• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Asystasia gangetica 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi dari tanaman ini adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Asteridae Order : Scrophulariales Family : Acanthaceae Genus : Asystasia Blume Species : Asystasia gangetica (Tilloo, 2012)

2.1.2 Deskripsi Asystasia gangetica

Asystasia gangetica tumbuh merambat dan bercabang batangnya berbentuk segi empat dengan panjang hingga 2 meter. Bentuk daun saling berlawanan dan tidak terdapat stipula. Panjang tangkai daun 0,5-6 cm dengan daun yang berbentuk ovutus dengan panjang 4-9 cm dan lebar 2-5 cm. Bentuk pangkal daun segitiga sungsang (Cuneatus) atau berbentuk jantung (Cordatus) saat daun masih kecil. Ujung daun berbentuk meruncing (Acuminatus) dan permukaan daun berbulu pendek dan lembut (Pubescens). Asystasia gangetica memiliki 4-6 urat daun (vena lateralis) di setiap sisi pelepah. Bentuk perbungaan majemuk dan berderet mengarah pada satu sisi dengan panjang deret bunga mencapai 25 cm. Tangkai bunga memiliki panjang hingga 3 mm dan kelopak bunga dengan panjang 4-10 mm. Bunga biasanya berwarna putih atau putih dengan bintik-bintik keunguan (Grubben, 2004).

(2)

Periode dari penyebaran bibit hingga munculnya benih Asystasia gangetica membutuhkan waktu 8 minggu di daerah terbuka atau terkena sinar matahari langsung, tetapi bisa memakan waktu 2 minggu lebih lama di daerah yang sebagian tertutup. Tanpa penyiangan, proporsi Asystasia gangetica dalam semak dari perkebunan kelapa sawit muda meningkat dalam jangka waktu 2 tahun dari 25 % menjadi 84 %. Asystasia gangetica memiliki daya serap tinggi terhadap nutrisi dalam tanah dan mengganggu penyerapan nutrisi spesies lain sehingga dikategorikan sebagai gulma. Asystasia gangetica memiliki palatabilitas dan daya cerna yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pakan hewan (Grubben, 2004).

Gambar 2.1 Asystasia gangetica (Sumber : shutterstock.com)

2.1.3 Tempat Tumbuh

Asystasia gangetica berasal dari daratan tropis Afrika, Arabia dan Asia. Asystasia gangetica biasa ditemukan di pinggir jalan dan tepi sungai, di daerah yang lembab, dan dapat tumbuh hingga ketinggian 2.500 m dpl. Di daerah dengan musim kemarau 4 bulan atau lebih, tanaman ini kemungkinan tidak dapat bertahan hidup. Asystasia gangetica dapat berkembang pada tanah aluvium pantai, tanah gambut dengan 85 % bahan organik dan pH 3,5-4,5, dan

(3)

tanah liat. Dua subspesies dari Asystasia gangetica dapat dibedakan, dimana Subsp. micrantha (Nees) Ensermu, dengan panjang mahkota bunga kurang dari 2,5 cm dan panjang tangkai putik kurang dari 1,5 cm biasanya tumbuh di daerah tropis Afrika, pulau-pulau di Samudera Hindia dan Arab Saudi. Sedangkan Subsp. gangetica, dengan panjang mahkota bunga lebih dari 2,5 cm dan tangkai putik lebih dari 1,5 cm biasanya tumbuh di India, Sri Lanka, Asia Tenggara dan pulau-pulau di Samudera Pasifik, dan terdapat juga di daerah tropis benua Amerika (Grubben, 2004).

2.2 Herbisida Sistemik

Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Cara kerja herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Keistimewaannya, dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.

(4)

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik, yaitu:

1. Gulma harus dalam masa pertumbuhan aktif. 2. Cuaca cerah waktu menyemprot.

3. Tidak menyemprot menjelang hujan. 4. Keringkan areal yang akan disemprot. 5. Gunakan air bersih sebagai bahan pelarut.

2.3 Herbisida Campuran

Herbisida nonselektif mempunyai spektrum pengendalian yang luas, sedangkan herbisida selektif mempunyai spektrum pengedalian lebih sempit. Oleh karena itu orang sering menggabungkan herbisida yang kuat terhadap gulma rumput dan yang kuat terhadap gulma berdaun lebar untuk memperluas spektrum pengendalian (Djojosumarto, 2000).

