• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN TABANAN

TENTANG

PERLINDUNGAN PEREMPUAN

DAN

ANAK KORBAN KEKERASAN

TAHUN 2015

(2)

TIM PENELITI

1. I Ketut Sudiarta.,SH.,MH

2. Ni Luh Gede Astariyani.,SH.,MH

3. Anak Agung Istri Ari Atu Dewi.,SH.,MH

(3)

KATA PENGANTAR

Negara memiliki kewajiban memberikan perlindungan kepada setiap warga negara sesuai dengan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa perempuan dan anak termasuk kelompok rentan yang cenderung mengalami kekerasan sehingga perlu mendapatkan perlindungan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya tanpa adanya diskriminasi.Kekerasan merupakan setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Selanjutnya Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat perempuan dan anak.

Dalam rangka mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Tabanan agar terhindar dari kekerasan, ancaman kekerasan, penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan, perlu dilakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dalam bentuk peraturan daerah.

Denpasar, 2 November 2015

(4)

ABSTRAK

Perempuan dan anak termasuk kelompok rentan yang cenderung mengalami kekerasan sehingga perlu mendapatkan perlindungan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia sehingga perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya tanpa adanya diskriminasi.Kekerasan merupakan setiap perbuatan secara melawan hukum dengan atau tanpa menggunakan sarana terhadap fisik dan psikis yang menimbulkan bahaya bagi nyawa, badan atau menimbulkan terampasnya kemerdekaan seseorang. Selanjutnya Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat perempuan dan anak.

(5)

DAFTAR ISI

Narasi Pengantar

……….

ii

Daftar Isi

……….

iv

Daftar Tabel

……….

Bab I Pendahuluan

A.

Latar Belakang ……….

1

B

Identifikasi Masalah……….

5

C.

Tujuan dan Kegunaan……….

6

D.

Metode………..

7

Bab II Kajian Teoritis

A.

Kajian Teoritis ………...

9

B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan

Penyusunan Norma ……….

14

C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi

yang ada, serta permasalahan yang dihadapi

masyarakat………..

18

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru

yang akan diatur dalam Peraturan Daerah terhadap

aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya

terhadap aspek beban keuangan daerah………..

19

Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan

Perundang-undangan Terkait

A. Kondisi Hukum Dan Satus Hukum Yang Ada... 21

B. Keterkaitan Dengan Peraturan Perundang-Undangan

Yang Lain...

24

(6)

Bab V. Jangkauan Arah Pengaturan Dan Ruang Lingkup

Materi Muatan Peraturan Daerah

A. Ketentuan Umum... 36

B. Materi Muatan Yang Akan Diatur... 37

Bab V Penutup

A. Simpulan... 38

B. Saran ...

39

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN:

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Data jumlah kekerasan terhadap perempuan, laki-laki

dan anak………. 1 Tabel 2 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5

UU 12/2011 dan Penjelasannya)……… 14

Tabel 3 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Yang Baik, Yang Bersifat Materiil (berdasarkan Pasal 6

ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan)…….. 15 Tabel 4 : Asas-asas Yang Melandasi Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga Dalm Pasal 3 UU KDRT………. 17 Tabel 5 : Jumlah pelaku dan korban kekerasan terhadap

perempuan, laki-laki dan anak 18

Tabel 6 : Keterkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan

yang lain ... 24

Tabel 7 : Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan

menurut Para Sarjana Indonesia ……….… 29 Tabel 8 : Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kabupaten Tabanan sebagai salah satu kabupaten di

Provinsi Bali belum memiliki Peraturan Daerah tentang

Perlindungan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan. Segala

bentuk kekerasan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan

kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk

diskriminasi. Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa: setiap orang

berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat, dan harta benda yang berada di bawah kekuasaannya,

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi.

Berdasarkan data jumlah korban kekerasan terhadap perempuan,

laki-laki dan anak di Kabupeten Tabanan sebagaimana dalam

tabel dibawah ini :

Tabel 1 : Data jumlah kekerasan terhadap perempuan, laki-laki dan anak

No Kesatuan Tahun Jumlah Korban KET

Perempuan

Laki-laki

Anak-anak

Polres Tabanan

2012 21 2 10

2013 17 3 11

2014 20 6 13

(9)

Tingginya angka kekerasan tersebut menunjukkan sangat

perlu pengaturan tentang Perlindungan terhadap korban

kekerasan. Dalam KUHP Bab XIV yaitu Pasal 285,286, 287,288

dan 297 pengaturan tersebut dimaksud lebih untuk mengatur

kesusilaan seseorang bukan melindungi perempuan yang menjadi

korban dari tindak pidana tersebut dan hanya mengatur

kekerasan yang berakibat perlakuan secara fisik.1 Dalam Konvensi

mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Wanita ( CEDAW) pengaturan kekerasan terhadap perempuan

tidak saja kekerasan fisik, namun juga kekerasan psikis dan

kekerasan seksual.2

Berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak mengatur bahwa Negara, pemerintah,

masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban

bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Dalam Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (UU KDRT) mengatur bahwa

negara jaminan untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam

rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga,

dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Korban

kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah

Perempuan dan anak, harus mendapat perlindungan agar

terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,

penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan

martabat kemanusiaan.

