HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN
AGROWISATA SUBAK DENGAN
MODAL SOSIAL PADA SUBAK
JATILUWIH TABANAN
SKRIPSI
Oleh
Ni Made Sukraeni Asih
KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
i
HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN
AGROWISATA SUBAK DENGAN
MODAL SOSIAL PADA SUBAK
JATILUWIH TABANAN
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Oleh
Ni Made Sukraeni Asih NIM. 1205315023
KONSENTRASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PERYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini
bukan hasil karya sendiri atau mengandung tindakan plagiarism.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Yang menyatakan, Ni Made Sukraeni Asih
iii
ABSTRACT
Ni Made Sukraeni Asih. NIM 1205315023. The Relation between
Agrotourism’s Development toward Social Capital Condition of Jatuliwuh Subak, Tabanan. Supervised by: Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta, M. S., I Made Sarjana, S.p.,M.Sc
Farming sector in Bali strongly related to subak system because subak controls the irrigation system in farming sector especially for crops. Subak also sets the patterns and schedule of the cropping. Subak in Bali started to arise as Agrotourism since UNESCO officially announce Subak as one of the World Heritage. This acknowledgement could be an effective media to promote Jatiluwih Subak as agrotourism and attract more tourists. In Bali, subak has started to develop as agrotourism after acknowledgement from UNESCO. The number of the visitors keeps arising from years. In 2012, there were 97,909 visitors, 101,560 in 2013 and 165,158 in 2014. These numbers show that Subak Jatiluwih has become tourist destination that is quite famous and considered to be visited in Bali.
The purpose of this research is to know the relation between agrotourism’s developments toward social capital condition in Jatiluwih Subak, Tabanan. In order to know if there is any relation between agrotourism developments toward Subak’s social capital, this research use rank spearman correlation test and descriptive analysis for processing the data. The result of the rank spearman correlation test shows that there is no relation between the developments of agrotourism toward social capital condition. While from the descriptive analysis that is showed in percentage, social capital’s percentage reach 76.72%. It means that social capital stands in “good” level. This percentage shows that the condition of the social capital of subak before and after the development is still preserve.
In conclusion, advice that can be given to the society is that society should more active in agrotourism activity. Therefore, society is not only as the object in an agrotourism but also the society could benefit from the agrotourism they have nowadays.
iv
ABSTRAK
Ni Made Sukraeni Asih. NIM 1205315023. Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak Dengan Modal Sosial Pada Subak Jatiluwih Tabanan Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta,MS.I Made Sarjana, Sp, MSc
Di Bali sektor Pertanian berkaitan erat dengan sistem subak, karena subak mengelola sistem irigasi di sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan, subak juga berfungsi mengatur pola dan jadwal tanam pada setiap musim tanam. Di Bali subak mulai berkembang sebagai destinasi agrowisata terutama setelah subak ditetapkan sebagai sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO. Predikat warisan budaya dunia nampaknya menjadi sarana promosi efektif untuk menarik kunjungan wisatawan berkunjung ke Subak Jatiluwih. Terbukti kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih tersus meningkat setiap tahunnya tercatat dari tahun 2012 terdapat sekitar 97.909 orang wisatawan yang berkunjung dan terus bertambah menjadi 101.560 wisatawan di tahun 2013 dan 2014 meningkat menjadi 165.158 wisatawan peningkatan kunjungan ini menunjukan bahwa Subak Jatiluwih menjadi destinasi yang diperhitungkan untuk dikunjungi oleh para wisatawan yang berwisata ke Bali.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan maka digunakan analisis uji korelasi rank spearman dan analisis deskriptif untuk melakukan pengolahan datanya. Dari hasil analisis uji korelasi rank spearman menunjukan pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan modal sosial dimana hasil ini menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki kaitan terhadap modal sosial pada Subak Jatiluwih. Sedangkan dari analisis deskriptif yang dilakukan pencapaian skor menunjukan kondisi modal sosial yaitu sebesar 76,72% yaitu berada pada kategori baik. Dari hasil tersebut menunjukan kondisi modal sosial sebelum dan sesudah adanya agrowisata tetap terjaga dengan baik.
Saran yang dapat diberikan penulis, masyarakat Jatiluwih lebih perlu terlibat dalam kegiatan agrowisata agar masyarakat tidak hanya menjadi objek dalam agrowisata tetapi juga dapat menikmati dan memperoleh manfaat dari agrowisata yang mereka miliki saat ini.
v
RINGKASAN
Subak Jatiluwih merupakan salah satu subak yang memperoleh predikat sebagai situs Warisan Budaya Dunia yang diresmikan pada sidang UNESCO ke-36 di Saint Patersburg Rusia pada Tanggal 29 Juni 2012. Peresmian ini meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Subak Jatiluwih. Subak Jatiluwih memiliki karakteristik terasering yang berbeda dengan Subak-subak yang ada di Bali, dimana terasering berada pada kemiringan 15% sampai 30% (miring) hingga > 65% (sangat curam). Keunikan menjadi daya tarik yang tinggi bagi wisatawan berkunjung ke Subak Jatiluwih ini karena tidak banyak subak yang memiliki bentuk terasering seperti tersebut. Agrowisata Subak Jatiluwih menunjukan peningkatan kunjungan dari tahun ke tahun tercatat dari tahun 2012 terdapat 97.909 orang wisatawan yang berkunjung dan terus bertambah menjadi 101.560 wisatawan tahun 2013 dan selama 2014 meningkat menjadi 165.158 orang. Saat ini sektor Pariwisata menjadi penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar di Bali yaitu sebesar 63,20%. Dari uraian tersebut maka menarik untuk diteliti hubungan antara pengembang agrowisata terhadap keadaan modal sosial dalam subak. Dari hubungan ini akan dilihat apakah pengembangan agrowisata merubah keadaan modal sosial yang sudah ada.
vi
Dari 450 orang sebagai populasi akan diambil 10 % untuk dijadikan responden sebagai sampel. Sehingga jumlah sampel adalah 45 responden yang diambil secara diundi. Alasannya pengambilan sampel sebanyak 45 responden karena sudah dapat mewakili 450 populasi yang bersifat homogen itu selain itu yang dijadikan informan kunci dalam penelitian ini adalah pekaseh di Subak Jatiluwih tabanan. Jenis data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dan kualitatif dengan data primer yang berupa hasil kuisioner dan data skunder dari studi literatur. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, metode uji korelasi Rank spearman dan analisis deskriptif yang digunakan untuk melihat hubungan antara pengembangan agrowisata terhadap keadaan modal sosial dalam subak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Modal sosial yang dimiliki oleh Subak Jatiluwih masih tetap sama seperti sebelum adanya agrowisata. Pengembangan agrowisata dan modal sosial tidak memiliki keterkaitan karena kedunya memiliki dasar pemikiran yang berbeda dan penerapan yang berbeda. Dibuktikan dari pengujian yang sudah dilakukan terhadap semua bagian dari modal sosial.
vii
terpengaruh oleh kegiatan agrowisata yang ada pada Subak Jatiluwih ini. Kegiatan ritual-ritual di subak bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan padaa saat berkunjung karena wisatawan dapat menikmati ketradisionalan yang ada dalam subak ini secara langsung.
Pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan norma sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan dimana ditunjukan dari hasil pengujian dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman diperoleh hasil sig > 0,05. Atau dapat dilihat dari nilai skor kondisi norma sosial setelah adanya agrowisata sebesar 76,70%, nilai ini menunjukan kondisi norma sosial di Subak Jatiluwih termasuk kategori baik. Subak Jatiluwih menunjukan pengembangan agrowisata yang mereka miliki tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang ada,hal ini di karenakan norma sosial subak dan pengembangan agrowisata adalah unsur yang berbeda. Norma sosial adalah peraturan yang sudah ada sejak Subak Jatiluwih ini ada sehingga pengembangan agrowisata tidak memiliki hubungan dengan norma sosial yang ada karena kedua unsur ini tidak memiliki keterkaitan antar satu sama lain. Ketaatan subak terhadap norma sosial mereka masih tetap dijaga ditunjukan dari masih tetap ditaatinya peraturan subak yang ada seperti aturan penanaman padi varietas lokal, jadwal tanam,dan pola tanam juga tetap ditaati dengan baik oleh subak.
viii
itu interaksi subak dengan pemerintah Kabupaten Tabanan semakin baik terlihat dari mulai diutamakanya Subak Jatiluwih untuk menerima bantuan terutama di sektor pertanianya. Suatu lembaga tidak dapat berjalan jika tidak melakukan interaksi dengan pihak lain di luar kelembagaan mereka maka dari itu interaksi sangat penting dilakukan untuk menjaga keberadaan suatu kelembagaan.
ix
HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN
AGROWISATA SUBAK DENGAN
MODAL SOSIAL PADA SUBAK
JATILUWIH TABANAN
Ni Made Sukraeni Asih
NIM. 1205315023
Menyetujui,
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta, MS. NIP. 194712151976021001
Pembimbing II
I Made Sarjana, SP, M.Sc NIP. 197211112001121003
Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS NIP. 19630515 198803 1 001
x
HUBUNGAN ANTARA PENGEMBANGAN
AGROWISATA SUBAK DENGAN
MODAL SOSIAL PADA SUBAK
JATILUWIH TABANAN
dipersiapkan dan diajukan oleh
Ni Made Sukraeni Asih
NIM. 1205315023
telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji pada tanggal 18 April 2016
Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana No : 66/UN14.1.23/DL/2016
Tanggal : 18 April 2016 Tim Penguji Skripsi adalah :
Ketua : Dr. I Gede Setiawan Adi Putra,S.P., M.Si Anggota :
1. Ir. I Wayan Sudarta, M.S
2. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi,M.Si 3. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sutjipta,M.S 4. I Made Sarjana, S.P.,M.Sc
xi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gleno, Timor Leste pada tanggal 10 Juni 1994. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan I Nengah Jirna,SP dan Ni Made Sumusti. Riwayat pendidikan penulis dimulai dengan menempuh pendidikan di TK Puspasari Cepik (1999 s.d 2000). Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 4 Biaung (2000-2006), Tabanan. Penulis merampungkan pendidikan menengah tingakat pertama di SMPN 4 Tabanan (2006 s.d 2009). Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Marga pada tahun 2009-2012. Penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Tulis tahun 2012.
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian penelitian ini adalah Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak Dengan Modal Sosial Pada Subak Jatiluwih Tabanan Dilaksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung dari oktober 2015 sampai dengan februari 2016
Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil terselesaikan tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu itu sebagai berikut
1. Prof. Dr. I Nyoman Rai, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah memberikan kemudahan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian in
2. Dr.Ir I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana atas segala fasilitas dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama penulisan skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Nyoman Sutjipta, MS. sebagai pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan, selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. I Made Sarjana, SP, MSc sebagai pembimbing II yang membimbing, memberikan saran dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 5. Drs. I Ketut Rantau,M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan
semangat, perhatian dan masukan selama masa kuliah dan dalam proses penelitian ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang telah mendidik dan mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan.
xiii
8. Pengurus dan anggota Subak. Subak Jatiluwih yang telah memberikan izin, dan memb antu penulis dalam pengumpulan data penelitian.
9. Kedua orang tua tersayang, Bapak (I Nengah Jirna, SP), Ibu (Ni Made Sumusti), Kakak, serta adik-adik sepupu (yang telah memberikan doa, semangat, dukungan yang tulus untuk kelancaran skripsi penulis.
10.Sahabat-sahabat tercinta Desilya, Puput, Desyta, Wahyuni yang terus memberikan doa, semangat, dukungan yang tulus untuk kelancaran skripsi penulis.
11.Teman-teman Agribisnis angkatan 2012 yang memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.
12.Teman-teman Kelas A Agribisnis angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.
13.Teman-teman PM angkatan 2012 yang memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama perkuliahan.
14.Teman-teman KKN periode XI Jatiluwih yang terus memberikan doa, semangat, dukungan yang tulus untuk kelancaran skripsi penulis.
15.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang turut membantu penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis akan menerima segala masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan siapa saja yang memerlukannya.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... ii
ABSTRACT ... iii
ABSTRAK ... iv
RINGKASAN ... v
HALAMAN PENGESAHAN ... ix
TIM PENGUJI ... x
RIWAYAT HIDUP ... xi
KATA PENGANTAR ... xii
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 3
1.3Tujuan Penelitian ... 3
1.4Manfaat Penelitian ... 4
1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Subak ... 5
2.2 Kelembagaan Subak ... 8
2.3Fungsi dan Peran Subak ... 11
2.4growisata ... 14
2.5Agrowisata dan Sistem Subak ... 16
2.6Dampak Pariwisata Dan Pertanian ... 16
2.7Modal Sosial ... 18
2.8Dimensi Modal Sosial ... 19
2.9Unsur- Unsur Modal Sosial ... 21
2.9.1 Kepercayaan ... 22
2.9.2 Norma Sosial ... 25
2.9.3 Jaringan Sosial ... 26
xv
2.11Kerangka Pemikiran ... 29
2.12Hipotesis ... 32
III.METODELOGI PENELITIAN 3.1Lokasi Penelitian ... 33
3.2Waktu Penelitian ... 33
3.3Jenis dan Sumber Data ... 34
3.3.1 Jenis data ... 34
3.1.2 Sumber data ... 35
3.3.3 Pengumpulan data ... 35
3.3.4Instrumen penelitian ... 36
3.4Populasi dan Sampel ... 39
3.5Variabel dan pengukuran Variabel ... 40
3.6Metode Analisis Data ... 49
IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53
4.2Potensi Pertanian ... 55
4.3Potensi Wisata Subak Jatiluwih ... 56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1Karakteristik Responden Penelitian ... 59
5.2Pengembangan Agrowisata ... 61
5.3Uji Hipotesis ... 71
5.4Hubungan Antara Pengembangan Agrowisata Subak dengan Modal Sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan……….. 72
5.4.1Kepercayaan ... 74
5.4.2Norma sosial ... 78
5.3.3 Jaringan sosial ... 81
VI.SIMPULAN DAN SARAN 6.1Simpulan ... 85
6.2Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
2.1 Dimensi Modal Sosial ... 21 2.2 Inti dan karakteristik Modal Sosial ... 22 3.1 Anggota Subak Jatiluwih yang dijadikan Responden ... 40 3.2 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran
Indikator, Keamanan dalam Pengukuran
Tingkat Perkembangan Agrowisata Subak Jatiluwih ... 41 3.3 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,
Kesejukan dalam Pengukuran Tingkat Perkembangan Agrowisata
Subak Jatiluwih ... 42 3.4 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,
Ketertiban dalam Pengukuran Tingkat Perkembangan
Agrowisata Subak Jatiluwih ... 43 3.5 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,
Pelayanan dan Keramahan Pengukuran Tingkat
Perkembangan Agrowisata Subak Jatiluwih ... 44 3.6 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,
Keunikan, Keindahan, dan Menarik dalam Pengukuran
