TUGAS AKHIR
EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA
JALAN RAYA GEDANGAN – JALAN LETNAN JENDERAL S.
PARMAN – JALAN RAYA KETAJEN – JALAN KH. MUKMIN
SIDOARJO
Oleh :
MUSA UDAYANA KATIPANA
0853310088
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim penguji Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal, …. 2010
Pembimbing : Tim penguji :
Dekan Fakuktas Teknik Sipil dan Perencanaan
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN. . . i
DAFTAR ISI. . . ii
ABSTRAK. . . v
KATA PENGANTAR. . . vi
DAFTAR TABEL. . . viii
DAFTAR GAMBAR. . . xi
DAFTAR PUSTAKA. . . xii
LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN. . . 1
1.1 Latar Belakang. . . 1
1.2 Rumusan Masalah. . . 2
1.3 Tujuan Penelitian. . . 3
1.4 Manfaat Penelitian. . . 3
1.5 Batasan Masalah. . . 4
1.6 Lokasi Penelitian. . . 6
BAB IV ANALISA DATA PERENCANAAN. . . 37
4.1 Analisa Regresi. . . 37
4.2 Perhitungan Regresi. . . 40
4.2.1 Pertumbuhan Sepeda Motor (MC). . . 40
4.2.2 Pertumbuhan Kendaraan Ringan (LV). . . 43
4.2.3 Pertumbuhan Kendaraan Berat (HV). . . 46
4.2.4 Pertumbuhan Kendaraan Tak Bermotor (UM). . . 49
4.2.5 Pertumbuhan Jumlah Penduduk. . . 52
4.2.6 Data Volume Kendaraan. . . 55
4.3 Analisa Data. . . 59
4.3.1 Data Perhitungan Survei. . . 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. . . 88
5.1 Kesimpulan. . . 88
EVALUASI KINERJA SIMPANG BERSINYAL PADA JALAN RAYA
GEDANGAN – JALAN LETNAN JENDERAL S. PARMAN - JALAN
RAYA KETAJEN – JALAN KH. MUKMIN SIDOARJO
ABSTRAK
Oleh
MUSA UDAYANA KATIPANA
NPM : 0853310088
Kondisi persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin saat ini sudah terjadi kemacetan terutama pada jam-jam sibuk sebagai akibat timbulnya konflik lalu lintas. Ini dikarenakan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin
merupakan kawasan perdagangan dan perindustrian. Dengan ini maka perlu di evaluasi ulang siklus waktu pada simpang bersinyal pada jalan tersebut. Pedoman yang digunakan untuk analisa ada tugas akhir ini mengacu pada metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 dan menggunakan data primer di lapangan yang berupa arus lalu lintas dan data sekunder dari instansi pemerintah : Badan Pusat Statistik (BPS); Dinas Penduduk Daerah JawaTimur, Dinas Perhubungandan PU Bina Marga dan Utilitas Kabupaten Sidoarjo yang berupa keadaan geometrik jalan dan Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR). DS adalah derajat kejenuhan. Jika nilai DS terlalu tinggi > 0.75, maka penggunaan manual melakukan perubahan kinerja simpang bersinyal pada jalan tersebut. Apabila DS tidak terlalu tinggi < 0.75, pengguna manual tidak perlu mengubah keadaan yang sudah ada dan keadaan tersebut dianggap masih memenuhi syarat.
Dari hasil perhitungan diperoleh DS < 0.75 untuk kondisi existing tahun 2010, tetapi tingkat kenyamanannya menghasilkan LOS F pada jam puncak pagi, siang dan sore. Maka untuk mengatasi permasalahan ini, dilakukan perencanaan ulang waktu siklus. Dari hasil perencanaan ulang waktu siklus baru yaitu 66 detik dan hasil yang diperoleh menunjukan bahwa DS < 0.75 serta tingkat kenyamanannya menghasilkan LOS B
Kata Kunci : Evaluasi persimpangan, derajat kejenuhan, MKJI 1997.
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugs akhir ini dengan judul :
Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Pada Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan
Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo.
Tugas akhir ini diberikan kepada mahasiswa program studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Terwujudnya penyusunan tugas akhir ini, tidak terlepas dari berbagai bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Edy Mulyadi SU., selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Wahyu Kartini, MT., selaku Dosen Wali serta Ketua Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. Hendrata Wibisana, MT, selaku Dosen Pembimbing Utama.
4. Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Pendamping Utama.
6. Kedua orang tua penulis, Ibu Welly Katipana (Alm) yang telah memberikan segenap dukungan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa program studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Surabaya, 05 November 2010
Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Waktu Antar Hijau. . . 21
Tabel 2.2 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang. . . 22
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota. . . 24
Tabel 2.4 Faktor Hambatan Samping Fase Terlindung (FSF) . . . 25
Tabel 2.5 Harga Delay Standar Untuk Simpang Bersinyal. . . 32
Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan Bermotor di Sidoarjo. . . 38
Tabel 4.2 Jumlah Kendaraan Tak Bermotor di Sidoarjo. . . 38
Tabel 4.3 Data Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo. . . 39
Tabel 4.4 Perhitungan Regresi Sepeda Motor. . . 40
Tabel 4.5 Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Sepeda Motor (MC) Sampai Tahun Rencana 2014. . . 41
Tabel 4.6 Perhitungan Regresi Kendaraan Ringan. . . 43
Tabel 4.7 Perkiraan Pertumbuhan Kendraan Ringan (LV) Sampai Tahun Rencana 2014. . . 44
Sampai Tahun Rencana 2014. . . 47
Tabel 4.10 Perhitungan Regresi Kendaraan Tak Bermotor. . . 49
Tabel 4.11 Perkiraan Pertumbuhan Kendaraan Tak Bermotor (UM) Sampai Tahun Rencana 2014. . . 50
Tabel 4.12 Perhitungan Regresi Jumlah Penduduk. . . 52
Tabel 4.13 Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Penduduk Sampai TahunRencana 2014. . . 53
Tabel 4.14 Prosentase Pertumbuhan Kendaraan Sampai Tahun 2014. . . 55
Tabel 4.15 Data Volume Kendaraan Bermotor Tahun 2010. . . 56
Tabel 4.16 Data Volume Kendaraan Tak Bermotor Tahun 2010. . . 57
Tabel 4.17 Data Volume Kendaraan Tahun 2014. . . 58
Tabel 4.18 Data Volume Kendaraan Tak Bermotor Tahun 2014. . . 58
Tabel 4.19 Data Geometrik Pada Persimpangan Existing Tahun 2010.. . . 59
Tabel 4.20 Waktu Siklus Dari Hasil Survei Dilapangan. . . 60
Tabel 4.21 Perhitungan Arus Jenuh Dasar. . . 61
Tabel 4.22 Perhitungan Nilai Arus Jenuh . . . 62
Tabel 4.23 Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase. . . 63
Tabel 4.27 Perhitungan Panjang Antrian Setelah Perencanaan. . . 68
Tabel 4.28 Perhitungan Rasio Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti Setelah Perencanaan. . . 69
Tabel 4.36 Perhitungan Rasio Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti Setelah Perencanaan . . . 80
Tabel 4.37 Perhitungan Tundaan. . . 83
Tabel 4.38 Perhitungan Kondisi Arus Lalu Lintas Tahun Existing 2010 Sebelum Perencanaan. . . 84
Tabel 4.39 Perhitungan Kondisi Arus Lalu Lintas Tahun 2014 Sebelum Perencanaan. . . 85
Tabel 4.40 Perhitungan Waktu Sinyal Lalu Lintas Tahun 2010 Setelah Perencanaan. . . 86
Tabel 4.41 Perhitungan Waktu Sinyal Lalu Lintas Tahun 2014 Setelah Perencanaan. . . 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lokasi Studi Tugas Akhir. . . 6
Gambar 1.2 Lay Out Tugas Akhir Kondisi Existing. . . 7
Gambar 2.1 Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan. . . 13
Gambar 2.2 Pendekatan dengan pulau lalu lintas dan tanpa lampu lalu lintas. . . 15
Gambar 2.3 Titik konflik dan jarak keberangkatan, kedatangan. . . 19
Gambar 3.1 Bagan Alur Proses Penelitian. . . 36
Gambar 4.1 Grafik PertumbuhanKendaaan Kabupaten Sidoarjo. . . 39
Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo. . . 40
Gambar 4.3 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Sepeda Motor (MC) Sampai Tahun Rencana 2014. . . 42
Gambar 4.4 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Ringan (LV) Sampai Tahun Rencana 2014. . . 45
Gambar 4.5 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Berat (HV) Sampai Tahun Rencana 2014. . . 48
Gambar 4.6 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Tak Bermotor Sampai Tahun Rencana 2014. . . 51
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Masalah transportasi darat dengan prasarana jalan raya merupakan transportasi yang sulit dipecahkan, termasuk di Kabupaten Sidoarjo. Fungsi utama jalan raya adalah untuk melayani pergerakan lalu lintas, manusia dan barang dengan cepat, aman, nyaman dan ekonomis. Masalah transportasi ini akan menimbulkan berbagai dampak negatif, baik dari pengemudi sendiri maupun ditinjau dari segi perekonomian daerah tersebut, juga berupa kehilangan waktu karena perjalanan yang lama serta bertambahnya biaya operasi kendaraan karena seringnya kendaraan berhenti.