Dalam UU KDRT, Pasal 1 angka 2 mengatur bahwa

Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan

1 Niken Savitri.2008,HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis

(10)

yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan

dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah

tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah

tangga.Berdasarkan Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 UUKDRT

mengatur bahwa :

Pasal 11

Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga;

Pasal 12

(1)Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, pemerintah:

a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;

b. menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;

c. menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;

d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri.

(3)Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 13

Untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya:

a. penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian;

b. penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani;

(11)

d. memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban.

Pasal 21 ayat (3) UU No 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan anak mengatur, untuk menjamin pemenuhan Hak

Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah

berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan

melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan

Anak.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat

Pelayanan Terpadu

Pasal 4

(1) Panduan Pembentukan dan Pengembangan PPT memuat tahapan pembentukan dan pengembangan PPT, struktur organisasi, bentuk-bentuk pelayanan, mekanisme pelayanan, penyediaan sarana prasarana, penyediaan petugas pelaksana atau petugas fungsional, materi yang akan diatur dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan Pengembangan PPT, pemantauan, evaluasi dan pelaporan

(2) Pembentukan dan pengembangan PPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Panduan Pembentukan dan Pengembangan PPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 5

Mengenai struktur organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang memuat kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja PPT diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah.

Pasal 8

(1) Dalam pembentukan dan pengembangan PPT Gubernur, Bupati dan Walikota bertugas untuk :

(12)

b. memfasilitasi pembentukan dan pengembangan PPT; c. menyediakan petugas pelaksana dan petugas

fungsional yang diperlukan;

d. menyediakan sarana dan prasarana;

e. menyediakan anggaran untuk operasional PPT;

f. melakukan pembinaan terhadap pembentukan dan pengembangan PPT; dan

g. menyampaikan laporan tentang pelaksanaan Pembentukan dan Pengembangan PPT kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf f meliputi pemberian petunjuk pelaksanaan, bimbingan, supervisi, monitoring dan evaluasi

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dilakukan

identifikasi masalah, yakni bahwa perlindungan perempuan dan

anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan merupakan suatu

hal yang mendapat perhatian sehingga perlu dilakukan

pengaturan, oleh karena itu perlu Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan

Berdasarkan pada identifikasi masalah tersebut dapat

dirumuskan 3 (tiga) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:

1.Permasalahan hukum apakah yang dihadapi sebagai alasan

pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan?.

2.Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,

sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan

(13)

3.Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan?.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN KEGIATAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang

dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik

dirumuskan sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai

alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan Perempuan dan

Anak Korban Kekerasan.

2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,

sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan

Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup

pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah

sebagai acuan penyusunan dan pembahasan Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang Perlindungan

(14)

D. METODE PENELITIAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK

Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya

merupakan suatu kegiatan penelitian penyusunan Naskah

Akademik - digunakan metode yang berbasiskan metode penelitian

hukum.3

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian

penyusunan Naskah Akademik ini melalui cara-cara sebagai

berikut:

1.Melakukan studi tekstual, yakni menganalisis teks hukum

yaitu pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan

dan kebijakan publik (kebijakan negara) secara kritikal dan

dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subjek hukum

(terutama dalam hal ini adalah perempuan dan anak

korban kekerasan).

2.Melakukan studi kontekstual, yakni mengaitkan dengan

konteks saat peraturan perundang-undangan itu dibuat

ataupun ditafsirkan dalam rangka pembentukan Peraturan

Daerah Kabupaten Tabanan tentang perempuan dan anak

korban kekerasan.

Intinya, metode penelitian hukum yang digunakan dalam

penelitian penyusunan Naskah Akademik ini berada dalam

paradigma interpretivisme terkait dengan hermeneutika hukum4.

Hermeneutika hukum pada intinya adalah metode interpretasi

atas teks hukum, yang menampilkan segi tersurat yakni bunyi

teks hukum dan segi tersirat yang merupakan gagasan yang ada

di belakang teks hukum itu. Oleh karena itu untuk mendapatkan

pemahaman yang utuh tentang makna teks hukum itu perlu

3 Diadaptasi dari Soelistyowati Irianto, “Memperkenalkan Studi

Sosiolegal …”, Ibid., hlm. 177-178.

(15)

memahami gagasan yang melatari pembentukan teks hukum dan

wawasan konteks kekinian saat teks hukum itu diterapkan atau

ditafsirkan. Kebenaran dalam ilmu hukum merupakan kebenaran

intersubjektivitas, oleh karena itu penting melakukan konfirmasi

dan konfrontasi dengan teori, konsep, serta pemikiran para

sarjana yang mempunyai otoritas di bidang keilmuannya

berkenaan dengan tematik penelitian penyusunan Naskah

Akademik ini5.

(16)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS

Pembaharuan hukum terjadi yang ditandai oleh adanya

berbagai instrument hukum yang menjamin kesetaraan dan

keadilan bersumber dari beberapa kovensi internasional, hukum

positif nasional, termasuk yurisprudensi dimana perempuan

mendapatkan keadilan. Namun terdapat jurang yang dalam di

antara apa yang seharusnya ( das sollen) dikehendaki terjadi oleh

hukum dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari ( das

sein) sehingga hukum hanya dipandang sebagai payung fantasi.6

Dari studi yang dilakukan analisis gender banyak

ditemukan ketidakadilan terhadap perempuan, antara lain: 1).

terjadi marginalisasi/pemiskinan ekonomi terhadap perempuan;

2). terjadi sub ordinasi terhadap salah satu jenis kelamin, yaitu

perempuan; 3) terjadi stereotype jenis kelamin dalam rumah

tangga yang mengakibatkan pembatasan terhadap perempuan; 4)

terjadi kekerasan violence terhadap jenis kelamin tertentu

umumnya perempuan karena perbedaan gender; 5) kerena peran

gender perempuan adalah mengelola pekerjaan domestic lebih

banyak dan lebih lama/burden.