Tingkat Perkembangan Agrowisata Subak Jatiluwih ... 45 3.7 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator,
Pengalaman dalam Pengukuran Tingkat Perkembangan Agrowisata
Subak Jatiluwih ... 46 3.8 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator
Kepercayaan dalam Pengukuran kondisi Modal Sosial setelah
adanya pengembangan agrowisata ... 47 3.9 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator
Norma Sosial dalam Pengukuran kondisi Modal Sosial setelah
adanya pengembangan agrowisata ... 48 3.10 Variabel, Indikator, Parameter, dan Pengukuran Indikator
Kepercayaan dalam Pengukuran kondisi Modal Sosial
setelah adanya pengembangan agrowisata ... 49 3.11Presentase Pencapaian Skor dan Kartegori Hubungan antara
Pengembangan Agrowisata subak dengan Modal Sosial
Pada Subak Jatiluwih Tabanan ... 52 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Subak
Jatiluwih Tahun 2016 ... 59 5.2 Karakteristik responden berdasarkan usia di Subak Jatiluwih Tabanan
Tahun 2016 ... 60 5.3 Karakteristik Pendidikan Responden di Subak Jatiluwih
xvii
Subak Jatiluwih Tabanan Tahun 2016 ... 63 5.6 Distribusi responden dalam kuisioner Kesejukan di
Subak Jatiluwih Tabanan Tahun 2016 ... 64 5.7 Distribusi responden dalam kuisioner Ketertiban di
Subak Jatiluwih Tabanan Tahun 2016 ... 65 5.8 Distribusi responden dalam kuisioner Pelayanan Dan Keramahan
di Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 67 5.8 Distribusi responden dalam kuisioner keunikan, keindahan, dan
Menarik di Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 68 5.10Distribusi responden dalam kuisioner Pelayanan di
Subak Jatiluwih Tabanan ... 69 5.11Hubungan antara pengembangan agrowisata dengan modal sosial di
Subak jatiluwih Tabanan tahun 2016 ... 71 5.12Kondisi Modal Sosial pada Subak Jatiluwih Tahun 2016 ... 73
5.13Distribusi responden dalam pengukuran kondisi kepercayaan pada Subak Jatiluwih setelah adanya pengembangan agrowisata
Tahun 2016 ... 76 5.14Distribusi responden dalam pengukuran kondisi norma sosial
pada Subak Jatiluwih setelah adanya pengembangan agrowisata
Tahun 2016 ... 79 5.15Distribusi responden dalam pengukuran kondisi kepercayaan
pada Subak Jatiluwih setelah adanya pengembangan agrowisata
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
2.1 Hubungan timbal balik antar subsistem dalam sistem
manajemen irigasi masyarakat yang bersifat sosio-kultural ... 6 2.3Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian ... 31 4.1.Alur Struktur Organisasi Subak Jatiluwih ... 55
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Kuisioner Penelitian ... 91 2. Uji Validitas dan Realibilitas Data ... 97 3. Uji korelasi rank spearman ... 100 4. Hasil olah data pengukuran Pengembangan Agrowisata
Subak Jatiluwih pada tahun2016 ... 105 5. Olah data hasil pengukuran kondisi modal sosial dalam subk
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian memainkan peran penting dalam pembanguunan di
Provinsi Bali. Pertanian merupakan bagian yang integral dari pembangunan
ekonomi, karena pertanian merupakan satu-satunya sektor sebagai penghasil
bahan makanan, baik bagi manusia maupun hewan ternak. Di Bali sektor
pertanian berkaitan erat dengan sistem subak, karena subak mengelola sistem
irigasi di sektor pertanian, subak juga mengatur pola dan jadual tanam. Jadi
sistem subak menjadi penunjang utama dari eksistensi sektor, pertanian bahkan
sistem subak dinilai memiliki peranan yang sangat nyata dalam proses
pembangunan nasional (Suyatna 1982).
Subak di Bali dikenal sebagai lembaga irigasi tradisional yang sudah
diakui keberadaanya hampir satu milenium. Fungsi utama subak ialah dalam
pengelolaan air untuk memproduksi pangan, khususnya beras, komuditas ini
merupakan bahan makanan pokok masyarakat penduduk Bali seperti juga
kebanyakan penduduk dibelahan Asia lainnya. Karena subak tidak lepas dari
pengelolaan irigasi untuk bercocok tanam padi, maka tidak keliru jika dikatakan
bahwa subak identik dengan budi daya padi (rice culture). Sistem subak
merupakan bagian dari budaya masyarakat Bali. Hal ini menjadi daya tarik para
wisatawan terhadap subak itu sendiri selain itu bentuk terasering sawah di Bali
yang indah semakin membuat ketertarikan wisatawan tehadap subak itu semakin
tinggi. Contohnya film Eat, Pray, and Love, menjadikan landskap subak untuk
menggambarkan suasana pedesaan.
2
Keberadaan subak di Bali sejak tahun 1071 menandakan adanya lembaga
yang tangguh lestari dan kian diperkuat dengan adanya pengesahan dalam sidang
UNESCO ke-36 guna menjadikan subak sebagai salah satu situs Warisan Budaya
Dunia yang diresmikan oleh UNESCO ( Badan PBB untuk pendidikan Keilmuan
dan Budaya) di Saint Patersburg Rusia Pada Tanggal 29 Juni 2012.
(Windia,Wiguna 2013) Ada beberapa Subak di Bali yang termasuk di dalam
Situs Warisan Budaya Dunia (WBD) salah satunya Subak Jatiluwih.
Subak Jatiluwih memiliki karakteristik terasering yang berbeda dengan
Subak-subak yang ada di Bali dimana terasering berada pada kemiringan 15%
sampai 30% (miring) hingga > 65% (sangat curam) keunikan dari bentuk inilah
yang memberi daya tarik yang tinggi bagi Subak Jatiluwih ini karena tidak banyak
subak yang memiliki bentuk terasering seperti itu. Mengingat Bali merupakan
pusat kunjungan wisata yang paling diminati di Indonesia oleh para wisatawan
mancanegara. Bali memiliki panorama yang indah dan budaya yang unik dan
berbeda dengan destinasi lainnya yang ada di Indonesia. Diakuinya subak sebagai
salah satu Warisan Budaya Dunia memberi dampak yang signifikan terhadap
subak Itu sendiri sebagai salah satu sektor pariwisata guna menunjang
perekonomian masyarakat. Saat ini Subak Jatiluwih menjadi subak yang angka
kunjungannya paling banyak di Kabupaten Tabanan. Subak Jatiluwih memiliki
panorama yang indah yang secara alami memang sudah di miliki oleh subak ini.
Selain itu ketertarikan wisatawan untuk mengetahui mengenai subak itu sendiri
memberi dampak pada meningkatnya kunjungan wisatawan untuk berkunjung ke
3
Agrowisata yang pasti di kunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara
yang berkunjung ke Bali.
Agrowisata merupakan aktivitas wisata yang melibatkan penggunaan
lahan pertanian atau fasilitas terkait yang menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Agrowisata memiliki beragam variasi, seperti labirin jagung, wisata petik buah,
memberi makan hewan ternak, hingga restoran di atas laut. Agrowisata
merupakan salah satu potensi dalam pengembangan industri wisata di seluruh
dunia. Sampai saat ini Agrowisata Subak Jatiluwih sudah mengalami peningkatan
kunjungan dari tahun ke tahun tercatat dari tahun 2012 terdapat sekitar 97.909
orang wisatawan yang berkunjung dan terus bertambah menjadi 101.560
wisatawan tahun 2013 dan selama 2014 meningkat menjadi 165.158 wisatawan
peningkatan kunjungan ini menunjukan bahwa Subak Jatiluwih menjadi destinasi
yang diperhitungkan untuk dikunjungi oleh para wisatawan yang berwisata ke
Bali..
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini
yakni Bagaimana hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan
modal sosial yang terdiri atas unsur kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial
pada Subak Jatiluwih Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan?
1.3Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengembangan agrowisata
subak dengan modal sosial yang terdiri atas unsur kepercayaan, norma sosial dan
4
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai media pembelajaran teori dan penerapan ilmu yang telah
diperoleh selama perkuliahan, sekaligus menambah wawasan dan
pengetahuan, khususnya dalam memahami hubungan antara pengembangan
Agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan”.
2. Pemerintah, Dapat memberikan informasi bagi pemerintah mengenai
hubungan antara pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada
Subak Jatiluwih. Dan dapat menjadi bahan evaluasi serta bahan kajian bagi
pemerintah dalam pengembangan kawasan Pertanian Sebagai salah Satu
sektor Pariwisata.
3. Bagi masyarakat, sebagai informasi mengenai hubungan antara
pengembangan agrowisata subak dengan modal sosial pada SubakJatiluwih
Tabanan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian, peneliti membahas mengenai hubungan antara
pengembangan agrowisata dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih.