Untuk menindaklanjuti tahapan studi tersebut, perlu adanya perencanaan yang baik pada persimpangan itu sehingga dapat memperlancar pemenuhan transportasi serta juga memperlancar peningkatan kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat, oleh sebab itu menjadi acuan bagi penulis untuk mengajukan tugas akhir dengan judul “Evaluasi Kinerja Simpang Bersinyal Pada Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S.
Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo“
1.2 Perumusan Masalah.
Dari pengamatan awal kondisi eksisting yang ada pada persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin dapat dilihat permasalahan yang timbul yaitu: 1. Bagaimana kinerja waktu siklus kondisi existing tahun 2010 maupun
kondisi 5 tahun yang akan datang (tahun 2014) pada persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin.
2. Berapa waktu tundaan pada saat kondisi existing tahun 2010 maupun kondisi 5 tahun yang akan datang (tahun 2014) pada persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin.
1.3 Tujuan Penelitian.
Dengan melihat permasalahan diatas adapun tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah :
1. Apabila dari evaluasi diatas tidak memenuhi syarat, maka perlu direncanaakan ulang fase persimpangan tersebut, kapasitas, waktu sinyal, dan tingkat kinerja pada persimpangan bersinyal.
2. Menghitung lama tundaan pada tahun kondisi existing 2010 dan tahun perencanaan 2014 pada Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo.
3. Menganalisa tingkat kinerja lalu lintas agar dapat memenuhi syarat pada persimpangan antara Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian.
1.5 Batasan Masalah.
1. Menganalisa volume kendaraan pada setiap lengan persimpangan yang ditinjau adalah perempatan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH Mukmin dan karena keadaan lalu lintas di daerah tersebut ramai.
2. Data lalu lintas yang digunakan sebagai analisis simpang bersinyal berdasarkan survei lalu lintas yang dilakukan satu hari pada volume jam puncak pagi, siang dan sore.
3. Jenis kendaraan yang diamati antara lain adalah :
a) Kendaraan ringan (LV) yaitu kendaraan bermotor ber–as dua dengan 4 roda dan dengan jarak as 2,0 - 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, minibis, pick-up, oplet).
b) Kendaraan berat (HV) yaitu kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda (meliputi : bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi). c) Sepeda Motor (MC) yaitu kendaraan bermotor dengan 2 atau 3
roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3).
d) Kendaraan tak bermotor (UM) yaitu kendaraan yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda dan kereta dorong).
5. Penelitian yang dilakukan tidak melakukan perhitungan segmen jalan yang berada didekat persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo.
6. Selama umur rencana yaitu 5 tahun, dianggap tidak ada perubahan jaringan jalan dan pembangunan jalan baru.
1.6 Lokasi Penelitian.
Lokasi studi yang akan menjadi obyek pembahasan adalah persimpangan sebidang empat lengan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Ketajen Raya – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo seperti pada gambar 1.1
(Sumber: www.google map.com)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapasitas Arus Lalu Lintas.
Definisi kapasitas satu ruas jalan dalam satu sistem jalan raya adalah
jumlah kendaraan maksimum yang memiliki kemungkinan yang cukup untuk
melewati ruas jalan tersebut, baik satu maupun dua arah dalam periode waktu
tertentu di bawah kondisi jalan dan lalu lintas yang umum. (Oglesby,
1999:272)
Evaluasi mengenai kapasitas bukan saja bersifat mendasar pada
permasalahan pengoperasian dan perancangan lalu lintas tetapi juga
dihubungkan dengan aspek keamanan dan ekonomi dalam pengoperasian
jalan raya (Hobbs, 1995: 428-429). Maka dari itu dalam mengevaluasi
kapasitas suatu jalan harus benar-benar memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan, (Oglesby, 1988:
291-296)
1. Kondisi fisik dan operasi
Lebar jalan pada persimpangan dapat dilihat dari jumlah lajur.
Semakin banyak jumlah lajur yang dipergunakan maka semakin
besar kapasitas jalan tersebut.
b. Kondisi parkir
Semakin banyak kendaraan yang parkir di atas lebar efektif jalan,
akan mengurangi kapasitas jalan tersebut.
c. Jalan satu arah versus jalan dua arah
Pertemuan jalan satu arah dengan jalan dua arah, akan
mempengaruhi besar kapasitas.
2. Lingkungan
a. Faktor beban yang dibawa kendaraan yang melintas akan sangat
berpengaruh pada kapasitas jalan, berat beban akan
mempengaruhi kecepatan sehingga mengurangi kapasitas jalan
dalam satu periode.
b. Faktor jam puncak (Peak Hour factor / PHF)
Besar kapasitas suatu jalan akan terlihat pada saat jam puncak,
karena pada jam puncak dapat diketahui jumlah kendaraan
terbanyak.
3. Karakteristik Lingkungan
1. Gerakan membelok
Gerakan membelok akan mengurangi kecepatan arus terlawan
2. Truk dan bis berjalan lurus
Truk dan bis yang menaik-turunkan penumpang tidak pada halte
dapat mengurangi besarnya kapasitas.
3. Bis angkutan lokal
Bis angkutan yang menaik-turunkan penumpang sembarangan
dapat mengurangi besarnya kapasitas jalan.
4. Tolak ukur pengendalian
Adalah kepadatan lalu lintas (traffic density) yaitu jumlah kendaraan
rata-rata yang menempati jalan sepanjang 1 mil pada satu periode.
2.2 Tingkat Kinerja
Berbagai ukuran tingkat kinerja menurut (MKJI, 1997:2-14)
ditentukan berdasarkan pada arus lalu lintas (Q), derajat kejenuhan (DS), dan
waktu sinyal (c dan g) yaitu :
1. Panjang Antrian
Panjang antrian smp pada awal sinyal hijau NQ dihitung sebagai
jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah
jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2).
2. Angka Henti
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per smp (termasuk
berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati simpang.
Rasio kendaraan terhenti PSV, yaitu rasio kendaraan yang harus
berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang.
4. Tundaan
Tundaan (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal, antara
lain adalah :
1. Tundaan lalu lintas (DT), terjadi karena interaksi lalu lintas
dengan gerakan lainnya pada suatu simpang.
2. Tundaan Geometri (DG), terjadi karena perlambatan dan
percepatan saat membelok pada suatu simpang atau terhenti
karena lampu lalu lintas.
2.3 Lampu Lalu Lintas
Satu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu
lintas dipersimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas.
Clarkson H. Oglesby (1999) menyebutkan bahwa setiap pemasangan lampu
lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi yang
tersebut di bawah ini:
1. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur.
2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada perempatan jalan.
4. Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah kondisi jarak sinyal yang
cukup baik, sehingga aliran lalu lintas tetap berjalan menerus pada
kecepatan tertentu.