Kekerasan berbasis gender seperti yang diserukan

Rekomendasi Umum CEDAW merupakan pelanggaran HAM Anak

adalah harapan bangsa dimasa mendatang. Perlindungan hukum

terhadap anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan

hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak

6 Jurnal Perempuan, 2006,Sejauh Mana Komitmen Negara ?,jurnal YJP, No 25 thun 2006, ISSN1410-153X,hal 34-35

(17)

(fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai

kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.

Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka ia

perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh

dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial

dan berakhlak mulia, oleh karenanya perlu dilakukan upaya

perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak.

Penelantaran anak merupakan salah satu bentuk kekerasan

dalam rumah tangga, hal ini diakibatkan dari orang tua yang tidak

melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap anak

untuk memberikan jaminan perlindungan bagi anak-anak mereka.

Orang tua tidak memperdulikan keselamatan anaknya, sepanjang

ia dapat memberikan keuntungan financial bagi keluarga. Di

kota-kota besar, anak di eksploitasi untuk bekerja menafkahi keluarga.

Pelaksanaan perlindungan anak yang baik harus memenuhi

persyaratan yang sebagai berikut :7

1. Para partisipan dalam terjadinya dan terlaksananya

perlindungan anak harus mempunyai pengertian-pengertian yang tepat berkaitan dengan masalah perlindungan anak agar dapat bersikap dan betindak secara tepat dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan perlindungan anak.

2. Perlindungan anak harus dilakukan bersama antara setiap

warganegara, anggota masyarakat secara individual maupun kolektif dan pemerintah demi kepentingan bersama.

3. Kerjasama dan koordinasi diperlukan dalam melancarkan

kegiatan perlindungan anak yang rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat antar para partisipan yang bersangkutan.

Dalam penyusunan Ranperda ini mempergunakan beberapa

konsep antara lain:

1). Konsep perlindungan.

(18)

Perlindungan adalah segala tindakan pelayanan untuk

menjamin dan melindungi hak-hak korban tindak

kekerasan yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan

Terpadu;

2) Konsep kekerasan,

Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat atau

yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan baik

fisik, seksual, psikologis termasuk penelantaran,

ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan

kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di

depan umum atau dalam kehidupan pribadi;

3) Konsep perempuan, perempuan adalah manusia dewasa

berjenis kelamin perempuan dan orang yang oleh hukum

diakui sebagai perempuan;

4) Konsep anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.Menurut

Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 Pasal 1 ayat (1)

Tentang Perlindungan Anak sebagi berikut: “Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Pelaksanaan perlindungan anak yang baik harus memenuhi

persyaratan yang sebagai berikut :8

1. Para partisipan dalam terjadinya dan terlaksananya

perlindungan anak harus mempunyai

pengertian-pengertian yang tepat berkaitan dengan masalah

perlindungan anak agar dapat bersikap dan betindak

secara tepat dalam menghadapi dan mengatasi

8 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademika Pressindo, Jakarta

(19)

permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan

perlindungan anak.

2. Perlindungan anak harus dilakukan bersama antara

setiap warganegara, anggota masyarakat secara

individual maupun kolektif dan pemerintah demi

kepentingan bersama.

3. Kerjasama dan koordinasi diperlukan dalam melancarkan

kegiatan perlindungan anak yang rasional, bertanggung

jawab dan bermanfaat antar para partisipan yang

bersangkutan.

4. Dalam membuat kebijakan dan rencana kerja perlu

diusahakan inventarisasi faktor-faktor yang menghambat

dan mendukung kegiatan perlindungan anak.

5. Perlu adanya kepastian hukum dalam upaya

perlindungan anak dengan mengutamakan perspektif

yang diatur dan bukan yang mengatur.

6. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan

dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan

bermasyarakat.

7. Mengupayakan pemberian kemampuan dan kesempatan

pada anak unuk ikut serta melindungi diri sendiri.

8. Perlindungan anak yang baik harus mempunyai

dasar-dasar filosofi, etis dan yuridis.

9. Pelaksanaan kegiatan perlindungan anak tidak boleh

menimbulkan rasa tidak dilindungi pada yang

bersangkutan, oleh karena adanya penimbulan

penderitaan, kerugian oleh partisipan tertentu.

10. perlindungan anak harus didasarkan antara lain atas

pengembangan hak dan kewajiban asasinya.

(20)

a. Anak tidak dapat berjuang sendiri Salah satu prinsip

yang digunakan dalam perlindungan anak adalah anak

itu modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa,

dan keluarga, untuk itu hak-haknya harus dilindungi.