Faktor-faktor pengembangan agrowisata terdiri dari 6 (enam) variabel yaitu diantaranya
keamanan, kesejukan, ketertiban, pelayanan, keramahan, keunikan, keindahan,
dan menarik, dan pengalaman. Modal sosial terdiri atas 3 (tiga) yaitu
kepercayaan, norma sosial dan jaringan sosial. Untuk melihat adakah hubungan
antar variabel akan digunakan analisis korelasi rank spearman kemudian
5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Subak
Kalau mendengar kata ”subak” masyarakat Bali umumnya sering
membayangkan atau menginterpretasikan dengan salah satu gambaran yaitu suatu
kompleks persawahan dengan luas dan batas-batas tertentu, para petani padi
sawah yang terhimpun dalam suatu wadah organisasi yang bergerak di bidang
pengelolaan air irigasi, dan sistem fisik atau jaringan irigasi itu sendiri serta
fasilitas lainnya. Menurut Sutha (1978) dalam Windia (2006), “Persubakan
sebagai suatu organisasi kemasyarakatan yang disebut dengan Seka Subak adalah
suatu kesatuan sosial yang teratur di mana para anggotanya merasa terikat satu
sama lain karena adanya kepentingan bersama dalam hubungannya dengan
pengairan untuk persawahan, mempunyai pimpinan (pengurus) yang dapat
bertindak ke dalam maupun keluar serta mempunyai harta baik material maupun
immaterial”. Sedangkan menurut Sutawan (1985)dalam Windia (2006), “Subak
sebagai sistem irigasi, selain merupakan sistem fisik juga merupakan sistem
sosial.
Sistem fisik diartikan sebagai lingkungan fisik yang berkaitan erat dengan
irigasi seperti sumber-sumber air beserta fasilitas irigasi berupa empelan,
bendungan atau dam, saluran-saluran air, bangunan bagi, dan sebagainya,
sedangkan sistem sosial adalah organisasi sosial yang mengelola sistem fisik tersebut”. Kaler (1985) dalam Windia (2006) juga berpendapat bahwa “Subak
adalah suatu organisasi petani sawah secara tradisional di Bali, dengan satu
kesatuan areal sawah, serta umumnya satu sumber air selaku kelengkapan pokoknya”.
6
Berdasarkan pengertian-pengertian subak di atas, dapat disimpulkan bahwa
subak merupakan suatu sistem irigasi yang dianut oleh masyarakat di Bali yang
bersifat sosio-agraris-religius.
Dari aspek sosial dan teknik dilihat bahwa subak sebagai sistem teknologi dari
sitem sosio kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga sub sistem
yaitu
1. subsistem budaya (pola pikir, norma dan nilai);
2. subsistem sosial (termasuk ekonomi); dan
[image:26.595.134.434.350.577.2]3. subsistem kebendaan (termasuk teknologi).
Gambar 2.1.
Hubungan timbal balik antar subsistem dalam sistem manajemen irigasi masyarakat yang bersifat sosio-kultural Arif, S.S.( l999.)
Semua subsistem tersebut memiliki hubungan timbal balik, dan juga memiliki
hubungan dengan keseimbangan dan lingkungan. Dengan adanya keterkaitan
7
dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah koordinasi dapat
dihindari.
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa dengan keutuhan antar ketiga
subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar anggota
dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait dalam satu
sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah koordinasi akan dapat dihindari.
Keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan
kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang
bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk
menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak (misalnya,
adanya sistem pelampias, dan sistem saling pinjam air irigasi). Di Subak Timbul
Baru Kabupaten Gianyar, dilakukan kebijakan sistem pelampias dengan
memberikan tambahan air bagi sawah yang ada di hilir pada lokasi-lokasi
bangunan-bagi di jaringan tersier. Besarnya pelampias tergantung dari
kesepakatan anggota subak (Windia, dkk, 2011)
Kereligiusan subak dilihat dari adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk
memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi kesuburan), di samping
adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang terdapat dalam setiap blok/komplek
persawahan milki petani anggota subak. Aspek religious ini merupakan cerminan
konsep Tri Hita Karana yang pada hakekatnya terdiri dari Parhyangan,
Palemahan, dan Pawongan (Sutawan, 2004). Konsep Parhyangan dalam sistem
subak ditunjukkan dengan adanya Pura pada wilayah subak dan pada komplek
persawahan petani. Konsep Palemahan, ditunjukkan dengan adanya kepemilikan
8
organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota
subak, pengurus subak, dan pimpinan subak.
2.2Kelembagaan Subak
Berkaitan dengan proses pembentukan subak di Bali, yakni dengan adanya
kegiatan masyarakat yang sedikit demi sedikit membuka hutan menjadi
persawahan di dekat persawahan yang telah ada, sehingga mejadi komplek
persawahan dengan sistem irigasi subaknya (Sutawan dkk, 1989 dalam Windia,
2006 ). Petani sedikit demi sedikit membuka lahan tegalan menjadi lahan sawah
yag kemudian menjadi salah satu tempek. Tempek adalah sub-subak atau
merupakan satu komplek persawahan yang mendapat air irigasi dari satu sumber
atau bangunan bagi (tembuku) tertentu dalam suatu areal subak. Petani dalam satu
tempek, tidak memiliki Pura Bedugul, mereka memiliki otonomi ke dalam, tapi
tidak memiliki otonomi ke luar. Kalau mereka akan berhubungan dengan pihak
luar, mereka harus melalui pimpinan subak yang bersangkutan. Kalau
tempek-tempek tersebut telah semakin luas arealnya dan sulit dikoordinasikan dalam
wadah tempek, maka tempek itu bisa berkembang menjadi subak,dan subak-subak
itu yang mendapatkan air irigasi dari satu sumber akan berkembang menjadi
Subak gede. Selanjutnya Subak Gede bisa berkembang menjadi suatu lembaga
yang lebih besar yaitu Subak agung (Sutawan dkk, 1991)
Dalam perkembangannya hingga saat ini, di Bali telah terbentuk dua buah
Subak Agung yakni Subak Agung Yeh Ho di Kabupaten Tabanan
(mengkoordinasikan sistem irigasi yang ada di sepanjang Sungai Yeh Ho), dan
Subak Agung Gangga Luhur di Kabupaten Buleleng (mengkoordinasikan sistem
9
Banyumala). Tidak tercatat secara jelas tentang keberadaan subak gede di Bali,
namun diketahui terdapat di sepanjang Sungai Yeh Ho di Kabupaten Tabanan
sebanyak tiga buah, dan masing-masing satu buah di Sungai Buleleng, Sungai
Nangka, dan Sungai Banyumala di Kabupaten Buleleng (Sutawan dkk, 1989 dan
1991)
Subak merupakan suatu warisan budaya Bali yang berupa suatu sistem
irigasi yang mengatur pembagian pengelolaan airnya yang berdasarkan pada
pola-pikir harmoni dan kebersamaan yang berlandaskan pada aturan-aturan formal dan
nilai-nilai agama. Menurut (Windia, Wiguna 2013), subak secara resmi
dinobatkan sebagai landscape warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 29 Juni
2012. Penobatan itu menjadi alasan kuat bahwa sistem kelembagaan lokal subak
dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk demokrasi tertua di dunia. Sebab,
mulai dari sistem pembagian air, pola kelembagaan, hingga struktur organisasinya
menggunakan filosofi demokrasi yang tidak diadopsi dari luar, namun tumbuh
dan berkembang dari tradisi masyarakat Bali itu sendiri. Tidak heran bila banyak
yang berharap nantinya subak dapat menjadi konsep pembangunan berkelanjutan
di dunia.