5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar memungkinkan adanya
penyebrangan kendaraan lain atau pejalan kaki.
6. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas.
7. Sebagai pengendali ramp pada jalan masuk menuju jalan bebas
hambatan (entrance freeway).
8. Memutuskan arus lalu lintas bagi lewatnya kendaraan darurat
(ambulance) atau pada jembatan gerak.
Di lain pihak, Clarkson H. Oglesby (1999) menyebutkan bahwa
terdapat hal-hal yang kurang menguntungkan dari lampu lalu lintas, antara
lain adalah:
1. Kehilangan waktu yang berlebihan pada pengemudi atau pejalan kaki.
2. Pelanggaran terhadap indikasi sinyal umumnya sama seperti pada
pemasangan khusus.
3. Pengalihan lalu lintas pada rute yang kurang menguntungkan.
4. Meningkatkan frekuensi kecelakan, terutama tumbukan bagian
belakang kendaraandengan pejalan kaki.
Pada saat arus lalu lintas sudah meninggi, maka lampu lalu lintas
sudah harus dipasang. Ukuran meningginya arus lalu lintas yaitu dari waktu
tunggu rata-rata kendaraan pada saat melintasi simpang. Jika waktu tunggu
rata-rata tanpa lampu lalu lintas sudah lebih besar dari waktu tunggu rata-rata
dengan lampu lalu lintas, maka perlu dipasang lampu lalu lintas (Munawar,
2004:43-44).
Kapasitas simpang dapat ditingkatkan dengan menerapkan aturan
prioritas sehingga simpang dapat digunakan secara bergantian. Pada jam-jam
puncak hambatan yang tinggi dapat terjadi, untuk mengatasi hal itu
pengendalian dapat dibantu oleh petugas lalu lintas namun bila volume lalu
lintas meningkat sepanjang waktu diperlukan sistem pengendalian untuk
seluruh waktu (full time) yang dapat bekerja secara otomatis. Pengendalian
tersebut dapat digunakan alat pemberi isyarat lalu intas (traffic signal) atau
(Sumber: MKJI, 1997)
Gambar 2.1 Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, sinyal lalu
lintas dipergunakan untuk alasan berikut :
1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus
lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat
dipertahankan, bahkan selama konsisi lalu lintas jam puncak.
2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan atau pejalan kaki dari
jalan simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.
3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan
antara kendaraan-kendaraan dari arah yang bertentangan.
Lebar pendekatan effektif (We) dari setiap pendekat ditentukan
berdasarkan informasi tentang lebar pendekat (W
A), lebar masuk (WMASUK)
dan lebar keluar (W
KELUAR) serta rasio lalu lintas berbelok.
(Sumber: MKJI, 1997)
Gambar 2.2 Pendekatan dengan pulau lalu lintas dan tanpa lampu lalu lintas.
Lebar pendekatan efektif (We) diambil sebagai nilai minimal dari
lebar pendekatan (WA) dan lebar masuk (WMASUK)
1. Untuk pendekatan tanpa belok kiri (LTOR)
Untuk tipe P jika (W
KELUAR) < We ; We × (1 - PRT-PLTOR), We
sebaiknya diberi nilai baru sama dengan W
penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk
bagian lalu lintas lurus saja.
2. Untuk pendekatan belok kiri langsung
a. Jika WLTOR ≥ 2 m (We) diambil sebagai nilai minimal dari
KELUAR, dan analisa penentuan waktu
sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu
lintas lurus saja Q = Q
2.5 Koordinasi Simpang Bersinyal
Koordinasi sinyal antar simpang diperlukan untuk mengoptimalkan
kapasitas jaringan jalan karena dengan adanya koordinasi sinyal ini
menghindarkan antrian kendaraan yang panjang. Kendaraan yang telah
bergerak meninggalkan satu simpang diupayakan tidak mendapati sinyal
merah pada simpang berikutnya, sehingga dapat terus berjalan dengan
kecepatan normal.
2.6 Syarat Koordinasi Sinyal
Pada situasi di mana terdapat beberapa sinyal yang mempunyai jarak
yang cukup dekat, diperlukan koordinasi sinyal sehingga kendaraan dapat
bergerak secara efisien melalui kumpulan sinyal-sinyal tersebut. Pada
umumnya, kendaraan yang keluar dari suatu sinyal akan tetap
mempertahankan grupnya hingga sinyal berikutnya. Jarak di mana kendaraan
akan tetap mempertahankan grupnya adalah sekitar 300 meter (Mc Shane dan
Roess, 1990).
Untuk mengkoordinasikan beberapa sinyal, diperlukan beberapa
syarat yang harus dipenuhi (Mc Shane dan Roess, 1990), yaitu:
1. Jarak antar simpang yang dikoordinasikan tidak lebih dari 800 meter.
Jika lebih dari 800 meter maka kordinasi sinyal tidak akan efektif lagi.
2. Semua sinyal harus mempunyai panjang waktu siklus (cycle time)
yang sama.
3. Umumnya digunakan pada jaringan jalan utama (arteri, kolektor) dan
juga dapat digunakan untuk jaringan jalan yang berbentuk grid.
4. Terdapat sekelompok kendaraan (platoon) sebagai akibat lampu lalu
2.7 Teori Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997)
2.7.1 Karakteristik Sinyal Lalu Lintas
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah)
diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang
saling bertentangan dalam dimensi waktu.
1. Fase Sinyal
Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama,
yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar.
Menurut MKJI, 1997 Jika fase sinyal tidak diketahui, maka
pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar.
Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan
berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok
melebihi 200 kend/jam.
2. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang
Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua antara dua
fase yang berurutan, arti dari keduanya sebagai berikut ini:
a. Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di
b. Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal
merah menyala bersamaan dalam semua pendekat yang
dilayani oleh dua fase sinyal yang berurutan. Fungsi dari
waktu merah semua adalah memberi kesempatan bagi
kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal
kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan
kendaraan pertama dari fase berikutnya (melewati garis henti
pada akhir sinyal hijau) pada titik yang sama perhitungan
merah semua.
(Sumber: MKJI, 1997)
max
Dengan :LEV, LAV= Jarak garis henti ke titik konflik
masing-masing kendaraan yang berangkat dan
yang datang (m)
IEV = Panjang kendaraan yang berangkat (m)
VEV,VAV = Kecepatan masing-masing untuk
kendaraan yang berangkat dan yang
datang (m/det)
Nilai-nilai untuk VEV,VAV dan IEV tergantung pada komposisi lalu
lintas dan kondisi kecepatan pada lokasi. Nilai untuk sementara bagi
kendaraan di Indonesia adalah sebagai berikut :
VAV = 10 m/det (kendaraan bermotor)
Waktu hilang (lost time) adalah jumlah semua periode antar hijau
dalam siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat diperoleh dari beda
antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase.
LTI = Σ (semua merah + kuning)
Ketentuan waktu antar hijau berdasarkan ukuran simpang menurut
MKJI (1997) dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Waktu Antar Hijau.
Ukuran Simpang Lebar jalan Rata-rata Nilai normal waktu antar hijau
Kecil 6 - 9 m 4 detik/fase
Sedang 10 - 14 m 5 detik/fase
Besar > 15 m > 6 detik/fase
(Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 43)
3. Waktu Siklus dan Waktu Hijau
Waktu siklus adalah urutan lengkap dari indikasi sinyal (antara dua
saat permulaan hijau yang berurutan di dalam pendekat yang sama). Waktu
siklus yang paling rendah akan menyebabkan kesulitan bagi pejalan kaki
untuk menyebrang, sedangkan waktu siklus yang lebih besar menyebabkan
memanjangnya antrian kendaraan dan bertambahnya tundaan, sehingga akan
mengurangi kapasitas keseluruhan simpang.
a. Waktu siklus sebelum penyesuaian
. . .