Anak tidak dapat melindungi sendiri hak-haknya, banyak

pihak yang mempengaruhi kehidupannya. Negara dan

masyarakat berkepentingan untuk mengusahakan

perlindungan hak-hak anak.9

b. Kepentingan terbaik anak (the best interest of the child)

Agar perlindungan anak diselenggarakan dengan baik

dianut prinsip yang menyatakan bahwa kepentingan

terbaik anak harus dipandang sebagai of paramount

importence (memperoleh prioritas tertinggi) dalam setiap

keputusan yang menyangkut anak. Tanpa prinsip ini

perjuangan untuk melindungi anak akan mengalami

banyak batu sandungan. Prinsip the best interest of the

child digunakan karena dalam banyak hal anak “korban”,

disebabkan ketidaktahuan (ignorance) karena usia

perkembangannya. Jika prinsip ini diabaikan, maka

masyarakat menciptakan monster-monster yang lebih

buruk dikemudian hari. 10

c. Ancangan daur kehidupan (life circle approach)

Perlindungan anak mengacu pada pemahaman bahwa

perlindungan harus dimulai sejak dini dan terus

menerus. Janin yang berada dalam kandungan perlu

diindungi dengan gizi, termasuk yodium dan kalsium

yang baik melalui ibunya. Jika ia telah lahir, maka

diperlukan air susu ibu dan pelayanan kesehatan primer

9 Maidin Gultom, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam

(21)

dengan memberikan pelayanan imunisasi dan lain-lain,

sehingga anak terbebas dari berbagai kemungkinan cacat

dan penyakit.11

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN NORMA

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,

sebagaimana yang dikehendaki oleh tujuan hukum, yakni adanya

keadilan dan kepastian hokum, adalah telah dipositipkan dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam undang-undang

sebagaimana dimaksud, asas yang bersifat formal diatur dalam

Pasal 5 dan asas yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6.

Pengertian masing-masing asas ini dikemukakan dalam

penjelasan pasal dimaksud. Dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik, asas yang bersifat formal

pengertiannya dapat dikemukakan dalam tabel berikut.

Tabel 2 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya)

Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011 Dalam membentuk

Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan bahwa setiap Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (PPu) harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

bahwa setiap jenis PPu harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk PPu yang berwenang. PPu tersebut dapat

dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

bahwa dalam Pembentukan PPu harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki PPu.

(22)

d. dapat dilaksanakan bahwa setiap Pembentukan PPu harus memperhitungkan efektivitas PPu tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan

bahwa setiap PPu dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f. kejelasan rumusan bahwa setiap PPu harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan PPu, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan bahwa dalam Pembentukan PPu mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan

pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan PPu.

Sumber: Diolah dari Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasan

Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan

yang baik, yang bersifat materiil berikut pengertiannya,

sebagaimana tampak dalam tabel berikut.

Tabel 3 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Materiil (berdasarkan Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan)

PASAL 6 UU 12/2011 PENJELASAN PASAL 6 UU 12/2011

Ayat (1)

Materi muatan Peraturan

Perundang-undangan harus

mencerminkan asas:

a. Pengayoman bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan (PPu) harus

berfungsi memberikan pelindungan untuk

menciptakan ketentraman masyarakat.

b. Kemanusiaan bahwa setiap Materi Muatan PPu harus

mencerminkan pelindungan dan

penghormatan hak asasi manusia serta

(23)

dan penduduk Indonesia secara

proporsional.

c. Kebangsaan bahwa setiap Materi Muatan PPu harus

mencerminkan sifat dan watak bangsa

Indonesia yang majemuk dengan tetap

menjaga prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

d. Kekeluargaan bahwa setiap Materi Muatan PPu harus

mencerminkan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam setiap

pengambilan keputusan.

e. Kenusantaraan bahwa setiap Materi Muatan PPu

senantiasa memperhatikan kepentingan

seluruh wilayah Indonesia dan Materi

Muatan PPu yang dibuat di daerah

merupakan bagian dari sistem hukum

nasional yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

f. Bhinneka Tunggal Ika bahwa Materi Muatan PPu harus

memperhatikan keragaman penduduk,

agama, suku dan golongan, kondisi

khusus daerah serta budaya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

g. Keadilan bahwa setiap Materi Muatan PPu harus

mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara.

h. Kesamaan Kedudukan

dalam Hukum dan

Pemerintahan

bahwa setiap Materi Muatan PPu tidak

boleh memuat hal yang bersifat

membedakan berdasarkan latar belakang,

antara lain, agama, suku, ras, golongan,

gender, atau status sosial.

i. Ketertiban dan Kepastian Hukum

(24)

j. Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan

bahwa setiap Materi Muatan PPu harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

PPu tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

antara lain:

a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

Sumber: Diolah dari Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU 12/2011 dan Penjelasan

Asas-asas tersebut kemudian membimbing para legislator

dalam perumusan norma hukum ke dalam aturan hukum, yang

berlangsung dengan cara menjadikan dirinya sebagai titik tolak

bagi permusan norma hukum dalam aturan hukum.

Tabel 4 : Asas-asas Yang Melandasi Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalm Pasal 3 UU KDRT

Pasal 3 UU 23/2004

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas:

a. penghormatan hak asasi manusia;

b. keadilan dan kesetaraan gender;

c. nondiskriminasi; dan

d. perlindungan korban

Penyusunan Raperda Kabupaten Tabanan didasarkan pada

asas-asas tersebut di atas, baik asas pembentukan peraturan

perundang-undangan yang baik yang formal dan materiil, maupun

asas yang termuat dalam UU KDRT.

Ada tiga asas yang relevan untuk diperhatikan dalam

(25)

dan Anak Korban Kekerasan. Asas tersebut adalah sebagai

berikut: asas kemanusiaan, asas keadilan, dan asas kesamaan

kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Ketiga asas ini pada

dasarnya merupakan hakekat dari hak asasi manusia, yakni asas

yang utama dalam paham hak asasi manusia yaitu non

diskriminasi.