Untuk mempertinggi efektivitas pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencampur beberapa herbisida agar diperoleh daya bunuh yang menyeluruh/berspektrum luas terhadap spesies-spesies gulma di lapangan, selain itu dapat memperbaiki konsistensi pengendalian, meningkatkan selektivitas terhadap tanaman pada dosis rendah, dapat dikombinasikan antara herbisida yang bersifat kontak dengan sistemik, mengurangi biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan mahalnya salah satu macam herbisida, menghambat berkembangnya spesies gulma yang resisten dan mempunyai efek yang sinergis antara herbisida yang satu dengan herbisida yang lain (Anonimus, 2009). Untuk melebarkan spektrum pemberantasan yang dicapai dengan herbisida tunggal, tindakan yang mempersatukan campuran-campuran herbisida dengan aktivitas komplementer menjadi makin popular. Pelaksanaan seperti itu juga untuk menghindari kebutuhan akan dua kegiatan penyemprotan dan pengawasan yang diperlukan bagi kegiatan yang beruntun (Fryer dan Matsunaka, 1977).

(5)

2.4 Bahan Aktif Herbisida

2.4.1 2,4-Dinitrofenol Dimetilamina

Herbisida 2,4-Dinitrofenol adalah kelompok herbisida yang merupakan kelompok Aryloxyalcanoic Acid atau yang sering disebut sebagai kelompok fenoksi. Fenoksi merupakan kelompok hormon tumbuhan sintetis dan bekerja seperti asam indol asetat (IAA), dan bersifat sistemik 2,4-D dimetilamina termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal. Sifat herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik dan selektif. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna tumbuh baik yang berdaun lebar maupun rumput teki. Adapun beberapa jenis gulma yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara : Spenochlea zeylanica (Gunda), Cyperus iria (Teki), Cynodone dactylon (Rumput Grintingan) , Axonopus copressus (Rumput Pakisan), keladi dan lain-lain.

Herbisida 2,4-D DMA termasuk dalam golongan asam fenoksi (phenoxycarboxylic acid), diformulasikan dalam garam dimetil amina yang banyak digunakan untuk pengendalian gulma berdaun lebar. Golongan ini ditemukan pada tahun 1940-an, senyawa ini ada dua jenis yaitu dalam bentuk garam atau ester. Akar gulma akan menyerap 2,4-D (garam) sementara daun menyerap 2,4-D (ester). Daun yang terkena semperotan 2,4-D dapat menyerap dalam waktu 4-6 jam sekiranya tidak ada hujan selama penyemperotan. Senyawa dalam bentuk ester sukar dicuci dari permukaan daun karena senyawa ini akan diubah dalam bentuk asamnya oleh gulma. Senyawa 2,4-D yang diserap daun akan diangkut ke bagian tubuh yang lain melalui jaringan phloem, sementara yang diserap akar akan diangkut melalui proses transpirasi. Penimbunan dari senyawa ini akan berada di bagian meristem ujung dan akar.

Gejala dan akibat yang ditimbulkan adalah penghambatan dalam proses fisiologi maupun proses biokimia pada gulma yang rentan seperti meningkatnya sintesa protein dan RNA, pembelahan sel, penghambatan

(6)

fotosintesa dan respirasi serta menstimulasi produk etilen. Karakteristik dari 2,4-D adalah sangat mobil di dalam gulma dan efektif pada gulma yang terkena semperotan. Pergerakan dari 2,4-D sangat dipengaruhi oleh umur gulma dan asimilat. Pergerakan akan lebih lambat pada gulma tua dibanding seedling dan tanaman muda, gejala awal gulma yang disemprot dengan herbisida ini terlihat menguning dan akhirnya mengering dan mati.

Tanggap gulma terhadap herbisida memang sangat tergantung pada jenis herbisidanya serta fase pertumbuhan gulma juga sangat berpengaruh. Meski secara teori herbisida jenis 2,4 D memang sangat toksis hanya pada gulma berdaun lebar dan jenis teki (Rukmana dan Sugandi, 1999), namun kenyataan menunjukkan bahwa dengan dosis yang tepat serta waktu aplikasi yang juga tepat dapat menekan pertumbuhan beberapa gulma berdaun sempit utamanya pada gulma sawah seperti E.crus-galii dan E.colonum, meski tidak secara tuntas namun mampu menekan pertumbuhan gulma (Kadir, 2007).

Efektvitas aplikasi herbisida pada jenis 2,4 D memang lebih baik pada awal pertumbuhan gulma sementara tanaman padi juga dalam pertumbuhan yang aktif. Karena bagaimanapun sesuai sifat dari herbisida jenis ini yaitu merupakan herbisida yang terbuat dari asam organik yang berasal dari ionisasi asam dan garam, Pertama-tama gugus ester dalam rantai carbon dihidrolisa menjadi asam dan garam baik dalam tumbuhan maupun dalam tanah kemudian mengalami ionisasi dan menjadi senyawa auksin yang dapat mempengaruhi metabolisme tumbuhan, sehingga salah satu masalah yang mungkin timbul adalah munculnya efek samping pada tanaman bukan sasaran (Anonim, 2005).