(2.1)
Dengan : Cua = Waktu siklus sebelum penyesuaian
LTI = Waktu hilang total per siklus
Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 59)
b. Waktu hijau (gi)
Waktu hijau untuk masing-masing fase :
gi = (Cua-LTI) x PRi (detik) . . . (2.2)
Dengan : gi = Tampilan waktu hijau pada fase i
PRi = Rasio fase FR / ΣFR
Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 60)
c. Waktu siklus yang disesuaikan (c)
c = Σg+ LTI (detik) . . . .(2.3)
Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 60)
2.7.2 Arus Jenuh Lalu lintas
Arus lalu lintas untuk setiap gerakan (belok kiri, lurus, dan belok
kanan) dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan mobil penumpang
(smp) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp)
untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Nilai konversi untuk
setiap jenis kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut.
Tabel 2.2 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang.
Jenis Kendaraan Terlindung Terlawan
Kendaraan ringan (LV) 1 1
Kendaraan berat (HV) 1.3 1.3
Sepeda motor (MC) 0.2 0.4
Rumus yang digunakan dari MKJI (1997) untuk menghitung arus
jenuh lalu lintas adalah sebagai berikut :
1. Menentukan arus jenuh dasar (So) untuk setiap pendekat, untuk
pendekat tipe P (arus terlindung).
So = 600 x We. . . (2.4)
dengan : We = Lebar efektif
Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 49)
2. Menghitung nilai arus jenuh S yang dinyatakan sebagai hasil
perkalian dari arus jenuh dasar untuk keadaan standar, dengan faktor
penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari
suatu kondisi-kondisi yang telah ditetapkan :
S = SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT . . . (2.5)
Sumber : MKJI, 1997 (Hal: 2 – 56)
Dengan : SO = Arus jenuh dasar
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FSF = Faktor penyesuaian tipe lingkungan
jalan, hambatan samping, dan
kendaraan tak bermotor
FP = Faktor penyesuaian parkir
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
FLT = Faktor penyesuaian belok kiri
Dengan nilai faktor penyesuaian sebagai berikut ini.
a. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS)
Faktor penyesuaian ini dibagi menjadi 5 macam menurut
jumlah penduduk dan diperoleh dari tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota.
Ukuran kota Jumlah penduduk Faktor penyesuaian
(cs) (juta) ukuran kota (FCS)
b. Faktor penyesuaian hambatan samping (FSF)
Faktor penyesuaian hambatan samping ditentukan dari tabel
2.4 sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat
hambatan samping dan rasio kendaraan tak bermotor seperti
Tabel 2.4 Faktor Hambatan Samping Fase Terlindung (FSF)
Tipe Hambatan Rasio Kendaraan Tak Bermotor
Lingkungan Samping 0 0.05 0.1 0.15 0.2 > 0.25
c. Faktor penyesuaian parkir (FP)
Faktor penyesuain parkir dapat dihitung dari rumus berikut,
yang mencakup pengaruh panjang waktu hijau :
Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 54)
d. Faktor penyesuaian belok kanan (FRT)
Faktor penyesuain belok kanan ditentukan sebagai fungsi dari
FRT = 1,0 + PRT x 0,26
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 55)
e. Faktor penyesuaian belok kiri (FLT)
Faktor penyesuain belok kiri dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (hanya berlaku untuk pendekat tipe
terlindung (P) tanpa LTOR):
FLT = 1,0 – PLT x 0,16
Sumber : MKJI,1997 (2 – 56)
3. Rasio kendaraan belok kiri (PLT), dan rasio belok kanan dihitung
dengan menggunakan rumus :
4. Rasio kendaraan tak bermotor (PUM) dihitung dengan membagi arus
kendaraan bermotor (QUM) kend/jam dengan arus kendaraan bermotor
(QMV) kend/jam
2.7.3 Kapasitas.
Kapasitas pada persimpangan didasarkan pada konsep dan angka arus
angka maksimum arus yang dapat melewati pendekat pertemuan jalan
menurut kontrol lalu lintas yang berlaku dan kondisi jalan Satuation Flow
dinyatakan dalam unit kendaraan per jam pada waktu lampu hijau, di mana
hitungan kapasitas masing-masing lengan pendekat adalah :
C = S x (smp/jam) . . .
dan derajat kejenuhan masing-masing diperoleh dari :
Panjang Antrian adalah panjang antrian kendaraan dalam suatu
pendekat dan antrian dalam jumlah kendaraan yang antri dalam suatu
pendekat (kendaraan,smp).
Untuk menghitung jumlah antrian smp (NQ1) :
1. Untuk DS > 0.5 maka :
. . .
. (2.8)
Dengan :
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (smp)
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 - 64)
2. Untuk DS ≤ 0.5 maka NQ1 = 0
Untuk menghitung antrian smp yang datang selama fase merah (NQ2) :
. . .
Qmasuk = arus lalu lintas pada tempat masuk luar LTOR (smp/jam)
Penyesuaian arus:
Angka henti (NS) masing-masing pendekat :
. . . (2.13)
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 67)
Jumlah kendaraan terhenti (Nsv) masing-masing pendekat:
Nsv = Q × Ns (smp/jam) . . . (2.14)
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 67)
Angka henti seluruh simpang:
. .. . .
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 67)
2.7.5 Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk
melewati simpang bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang.
1. Menghitung tundaan lalu lintas
Tundaan lalu lintas rata-rata untuk setiap pendekat akibat pengaruh
timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang
berdasarkan MKJI,1997 sebagai berikut :
. . .
(2.16)
Dengan :DT = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j
C = Waktu siklus yang disesuaikan (det)
. . .
(2.17)
A = Konstanta
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 68)
Tundaan geometri untuk masing-masing pendekat akibat pengaruh
perlambatan dan percepatan ketika menunggu giliran pada suatu
simpang atau ketika dihentikan oleh lampu merah.
DGj = (1-Psv) x Pt x 6 + (Psvx4) (det/smp) . . . (2.18)
Dengan : DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat (NSi)
Pt = Rasio kendaraan berbelok pada pendekatan
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 69)
3. Menghitung tundaan geometrik gerakan belok kiri langsung (LTOR).
Tundaan lalu lintas dengan belok kiri langsung (LTOR) diasumsikan
tundaan geometrik rata-rata = 4 detik untuk perencanaan.
4. Menghitung tundaan rata-rata (det/jam)
Tundaan rata-rata dihitung dengan menjumlahkan tundaan lalu lintas
(DT) dan tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat j (DGj)
5. Menghitung tundaan total
Tundaan total dalam detik dengan mengalihkan tundaan rata-rata
dengan arus lalu lintas.
6. Menghitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1)
Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) dihitung dengan
membagi jumlah nilai tundaan dengan jumlah arus total (Qtot) dalam
. . .
(2.19)
Sumber : MKJI,1997 (Hal : 2 – 69)
Tundaan rata-rata dapat digunakan sebagai indikator tingkat
pelayanan dari masing-masing pendekat demikian juga dari suatu
simpang secara keseluruhan.
2.7.6 Level Of Service
Pengklarifikasian Level Of Service didasarkan atas load faktor setiap
delay kendaraan yang lewat persimpangan, yang tergantung pada cycle time
yang pendek menghasilkan LOS yang tinggi, sebab cycle time yang pendek
menghasilkan delay yang kecil dari pada kapasitas jalan.
Faktor yang mempengaruhi Level Of Service (LOS) adalah :
1. Kecepatan dan waktu perjalanan.
2. Hambatan-hambatan lalu lintas.
3. Kebebasan mobil bergerak.
4. Kemudahan dan kenyamanan pengemudi.
5. Biaya operasional kendaraan
6. Keamanan.
Tabel 2.5 Harga Delay Standar Untuk Simpang Bersinyal.
LOS DELAY (detik/smp)
A < 5
B 5.1 - 15
C 15.1 - 25
D 25.1 - 40
E 40.1 - 60
F > 60
(Sumber :Rekayasa Lalu Lintas)
BAB III
3.1 Prinsip Umum
Metodologi untuk evaluasi simpang bersinyal menggunakan
prinsip-prinsip yang terdapat dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997
dari rata-rata kinerja pada arus maksimum atau arus-arus besar (mayor) pada
setiap simpangnya.