Sebagai suatu lembaga, meskipun tradisional, subak memiliki unsur-unsur
pokok organisasi. Dalam lingkup organisasi paling sederhana, sekaa subak hanya
terdiri atas ketua atau yang biasa disebut kelihan dan anggota subak (krama
subak). Namun, ada pula sekaa subak yang sudah memiliki karakteristik
organisasi modern yang terdiri atas kelihan/pekaseh (setara ketua dalam
organsasi), petajuh (wakil ketua), penyarikan (sekretaris), juru raksa (bendahara),
10
Selanjutnya (Windia 2008). Menjelaskan pemerintahan desa di Bali terdiri
atas pemerintah desa adat dan pemerintah desa dinas. Dalam dualisme
pemerintahan itu, subak sebagai salah satu kelembagan lokal terikat dengan desa
adat. Hal ini dapat membawa titik kesimpulan bahwa terjadi suatu hubungan
antara ketiga lembaga tersebut dengan dilandaskan pada aspek kerjasama.
Kerjasama antar organisasi tidak akan berjalan efektif bila dalam pembagian tugas
kerja tidak melalui sebuah koordinasi. Dengan kalimat lain, koordinasi dalam
organisasi merupakan bentuk komunikasi dalam pembagian kerja. Dari pola
hubungan organisasional yang dibangun antara pemerintah desa dinas maupun
pemerintah desa adat serta subak, telah terjalin proses pertukaran informasi dan
pembagian tanggungjawab.
Terkait dengan itulah, konsep kelembagaan subak dapat ditelisik dari
perspektif administrasi publik secara mendalam. Sebab, dalam sebuah sekaa
subak, terbentuk sistem organisasi yang struktural dan sistematis. Pola
kelembagaan pun terorgannisasikan yang dilandasi dengan kearifan lokal seperti
Tri Hita Karana. Berangkat dari itu pula, dinamika dalam kelembagaan subak
diatur oleh suatu peraturan desa yang disebut awig-awig dan pararem.
Kelembagaan lokal subak dapat menjadi salah satu ukuran untuk mengetahui
partisipasi politik masyarakat. UNESCO bahkan beranggapan bahwa
kelembagaan lokal subak sejak dulu menganut asas demokrasi dengan asas
kearifan lokal sehingga demokrasi pada kegiatan kelembagaan lokal subak terlahir
dari kepribadian asli masyarakat Bali. Ciri demokrasi yang paling kentara dalam
11
diantara pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi dan kepentingan
desa.
2.3Fungsi dan Peran Subak
Seperti yang telah dijelaskan subak bukan hanya sekedar kelembagaan
lokal yang ada di Bali, dimana subak itu sendiri memiliki fungsi dan peran yang
sangat penting dalam keberlangsungan kegiatan pertanian di Bali. Dimana fungsi
yang dilakukan oleh subak dapat dibagi menjadi dua fungsi, yaitu fungsi eksternal
dan fungsi internal.
Secara eksternal, subak mempunyai fungsi dalam peran pembangunan
pertanian dan pedesaan. Suyatna (1982) dan Sutjipta (1987) membuktikan bahwa
subak sangat megang peranan dalam pelaksanaan berbagai pembangunan
pertanian lahan basah, menunjang pembangunan KUD, dan selain itu peran subak
sangat nyata dalam pencapaian swasembada pangan.
Sedangkan secara internal, subak memiliki fungsi yang sangat penting dan
mutlak dalam kehidupan organisasi subaknya sendiri, maupun anggotanya dalam
hubungannya dengan pertanian. Menurut Sutawa dkk. (1986) mengemukakan
bahwa ada lima fungsi utama yang harus dilakuka subak, sebagai berikut.
1. Pencarian dan distribusi air irigasi
Di dalam usahanya mendapatkan air irigasii dari sumbernya, subak
membangun berbagai fasilitas irigasi untuk menunjang pendistribusian air irigasi
kepada anggotanya, seperti empelan, saluran irigasi bangunanbagi,,dan aungan.
Secara umum ada dua metode yang dikenal oleh subak yaitu metode pengaliran
kontinyu dan metode bergilir. Dalam metode kontinyu, semua anggota
12
musim kemarau. Sebaliknya pada metode bergilir, tidak semua anggota subak
meperoleh air irigasi pada suata waktu tertentu. Pada meode kedua ini, wilayah
subak dibagi atas dua atau tiga kelompok dalam pembagian airnya pada waktu
yang berbeda.
2. Operasi dan pemeliharaan sistem irigasi
Subak harus mengoperasikan fasilitas irigasi yang dimiliki untuk
menjamin adanya pembagian air irigasi sesuai dengan aturan yang telah
disepakati. Kegiatan pengoperasian yang paling menonjol adalah pengoperasian
pintu-pintu air irigasi pada bangunan bagi (membuka, menutup dan mengatur).
Disamping itu, subak juga melakukan pemeliharaan secara berkala atas berbagai
fasilitas irigasi yang dimiliki, sehingga dapat berjalan dan berfungsi dengan baik.
Untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan irigasi ini, subak mengerahkan
sumberdaya dari anggotanya, baik berupa tenaga kerja, bahan-bahan, maupun
uang.
Sejak adanya campur tangan pemerintah pada subak, beberapa bagian dari
jaringan irigasi subak telah secara langsung dikelola oleh pemerintah (DPU).
Berdasarkan atas tanggungjawab operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi ini,
subak dapat dibedakan atas dua berikut ini.
a. Subak yang sepenuhnya dikelola oleh petani, dimana semua urusan
persubakan ditangani oleh petani,termasuk operasi dan pemeliharaan
bendungan, jaringan utama, maupun jaringan irigasi tersier, dan
b. Subak yang dikelola secara patungan, dimana jaringan utama dikelola oleh
pemerintah, sedangkan jaringan tersier oleh subak. Dewasa ini sekitar 70%
13
c. Mobilisasi sumberdaya
Mobilisasi sumber daya berarti perluasan sumber-sumber daya, dan
peningkatan keterampilan, pengetahuan dan kapasitas dalam pengelolaan
sumber daya yang dimiliki organisasi. Dalam hal melakukan perbaikan dan
pemeliharaan terhadap fasilitas yang dimiliki subak memerlukan sejumlah
dana. Umumnya dana tersebut dihimpun sendiri oleh subak secara internal.
Sumber dana bagi subak sebagai berikut
a. Sarin tahun, yaitu iuran yang dibayar oleh anggota subak setiap habis panen
padi. Besarnya iuan ini bervariasi antar subak yang biasanya diukur dengan
gabah.
b. Paturun, yaitu iuran yang dibayar oleh anggota subak secara incidental,
berdasarkan kebutuhan. Paturun ini dapat dalam bentuk uang atau material.
c. Kontrak-bebek. Sehabis panen padi, subak biasanya mengontrakkan
sawahnya kepada para penggembala itik selama dua minggu. Pada beberapa
subak, nilai kontrak ini cukup besar.
d. Dedosan atau denda. Pelaku pelanggaran terhadap awig-awig didenda sesuai
dengan besar kecilnya pelanggaran. Besar kecilnya denda tersebut sudah
diatur pula dalam awig-awig subak.
e. Bantuan pemerintah. Dalam usaha peningkatan produksi dan produktivitas
pertanian sawah, pemerintah banyak membantu subak dalam rehabiitasi
sarana prasarana. Insentif juga diberikan kepada subak oleh Dispenda, apabila
14
d. Penanganan sengketa atau konflik
Konflik adalah adanya perbedaan yang sulit ditemukan kesamaannya atau
didamaikan baik itu perbedaan kepandaian, ciri fisik, pengetahuan, keyakinan,
dan adat istiadat. Konflik yang terjadi pada subak biasanya bersumber pada
masalah air irigasi. Masalah ini biasanya sering muncul pada subak yang memiliki
masalah mengenai kekurangan air. Selain itu, masalah lain yang timbul yaitu
mengenai batas-batas tanah sawah, seperti pepohonan yang tumbuh di perbatasan
sawah milik orang lain, hewan peliharaan yang merusak tanaman orang lain dan
sebagainya.Konflik-konflik ini biasanya dapat diselesaikan sendiri oleh subak
dengan penyelesaian secara mufakat atau kekeluarga atara pihak yang berkonflik,
dengan pekaseh sebagai penengahnya. Apabila konflik yang tejadi tidak dapat
diselesaikan secara kekeluargaan, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan
awig-awig dan perarem yang ada.(Windia 2006)
e. Upacara keagamaan
Salah satu keunikan subak dibandingkan dengan organisasi petani pemakai
air irigasi yang lain di luar daerah yaitu adanya upacara keagamaan dengan
frekuensi yang cukup tinggi. Ada berbagai jenis upacara keagamaan yang
dilakukan oleh subak pada berbagai tingkat, yaitu tingkat petani individual,
tingkat tempek, tingkat subak, tingkat Subak Gede, sampai ke tingkat Pasedahan
Agung. Jenis upacara yang dilakukan sangat berbeda antar daerah.(Windia 2006)
2.4 Agrowisata
Agrowisata adalah kegiatan perjalanan atau wisata yang dipadukan dengan
aspek-aspek kegiatan pertanian. Pengertian ini mengacu pada unsur rekreatif yang
15
paket wisatanya, serta unsur sosial ekonomi dalam pembangunan pertanian dan
pedesaan, dari segi substansinya kegiatan agrowisata lebih menitikberatkan pada
upaya menampilkan (kegiatan pertanian dan pedesaan sebagai daya tarik utama
wisatanya (tourist attraction) tanpa mengabaikan segi leisure (kenyamanan ).