Sedangkan asas keterbukaan, selain menjadi landasan

dalam pembentukan Perda adalah juga sebagai asas yang

melandasi pokok pengaturan di dalam Peraturan daerah yang

sedang dirancang ini.

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT

Dalam pratik penyelengaraan perlindungan perempuan dan

anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan, terdapat beberapa

jenis tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan

dan anak .Adapun data tindakan kekerasan tersebut terdapat

dalam tabel berikut :

Berdasarkan data dari BP3A & KB Kabupaten Tabanan

jumlah pelaku dan korban kekerasan terhadap perempuan,

laki-laki dan anak tahun 2012,2013,2014 sebagaimana dalam table

dibawah ini.

Tabel 5 : Jumlah pelaku dan korban kekerasan terhadap perempuan, laki-laki dan anak

No Pelaku dan Korban

Kekerasan

Tahun

2012

Tahun

2013

Tahun

(26)

1 Jumlah Pelaku Kekerasan a. Perempuan b. Laki-laki c. Anak-anak 6 25 6 6 23 4 6 30 10

2 Jumlah Korban Kekerasan d. Perempuan e. Laki-laki f. Anak-anak 21 2 10 17 3 11 20 6 13

Sumber : BP3A & KB dan data yang ada di P2TP2A Kabupaten Tabanan

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak

di Kabupaten Tabanan menunjukkan perlunya perlindungan

perempuan dan anak korban kekerasan. Perlunya pengaturan ini

diharapkan mampu menanggulangi dan menangani korban

kekerasan terhadap perempuan dan anak sehingga, kewajiban

pemerintah daerah dalam pemenuhan hak asasi manusia

terpenuhi.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PADA ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA PADA ASPEK BEBAN KEUANGAN DAERAH.

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan

tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

akan membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat,

yakni:

1. Adanya pembatasan terhadap perilaku masyarakat,

terutama perlakuan kekerasan terhadap perempuan dan

anak, berupa kewajiban-kewajiban yang dibebankan

kepadanya.

2. Adanya tuntutan kesadaran hukum masyarakat, untuk

memahami jalur hukum yang disediakan untuk

menyelesaikan masalah hukum berkenaan perlindungan

(27)

3. Adanya tuntutan sikap profesional kepada pemerintah dan

masyarakat yang mengemban tugas pengawasan bagi

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

4. Adanya tuntutan bagi Pemerintah yang mengemban tugas

dan ngawasan terhadap untuk mengadakan sosialisasi dan

konsultasi publik untuk meningkatkan kesadaran hukum

berkaitan dengan melakukan perlindungan Perempuan dan

Anak Korban Kekerasan.

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan

tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

akan membawa implikasi pada aspek keuangan daerah, sehingga

sangat diperlukan adanya pengaturan sebagai dasar

penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban

kekerasan di Kabupaten Tabanan oleh Pemerintah Daerah

(28)

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR HUKUM DAN YANG TERKAIT

A. KONDISI HUKUM DAN SATUS HUKUM YANG ADA

Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar

hukum pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan

tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

adalah:

1. Pasal Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2002 Nomor 10 ).

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4419).

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik

(29)

6. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Pelindungan Anak ( Lembaran Negara Tahun 2014 No

297 dan Tambahan lembaran Negara Nomor 5606 ).

7. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 44 37) sebagaimana

telah diubah beberapa kali, terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun

2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor

473 ).

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama

Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama

Tentang Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah

Tangga

11. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang

(30)

12. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang

Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

13. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang

Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu

Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan

14. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang `

Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat

Pelayanan Terpadu.

15. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang

Pedoman Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan

16. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 2

Tahun 2008 tentang Penetapan Urusan Pemerintahan

Kabupaten Tabanan (Lembaran Daerah Kabupaten

Tabanan Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran

Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 2);

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menentukan pemerintahan

daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan. Ketentuan ini merupakan landasan hukum

konstitusional bagi pembentukan Peraturan Daerah.

Pemerintahan daerah provinsi, pemerintah daerah

kabupaten/kota adalah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

(Pasal 18 ayat (2) UUD 1945). Pemerintahan daerah menjalankan

(31)

undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat

(Pasal 18 ayat (5) UUD 1945).

Ketentuan tersebut menjadi politik hukum pembentukan

peraturan daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan. Sebagai dasar hukum formal pembentukan

perda ini adalah Pasal 18 ayat (6) UUD 1945, sebagaimana juga

ditentukan pada Pedoman 39 Teknik Penyusunan Peraturan

Perundang-undangan (TP3U) Lampiran UU 12/2011, yang

menyatakan bahwa dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah

adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945..

B. KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LAIN

Materi pokok yang diatur mengenai Perlindungan

Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang akan diatur dalam

Peraturan Daerah yang sedang disusun Naskah Akademisnya ini

mempunyai keterkaitan dengan sejumlah peraturan

[image:31.595.112.563.569.739.2]

perundang-undangan.