3.2 Jenis Data
Data-data yang dibutuhkan dalam kasus kali ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei lapangan, sedangkan
data sekunder didapat dari instansi terkait dan data penelitian lainnya yang
berhubungan dengan ruas jalan tersebut.
3.2.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pengamatan di
lokasi penelitian pada keempat simpang, yang meliputi:
1. Volume kendaraan yang melewati setiap lengan simpang, di mana
dalam hal ini dilakukan pencatatan kendaraan berdasarkan jenis dan
arah pergerakan.
2. Jumlah fase dan waktu sinyal pada masing-masing simpang.
3. Kondisi geometrik, pembagian jalur, dan jarak antar simpang.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa instansi
terkait dan dari beberapa penelitian tentang ruas jalan yang distudi
sebelumnya. Data-data sekunder tersebut berupa data geometrik jalan dan
jarak antar simpang sebagai pembanding dengan hasil survei lapangan dan
data jumlah penduduk kota.
3.3 Pengambilan Data Primer
Pengambilan data primer dilakukan dengan melakukan pencatatan dan
pengamatan langsung dilapangan. Berikut diuraikan beberapa metode
pengambilan data yang dibutuhkan.
3.3.1 Volume Kendaraan
Untuk mendapatkan volume kendaraan, diharapkan survei dilakukan
dengan serentak pada semua simpang. Berikut ini beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam survei volume kendaraan.
1. Waktu survei
Hari yang diambil untuk melakukan survei adalah satu hari sibuk hari Senin
16 Agustus 2010. Dalam hal ini terdapat tiga pembagian waktu survei
penelitian dalam sehari, perhitungan dilakukan per 15 menit yaitu:
• Pagi (06.00-08.00) WIB
• Siang (12.00-14.00) WIB
Dalam menentukan waktu survei, terdapat beberapa kondisi tertentu
yang harus dihindari, yaitu:
a. Libur, mogok kerja, pekan raya, kunjungan pejabat negara, dan acara
khusus yang dapat mempengaruhi ruas jalan studi.
b. Cuaca yang tidak normal.
c. Halangan di jalan seperti kecelakaan dan perbaikan jalan.
3.4 Tahap Pembahasan
Analisis evaluasi dan pengolahan dilakukan berdasarkan data yang
telah diperoleh, selanjutnya dikelompokkan sesuai dengan identifikasi jenis
permasalahan sehingga diperoleh analisis pemecahan masalah yang efektif
dan terarah. Tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data dari kinerja
lalu lintas di persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan Jenderal S.
Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin Sidoarjo.
3.5 Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian simpang bersinyal mulai dari awal hingga laporan
Gambar 3.1 Bagan Alur Proses Penelitian. Start
Perumusan Masalah Survei Lokasi
Survei Data
Data Primer :
‐ Data Volume Lalu
Lintas
‐ Data Waktu Siklus
Data Sekunder :
‐ Data LHR
‐ Data Geometrik
Jalan
‐ Data Jumlah
Analisa Data
Kesimpulan Dan Saran
BAB IV
ANALISA DATA PERENCANAAN
4.1 Analisa Regresi
Analisa regresi digunakan untuk mengetahui peramalan, dimana dalam
permodelan tersebut ada dua buah variabel yaitu variabel dependent (tidak bebas)
dan variabel independent (bebas). Dalam tugas akhir ini menggunakan metode
regresi linear untuk meramalkan pertumbuhan kendaraan bermotor dimasa
mendatang. Adapun variabel yang digunakan adalah variabel dependent yaitu jumlah
kendaraan bermotor dan variabel independent yaitu jumlah penduduk. Bentuk umum
dari persamaan regresi linear adalah sebagai berikut:
Keterangan:
n = Jumlah data pengamatan
x = Variabel bebas
y = Variabel terikat
r = Koefisien korelasi (-1 < r > 1)
(Sumber :Pengantar Statistika& Metode Aplikasi Peramalan)
Berikut ini adalah data jumlah penduduk dan jumlah kendaraan dari tahun
terdahulu yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini:
Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan Bermotor di Sidoarjo.
Jumlah kendaraan Jenis kendaraan
2005 2006 2007 2008 2009 Sepeda Motor
(MC) 3744030 3931231 4127792 5410473 6680996
Kendaraan Ringan
(LV) 737651 774533 813259 853291 895987
Kendaraan berat
(HV) 483942 508139 533545 560222 588233
(Sumber : Dispenda Jatim)
Tabel 4.2 Jumlah Kendaraan Tak Bermotor di Sidoarjo.
Jumlah kendaraan Jenis kendaraan
2005 2006 2007 2008 2009 Kendaraan Tak
Bermotor (UM) 3424 3596 3775 3963 4161
Gambar 4.1 Grafik PertumbuhanKendaaan Kabupaten Sidoarjo.
T abel
4.3 Data Jumla
h
Penduduk Kabupaten Sidoarjo.
(Sumber : BPS Sidoarjo Jatim)
Tahun Jumlah penduduk
Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Sidoarjo.
4.2 Perhitungan Regresi
4.2.1 Pertumbuhan Sepeda Motor (MC)
X Y No
(Tahun) (kendaraan) X . Y X
2
Y2
Tabel 4.4 Perhitungan Regresi Sepeda Motor.
Dengan data-data perhitungan LHR tersebutdapat dibuat persamaan umum
regresi linear adalah :
Didapatkan persamaan y = 334834 + 735317,4 . X
Tabel 4.5 Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Sepeda Motor (MC)
Sampai Tahun Rencana 2014.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
2 6 3.931.231 23.587.386 36 1.54467E+13
3 7 4.127.792 28.894.544 49 1.70386E+13
4 8 5.410.473 43.283.784 64 2.92732E+13
5 9 6.680.996 60.128.964 81 4.46357E+13
∑ 35 23.894522 174.614.828 255 1.20412E+14
X Y (Tahun) (Kendaraan)
Dari tabel 4.5 didapatkan jumlah sepeda motor pada tahun 2014 adalah
sebesar 10. 629.272.
Gambar 4.3 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Sepeda Motor (MC)
Sampai Tahun Rencana 2014.
Untuk mengetahui prosentase pertumbuhan maka menggunakan rumus :
Dimana :
P = Jumlah sepeda motor tahun existing
n = Jumlah tahun yang direncanakan
i = Faktor pertumbuhan
Maka prosentase pertumbuhan sepeda motor untuk 5 tahun kedepan adalah :
10629272 = 7688004 (1 + i) 5
4.2.2 Pertumbuhan Kendaraan Ringan (LV)
Tabel 4.6 Perhitungan Regresi Kendaraan Ringan.
X Y No
(Tahun) (kendaraan) X . Y X
2
Y2
1 5 737.651 3.688.255 25 5.44128E+11
2 6 774.533 4.647.198 36 5.99901E+11
3 7 813.259 5.692.813 49 6.61390E+11
4 8 853.291 6.826.328 64 7.28105E+11
5 9 895.987 8.063.883 81 8.02792E+11
Dengan data-data perhitungan LHR tersebut dapat dibuat persamaan umum
regresi linear adalah :
Didapatkan persamaan y = 538143.2+ 39543 . X
Tabel 4.7 Perkiraan Pertumbuhan Kendraan Ringan (LV)
Sampai Tahun Rencana 2014.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
X Y (Tahun) (Kendaraan)
Dari tabel 4.7 didapatkan jumlah kendaraan ringan pada tahun 2014 adalah
sebesar 1.091.745
Gambar 4.4 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Ringan (LV)
Sampai Tahun Rencana 2014.
Untuk mengetahui prosentase pertumbuhan maka menggunakan rumus :
Dimana :
F = Jumlah kendaraan ringan tahun rencana
n = Jumlah tahun yang direncanakan
i = Faktor pertumbuhan
Maka prosentase pertumbuhan kendaraan ringan untuk 5 tahun kedepan
adalah
1091745 = 933573 (1 + i) 5
4.2.3 Pertumbuhan Kendaraan Berat (HV)
Tabel 4.8 Perhitungan Regresi Kendaraan Berat.