Pada dasarnya agrowisata merupakan kegiatan yang berupaya mengembangkan
sumber daya alam suatu daerah yang memiliki potensi di bidang pertanian untuk
dijadikan kawasan wisata. Pengembangan agrowisata pada hakekatnya merupakan
upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian berdasarkan surat
keputusan (SK) bersama antara Mentri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dan
Mentri Pertanian No.KM.47/PW.DOW/MPTT-89 dan No.
204/kpts/HK/050/4/1989 agrowisata sebagai bagian dari objek wisata,diartikan
sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek
wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman dan hubungan
usaha di bidang pertanian. Agrowisata diberi batasan sebagai wisata yang
memanfaatkan objek-objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996). Selain
itu agrowisata juga dapat dikatakan sebagai usahatani yang pemasarannya
berorientasi pada kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan pariwisata.
Misalnya usaha penggemukan sapi atau budidaya sayur-sayuran yang pemasaran
hasilnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hotel atau restoran yang melayani
wisatawan. Di sini teknologi yang diterapkan adalah teknologi usahatani yang
dapat mencapai mutu produksi sesuai dengan permintaan hotel atau restoran. Jadi,
agrowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan agribisnis.
Pandangan-pandangan tentang agrowisata sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada
16
antara sektor pertanian dan sektor pariwisata. Harapannya agar sektor pertanian
dapat semakin berkembang, karena mendapatkan nilai-tambah dari sentuhan
sektor pariwisata. Secara singkat mungkin dapat disebutkan bahwa agrowisata
adalah suatu kegiatan yang secara sadar ingin menempatkan sektor primer
(pertanian)(Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).
2.5Agrowisata dan Sistem Subak
Sektor pertanian di Bali (khususnya di lahan basah) dikelola sepenuhnya
oleh sistem subak berdasarkan batas-batas hidrologis kawasan tersebut. Sementara
itu,sektor pertanian di lahan kering pada umumnya dikelola oleh subak abian.
Oleh karenanya pengembangan sektor agrowisata di Bali tidak bisa dilepaskan
dengan keberadaan sistem subak dan subak abian yang mengelola seluruh
kawasan pertanian di Bali. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa pada dasarnya
sistem subak adalah sebuah sistem yang memiliki tiga subsistem yakni subsistem
pola pikir/konsep,subsistem sosial dan subsistem artefak/kebendaaan. Oleh
karenanya pengembangan agrowisata dilakukan melalui pengembangan ke tiga
subsistem tersebut (Windia. 2006).
2.6 Dampak Pariwisata dan Pertanian
Dalam hubunganya dengan sektor pertanian, sektor pariwisata juga membawa
konsekuensi positif dan negatif. Berapa dampak positif pariwisata terhadap
pertanianadalah sebagai berikut
1. Pertama kepariwisataan telah menyebabkan berkurangnya tekanan penduduk
terhadap sektor pertanian, karena pariwisata telah mendorong terbukanya
17
2. Kedua, kepariwisataan juga mendorong membaiknya posisi kaum marjinal di
pedesaan (seperti buruh tani, petani tanpa lahan dan sebagainya), khususnya
di daerah pariwisata.
3. Ketiga, kepariwisataan mendorong meningkatnya harga produk pertanian,
karena telah memanfaatkan pariwisata sebagai relung pasar dengan harga
pasar yang cukup tinggi untuk berbagai jenis buah- buahan dan sayur mayur,
berbagai hasil produksi peternakan dan perikanan,serta berbagai jenis
tanaman hias.
4. Keempat, kepariwisataan telah meningkatkan pendapatan (daya beli)
masyarakat Bali secara umum, dimana peningkatan daya beli ini pada
akhirnya mendorong naiknya harga-harga produksi pertanian
5. Kelima, kepariwisataan juga merangsang diversifikasi dan peningkatan mutu
produksi pertanian, karena makanan yang disenangi oleh wisatawan sering
sangat berbeda dengan jenis tanaman yang secara tradisional ada di Bali dan
hanya bahan – bahan yang standardized yang mau dibeli atau dinikmati.
Sebaliknya dampak negatif kepariwisataan terhadap pertanian juga cukup
banyak seperti halnya sebagai berikut
a. Terjadinya perebutan dalam penggunaan sumber daya tanah (lahan), yang di
tandai oleh banyaknya konversi tanah.
b. Terjadinya kompetensi dalam pemanfaatan sumber daya air:
c. Kompetisi dalam penggunaan tenaga kerja,yang cenderung hanya
18
d. Terjadinya kompetensi dalam pemanfaatan modal, dimana investasi sangat
pesat pada sektor pariwisata sedangkan pada sektor pertanian sangat lamban
dan
e. Terbengkalainya lahan pertanian (sleeping land “lahan tidur”) (Windia 2006).
2.7Modal Sosial
Semua kelompok masyarakat (suku bangsa ) di Indonesia pada hakekatnya
mempunyai potensi-potensi sosial budaya yang kondusif dan dapat menunjang
pembangunan (Berutu 2002) dalam Yolanda (2015). Potensi ini terkadang
terlupakan begitu saja oleh kelompok masyarakat sehingga tidak dapat
difungsionalisasikan untuk tujuan-tujuan tertentu. Tetapi banyak juga kelompok
masyarakat yang menyadari akan potensi –potensi sosial budaya yang
dimilikinya,sehingga potensi-potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara srif bagi
keperluan kelompok masyarakat itu sendiri. Salah satu potensi sosial budaya
tersebut adalah Modal Sosial. Secara sederhana modal sosial merupakan
kemampuan masyarakat untuk mengorganisasi diri sendiri dalam
memperjuangkan tujuan mereka.
Modal sosial bisa dikatakan sebagai sumber daya sosial yang dimiliki oleh
masyarakat. Sebagai sumber daya, modal sosial ini memberi kekuatan atau daya
dalam beberapa kondisi-kondisi sosial dalam masyarakat Sebenarnya dalam
kehidupan manusia dikenal beberapa jenis modal yaitu natural capital, human
capital,phisical capital, dan pinancila capital Modal sosial akan dapat mendorong
keempat modal diatas agar dapat digunakan secara optimal.