Tabel 6 : Keterkaitan dengan Peraturan Perundang-undangan yang

lain

Materi Muatan

KETERKAITAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANAN YANG LAIN

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM

UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita ( CEDAW)

PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah an Antara Pemerintah, Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan No. 4 Tahun 2008 tentang

(32)

Pemerintah an Daerah Provinsi, Dan

Pemerintah an Daerah Kabupaten/ Kota Tabanan Mengen ai struktu r organis asi kedudu kan, tugas, fungsi, susuna n organis asi, dan tata kerja PPT Pasal 49 Wanita (1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan , jabatan, dan

profesi sesuai dengan persyarat an dan peraturan perundan

g-undanga n.

(2) Wanita berhak untuk mendapat kan perlindun gan khusus dalam pelaksan aan pekerjaan atau profesiny Pasal 12

Negara wajib menghapus diskriminasi terhadap

perempuan di bidang

pemeliharaan dan pelayanan kesehatanreprod uksi

Pasal 2

(1) …..

(2) ……

(33)

a terhadap hal-hal yang dapat menganc am keselamat an dan atau kesehata nnya berkenaa n dengan fungsi reproduk si wanita.

(3) Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenak an fungsi reproduk sinya, dijamin dan dilindung i oleh hukum. Pasal 52 Anak (1) Setiap anak berhak atas perlindun gan oleh orang tua, keluarga,

(4) Urusan pemerint ahan sebagai mana dimaksu d pada ayat (3) terdiri atas 31 (tiga puluh satu) bidang urusan pemerint ahan meliputi : ……. k. pemberdaya an perempuan dan perlindunga n anak; …..

an dan perlindu ngan anak.

Pasal 5

(34)

masyarak at, dan negara.

(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepenting annya hak anak itu diakui dandilind ungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandunga n.

(35)

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. PANDANGAN AKHLI DAN UU 12/2011

Validitas hukum sebagaimana dimaksudkan oleh Hans Kelsen,

adalah eksistensi spesifik dari norma-norma. Dikatakan bahwa

suatu norma adalah valid adalah sama halnya dengan mengakui

eksistensinya atau menganggap norma itu mengandung

“kekuatan mengikat” bagi mereka yang perbuatannya diatur oleh

peraturan tersebut12.

Validitas hukum adalah suatu kualitas hukum yang

menyatakan bahwa norma-norma hukum itu mengikat dan

mengharuskan orang untuk berbuat sesuai dengan yang

diharuskan oleh norma-norma hukum tersebut. Suatu norma

hanya dianggap valid apabila didasarkan kondisi bahwa norma

tersebut termasuk ke dalam suatu sistem norma.

Berkenaan dengan validitas hukum ini, Satjipto Rahardjo

dengan mendasarkan pada pandangan Gustav Radbruch

mengungkapkan, bahwa validitas adalah kesahan berlakunya

suatu hukum serta kaitannya dengan nilai-nilai dasar dari hukum

tersebut. Bahwasanya hukum itu dituntut untuk memenuhi

berbagai karya dan oleh Radbruch disebut sebagai nilai-nilai dasar

dari hukum, yakni keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum13.

Uraian tersebut menunjukkan keterhubungan antara validitas

hukum dengan nilai-nilai dasar hukum, bahwasanya hukum

12 Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006), hlm. 40

(36)

didasarkan pada keberlakuan filsafati supaya hukum

mencerminkan nilai keadilan, didasarkan pada keberlakuan

sosiologis supaya hukum mencerminkan nilai kegunaan, dan

didasarkan pada keberlakuan yuridis agar hukum itu

mencerminkan nilai kepastian hukum.

Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan

hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan

di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis

oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie14, Bagir

Manan15, dan Solly Lubis16.. Pandangan ketiga sarjana itu dapat

disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 7: Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia17

Landasan Jimly

Asshiddiqie

Bagir Manan M. Solly Lubis

Filosofis Bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara. Contoh, nilai-nilai filosofis Negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila Mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum (rechtsidee), baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya dalam tingkah Dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan

14 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 169-174, 240-244

15 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, 1992), hlm. 14-17.

16 M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, 1989), hlm. 6-9.

[image:36.595.119.513.350.565.2]
(37)

sebagai

staatsfunda-mentalnorm”.

laku

masyarakat.

) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara.

Sosiologis Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum. [Juga dikatakan, keberlakuan sosiologis berkenaan dengan (1) kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum; (2) kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan (3) kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam masyarakat]. Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. -

(38)

sebagai norma hukum

berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi; (2) menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya; (3) menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku; dan (4) oleh lembaga yang memang berwenang untuk itu. peraturan perundang-undangan; (2) adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur; (3) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan (4) mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukanny a. pembuatan suatu peraturan, yaitu:

(1) segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan (2) segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk mengatur hal-hal tertentu.

(39)

kekuatan politik yang nyata dan yang mencukupi di parlemen].

otonomi dalam GBHN (Tap MPR No. IV Tahun 1973) memberi pengarahan dalam

pembuatan UU Nomor 5 Tahun 1974.

Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan

perundang-undangan tersebut menunjukan:

1. Pemahaman keabsahan peraturan perundang-undangan

pada ranah (1) normatif; dan (2) sosiologis. Pemahaman

dalam ranah sosiologis tampak pada pandangan Jimly

Asshiddiqie tentang landasan sosiologis dan politis yang

terdapat dalam tanda kurung ([…]). Dalam konteks

landasan keabsahan peraturan perundang-undangan yang

menyangkut pembentukan peraturan

perundang-undangan, lebih tepat memahami landasan keabsahan

peraturan perundang-undangan dalam ranah normatif.