Dengan data-data perhitungan LHR tersebut dapat dibuat persamaan umum
regresi linear adalah :
Didapatkan persamaan y = 352350.7 + 26066.5 . X
Tabel 4.9 Perkiraan Pertumbuhan Kendraan Berat (HV)
Sampai Tahun Rencana 2014.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Dari tabel 4.9 didapatkan jumlah kendaraan berat pada tahun 2014 adalah
sebesar 717.274
X Y (Tahun) (Kendaraan)
Gambar 4.5 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Berat (HV)
Sampai Tahun Rencana 2014.
Untuk mengetahui prosentase pertumbuhan maka menggunakan rumus :
Dimana :
F = Jumlah kendaraan berat tahun rencana
P = Jumlah kendaraan berat tahun existing
n = Jumlah tahun yang direncanakan
Maka prosentase pertumbuhan kendaraan berat untuk 5 tahun kedepan adalah
717274 = 613010 (1 + i) 5
4.2.4 Pertumbuhan Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Tabel 4.10 Perhitungan Regresi Kendaraan Tak Bermotor.
Dengan data-data perhitungan LHR tersebut dapat dibuat persamaan umum
regresi linear adalah :
X Y No
(Tahun) (kendaraan) X . Y X
2
Y2
1 5 3.424 17.120 25 11.723.776
2 6 3.596 21.576 36 12.931.216
3 7 3.775 26.425 49 14.250.625
4 8 3.963 31.704 64 15.705.369
5 9 4.161 37.449 81 173.13.921
Didapatkan persamaan y = 2495.1 + 184.1 . X
Tabel 4.11 Perkiraan Pertumbuhan Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Sampai Tahun Rencana 2014.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Dari tabel 4.11 didapatkan jumlah kendaraan tak bermotor pada tahun 2014
adalah sebesar 5.071
X Y (Tahun) (Kendaraan)
Gambar 4.6 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Kendaraan
Tak Bermotor Sampai Tahun Rencana 2014.
Untuk mengetahui prosentase pertumbuhan maka menggunakan rumus :
Dimana :
F = Jumlah kendaraan tak bermotor tahun rencana
P = Jumlah kendaraan tak bermotor tahun existing
n = Jumlah tahun yang direncanakan
Maka prosentase pertumbuhan kendaraan tak bermotor untuk 5 tahun
kedepan adalah
5071 = 4335 (1 + i) 5
4.2.5 Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Tabel 4.12 Perhitungan Regresi Jumlah Penduduk.
Dengan data-data perhitungan jumlah penduduk tersebut dapat dibuat
persamaan umum regresi linear adalah :
X Y No
(Tahun) (kendaraan) X . Y X
2
Y2
1 5 1.488.939 744469 25 2.21694E+12
2 6 1.480.578 8883468 36 2.19211E+12
3 7 1.514.750 10603250 49 2.2944E+12
4 8 1.801.187 14409496 645 3.24427E+12
5 9 1.964.761 17682849 81 3.86029E+12
Didapatkan persamaan y = 759466 + 127225.3 . X
Tabel 4.13 Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Sampai TahunRencana 2014.
X Y (Tahun) (Kendaraan)
2010 2.031.716 2011 2.158.941 2012 2.286.166 2013 2.413.391 2014 2.540.616 (Sumber : Hasil Perhitungan)
Dari tabel 4.13 didapatkan jumlah penduduk pada tahun 2014 adalah sebesar
Gambar 4.7 Grafik Perkiraan Pertumbuhan Jumlah Penduduk
Sampai Tahun Rencana 2014.
Untuk mengetahui prosentase pertumbuhan maka menggunakan rumus :
Dimana :
F = Jumlah penduduk tahun rencana
P = Jumlah penduduk tahun existing
n = Jumlah tahun yang direncanakan
Maka prosentase pertumbuhan jumlah penduduk untuk 5 tahun kedepan
adalah :
2540616 = 2031716 (1 + i) 5
Dari hasil analisa faktor pertumbuhan masing-masing dari semua jenis
kendaraan dapat dilihat dari tabel 4.14 dibawah ini :
Tabel 4.14 Prosentase Pertumbuhan Kendaraan Sampai Tahun 2014.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
4.2.6 Data Volume Kendaraan
Jenis kendaraan Faktor pertumbuhan 2014
Sepeda motor (MC) 6.7 %
Kendaraan ringan (LV) 3 %
Kendaraan berat (HV) 3.2 %
Dengan menggunakan analisa regresi didapatkan faktor pertumbuhan
kendaraan pada tahun 2014, sehingga volume kendaraan yang merupakan
volume puncak pada masing-masing pendekatan pada tahun 2014 dapat
diketahui. Contoh perhitungan angka pertumbuhan sepeda motor pada arah
pendekatan Selatan ST (Jalan Raya Gedangan) pada akses kendaraan puncak
pagi hari pada tahun 2014 adalah :
Faktor Pertumbuhan Sepeda Motor Pada Tahun 2014 :
= Angka Pertumbuhan 2014 x Jumlah Sepeda Motor + Jumlah Sepeda Motor
= 0.067 x 5942 + 5942 6340 kend/jam
Tabel. 4.15 Data Volume Kendaraan Bermotor Tahun 2010
(Sumber : Hasil Survei)
Akses Kendaraan Pagi
Akses Kendaraan
Siang Akses Kendaraan Sore Arah Jenis
Pukul 06.00-08.00 Pukul 12.00-14.00 Pukul 16.00-18.00 Pendekatan Kendaraan
Keterangan :
- LTOR : Belok Kiri Langsung (indeks untuk lalu lintas belok kiri yang diijinkan
lewat pada saat lampu merah)
- LT : Belok Kiri (indeks untuk lalu lintas belok kiri)
- RT : Belok Kanan (indeks untuk lalu lintas yang belok ke kanan)
- ST : Lurus (indeks untuk lalu lintas yang lurus)
Tabel. 4.16 Data Volume Kendaraan Tak Bermotor Tahun 2010
Akses Kendaraan
Pukul 06.00-08.00 Pukul 12.00-14.00 Pukul 16.00-18.00
S. Parman
Tabel. 4.17 Data Volume Kendaraan Tahun 2014
(Sumber : Hasil Perhitungan Regresi)
Akses Kendaraan
Pukul 06.00-08.00 Pukul 12.00-14.00 Pukul 16.00-18.00 Pendekatan Kendaraan
Tabel. 4.18 Data Volume Kendaraan Tak Bermotor Tahun 2014
Pukul 06.00-08.00 Pukul 12.00-14.00 Pukul 16.00-18.00
Kendaraan LTOR/ LTOR/ RT LTOR/
(Sumber : Hasil Perhitungan Regresi)
4.3 Analisa Data
Perhitungan diambil dari persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan
Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin pada jam
puncak.
1. Data Geometrik
Data geometrik persimpangan Jalan Raya Gedangan – Jalan Letnan
Jenderal S. Parman – Jalan Raya Ketajen – Jalan KH. Mukmin dapat
dilihat pada tabel 4.19
Lebar (m) Pendekatan
Pendekatan Masuk LTOR Keluar
Jalan Raya Gedangan 8.5 8.5 4 8.5
Jalan Letnan Jenderal
S. Parman 8.5 8.5 3.5 8.5
Jalan Raya Ketajen 10 10 4 10
Jalan KH. Mukmin 7.5 7.5 3 7.5
(Sumber : Hasil Survei)
2. Analisa Data Dengan Waktu Siklus Hasil Survei Dilapangan.
Perhitungan dilakukan untuk mengetahui apakah dengan waktu siklus
yang ada dilapangan masih memenuhi persyaratan derajat kejenuhan
< 0.75. Berikut adalah data waktu yang diperoleh dari hasil survei :
Tabel 4.20 Waktu Siklus Dari Hasil Survei Dilapangan.
Jalan Raya
Jalan Letnan Jenderal Gedangan S. Parman
Jalan Raya
4.3.1 Data Perhitungan Survei
Menurut hasil data survei yang diambil pada tahun existing 2010, jumlah arus
lalu lintas cukup tinggi terutama pada lengan Utara dan lengan Selatan.