Konsep modal sosial yang dijadikan fokus kajian ,pertama kali ditemukan
19
struktur hubungan antar individu yang memungkinkan mereka menciptakan
nilai-nilai baru. Putnam dalam (Lubis 2001) menyebutkan bahwa modal sosial tersebut
mengacu pada aspek-aspek utama dari organisasi sosial, seperti kepercayaan
(trust) norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (network) yang dapat
meningkatkan efisiensi dalam suatu masyarakat. Modal sosial juga dapat
didefinisikan sebagai serangkaian nilai atau norma internal yang dimiliki bersama
oleh semua anggota suati kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya
kerja sama diantara mereka (Fukuyama,2002:xii)
Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan roh modal sosial antara
lain Sikap yang partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi
dan menerima, saling percaya dan mempercayai,dan diperkuat oleh nilai-nilai dan
norma-norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan yang
sangat penting adalah kemauan masyarakat untuk terus produktif baik
mempertahankan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan
penciptaan kreasi dan ide-ide baru, inilah jati diri modal sosial yang sebenarnya
2.8 Dimensi Modal Sosial
Woolcock dan Narayana (1999) dalam Yolanda (2015) membagi dimensi
modal sosial dalam kelompok (1) Bonding Social Capital (2) Bridging social
capital dan (3) Linking social capital. Bonding social capital yaitu ikatan modal
sosial yang menunjukan hubungan orang –orang dalam situasi yang mirip seperti
keluarga dekat, kelompok etnik, kelompok keagamaan, teman dekat dan
tetangga. Pada situasi ini hubunganya sangat tertutup, kuat, dan interaksi
hubungan berkali-kali. Hubungan interaksi tersebut dibangun antara anggota
20
karenanya, proses interaksi akan berjalan dengan sangat mudah (scheffert et al.
2008) dalam Yolanda (2015)
Bridging social capital yaitu ikatan modal sosial yang melibatkan
hubungan diantara orang-orang yang tidak dekat dekat dan berbeda. Bentuk
ikatan tersebut seperti, persahabatan yang tidak erat, dan rekan kerja. Pada
hubunganya ini kekuatan hubungan tidak terlalu kuat namun ada kesempatan
untuk dapat menjalin keeratan hubungan. Pada kelompok ini, kepercayaan harus
dibangun atas dasar norma-norma umum dalam masyarakat dibandingkan
pengalaman pribadi dari masing –masing individu. Selanjutnya dengan latar
belakang yang berbeda maka kegiatan dan pemecahan masalah harus dilakukan
secara bersama-sama. (scheffert et al. 2008) dalam Yolanda 2015
Linking social capital yaitu ikatan modal sosial yang menjangkau orang –
orang yang sangat berbeda, bahkan berada diluar komunitasnya. Bentuk ini
biasanya memberikan akses kepada organisasi atau sistim yang akan membantau
masyarakat memperoleh sumberdaya untuk mendapatkan perubahan. Ikatan
modal sosial ini, biasanya dihubungkan dengan organisasi seperti pemerintah
bank, ataupun lembaga penyandang dana yang ada di dalam atau luar masyarakat
pada kelompok ini, kepercayaaan terhadap pimpinan, akan sangat berdampak
pada interaksi yang terjalin. Kepercayaan pimpinan, akan sangat berdampak pada
interaksi yang terjalin. Kepercayaan pimpinan diindikasikan dari pemimpin yang
mendengar kebutuhan, memberikan perhatian dan berkomitmen terhadap
masyarakat. (scheffert et al. 2008) dalam Yolanda (2015)
Dikemukakan oleh Flassy dkk. (2009) mengemukakan bahwa dimensi
21
diantara masyarakat dimana pada ikatan yang demikian sangatlah sulit untuk
menerima arus perubahan dibandingkan dengan dimensi bridging social capital.
Ciri – ciri pada dua dimensi modal sosial yaiti bonding social capital dan
[image:41.595.100.531.200.404.2]bridging social capital di sajikan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Dimensi modal sosial
Bonding Social Capital Bridging Social Capital
1.Terikat ketat saingan yang eksklusif. 2. Perbedaan yang kuat antara ‘orang
kami dan orang luar’
3.Hanya ada satu alternatif jawaban 4.Sulit menerima arus perubahan 5.Kurang akomodasi terhadap pihak
luar
6.Mengutamakan kepentingan kelompok
7.Mengutamakan solidaritas 8.Kelompok
1.Terbuka
2.Memiliki jaringan yang lebih fleksibel
3.Toleran
4.Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah
5.Akomodatif untuk menerima perubahan
6.Cenderung memiliki sikap yang altruitik, humanitaristik, dan universal
Sumber Flassy dkk.(2009)
2.9Unsur- Unsur Modal Sosial
Menurut Stone (2000) dalam Yolanda (2015) modal sosial dapat diketahui
sebagai (1) konsep multidimensi yang terdiri atas jaringan sosial, norma-norma
kepercayaan dan norma-norma timbal balik; (2) memahami modal sosial sebagai
sumber daya untuk bertindak dalam suatu proses interaksi; (3) secara empiris
dapat membedakan antara modal sosial dan hasil-hasilnya akibat modal sosial.
Konsep modal sosial tersebut terletak pada struktur hubungan sosial (jaringan
sosial) dan kualitas hubungan sosial (norma dan kepercayaan) yang
menggambarkan arus informasi sehingga memberikan dampak akibat dari proses
interaksi tersebut. Selanjutnya dipertegas pula oleh Stone (2000) dalam Yolanda
22
struktur hubungan sosial dan kualitas hubungan sosial. Selengkapnya
digambarkan pada Tabel 2.2
Tabel 2.2
Inti dan Karakteristik Modal sosial
Struktur hubungan sosial : Jaringan Kualitas hubungan sosial : norma – norma
Tipe : Informal – Formal Ukuran : Batasan yang tertentu Ruang: Rumah Tangga- Umum
Struktur : terbuka-Tertutup, Padat – Jarang, homogen-heterogen, Relasi :vertikal –horisantal
Norma Kepercayaan : Kepercayaan sosial,
kepercayaan lembaga
Norma Timbal balik: Langsung – Tidak langsung .segera- lambat
Sumber : Stone (2000) dalam Yolanda (2015)
Berdasarkan definisi dan penekanan modal sosial yang dikemukakan oleh
beberapa ahli antara lain: Coleman (1990), Putman (1995), Fukuyama (1997),
Stone (2000) Oteebjer (2005), Lin dan Erickson (2008), dalam Yolanda (2015)
maka terdapat tiga unsur penting modal sosial yaitu kepercayaan, norma sosial
dan jaringan sosial. Ketiga unsur modal sosial tersebut akan menggambarkan
kategori struktural (jaringan ) dan kognitif (kepercayaan dan norma)
2.9.1 Kepercayaan
Konteks percaya menyiratkan segi emosional individu, dipercaya
memerlukan kemauan untuk mengambil resiko untuk dapat memberikan harapan
kepada orang lain untuk bertindak atau memberikan respon seperti yang
diharapkan dan untuk saling mendukung ataupun tidak berniat membahayakan
Didefinisikan oleh Fukuyuma (1977), kepercayaan sebagai harapan yang timbul
dalam masyarakat berprilaku reguler, jujur dan kooperatif berdasarkan norma –
norma umum bersama dalam anggota masyarakat. Kepercayaan didasarkan pada
harapan bahwa orang atau organisasi akan bertindak dengan cara yang
23
Kepercayaan adalah kualitas individu dan organisasi yang mengacu pada
nilai kejujuran, keterbukaan, rasa keadilan, dan kepedulian bagi kelayakan
individu yang diberikan. Hal ini bermakna kepercayaan merupakan kegiatan
sangat sosial yang berkaitan dengan pribadi individu. (Edwards 2004 dalam
Yolanda 2015)
Kepercayaan merupakan variabel kepribadian yang menempatkan
penekanan pada karakteristik individu seperti perasaan, emosi, dan nilai.
Kepercayaan didasarkan pada keyakinan individu mengenai bagaimana orang
lain akan berprilaku kepadanya pada beberapa kesempatan (Qianbong, 2004).
Hal ini menunjukan kesediaan untuk menjadi peduli terhadap orang lain sebagai
salah satu pihak akibat dari konsekuensi dari keyakinan yang dibangun supaya
niat baik dengan mitra yang diajak melakukan interaksi dapat berjalan.
Kepercayaan juga dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme sosial
untuk menjadikan struktur hubungan sosial. Dikemukakan oleh Paxton (1999)
struktur hubungan sosial didasarkan oleh adanya perasaan tanggung jawab untuk
melakukan hubungan timbal balik atas dasar kepercayaan guna mencapai tujuan
bersama. Kepercayaan mengacu pada keyakinan keandalan seseorang dalam
sebuah sistem yang menghubungkan interaksi. Hal ini didasarkan pada harapan
bahwa orang atau organisasi akan bertindak dengan cara yang diharapkan atau
dijanjikan dan akan mempertimbangkan kepentingan orang lain.