2. Landasan keabsahan politis pada ranah normatif dari Jimly

Asshiddiqie, mengambarkan politik hukum, yakni adanya

cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI

1945 (Pembukaan dan pasal-pasalnya), yang dapat

diakomodasi dalam landasan filosofis dan yuridis.

3. Landasan keabsahan politis dari M. Solly Lubis yang

menggambarkan garis politik hukum dalam Ketetapan MPR,

yang dapat diakomodasi dalam landasan yuridis

Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang

(40)

perundang-undangan, maka landasan keabsahan filosofis,

[image:40.595.109.519.81.454.2]

sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum sebagai berikut:

Tabel 8: Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan 18

LANDASAN URAIAN

Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang

terdapat dalam cita hukum (rechtsidee).

Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan.

Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan

masyarakat yang memerlukan penyelesaian.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan.

Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut

dasar kewenangan dan prosedur pembentukan,

maupun jenis dan materi muatan, serta tidak

adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang

sederajat dan dengan yang lebih tinggi.

Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian

hukum.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) mengadopsi

validitas tersebut sebagai (1) muatan menimbang yang memuat

uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi

pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang– undangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis,

dan yuridis; dan (2) harus juga ada dalam naskah akademis

rancangan peraturan perundang-undangan.

Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah

dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik

(41)

penyusunan peraturan perundang-undangan19 dan teknik

penyusunan naskah akademik20 yang diadopsi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011, ketiga aspek dari validitas tersebut dapat

disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 8 Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan

Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 12/2011

LANDASAN URAIAN

Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan

cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta

falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari

Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu,

pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang

mesti dijamin dengan adanya peraturan

perundang-undangan.

Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam

berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian,

yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris

mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan

masyarakat dan negara.

Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan

dengan kemanfaatan adanya peraturan

perundang-undangan.

Yuridis Menggambarkan permasalahan hukum yang akan

diatasi, yang sesungghunya menyangkut persoalan

19 Angka 18 dan 19 TP3 (vide Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011).

[image:41.595.120.516.192.687.2]
(42)

hukum yang berkaitan dengan substansi atau

materi yang diatur.

Permasalahan hukum yang akan diatasi itu pada

dasarnya berkenaan dengan kepastian hukum

yang mesti dijamin dengan adanya peraturan

perundang-undangan, oleh karena itu harus ada

konsistensi ketentuan hukum, menyangkut dasar

kewenangan dan prosedur pembentukan, jenis dan

materi muatan, dan tidak adanya kontradiksi

antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan

yang lebih tinggi.

Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Tanggung jawab Negara diamanatkan dalam pembukaan

UUD 1945 alenia ke 4 anatara lain adalah ; 1) melindungi segenap

bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia ; dan 2)

memajukan kesejahteraan umum. Perlindungan yang menjadi

tanggung jawab Negara itu tidak saja terhadap setiap orang baik

dari arti individual dan kelompok berikut identitas budaya yang

melekat padanya, tetapi juga perlindungan terhadap tanah air,

yang tercakup di dalamnya sumber daya alam dan lingkungan

hidup. Perlindungan tersebut diarahkan dalam rangka memajukan

kesejahteraan umum yang juga merupakan tanggung jawab

Negara. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Pemerintahan

Kabupaten Tabanan perlu membentuk Peraturan Daerah tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Materi

yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi antara lain

kewajiban dan tanggung jawab, layanan pengaduan, layanan

rehabilitasi kesehatan, layanan rehabilitasi social, layanan

bantuan hokum, pemulangan, pemantauan dan evaluasi,

(43)

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

A. KETENTUAN UMUM

Pedoman 98 TP3U menentukan, ketentuan umum berisi:

a.batasan pengertian atau definisi; b. singkatan atau akronim

yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi;

dan/atau c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi

pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang

mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan

tersendiri dalam pasal atau bab.

Pedoman 109 TP3U menentukan, urutan penempatan kata

atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai

berikut: a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum

ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus; b.

pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi

pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu;

dan c. pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian

di atasnya yang diletakkan berdekatan secara berurutan.

Beberapa hal yang relevan dicantumkan sebagai ketentuan

umum dalam pembentukan Peraturan Daerah tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

diantaranya adalah:

1. Perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan, dilaksanakan berdasarkan asas:

b. keadilan dan kesetaraan gender; c. nondiskriminasi; dan

(44)

4. Layanan Pengaduan dan Rehabilitasi 5. Layanan Pemulihan

6. Pemantauan 7. Evaluasi 8. Pembinaan 9. Pendanaan

10. Pengawasan

B. MATERI YANG AKAN DIATUR

Materi Pokok Yang Diatur adalah Perlindungan Perempuan

dan Anak Korban Kekerasan Pembagian materi pokok ke dalam

kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut kriteria yang

dijadikan dasar pembagian (Pedoman 111 TP3U), yakni:

1. Bab I : Ketentuan Umum

2. Bab II : Asas dan Tujuan

3. Bab III : Hak Korban.

4. Bab IV : Kewenangan dan Tanggung Jawab

5. Bab V : Kelembagaan

6. Bab VI : Standar Pelayanan Minimal

7. BabVII : Rumah Perlindungan Sosial

8. Bab VIII : Pemantauan dan Evaluasi

9. Bab IX : Pelaporan

10. Bab X : Pembinaan dan Pengawasan

11. Bab XI : Peran Serta Masyarakat

12. Bab XII : Pendanaan

(45)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah di lakukan di BAB terdahulu,

dapat ditarik konklusi bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten

Tabanan belum mempunyai Peraturan Daerah tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Berdasarkan keseluruhan tersebut di atas dirumuskan simpulan

yaitu :