Jumlah arus Q yang masuk dan keluar lengan sangat besar dan akan terjadi
kenaikan kapasitas jalan seperti dibawah ini :
a. Keluar dari lengan Timur = 583 smp/jam (lihat lampiran 5.1)
b. Keluar dari lengan Barat = 304 smp/jam (lihat lampiran 5.1)
c. Keluar dari lengan Selatan = 2101 smp/jam (lihat lampiran 5.1)
d. Keluar dari lengan Utara = 2044 smp/jam (lihat lampiran 5.1)
Berikut ini adalah contoh perhitungan dengan menggunakan waktu siklus
hasil survei dengan menggunakan arus lalu lintas yang padat pada lengan
pendekatan arah Selatan Q = 2101 smp/jam dengan puncak pagi tahun
existing 2010 yaitu :
A. Perhitungan Waktu Sinyal.
1. Arus Jenuh Dasar (So)
Arus jenuh dasar merupakan awal hitungan untuk
mendapatkan nilai kapasitas pada setiap lengan.
- Contoh perhitungan arus jenuh dasar pada lengan
Selatan, We = 8.5 m
So = 600 x 8.5 = 5100 m
Selanjutnya besarnya arus jenuh dasar setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.21
T
Perhitungan Arus Jenuh Dasar.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
dekatan Masuk LTOR Keluar
2. Faktor Koreksi Penyesuaian
Untuk memperoleh nilai arus jenuh dasar yang
disesuaikan, maka nilai arusjenuh dasar dikalikan terlebih
dahulu dengan faktor koreksi terhadap ukuran kota (FCS),
hambatan samping (FSF), kelandaian (FG), parkir (FP),
koreksi belok kanan (FRT) maupun koreksi belok kiri (FLT)
seperti terlihat pada tabel 4.22
Nilai Arus Jenuh yang disesuaikan dihitung dengan
menggunakan rumus :
S = So x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT
S pada lengan Selatan adalah 4696 smp/jam
Selanjutnya besarnya faktor koreksi penyesuaian pada
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.22
Tabel 4.22 Perhitungan Nilai Arus Jenuh
3. Perbandingan Arus Lalu Lintas dengan Arus Jenuh (FR)
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.22 dapat diperoleh nilai
rasio arus (FR) dan nilai rasio fase, maka dapat diperoleh
Rasio Arus Simpang (IFR)
Contoh perhitungan perbandingan arus lalu lintas dengan
arus jenuh (FR) pada arah pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan rasio arus :
FR = 0.43
- Contoh perhitungan arus simpang :
- Contoh perhitungan rasio fase :
Selanjutnya besarnya kapasitas dan derajat kejenuhan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.23
Tabel 4.23 Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase
Kode Q S
Pendekatan (smp/jam) (smp/jam hijau)
(Sumber : Hasil Perhitungan)
4. Perhitungan Waktu Siklus Penyesuaian dan Waktu Hijau
Dengan rumus (2.3), waktu siklus yang disesuaikan (c)
berdasarkan waktu hijau yang telah diperoleh dan waktu
hilang (LTI) , diperoleh nilai :
Waktu Hijau :
g = 90 detik (hasil survei)
Waktu Siklus Penyesuaian :
c = Σg + LTI
c = 240 + 17 = 257 detik
Dengan menggunakan rumus (2.3), waktu hijau dapat
diperoleh dalam tabel 4.24
Tabel 4.24 PerhitunganWaktu Hijau
S 2101 4696 0.43 0.42
U 2044 4553 0.43 0.42
T 583 5357 0.10 0.09
B 304 3976 0.06 0.06
IFR = ∑ FRCRIT 1.02
(Sumber : Hasil Survei)
5. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
Hitungan kapasitas tiap lengan tergantung pada rasio
waktu hijau dan arus jenuh yang disesuaikan. Rumus yang
digunakan adalah rumus (2.6) dan (2.7).
- Contoh perhitungan kapasitas (C) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
C = S x g/c S pada lengan Selatan = 4696 smp/jam
- Contoh perhitungan derajat kejenuhan (DS) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
Selanjutnya besarnya kapasitas dan derajat kejenuhan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.25
Tabel 4.25 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
(Sumber : Hasil Perhitungan)
6. Tingkat Kinerja
- Jumlah kendaraan antri (NQ) merupakan jumlah dari
kendaraan yang tersisa pada fase sebelumnya (NQ1)
dengan jumlah kendaraan yang datang saat lampu
merah (NQ2). Dari rumus (2.8), (2.9), dan (2.11)
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ1) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ2) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
- C
ontoh perhitungan jumlah antrian (NQ) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
Selanjutnya besarnya jumlah antrian setelah perencanaan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.26
Tabel 4.26 Perhitungan Jumlah Antrian Setelah Perencanaan.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Arah Q C DS NQ1 NQ2 NQ
Pen-
dekat smp/jam smp/jam smp smp smp
S 2101 3288 0.64 0.35 125 125.35
U 2044 3189 0.64 0.38 122 122.38
a. Antrian (NQ) merupakan jumlah kendaraan yang antri
dalam suatu pendekat. Nilai NQ yang diperoleh setelah
dilakukan perencanaan ulang menjadi lebih kecil sebelum
dilakukannya perencanaan ulang. Panjang antrian (QL)
dihitung dengan rumus (2.12).
- Contoh perhitung antrian (QL) pada arah pendekatan
lengan Selatan :
Selanjutnya besarnya jumlah antrian setelah perencanaan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.27
Tabel 4.27 Perhitungan Panjang Antrian Setelah Perencanaan.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
b. Rasio Kendaraan Terhenti (NS) dan Jumlah Kendaraan
Terhenti (NSV)
Kendaraan dalam antrian dapat mengalami dua kondisi,
yaitu satu kali dan terhenti berulang-ulang lebih dari satu
kali. Rasio kendaraan terhenti (NS) dihitung dengan
menggunakan rumus (2.13)
- Contoh perhitungan rasio kendaraan terhenti (NS) pada
arah pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan jumlah kendaraan terhenti (NSV)
pada arah pendekatan lengan Selatan :
Selanjutnya besarnya rasio kendaraan terhenti dan jumlah
kendaraan terhenti setelah perencanaan setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.28
Tabel 4.28 Perhitungan Rasio Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti Setelah Perencanaan
Arah c Q NQ NS NSV
Pen- smp/ smp/ smp/
Dekatan detik jam smp jam jam
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Angka henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti
perkendaraan. Nilai angka henti total seluruh simpang
dihitung dengan menggunakan rumus (2.15)
c. Tundaan (Delay)
Tundaan lalu lintas rata-rata (DT) tiap pendekat dihitung
dengan menggunakan rumus (2.16), tundaan geometrik
rata-rata (DG) masing-masing pendekat dihitung dengan
rumus (2.18), tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah
jumlah dari tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan
geometrik masing-masing pendekat dihitung dengan rumus
(2.19)
U 2044 122.38 0.75 1543
T 583 39 0.84 488
B 304 20 0.3 252
Contoh perhitungan tundaan lalu lintas pada arah
pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)
pada arah pendekatan lengan Selatan :
;
A ;
- Contoh perhitungan tundaan geometrik rata-rata (DG)
pada arah pendekatan lengan Selatan :
DGj = (1-Psv) x Pt x 6 + (Psvx4) ;
Tundaan simpang rata-rata pada lengan Selatan diperoleh
dengan menggunakan rumus (2.19)
(LOS F)
Selanjutnya besarnya tundaan kendaraan setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.29
Tabel 4.29 Perhitungan Tundaan.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Dari perhitungan dapat disimpulkan kondisi siklus waktu real
yang terjadi dilapangan kondisi persimpangan memenuhi
persyaratan dengan derajat kejenuhan DS < 0.75,tetapi tingkat
kenyamanan dari persimpangan tersebut dengan tingkat
layanan jalan rata-rata LOS F tidak memenuhi persyaratan
tingkat kenyamanan. Hal ini berarti kondisi lalu lintas jenuh,
tingkat kenyamanan persimpangan yaitu arus yang melewati
Arah Q D =
Pen- smp/ DT DG DT +
DG
D x Q
Dekatan jam det/smp det/smp det/smp smp.det
S 2101 70 5 75 157575
U 2044 70 4 74 151256
T 583 105 4 108 63547
B 304 105 4 108 32940
persimpangan dipaksa (forced flow) serta sering terjadi
kemacetan total. Dengan ini perlu dilakukan kembali
perencanaan ulang pengurangan waktu sinyal pada
masing-masing lengan.