Dinyatakan oleh Paxton (1999) dalam Yolanda (2015) kepercayaan adalah
pembelajaran sosial dan pembentukan harapan sosial kepada orang lain dalam
suatu kelompok atau lembaga orang tersebut hadir, serta sebagai suatu dasar
24
sosial menciptakan hubungan yang didasarkan atas dasar kepercayaan terhadap
orang lain yang dipelajari sebagai teladan atau contoh yang perlu ditiru.
Ada tiga hal penting dalam kepercayaan yaitu. (1) hubungan antara dua
orang atau lebih, (2) harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu yang
kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak dan
(3) interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud
(Saiffudin,2008)
2.9.2 Norma Sosial
Norma sosial dapat didefinisikan aturan yang dilengkapi dengan sanksi
yang merupakan patokan perilaku yang mendorong dan mengatur individu atau
kelompok masyarakat tertentu. Norma–norma sosial biasanya terbentuk atas
dasar hasil kesepakatan anggota-anggota masyarakat dan tercipta karena adanya
interaksi dalam kelompok masyarakat. Pelanggaran akan norma biasanya
diberikan sanksi yang telah disepakati dalam masyarakat, dimana sanksi dapat
berbentuk material maupun tindakan sosial. Di sisi lain norma merupakan
penjabaran nilai-nilai secara terinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata
kelakuan yang berfungsi untuk mengatur pola tingkah laku. (Ningrum 2010
dalam Yolanda 2015)
Norma merupakan pedoman atau patokan bagi prilaku dan tindakan
seseorang atau masyarakat yang bersumber pada nilai. Sedangkan nilai adalah
merupakan hal yang dianggap baik atau buruk atau sebagai penghargaan yang
diberikan masyarakat kepada segala sesuatu yang mempunyai daya guna bagi
kehidupan bersama. Dengan kata lain norma adalah wujud konkrit dari nilai
25
masyarakat, dapat juga norma dikatakan sebagai cara untuk melakukan tindakan
dan prilaku yang dibenarkan untuk mewujudkan nilai–nilai (Ningrum 2010
dalam Yolanda 2015)
Pengelompokan norma sosial atas dasar (1) daya ikat, (2) aturan prilaku
tertentu, (3) resmi tidaknya, dan (4) pola hubungan (Lawang 1986). Norma
sosial atas dasar daya ikat terbagi atas (1) cara, yaitu norma yang paling lemah
daya ikatan karena orang yang melanggar akan mendapatkan sanksi cemoohan
atau ejekan, (2) kebiasaan yaitu aturan dengan kekuatan mengikat yang lebih
kuat dari cara karena kebiasaan merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-
ulang sehingga menjadi bukti bahwa orang yang melakukan menyukai dan
menyadari perbuatannya, (3) tata kelakuan, yaitu secara sadar atau tidak sadar
oleh masyarakat kepada anggota-anggotanya. Pelanggaran terhadap norma ini
biasanya mendapatkan sanksi masyarakat dan (4) adat istiadat, yaitu tata
kelakuan yang kekal serta terintegrasi kuat dengan pola prilaku masyarakat.
Anggota masyarakat yang melanggar norma adat akan mendapatkan sanksi tegas
(Ningrum 2010 dalam Yolanda 2015).
Norma sosial atas dasar prilaku tertentu terbagi atas, (1) norma agama
yaitu ketentuan hidup yang biasanya bersumber dari agama, (2) norma
kesusilaan, yaitu petunjuk atau ketentuan yang berasal dari hati nurani, moral,
(3) kesopanan yaitu tata krama aturan sopan santun menyangkut kehidupan
dalam masyarakat. (4) norma kebiasaan, yaitu petunjuk hidup dan perilaku yang
diulang dalam bentuk yang saman dan (5) norma hukum, yaitu ketentuan tertulis
yang mengatur kehidupan masyarakat dalam suatu negara (Ningrum 2010 dalam
26
2.9.3 Jaringan Sosial
Manusia dalam kehidupannya tidak pernah dapat hidup sendiri,
dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
dalam kehidupannya. Kebutuhan akan orang lain dalam kehidupannya manusia
bertujuan untuk terjalin interaksi antar individu dan atau kelompok guna
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Adanya interaksi antar individu dan atau
kelompok akan membentuk kelompok-kelompok sosial, perwujudan kelompok
sosial ini tercipta melalui jaringan sosial. Dengan kata lain adanya jaringan sosial
dan menciptakan kelompok sosial. Jaringan sosial didefinisikan sebagai suatu
hubungan antar individu dan atau kelompok (Kadushin 2004). Jaringan sosial juga
dapat dilihat sebagai hubungan pribadi yang dikumpulkan ketika seseorang
berinteraksi satu sama lain dalam keluarga, tempat kerja lingkungan, asosiasi
lokal dan berbagai tempat pertemuan informal dan formal (Foxton and Jones 2011
dalam Yolanda 2015).
Berdasarkan bentuk, jaringan sosial dapat terbentuk atas (1) jaringan
diantara individu (kawan akrab hubungan romantis dan sahabat) (2) jaringan
hubungan formal dalam organisasi atau kelompok (kerja sama pembeli dan
leveransir, dan kerja sama usaha), (3) jaringan hubungan informal dalam
organisasi atau kelompok (hubungan pemimpin dan bawahan serta hubungan
antar tenaga kerja), dan (4) jaringan hubungan yang melibatkan keanggotaan
dalam suatu organisasi secara luas (perkumpulan, persatuan, asosiasi,
27
Selanjutnya, dikemukakan oleh Kadushin (2004) jaringan sosial dapat
tebagi atas (1) ego-centric networks, yaitu jaringan sosial yang menghubungkan
individu dengan individu, (2) socio-centric networks yaitu jaringan sosial yang
menghubungkan individu dalam kelompok tertentu. Jaringan seperti ini biasanya
bersifat tertutup bagi anggota–anggota kelompok tertentu saja,dan (3) open-
system networks, yaitu jaringan sosial yang tidak memiliki batasan dalam
melakukan hubungan sosial dan biasanya tidak tertutup.
Melalui jaringan sosial, individu akan mudah mendapatkan akses terhadap
sumber daya yang tersedia dilingkungannya untuk mencapai tujuan bersama. Oleh
karenanya terbentuknya jaringan sosial biasanya dikaitkan dengan persamaan
kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai anggota-anggotanya Fachrina (2005)
dalam Yolanda (2015) mengemukakan bahwa hubungan sosial dikatakan sebagai
jaringan sosial apabila terdapat kepadatan, isi sesuai konteks, rentang, frekuensi,
kekompakan dan adanya kepentingan hubungan. Jaringan sosial dapat diwujudkan
dalam bentuk formal dan informal jaringan informal terbentuk secara spontan
tidak diatur pertukaran informasi dan sumber daya di dalam masyarakat secara
resmi, serta diupayakan adanya kerja sama koordinasi, dan saling membantu
untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Jaringan informal
dapat dihubungkan melalui horisontal dan vertikal hubungan dan dibentuk oleh
berbagai faktor lingkungan termasuk kekerabatan, komunitas di pasar, dan
persahabatan (Allahdadi 2011 dalam Yolanda 2015). Sedangkan jaringan formal
biasanya diidentikan dengan hubungan antar organisasi yang memiliki struktur
28
2.10 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis memaparkan dua penelitian terdahulu yang
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti tentang hubungan pengembangan
agrowisata subak dengan modal sosial pada Subak Jatiluwih Tabanan. Ada
beberapa penelitian terdahulu yang saya baca dan saya gunakan sebagai acuan
dalam mengerjakan penelitian ini diantaranya adalah
Dewa Ayu Diyah Sri Widari pada Tesisnya tahun 2015 Yang berjudul
Perkembangan Desa Wisata Jatiluwih Setelah Penetapa