Kabupaten Tabanan mempunyai kewenangan membentuk

Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Korban Kekerasan. Berdasarkan Pasal 20 UU Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak mengatur bahwa Negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban

bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Selanjutnya dalam. Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, (UU KDRT)

mengatur bahwa negara menjamin untuk melakukan pencegahan

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku

kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban

kekerasan dalam rumah tangga. Korban kekerasan dalam rumah

tangga, yang kebanyakan adalah Perempuan dan anak, harus

mendapat perlindungan agar terhindar dan terbebas dari

kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan

yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.

UU KDRT, Pasal 1 angka 2 mengatur bahwa Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan

(46)

tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan

melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Dalam Pasal 5

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan

Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2010 Tentang Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat

Pelayanan Terpadu, Mengenai struktur organisasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang memuat kedudukan, tugas,

fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja PPT diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Daerah.

B. Saran

1. Menyiapkan segera Peraturan Bupati tentang

pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan mekanisme kerja

PPT untuk melaksanakan Peraturan Daerah

2. Agar diselenggarakan proses konsultasi publik sehingga

masyarakat dapat memberikan masukan dalam penyusunan

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan tentang

Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

sesuai dengan asas keterbukaan dan ketentuan tentang

partisipasi masyarakat dalam Pasal 96 UU P3 2011 dan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1989).

Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, 1992).

Gede Marhaendra Wija Atmaja, “Politik Pluralisme Hukum

dalam Pengakuan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dengan

Peraturan Daerah”, Disertasi Doktor, (Malang: Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012).

Gultom, Maidin Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama,

Bandung

Hans Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien dari judul asli: General Theory of Law and State, (Bandung: Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, 2006),.

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006).

Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial,(Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004).

M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, (Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, 1989).

Niken Savitri.,HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis terhadap KUHP, Refika Aditama, 2008.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2000).

(48)

Jurnal Perempuan ( Untuk Pencerahan dan Kesetaraan ),

Sejauh Mana Komitmen Negara ? Diskriminasi Terhadap

Perempuan, ISSN : 1410-153X,2006.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109 ).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

(49)

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Ri Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737 ).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerja Sama Tentang Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 2 Tahun 2008tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Perempuan.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 3 Tahun 2008tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesianomor 5 Tahun 2010 Tentang ` Panduan Pembentukan Dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu.

(50)
(51)

PERATURAN DAERAH

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG,

Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan ;

b. bahwa kekerasan terhadap perempuan dan

anak merupakan tindakan yang melanggar hak

asasi manusia yang harus mendapat

perlindungan hukum;

c. bahwa penyelenggaraan perlindungan perempuan

dan anak korban kekerasan di Kabupaten Tabanan belum memiliki dasar pengaturan;

(52)

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan;

Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1555);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 4419);

4.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(53)

6. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Perlindungan Perempuan;

7. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak;

8. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan;

9. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2010 tentang Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu;

10. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pedoman penanganan anak Korban Kekerasan;

11. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737 );

13. Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 4 tahun 2008 tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten Tabanan

Nomor…, Tambahan Lembaran Daerah Nomor

(54)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TABANAN

dan

BUPATI BADUNG,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN

PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Kabupaten adalah Kabupaten Tabanan.

2. Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Tabanan. 3. Bupati dalah Bupati Badung.

4. Perlindungan adalah segala tindakan pelayanan untuk menjamin dan melindungi hak-hak korban tindak kekerasan yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu.

5. Perempuan adalah manusia dewasa berjenis kelamin perempuan dan orang yang oleh hukum diakui sebagai perempuan.

6. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.

7. Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat atau yang mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan baik fisik, seksual, psikologis termasuk penelantaran, ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.

8. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan sec

Gambar

Tabel 1  : Data jumlah kekerasan terhadap perempuan, laki-laki
Tabel 2 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya) Pasal 5 UU 12/2011 Penjelasan Pasal 5 UU 12/2011
Tabel 3  :  Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Tabel 4 : Asas-asas Yang Melandasi Penghapusan Kekerasan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan pada BI Rate yang merupakan suku bunga acuan Bank Indonesia juga dapat mempengaruhi inflasi dengan transmisi kebijakan moneternya melalui jalur nilai

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian di bab IV, dapat ditarik kesimpulan, (1) Pengaruh sikap belajar siswa kelas eksperimen yang mendapat perlakuan

secara hukum memiliki tanggung jawab penuh untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan melindungi perempuan dan anak sebagai anggota keluarga... (1) Untuk mencegah terjadi

Termasuk makanan dan minuman halal adalah (1) bukan terdiri dari atau mengandung bagian atau benda dari binatang yang dilarang oleh syariat Islam untuk memakannya atau yang

28 Nama Seminar: Jurusan Biologi FMIPA UNNES Standar: Lokal, Tanggal: 14 Maret 2005 Peran: Peserta. 29 Nama Seminar: Biologi dan Akuakultur Berkelanjutan Standar:

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa istihsan adalah salah satu upaya melalui pemikiran yang mendalam untuk menetapkan hukum pada suatu peristiwa baru

Mengingat hal tersebut di atas, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Retribusi Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk