• Tidak ada hasil yang ditemukan

SURVEY TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR DI SEBUAH RUMAH SAKIT UMUM TIPE B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SURVEY TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR DI SEBUAH RUMAH SAKIT UMUM TIPE B"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

SURVEY TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG BANTUAN

HIDUP DASAR DI SEBUAH RUMAH SAKIT UMUM TIPE B

Kartika Mawar Sari Sugianto, RSUD Ciawi Bogor, Jl. Raya Puncak, Bogor, Jawa Barat-16740 E-mail: nengika82@yahoo.com  

 

Abstrak

Pendahuluan: Kurangnya pengetahuan perawat tentang bantuan hidup dasar (BHD) akan mempengaruhi pelayanan

asuhan keperawatan pada pasien dalam kondisi gawat darurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang BHD di RSUD Ciawi Bogor. Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode survey deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, melibatkan 107 orang sampel dengan teknik proportionate stratified random sampling. Hasil: mayoritas perawat (70,1%) memiliki tingkat

pengetahuan kurang tentang BHD. Responden pada kelompok usia dewasa tengah, pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan, dan masa kerja lebih lama (> 10 tahun) memiliki tingkat pengetahuan lebih baik. Rekomendasi: Pentingnya upaya peningkatan pengetahuan melalui pelatihan, inhouse training dan evaluasi berkala untuk meningkatkan kemampuan perawat tentang BHD.

Kata kunci: Bantuan hidup dasar (BHD), perawat, tingkat pengetahuan.

Abstract

Introduction: Lack of basic life support (BLS) knowledge among nurses will affect nursing care services to patients

who have emergency conditions. The aim of this study was to describe the level of BLS knowledge of nurses in hospital Ciawi Bogor. Methods: Design in this study was descriptive with descriptive survey method. Data was collected by using questionnaires, recruited 107 samples with proportionate stratified random sampling technique.

Results: majority of nurses (70,1%) had less knowledge about BLS. The respondents in the middle adult age group, had

ever taken emergency training, and had a longer duration of clinical work (> 10 years) had a good level of knowledge.

Recommendation: The importance of increasing nurse’s knowledge through training, inhouse training and periodic

evaluation to be an effort to improve the level of BLS competency. Keywords: Basic Life Support, knowledge, Nurse

Pendahuluan

Pelayanan keperawatan merupakan salah satu pelayanan utama di rumah sakit yang didasarkan pada pengetahuan dan metodologi keperawatan. Peranan perawat sangat penting karena perawat yang selalu ada 24 jam mendampingi pasien. Kewenangan yang dimiliki oleh perawat di rumah sakit diantaranya: melakukan proses keperawatan dan melakukan tindakan di luar kewenangan dalam kondisi darurat yang mengancam nyawa sesuai ketentuan yang berlaku.

Kondisi darurat yang mengancam nyawa dalam kondisi apapun serta dimana saja. Keterlambatan serta kesalahan dalam penanggulangannya dapat menimbulkan efek yang sangat fatal dan tidak dapat diperbaiki pada tindakan selanjutnya. Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan salah satu upaya yang harus segera dilakukan oleh seseorang

apabila menemukan korban yang

membutuhkannya. Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan terutama perawat harus memiliki pengetahuan adekuat tentang BHD. Saat ini kecelakaan/trauma dan penyakit

(2)

besar penyebab kematian di Indonesia.

Kematian biasanya terjadi karena

ketidakmampuan petugas kesehatan untuk menangani korban pada tahap gawat darurat (golden periode), salah satunya karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan

dalam memberikan pertolongan ke-

gawatdaruratan pada korban akibat bencana, trauma maupun penyakit cardiovaskuler. Bukti menunjukan bahwa pengetahuan tenaga kesehatan tentang BHD masih rendah (Parajulee & Selvaraj, 2011).

American Heart Association (AHA, 2010) menekankan fokus bantuan hidup dasar pada empat hal: pertama, pengenalan segera adanya henti jantung. Kedua, aktivasi sistem respon gawat darurat. Ketiga, resusitasi jantung paru (RJP) sedini mungkin. RJP dilakukan dengan memberikan kompresi pada dada (lower half sternum), membebaskan jalan napas, dan memberikan bantuan pernapasan dengan perbandingan antara kompresi dengan ventilasi adalah 30:2. Keempat, melakukan defibrilasi segera jika ada indikasi. Masih sedikitnya perawat yang

mengikuti pelatihan BHD serta tidak adanya

program pendidikan dan pelatihan BHD untuk perawat di unit rawat inap RSUD Ciawi membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan perawat di RSUD Ciawi Bogor.