2.4.2 Glifosat

Glifosat adalah herbisida yang dipakai di seluruh dunia. Glifosat yang pertama ditemukan pada tahun 1970 oleh John E. Frans, yang bekerja untuk Monsanto. Herbisida glifosat sudah populer sejak dipasarkan pertama kali pada tahun

(7)

1974 (Cox, 2004). Glifosat (N-(fosfonometil) glisin) adalah herbisida yang berspektrum luas, nonselektif, post emergence dan telah digunakan secara ekstensif di seluruh dunia selama tiga dekade. Pestisida ini telah terbukti sangat efektif pada gulma tahunan dan abadi serta gulma berdaun lebar di areal pertanaman dan non pertanaman. Cara kerjanya adalah menghambat biosintesis asam amino aromatik, yang menyebabkan beberapa gangguan metabolisme menyebabkan terganggunya jalur shikimate dan mengakibatkan akumulasi shikimate di jaringan tanaman (Nandula, 2005).

Glifosat diformulasikan sebagai garam isopropylamine glifosat, merupakan herbisida tidak selektif dan memiliki spektrum pengendalian yang lebih luas. Diaplikasikan sebagai herbisida pasca tumbuh (Anderson, 1977). Glifosat aktif ditranslokasikan dari bagian vegetatif ke bagian akar atau rhizome gulma semusim, bergerak dengan lambat dan daya racunnya dapat tidak kelihatan selama 7-10 hari setelah aplikasi. Glifosat pengaplikasiannya tidak aktif di dalam tanah (Mercado, 1979).

Herbisida glifosat digunakan sebagai pre-planting pada pertanaman, pada areal tanpa tanaman (uncropped area) dan sebagai semprotan terarah pada perkebunan atau hutan. Herbisida ini dengan cepat diabsorbsi oleh banyak spesies dan sangat mobil di dalam jaringan phloem. Gejala yang dihasilkan: khlorosis dan nekrosis. Di dalam tumbuhan, herbisida glifosat menghambat kerja enzim enol pyruvyl shikimate-3-phosphate synthase (EPSP synthase) sehingga mengganggu pembentukan asam-asam amino aromatik seperti phenylalanine, tryptophan dan tyrosine (Purba dan Damanik, 1996)

2.4.3 Metil Metsulfuron

Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1982. Herbisida ini bersifat sistemik, diabsorbsi oleh akar dan daun serta ditranslokasikan secara akropetal dan basipetal. Gulma yang peka akan berhenti tumbuh hampir segera setelah aplikasi post-emergence dan akan mati dalam 7-21 hari. Herbisida ini bersifat

(8)

selektif untuk mengendalikan berbagai gulma pada padi sawah (Djojosumarto, 2008).

Cara kerja metil metsulfuron adalah menghambat kerja dari enzim acetolactate synthase (ALS) dan acetohydroxy synthase (AHAS) dengan menghambat perubahan dari α ketoglutarate menjadi 2-acetohydroxybutyrate dan piruvat menjadi 2-acetolactate sehingga mengakibatkan rantai cabang-cabang asam amino valine, leucine, dan isoleucine tidak dihasilkan. Tanpa adanya asam amino yang penting ini, maka protein tidak dapat terbentuk dan tanaman mengalami kematian (Ross and Childs, 2010).

Metil metsulfuron termasuk golongan herbisida sulfonylurea, efektif terhadap gulma berdaun lebar, semak dan pakis. Dosis herbisida relatif rendah dibanding dengan jenis herbisida lain. Secara umum dosis yang dianjurkan 0.8-1.4 kg/ha (Siregar, dkk., 1990). Metil metsulfuron diabsorbsi melalui daun dan akar, ditranslokasikan secara acropetal dan basipetal. Gejala kematian gulma mungkin tampak 1-3 minggu setelah penyemprotan (Anonimus, 1990).

Gambar

Gambar 2.1 Asystasia gangetica  (Sumber : shutterstock.com)

Referensi

Dokumen terkait

Semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan.  Menurut

Menurut Mulyasa (2013:179), “melalui bermain peran para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakannya dan

Program yang dirancang dalam penelitian ini terbagi atas 3 (tiga) algoritma pokok, adalah :.. a) Algoritma segmentasi citra berdasarkan metode Hue Saturation

Dengan mempertimbangkan hal melalui proses perhitungan production rate sulphuric acid plant, steam turbine generator, dan coal boiler plant , ditemukan kebutuhan produksi

Asia Afrika No.114 Bandung, mengundang penyedia untuk mengikuti pelelangan umum dengan pasca kualifikasi melalui LPSE Kementerian Keuangan sebagai berikut :.

p. Guru menutup pelajaran dengan berdoa. Menerapkan metode Cooperative Script pada pembelajaran IPA materi perubahan pada makhluk hidup, diharapkan siswa dapat

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Desa Tangun Wilayah Kerja Puskesmas Bangun Purba tentang Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada

Berikut data peranti kohesi yang berupa konjungsi koordinatif yang ditemukan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 9 Tahun 2010 tentang Desa.. (12) Untuk pencalonan