itu sendiri akan terjadi dengan
merasionalisasikan proses tindakan kepada perempuan dan tubuhnya
tersebut bermacam manifestasi praksis eksploratif. Ataupun eksploitasi
dalam bentuk modal, yang mengondisikan perempuan dan tubuhnya
sebagai bagian dari ‘alat’ untuk kepentingan modal dan
mengeksploitasinya kepada ragam ekspresi menurut kepentingan
modal, bukan berdasarkan kebebasan dan kesadaran berekspresi.
Iklan adalah media promosi produk tertentu, dengan tujuan produk
yang ditawarkan terjual laris. Untuk itu iklan dibuat semenarik
mungkin, sehingga terkadang dapat dinilai terlalu berlebihan, serta
mengabaikan sisi psikologis, sosiologis, ekologis dan estetika penonton
atau sasaran produk yang diiklankan.
2.1.4 Komunikasi Sebagai Pr oses Simbolik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJS
Poerwadinata disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda,
lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu
hal, atau mengandung maksud tertentu. Misalnya warna putih
merupakan lambang kesucian, lambang padi merupakan lambang
kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda pengenal bagi
warga negara Indonesia. (Sobur,2004:156)
Dalam “bahasa” komunikasi, simbol seringkali diistilahkan sebagai
lambang. Simbol atau lambang adalah sesuatu yang dipergunakan untuk
menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang.
Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan
objek maknanya disepakati bersama, misalnya memasang bendera di
halaman rumah untuk menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada
negara. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal
memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara
Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda
dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun
ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu
benda fisik(dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang
direpresentasikannya. Representasi itu ditandai dengan kemiripan,
misalnya patung Soekarno adalah ikon Soekarno dan foto anda pada
KTP adalah ikon anda. (Mulyana,2005:84)
Pada intinya dalam berkomunikasi, secara tidak langsung pesan
yang kita komunikasikan terhadap orang lain akan mengandung
simbol-simbol yang dalam penerimaannya simbol-simbol tersebut dapat dimengerti
bergantung sesuai dengan kehidupan sosial budaya dari masing-masing
individu yang menerima pesan tersebut.
2.1.5 Repr esentasi
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia representasi berarti apa
yang mewakili atau perwakilan. Piliang (2003:21), dalam bukunya
Hipersemiotika, mengungkapkan bahwa representasi merupakan
tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu yang lain diluar
dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi juga berarti
sebuah konsep yang digunakan dalam proses pemaknaan melalui sistem
penandaan yang tersedia; dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb.
Ada empat komponen dasar dalam industri media yang mengemas
pesan dan produk :
1. Khalayak yang memperoleh pesan dan mengkonsumsi produk
2. Pesan atau produk itu sendiri
3. Teknologi yang selalu berubah, yang membentuk baik industri
maupun bagaimana pesan tersebut dikomunikasikan.
4. dan penampakan akhir dari produk itu tersebut.
Komponen – komponen ini yang secara bersamaan berinteraksi di
sekitar dunia sosial dan budaya, menempati suatu ruang yang
diperjuangkan secara terus – menerus. Perubahan garis bentuk ruang ini
dapat menimbulkan pola-pola dominasi dan representasi yang
berbeda-beda. Film dan televisi mempunyai bahasa sendiri dengan sintaksis
(susunan kalimat) dan tata bahasa yang berbeda.
Tata bahasa ini terdiri dari bermacam unsur yang akrab, seperti
pemotongan gambar (cut), pengambilan gambar jarak dekat (close up),
pengambilan dua gambar (two shot), dan lain-lain. Akan tetapi, bahasa
tersebut juga meliputi kode-kode representasi yang lebih halus, yang
tercakup dalam kompleksitas dari penggambaran visual yang harfiah
hingga simbol-simbol yang paling abstrak dan arbiter (berubah-ubah)
serta metafora. Tingkatan representasi yang paling sederhana mencakup
sekedar penggambaran informasi budaya nyata. Tetapi bahasa film atau
video mulai bermain begitu khalayak ingin melakukan lebih banyak,
dari depan bergerak menuju kamera, dan dari belakang menjauhi
kamera, dan seterusnya. Representasi gabungan akan mengedit seluruh
pengambilan gambar yang berbeda ke dalam satu rangkaian.