Metode

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan metode penelitian survey deskriptif. Sampel penelitian terdiri dari 107 perawat di ruang rawat, IGD dan hemodialisa RSUD Ciawi Bogor. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner yang terdiri dari data demografi dan tingkat pengetahuan tentang BHD. Kuesioner tingkat pengetahuan

BHD merupakan pertanyaan yang

dimodifikasi dari kuesioner AHA 2006; kuesioner yang dikembangkan oleh Xhantos et al., (2010); dan Keenan, Lamacraft & Joubert (2009) yang dikembangkan kembali oleh peneliti berdasarkan konsep AHA (2010).

Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen tingkat pengetahuan tentang BHD, didapatkan nilai validitas r > 0,456 dan reliabilitas dengan nilai cronbac’h alpha 0,858. Proses pengambilan dan pengumpulan data diperoleh setelah proposal penelitian disetujui oleh pembimbing dan koordinator mata ajar, kemudian peneliti mengajukan surat permohonan dari FIK UI untuk mendapatkan ijin penelitian ke RSUD Ciawi Bogor. Selanjutnya data hasil penelitian diolah dengan menggunakan software statistik. Analisis pada penelitian ini menggunakan analisis univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.

(3)

Hasil

Dari 107 responden, usia responden berkisar 21-50 tahun (rata-rata berusia 29 tahun). Kelompok usia dewasa awal mendominasi, yaitu sebanyak 102 orang (95,3%). Selebihnya adalah usia dewasa tengah yaitu sebanyak 5 orang (4,7%). Diantara semua peserta, 73 orang (68,2%) adalah perempuan, selebihnya adalah laki-laki yaitu sebanyak 34 orang (31,8%).

Masa kerja dibagi menjadi < 5 tahun, 5-10 tahun dan > 10 tahun yang terdiri dari 54 (50,5%), 39 (36,4%), dan 14 (13,1%). Berdasarkan pengalaman mengikuti pelatihan kegawatdaruratan, terdapat jumlah yang hampir sama antara peserta yang tidak pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan yaitu 54 orang (50,5%) dan yang pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan sebanyak 53 (49,5%). Berdasarkan tingkat pengetahuan perawat tentang BHD menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan kurang yaitu sebanyak 75 orang (70,1%), sedangkan responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik hanya 6 orang (5,6%).

Tabel 4, menunjukkan tingkat pengetahuan tentang BHD berdasarkan karakteristik responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden laki-laki dan perempuan memiliki tingkat pengetahuan kurang, dimana responden laki-laki yang memiliki

pengetahuan kurang tentang BHD sebanyak 21 orang (61,8%) dan responden perempuan yang berpengetahuan kurang tentang BHD sebanyak 54 orang (74%). Berdasarkan usia, mayoritas responden di tiap kelompok usia memiliki tingkat pengetahuan kurang. Responden dengan usia 18-40 tahun yang berpengetahuan kurang sebanyak 73 orang (71,6%) dari total 102 orang dan usia 41-60 tahun berpengetahuan kurang sebanyak 2 orang (40%) dari total 5 orang.

Berdasarkan riwayat mengikuti pelatihan kegawatdaruratan terlihat bahwa responden yang tidak pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan sebanyak 43 orang (79,6%) berpengetahuan kurang, sedangkan responden yang pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan berpengetahuan kurang sebanyak 32 orang (60, 4%).

Berdasarkan masa kerja bahwa dominan responden di tiap kelompok masa kerja memiliki pengetahuan kurang tentang BHD. Responden yang memiliki masa kerja < 5 tahun berpengetahuan kurang sebanyak 40 orang (74,1%), responden dengan masa kerja 5-10 tahun sebanyak 28 orang (71,8%) berpengetahuan kurang, dan responden dengan pengalaman kerja > 10 tahun sebanyak 7 orang (50%) berpengetahuan kurang.