B. Perhitungan Perencanaan Ulang Waktu Siklus Diperkecil.
Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
kinerja dari simpang bersinyal pada Jalan Raya Gedangan –
Jalan Letnan Jenderal S. Parman – Jalan Ketajen Raya – Jalan
KH. Mukmin Sidoarjo dengan menggunakan arus lalu lintas
dari hasil survei di lapangan.
I. Pengurangan Waktu Sinyal.
Contoh perhitungan persimpangan dengan menggunakan Q =
2101 pada data pendekatan Selatan jam puncak pagi pada
tahun existing 2010 direncanakan pengurangan waktu siklus
masing-masing arah lengan adalah sebagai berikut :
1. Arus Jenuh Dasar (So)
Arus jenuh dasar merupakan awal hitungan untuk
mendapatkan nilai kapasitas pada setiap lengan.
So = 600 x Wefektif (smp/jam)
- Contoh perhitungan arus jenuh dasar pada lengan
Selatan We = 8.5 m
Selanjutnya besarnya arus jenuh dasar setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.30
T
(Sumber : Hasil Perhitungan)
2. Faktor Koreksi Penyesuaian
Arah Lebar (m) Arus Lalu
Lintas Pen-
Dekatan
Pen-
dekatan Masuk LTOR Keluar
Untuk memperoleh nilai arus jenuh dasar yang
disesuaikan, maka nilai arus jenuh dasar dikalikan terlebih
dahulu dengan faktor koreksi terhadap ukuran kota (FCS),
hambatan samping (FSF), kelandaian (FG), parkir (FP),
koreksi belok kanan (FRT) maupun koreksi belok kiri (FLT)
seperti terlihat pada tabel 4.31
Nilai Arus Jenuh yang disesuaikan dihitung dengan
menggunakan rumus :
S = So x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT
S pada lengan Selatan adalah 4696 smp/jam
Selanjutnya besarnya faktor koreksi penyesuaian pada
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.31
Tabel 4.31 Perhitungan Nilai Arus Jenuh
(Sumber : Hasil Perhitungan)
3. Perbandingan Arus Lalu Lintas dengan Arus Jenuh (FR)
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.31 dapat diperoleh nilai
rasio arus (FR) dan nilai rasio fase, maka dapat diperoleh
Rasio Arus Simpang (IFR)
Contoh perhitungan perbandingan arus lalu lintas dengan
arus jenuh (FR) pada arah pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan rasio arus :
FR = 0.44
- Contoh perhitungan arus simpang :
- Contoh perhitungan rasio fase :
Selanjutnya besarnya kapasitas dan derajat kejenuhan
setiap pendekat disajikan pada Tabel 4.32
Tabel 4.32 Perhitungan Rasio Arus dan Rasio Fase
(Sumber : Hasil Perhitungan)
4. Perhitungan Waktu Siklus Penyesuaian dan Waktu Hijau
Dengan rumus (2.3), waktu siklus yang disesuaikan (c)
berdasarkan waktu hijau yang telah diperoleh dan waktu
hilang (LTI) , diperoleh nilai :
Waktu hijau : (direncanakan)
Waktu hijau = 25 det
g = 25 detik
Waktu Siklus Penyesuaian :
c = 66 detik
5. Kapasitas (C) dan Derajat Kejenuhan (DS)
Hitungan kapasitas tiap lengan tergantung pada rasio
waktu hijau dan arus jenuh yang disesuaikan. Rumus yang
digunakan adalah rumus (2.6) dan (2.7).
- Contoh perhitungan kapasitas (C) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
Pendekatan (smp/jam) (smp/jam hijau)
S 2101 4696 0.44 0.42
U 2044 4553 0.44 0.42
T 583 5357 0.10 0.09
B 304 3976 0.07 0.06
C = S x g/c S pada lengan Selatan = 4696 smp/jam
- Contoh perhitungan derajat kejenuhan (DS) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
= = 0.59
Selanjutnya besarnya kapasitas dan derajat kejenuhan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.33
Tabel 4.33 Perhitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan
6. Tingkat Kinerja
- Jumlah kendaraan antri (NQ) merupakan jumlah dari
kendaraan yang tersisa pada fase sebelumnya (NQ1)
dengan jumlah kendaraan yang datang saat lampu
merah (NQ2). Dari rumus (2.8), (2.9), dan (2.11)
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ1) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ2) pada arah
pendekatan lengan Selatan :
;
- Contoh perhitungan jumlah antrian (NQ) pada arah
Selanjutnya besarnya jumlah antrian setelah perencanaan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.34
Tabel 4.34 Perhitungan Jumlah Antrian Setelah Perencanaan.
(
Hasil Perhitungan)
a. Antrian (NQ) merupakan jumlah kendaraan yang antri
dalam suatu pendekat. Nilai NQ yang diperoleh setelah
dilakukan perencanaan ulang menjadi lebih kecil sebelum
dilakukannya perencanaan ulang. Panjang antrian (QL)
dihitung dengan rumus (2.12) dan Nilai NQMAX dengan
anggapan peluang untuk pembebanan (POL) sebesar 5 %
untuk langkah perencanaan, sehingga diperoleh hasil
perhitungan seperti pada contoh berikut ini :
- Contoh perhitungan antrian (QL) pada arah pendekatan
lengan Selatan :
Selanjutnya besarnya jumlah antrian setelah perencanaan
setiap pendekat disajikan pada tabel 4.35
Tabel 4.35 Perhitungan Panjang Antrian Setelah Perencanaan.
(Sumber : Hasil Perhitungan)
b. Rasio Kendaraan Terhenti (NS) dan Jumlah Kendaraan
Terhenti (NSV)
Kendaraan dalam antrian dapat mengalami dua kondisi,
yaitu satu kali dan terhenti berulang-ulang lebih dari satu
kali. Rasio kendaraan terhenti (NS) dihitung dengan
- Contoh perhitungan rasio kendaraan terhenti (NS) pada
arah pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan jumlah kendaraan terhenti (NSV)
pada arah pendekatan lengan Selatan :
Selanjutnya besarnya rasio kendaraan terhenti dan jumlah
kendaraan terhenti setelah perencanaan setiap pendekat
disajikan pada tabel 4.36
Tabel 4.36 Perhitungan Rasio Angka Henti dan Jumlah Kendaraan Terhenti Setelah Perencanaan
Arah c Q NQ NS NSV
Pen- smp/ smp/ smp/
Dekatan detik jam smp jam jam
S 2101 45 1.05 2206
U 2044 44 1.05 2145
T 583 13 1.52 558
B
66
(Sumber : Hasil Perhitungan)
Angka henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti
perkendaraan. Nilai angka henti total seluruh simpang
dihitung dengan menggunakan rumus (2.15)
c. Tundaan (Delay)
Tundaan lalu lintas rata-rata (DT) tiap pendekat dihitung
dengan menggunakan rumus (2.16), tundaan geometrik
rata-rata (DG) masing-masing pendekat dihitung dengan
rumus (2.18), tundaan rata-rata tiap pendekat (D) adalah
jumlah dari tundaan lalu lintas rata-rata dan tundaan
geometrik masing-masing pendekat dihitung dengan rumus
(2.19)
Contoh perhitungan tundaan lalu lintas pada arah
pendekatan lengan Selatan :
- Contoh perhitungan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)
pada arah pendekatan lengan Selatan :
;
A
;
- Contoh perhitungan tundaan geometrik rata-rata (DG)
pada arah pendekatan lengan Selatan :
DGj = (1-Psv) x Pt x 6 + (Psvx4) ;