Rangkaian-rangkaian ini merupakan sumber dasar film (Sardar,
Ziaudin, 2005: 156)
Menurut Stuart Hall (1977), representasi adalah salah satu praktek
penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan
konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi.
Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika
manusia-manusia yang ada di situ membagi pengalaman yang sama, membagi
kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam bahasanya yang
sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.
Bahasa adalah medium yang menjadi perantara khalayak dalam
memahami sesuatu, memproduksi dan mengubah makna. Bahasa
mampu melakukan semua ini karena ia beroperasi sebagai sistem
representasi lewat bahasa (simbol-simbol dalam tanda tertulis, lisan,
atau gambar) khalayak mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide
tentang sesuatu makna sesuatu hal sangat tergantung dari cara khalayak
mempresentasikannya. Dengan mengamati kata-kata dan image yang
khalayak gunakan dalam merepresentasikan sesuatu atau bisa terlihat
jelas nilai-nilai yang khalayak berikan pada sesuatu tersebut.
Untuk menjelaskan bagaimana representasi makna lewat bahasa
pendekatan reflektif. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai cermin
yang merefleksikan makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang
ada di dunia. Kedua, pendekatan intensional di mana khalayak
menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan
cara pandang khalayak terhadap sesuatu. Dan yang ketiga adalah
pendekatan konstruksionis, pendekatan ini khalayak percaya bahwa
khalayak mengkonstruksikan makna lewat bahasa yang khalayak pakai.
Bagi Stuart Hall, ada dua proses representasi. Pertama, representasi
mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada dikepala kita
masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk
sesuatu yang abstrak. Kedua, adalah bahasa, yang berperan penting
dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada di dalam
kepala kita harus diterjemahkan dalam bahasa yang “lazim”, supaya
kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu
dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.
2.1.6 Semiotika
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda dan makna (Sobur,2004:15). Secara etimologis istilah semiotika
berasal dari kata yunani Semeion yang berarti ”tanda”. Tanda itu sendiri
didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang
Menurut Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan
dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti
bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal sama
objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi
sistem terstruktur dari tanda (Barthes dan Kurniawan dalam Alex
Sobur,2004:15)
Sedangkan menurut John Fiske, semiotika adalah studi tentang
penandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, tentang
bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang
bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang
mengkomunikasikan makna.(Fiske,2004:282)
Terdapat tiga bidang penting dalam studi semiotik,yakni:
1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda
yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan
makna, dan cara-cara itu terkait dengan manusia yang
menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa
dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.
2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini
mencakup cara berbagai kode dilambangkan guna memenuhi
kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi
3. Kebudayaan tempat tanda dan kode bekerja. Ini pada gilirannya
bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk
keberadaan dan bentuknya sendiri.
(Fiske,2004:60)
Dari beberapa pendapat di atas maka diketahui bahwa semiotika
merupakan ilmu yang mempelajari tentang tanda, tentang bagaimana
memaknai tanda yang ada dalam pesan komunikasi.
2.1.7 Konsep Makna
Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan
kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of
meaning, Ogden dan Ricardsi telah mengumpulkan tidak kurang dari
22 batasan mengenai makna. Bentuk makna diperhitungkan sebagai
istilah, sebab bentuk ini mempunyai konsep dalam bidang ilmu tertentu,
yakni dalam bidang linguistic dalam penjelesan Umberto Reeo, makna
dari sebuah wahana tanda (sign-vehicle) adalah satuan cultural yang
diperagakan oleh wahana-wahana tanda yang lainnya serta dengna
begitu secara semantik mempertunjukkan pula ketidaktergantungan
pada wahana tanda yang sebelumnya.
Makna ada dalam diri manusia. Menurut Devito, makna tidak
terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Manusia
menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin
lengkap menggambarkan makna yang dimaksudkan. Demikian pula
makna yang didapat dari pendengar dari pesan-pesan, akan sangat
berbeda dengan makna yang ingin digunakan untuk memproduksi pesan
dibenak pendengar. Reproduksi ini hanyalah sebuah proses parsial dan
selalu bias salah. Ada tiga hal yang dijelaskan para filsuf dan linguis
sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu,
yakni:
1. Menjelaskan makna secara alamiah.
2. Mendeskripsikan kalimat secara alamiah.
3. Menjelaskan makna dalam proses komunikasi.
(http://groups.google.co.id)
2.1.8 Model Semiotika J ohn Fiske
John Fiske adalah salah satu tokoh semiotika komunikasi dalam
bukunya Cultural And Communication Studies, disebutkan bahwa
terdapat dua persepektif dalam mempelajari ilmu komunikasi sebagai
transmisi pesan, sedangkan perspektif yang kedua melihat komunikasi
sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perspektif yang kedua,
studi komunikasi adalah studi tentang teks dan kebudayaan, metode
studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna)
(Fiske, 2006:9).
John Fiske memperkenalkan konsep the codes of television atau
kode-kode televisi. Dalam konsep tersebut menunjukkan kode yang
kode-kode tersebut saling berhubungan dalam membentuk sebuah
makna. Menurut Fiske, sebuah kode tidak ada begitu saja. Namun
sebuah kode dipahami secara komunal oleh komunitas penggunanya.
Lebih lanjut mengenai teori ini, kode ini digunakan sebagai
penghubung antara produser, teks dan penonton.
Teori yang dikemukakan John Fiske dalam The Codes of Television
(Fiske,1987) menyatakan bahwa peristiwa yang telah dinyatakan telah
diencode oleh kode-kode sosial adalah sebagai berikut:
1. Level Realitas (Reality)
Level ini menjelaskan suatu peristiwa yang dikonstruksikan
sebagai realitas oleh media, yang berhubungan dengan kode-kode
sosial antara lain: penampilan (appearance), kostum (dress), riasan
(make up), lingkungan (environment), kelakuan (behaviour), dialog
(speech), gerakan (gesture), ekspresi (expression), dan suara (sound).
2. Level Representasi
Di sini kita menggunakan perangkat secara teknis. Level
representasi berhubungan dengan kode-kode sosial antara lain: kamera
(camera), pencahayaan (lighting), perevisian (editing), musik (music)
dan suara (sound) yang ditranmisikan sebagai kode-kode representasi
yang besifat konvensional.
a. Teknik kamera, jarak dan sudut pengambilan.
- Long shot : Pengambilan yang menunjukkan semua bagian
biasanya dipakai dalam shot yang lebih lama dan
lingkungannya dari pada individu sebagai fokusnya.
- Estabilishing shot : Biasanya digunakan untuk mebuka
suatu adegan.
- Medium Shot : Menunjukkan subjek atau aktornya dan
lingkungannya dalam ruang yang sama. Biasanya
digunakan untuk memperlihatkan kehadiran dua atau tiga
aktor secara dekat.
- Close Up : Menunjukkan sedikit dari scene, seperti karakter
wajah dalam detail sehingga memenuhi layar, dan
mengaburkan objek dengan konteksnya. Pengambilan ini
memfokuskan pada perasaan dan reaksi dari seseorang, dan
kadangkala digunakan dalam percapakan untuk
menunjukkan emosi seseorang.
- View Point : Jarak dan sudut nyata darimana kamera
memandang dan merekam objek.
- Point of view : Sebuah pengambilan kamera yang
mendekatkan posisinya pada pandangan seseorang yang
ada dan sedang memperlihatkan aksi lain.
- Selective focus : Memberikan efek dengan menggunakan
peralatan optikal untuk mengurangi ketajaman dari image
atau bagian lainnya. Misalnya : Wide angle shot, title shot,
b. Teknik Editing
- Cut : Perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengmbilan sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam-macam
cut yang mempunyai efek untuk merubah scene,
mempersingkat waktu, memperbanyak point of view, anda
membentuk kesan terhadap image atau ide.
- Jump cut : Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.
- Motived cut : Bertujuan untuk membuat penonton segera ingin melihat adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan
sebelumnya.
c. Penggunaan Suara
- Commentar voice-over narration : Biasanya digunakan untuk memperkenalkan bagian orang tertentu dari suatu
program, menambah informasi yang tidak ada dalam
gambar, untuk menginterpretasikan kesan pada penonton
dari suatu sudut pandang, menghubungkan bagian atau
sequences dan program secara bersamaan.
- Sound effect : Untuk memberikan tambahan ilusi pada suatuu kajian.
- Musik : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosional pada musik
d. Pencahayaan : Macamnya soft and hard lighting, dan
backlighting. Cahaya menjadi unsur media visual, karena
cahayanya informasai dapat dilihat. Cahaya ini pada mulanya
hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda dapat
dilihat. Namun dalam perkembangannya ternyata fungsinya
berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi
informasi waktu, menunjang mood atau bisa menunjang
dramatik adegan (Biran,2006:43)
3. Level ideologi.
Ideologi tidak hanya berisi kompleksitas arti sebuah pesan
dimana sebuah pesan yang dangkal ternyata mempunyai arti
yang lebih dalam dan mempunyai efek buat penontonnya.
Kode sosialnya antara lain, narrative (narasi), conflict
(konflik), character (karakter), action (aksi), dialogue (dialog),
casting (pemeran).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan model semiotika
John Fiske karena tayangan iklan Top One action matic di televisi
ini memiliki kode-kode yang memunculkan makna tertentu,
sehingga dapat diteliti menggunakan level-level yang dikemukakan
2.1.9 Respon Psikologi War na
Warna merupakan simbol yang menjadi penandaan dalam suatu
hal. Warna juga dianggap sebagai suatu fenomena psikologi.
Respon psikologi dari masing-masing warna:
1. Merah : Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu,
agresif,bahaya. Merah jika dikombinasikan
dengan putih,akan mempunyai arti
“Bahagia” di budaya Oriental.
2. Biru : Kepercayaan,konservatif,keamanan,
teknologi, kebersihan, keteraturan.
3. Hijau : Alami,sehat, keberuntungan pembaharuan.
4. Kuning : Optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran,
pengecut (untuk budaya barat),
pengkhianat.
5. Ungu/Jingga : Spiritual,misteri,kebangsawanan,
tranformasi, kekerasan, keangkuhan
6. Orange : Energi, keseimbangan, kehangatan.
7. Coklat : Tanah/Bumi, reability, comfort, daya
tahan.
8. Abu-abu : Intelektual, masa depan (kaya warna
millenium), kesederhanaan, kesedihan.
9. Putih : Kesucian, kebersihan, ketepatan,
ketidakbersalahan, kematian, ketakutan,
10. Hitam : power, seksualitas, kecanggihan, kematian,
misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan.
(http://www.toekangweb.or.id/07-tips-bentukwarna.1html )
Hampir semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada
warna. Hal ini dapat dilihat pada bendera nasional masing-masing,
serta upacara-upacara ritual lainnya yang sering dilambangkan
dengan warna-warni. (Cangara,2005:109)
Warna mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
sesuatu yang dilekatinya. Warna juga memberi arti terhadap suatu
objek.
2.2 Ker angka Ber pikir
Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam
memahami suatu peristiwa objek. Hal ini dikarenakan latar belakang
pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang
berbeda-beda pada setiap individu. Begitu juga penulis dalam memahami
tanda dan lambang dalam objek, yang berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan penulis.
Televisi merupakan media massa elektronik yang menyajikan berbagai
macam informasi-informasi untuk meningkatkan pengetahuan dan penalaran
masyarakat dan juga dapat memberikan hiburan yang luas kepada khalayak,
bukan hanya melalui film atau program acara-acara televisi lainnya,
melainkan juga iklan-iklan yang ditayangkan, dikemas semenarik dan
memberikan informasi tentang sebuah produk atau jasa, melainkan juga
dapat memberikan hiburan.
Iklan produk banyak menggunakan media televisi, menayangkan dan
mempromosikan produknya agar masyarakat tahu dan berminat. Salah
satunya produk otomotif yang juga mempromosikan produknya
menggunakan media elektronik karena dapat cepat diterima oleh
masyarakat. Dan dalam iklan otomotif tersebut, perempuan ikut menjadi
objek laki-laki. Iklan otomotif tersebut salah satunya adalah iklan Top One
action matic, yang menggunakan perempuan sebagai model dalam iklannya.
Penulis tertarik untuk meneliti iklan Top One action matic versi
“Ringgo-Raffi” yang ditayangkan di televisi. Karena menurut penulis
terdapat beberapa scene yang mengeksploitasi perempuan dalam iklan
tersebut.
Dalam iklan Top One action matic versi “Ringgo-Raffi”, terdapat
beberapa shot yang mengeksploitasi perempuan dan kurang pantas untuk
ditampilkan karena terdapat sisi yang memberikan dampak kurang baik bagi
masyarakat yang melihatnya, terlebih anak-anak. Misalnya dengan
menampilkan sisi sensualitas perempuan dengan memperlihatkan seorang
perempuan yang menggunakan pakaian minim (tanktop dan hotpants)
sehingga cukup terlihat bagian-bagian tubuh seperti paha dan dadanya.
Penelitian representasi eksploitasi perempuan dalam iklan produk Top
One action matic versi “Ringgo-Raffi”, menggunakan kategori tersebut
yang ditentukan penulis berdasarkan isi eksploitasi perempuan dalam iklan
menggunakan pendekatan analisis semiotik John Fiske yang membagi film
atau video, dalam hal ini iklan, menjadi tiga level yaitu pada level realitas,
level representasi dan level ideologi dalam iklan Top One action matic versi
“Ringgo-Raffi” di media televisi sehingga diperoleh representasi
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Di dalam representasi eksploitasi perempuan dalam
iklan produk Top One ini harus diketahui terlebih dahulu tanda-tanda yang
terdapat di dalamnya. Adapun digunakannya metode deskriptif kualitatif
karena metode ini akan lebih mudah menyesuaikan bila dalam penelitian
ditemukan kenyataan ganda, kemudian metode deskriptif kualitatif lebih
peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap
pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong,1995:5), selanjutnya akan menjadi
corpus dalam penelitian ini.
Selain itu pada dasarnya pendekatan semiotik bersifat kualitatif
interpretatif, yaitu sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda
dan teks sebagai objek kajiannya serta bagaimana peneliti menafsirkan dan
memahami kode (decoding) tanda dan teks tersebut (Piliang,2003:270).
Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat diambil sebagai
penanda yang mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang
lain. (Berger dalam Sobur,2004:18)
Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif dengan
eksploitasi perempuan pada iklan Top One. Dengan menggunakan metode
ini, peneliti berusaha menggali realitas yang didapatkan melalui interpretasi
simbol-simbol dan tanda yang ditampilkan dalam iklan tersebut. Selanjutnya
akan menjadi corpus dalam penelitian analisis yang dikemukakan oleh John
Fiske untuk menginterpretasikan atau memaknai adegan yang menunjukkan
eksploitasi yang terdapat pada iklan Top One action matic versi
“Ringgo-Raffi”. Karena iklan ini merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi
analisis struktural atau semiotika.
3.2 Ker angka Konseptual
3.2.1 Cor pus
Di dalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan
masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas
yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesewenangan.
Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan
bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah system kemiripan dan
perbedaan yang lengkap, Corpus juga bersifat homogen mungkin, baik
homogeni pada taraf waktu (sinkroni) (Kurniawan, 2000:70).
Corpus adalah kata lain dari sample, bertujuan tetapi khusus untuk
analisis semiologi dan analisis wacana. Pada penelitian kualitatif ini
Corpus dari penelitian ini adalah iklan Top One action matic versi
“Ringgo-Raffi”.
Corpus-corpus dalam penelitian adalah potongan gambar dalam
iklan atau “Scene” yang dipilih oleh peneliti untuk memaknai iklan Top
One action matic versi “Ringgo-Raffi”. Pada setiap scene yang terdapat
dalam iklan tersebut scene yang bisa dianalisis sebagai berikut :
1. Scene 2
Keterangan
Model perempuan memeluk model laki-laki yang memboncengnya sambil tersenyum. Model laki-laki mengeluarkan desahan dan memejamkan mata saat dipeluk model perempuan. tampak si model perempuan mengenakan atasan tanktop sehingga terlihat bagian lengannya.
Dialog
Laki-laki 1 (L1) : (mendesah) “hemm..aah..”
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Model laki-laki 1 dan perempuan tampak dari
2. Scene 10
Keterangan
Muncul model laki-laki kedua. Diperlihatkan model perempuan
dalam pakaian minim yang menonjolkan lekuk tubuh dan bagian
paha.
Dialog
Tidak ada dialog, hanya latar suara berupa suara sepeda motor.
Sudut pengambilan gambar
Long shot. Objek tampak dari samping dengan posisi model
laki-laki pertama dan perempuan berada di depan, dan model laki-laki-laki-laki
kedua menyusul dari belakang dengan sepeda motor lainnya.
3. Scene 12
Keterangan
Model perempuan berbicara pada model laki-laki pertama dengan
Dialog
Perempuan : “ngurusin motor segini aja gak bisa..”
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Objek berada di tengah, dan terlihat jelas dari depan
fokus pada wajah serta bagian dada (belahan payudara) model
perempuan.
4. Scene 13
Keterangan
Model laki-laki pertama berjongkok memeriksa mesin motornya
sambil mengibaskan tangan karena asap mesin yang keluar, namun
diperlihatkan latar belakang bagian paha model perempuan.
Dialog
Laki-laki 2: (menertawakan laki-laki 1) “ha..haaa..”
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Objek tampak dari depan dengan model laki-laki
yang berjongkok di sebelah kanan sisi samping motor, dan kaki
5. Scene 17
Keterangan
Model laki-laki kedua tampak berbicara dan si model perempuan
yang berada di sebelahnya, memperhatikan model laki-laki kedua
tersebut.
Dialog
Laki-laki 2 : (bertanya pada laki-laki 1) “tarikan matic-mu berat
dan cepet panas,sob?”
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Memperlihatkan ekspresi wajah model laki-laki dan
bagian lengan serta sedikit bagian dada model perempuan yang
berada di sisi kanan.
6. Scene 18
Keterangan
Diperlihatkan model perempuan dari belakang yang menonjolkan
bagian pantat serta pahanya.
Dialog
Tidak ada dialog dalam scene ini
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Mengambil angle dari bawah dan membelakangi
objek sehingga terlihat fokus pada bagian belakang model
perempuan yang hendak naik motor, yaitu bagian pantat dan
pahanya. Sedangkan model laki-laki sudah berada di atas sepeda
motornya.
7. Scene 19
Keterangan
Model perempuan naik ke atas sepeda motor sambil memegang
bahu model laki-laki.
Dialog
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Mengambil angle dari bawah dengan fokus pada
model perempuan yang mengangkat kaki kanannya untuk naik ke
sepeda motor, tampak jelas bagian pahanya.
8. Scene 20
Keterangan
Model perempuan bersama model laki-laki kedua meninggalkan
model laki-laki pertama. Diperlihatkan secara jelas bagian paha
model perempuan.
Dialog
Perempuan : (nada mengejek) “ikut Raffi aja deh..daaah..”
Sudut pengambilan gambar
Medium shot. Mengambil angle dari bawah, objek tampak dari
samping yang memperlihatkan kedua model berada di atas sepeda
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Repr esenta si
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia representasi berarti
apa yang mewakili atau perwakilan. Piliang (2003:21), dalam
bukunya Hipersemiotika, mengungkapkan bahwa representasi
merupakan tindakan yang menghadirkan sesuatu lewat sesuatu
yang lain diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol.
Representasi juga berarti sebuah konsep yang digunakan dalam
proses pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia; dialog,
tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi
adalah produksi makna melalui bahasa.. Oleh karena itu, yang
dimaksud dengan representasi eksploitasi yaitu eksploitasi itu
sendiri yang dihadirkan atau diperlihatkan melalui tanda-tanda
pada model perempuan dalam iklan Top One action matic versi
“Ringgo-Raffi”.
3.3.2 Eksploitasi
Definisi eksploitasi adalah pengusahaan atau pendayagunaan,
tindakan pemanfaatan tenaga atau kemampuan seseorang oleh