(4)

Tabel 1. Tingkat pengetahuan perawat tentang BHD

Tingkat Pengetahuan Jumlah (n=107) Presentase (%) Kurang Cukup Baik 75 26 6 70,1 24,3 5,6

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia

Variabel Mean Median SD Min-Maks N

Usia 29,22 29,00 5,585 21-50 107

Tabel 3. Karakteristik Responden Karakteristik Jumlah (n=107) Presentase (%) Usia Dewasa awal Dewasa tengah 102 5 95,3 4,7 Masa kerja < 5 tahun 5-10 ahun >10 tahun 54 39 14 50,5 36,4 13,1 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 34 73 31,8 68,2 Pelatihan kegawatdaruratan Pernah Tidak pernah 53 54 49,5 50,5

Tabel 4. Gambaran tingkat pengetahuan tentang BHD berdasarkan karakteristik responden

Tingkat Pengetahuan Variabel Kurang F (%) Cukup F (%) Baik F (%) Total (%) Jenis kelamin Laki-laki 21 (61,8%) 9 (26,5%) 4 (11,8 %) 34 (100%) Perempuan 54 (74,0%) 17 (23,3%) 2 (2,7%) 73 (100%) Usia 18-40 Tahun 73 (71,6%) 24 (23,5%)) 5 (4,9%) 102 (100%) 41-60 Tahun 2 (40,%) 2 (40%) 1 (20%) 5 (100%)

Pengalaman mengikuti pelatihan kegawatdaruratan

Tidak Pernah 43 (79,6%) 11 (20,4%) 0 (0%) 54 (100%) Pernah 32 (60,4%) 15 (28,3%) 6 (11,3%) 53 (100%) Masa kerja < 5 Thn 40 (74,1%) 12 (22, 2%) 2 (3,7 %) 54 (100%) 5-10 Thn 28 (71,8%) 9 (23,1%) 2 (5,1%) 39 (100%) >10 Thn 7 (50,0%) 5 (35,7%) 2 (14,3%) 14 (100%)

(5)

Pembahasan

Penelitian ini memberikan gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang BHD di RSUD Ciawi Bogor. Dalam penelitian ini tidak diketahui tingkat pendidikan perawat, hal ini dianggap tidak relevan karena seharusnya semua perawat harus mengetahui dan kompeten dalam BHD (Keenan, Lamacarft, & Joubert, 2009).(9)

Penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas perawat memiliki pengetahuan kurang tentang BHD. Berdasarkan kelompok usia, ternyata responden pada kelompok usia dewasa tengah memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik. Hal ini tidak menunjukkan kesesuaian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sofyan dan Sahputra (2009).(15) Pada masa dewasa awal perubahan kognitif tentunya belum terjadi. Individu pada masa dewasa awal sangat mampu untuk menerima ataupun mempelajari hal baru (Potter & Perry, 2005).(11)

Namun pada penelitian ini, kelompok usia dewasa tengah memiliki pengetahuan baik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah usia, pada aspek psikologis dan mental, taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2009).(10) Dengan demikian responden dengan usia dewasa tengah lebih memiliki kematangan dalam berfikir sehingga tingkat

pengetahuan dapat dipertahankan dengan lebih baik.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chan (2009),(3) dan Aly (2010) seperti dikutip dalam Elazazay, abdelazez, & Elsaie (2012).(5) Perawat yang memiliki usia lebih tua memiliki keterampilan klinis yang memadai sebagai hasil dari akumulasi pengalaman dan pengetahuan pada praktik klinis. Ini bisa berarti bahwa orang dewasa awal mungkin belum cukup memiliki akumulasi pengalaman dalam melakukan keterampilan klinis yang mengarah ke kemampuan terbatas dan kompetensi untuk melakukan keterampilan klinis yang spesifik (Husna, Hatthakit, & Chaowalit, 2011).(7) Responden yang berjenis kelamin laki-laki ternyata memiliki tingkat pengetahuan lebih baik dibandingkan dengan responden perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktarina, dkk (2009),(11) Singh et al., (2011),(15) menjelaskan bahwa laki-laki memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Alasan dibalik hasil penelitian ini kemungkinan besar disebabkan karena laki-laki lebih memiliki banyak waktu dan lebih sering melakukan tindakan BHD, serta lebih memiliki kesempatan untuk mendapatkan informasi dan pelatihan BHD. Sedangkan perempuan memiliki keterbatasan waktu dan tenaga untuk melakukan dan mendapatkan pelatihan BHD.

(6)

Dalam penelitian ini, responden yang pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik tentang BHD dibandingkan yang tidak mengikuti pelatihan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adryan (2012)(1); Roshana, Batajoo, & Piryani (2012). Hasil ini diperkuat oleh Chaundharyl, Parikh, & Dave (2011),(4) yang menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan dan keterampilan RJP dapat dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan BHD. Colquhoun, et al (2001) dalam Keenan, lamacarft, & Joubert (2009)(9)menjelaskan bahwa penyegaran pelatihan harus dilakukan setiap 6-12 bulan untuk mempertahankan kemampuan tentang BHD.

Dari hasil penelitian ini dibandingkan antara responden di tiap kategori masa kerja ternyata responden dengan masa kerja lebih lama memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratondo dan Oktavianus (1998); Chan (2009), yang mengatakan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, merupakan hasil interaksi dengan lingkungan (kerja) yang dapat meningkatkan pengetahuan.

Hopstock (2008),(8) dalam penelitiannya mendapatkan korelasi antara pengetahuan BHD, penilaian diri dan pengalaman melakukan BHD. Perawat yang memiliki masa kerja lebih lama merasa percaya diri dan

lebih mampu melakukan tindakan BHD, sehingga membantu perawat tersebut dalam mempertahankan pengetahuan tentang BHD. Elif dan Zeynep (2003) seperti dikutip dalam Roshana, Batajoo, & Piryani (2012) menjelaskan bahwa pengalaman melakukan BHD sebelumnya dapat mempertahankan pengetahuan tentang BHD.

Penelitian yang dilakukan oleh Al-Kandary, Al-Jeheidli, Ghayath dan Al-Haid (2007)(2) didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan tingkat pengetahuan, tetapi ternyata pada masa kerja yang terlalu lama (> 15 tahun) ditemukan bahwa tingkat pengetahuan menurun. Hal ini disebabkan karena pada responden dengan masa kerja yang terlalu lama memiliki pengalaman akan tetapi mengalami penurunan pada tes kognitif.

Penelitian yang dilakukan oleh Rudi (2007);

Roshana, Batajoo, dan Piryani (2012)(14) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan pengetahuan. Hal tersebut disebabkan lingkungan kerja memiliki informasi yang baik akan tetapi kurang dimanfaatkan.

Implikasi dari penelitian ini yang dapat diterapkan terhadap dunia keperawatan adalah perlunya diteliti hal apakah yang menyebabkan pengetahuan kurang pada staf yang sudah bekerja cukup lama di rumah sakit. Hal lain yang perlu diketahui adalah

(7)

bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan karakteristik perawat di rumah sakit.

Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan kurang tentang BHD. Pengalaman dan pelatihan BHD dapat mempertahankan pengetahuan, sehingga mengikuti pelatihan BHD menjadi standar dan penilaian terhadap seorang perawat.

Sebagai kesimpulan, peneliti

merekomendasikan bahwa pelatihan BHD harus dilaksanakan secara berkesinambungan, berdasarkan pedoman terbaru serta dilakukan evaluasi dan monitoring terhadap perawat yang sudah mengikuti pelatihan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Lestari Sukmarini, S.Kp., MNS, selaku pembimbing dalam penelitian ini yang selalu memberikan masukan dan bimbingan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada bidang DIKLAT dan seluruh perawat di RSUD Ciawi atas kontribusinya terhadap pengumpulan data dan penelitian.

Referensi

1. Adryan, L. (2012). Pengaruh pendidikan

nonformal bantuan hidup dasar pada pasien dalam meningkatkan pengetahuan perawat di ruang IRD RSUD Kabupaten Majene. Diunduh

dari: http://www.slideshare.net/adryanlangit/bab-vi-betul.

2. Al-Kandary, S., Al-Jeheidli, A., Ghayath, T., & Al-Haid, N. (2007). Perceived competence in cardiopulmonary resuscitation, knowledge and practice among qualified nurses in kuwait.

Alexandria bulletin. Fac. Med. 43 (2).

3. Chan, M.F. (2009). Factors affecting knowledge, attitudes, and skills levels for nursing staff toward the clinical management system in Hong Kong.

Computers informatics Nursing. 27(1), 57-65.

doi: 10.1097/NCN.0b013e31818dd3b0

4. Chaudhary1, A., Parikh, H., & Dave, V. (2011). Current scenario: knowledge of basic life support in medical college. National Journal of Medical

Research, 1 (2), 80-82.

5. Elazazay, H.M., Abdelazez, A.L., & Elsaie, E.A. (2012). Effect of cardiopulmonary resuscitation training program on nurses knowledge and practice. Life Science Journal, 9(4), 3494-3503. 6. Fajarwati, H. (2012). Basic life support tim

bantuan medis FK UII. Diperoleh dari

http://medicine.uii.ac.id/index.php/Berita/Basic-Life-Support-Tim-Bantuan-Medis-FK-UII.html 7. Husna, C., Hatthakit, U., Chaowalit, A. (2011).

Emergency training, education and perceived clinical skills for tsunami care among nurses in Banda Aceh, Indonesia. Nurse media journal of

nursing. 1(1), 75-86.

8. Hopstock, L.A. (2008) Cardiopulmonary resuscitation: use training and self-confidence in skills. A self-report study among hospital personnel. Scand. J. trauma Resusc. Emerg. Med. 16, 18-22.  

9. Keenan, M. Lamacraft, G., & Joubert, G. (2009). A survey of nurses’ basic life support knowledge and training at a tertiary hospital. African Journal

of Health Professions Education, 1(1), 4-7.

10. Mubarak, I.W., & Chayatin, N. (2009). Ilmu

kesehatan masyarakat. Jakarta: Salemba

medika.

11. Oktarina., Hanafi, F., & Budisuari, M. A. (2009). Hubungan antara karakteristik responden, keadaan wilayah dengan pengetahuan, sikap terhadap HIV/AIDS pada masyarakat Indonesia.

Bulletin penelitian sistem kesehatan, 12 (4),

362-369.

12. Potter, A.P., & Perry, A.G. (2005). Buku

ajar fundamental keperawatan: konsep, proses & praktik, Vol. 1. E/4. Alih bahasa, Yasmin

asih….(et al). Jakarta: EGC

13. Parajulee, S., & Selvaraj, V. (2011). Knowledge of nurses towards cardio-pulmonary resuscitation in a tertiary care teaching hospital in nepal.

Journal of Clinical and Diagnostic Research,

5(8), 1585-1588

14. Roshana, S., Batajoo, KH., Piryani., & Sharma, MW. (2012). Basic life support: knowledge and attitude of medical/paramedical professionals.

(8)

15. Rudi, S. S. (2007). Hubungan pengetahuan safe

sex dengan sikap terhadap safe sex di kalangan pelaut: studi terhadap pelaut pria PT.X. diperoleh

dari http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124426-

155.3%20SIM%20h%20- %20Hubungan%20Pengetahuan%20-%20Analisis.pdf

16. Singh, K., Bhat, N., Ramesh, N., et al. (2011). Cardiopulmonary resuscitation: knowledge and personal experience among dentists in Udaipur, India. Journal of Dental Sciences, 6, 72-75. Doi:10.1016/j.jds.2011.03.006

17. Sofyan & Sahputra. (2009). Gambaran

tingkat pengetahuan perawat tentang teknik steril di kamar bedah rumah sakit PT. Pelni Jakarta.

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

18. Xanthos, T., Akrivopoulou, A., Pantazopoulos, I.,

Aroni, F., Datsis, A & Lacovidou, N. (2010). Evaluation of nurses’ theoretical knowledge in Basic Life Support: A study in a district Greek hospital. International Emergency nursing, 20, 28- 32. Doi: 10.1016/j.ienj.2010.11.001

 

Gambar

Tabel 3. Karakteristik Responden

Referensi

Dokumen terkait

Data di atas digunakan untuk mengetahui pengaruh model discovery learning dan seberapa besar pengaruh model discovery learning terhadap hasil belajar siswa

Jadi, dapat dikatakan bahwa keterkaitan rahn dengan bai’ al-wafa’ terletak pada barang yang menjadi jaminan di mana barang tersebut sama-sama harus dikembalikan kepada

Sistem informasi surat pengantar yang sedang berjalan saat ini dalam proses pengolahan datanya masih belum optimal, sehingga pengolahan data belum diperoleh secara cepat,

Hasil aplikasi saham menunjukkan nilai estimasi GPH untuk data teraggregasi memiliki pola yang random, dilihat dari nilai AIC terkecil berdasarkan kedua model, model ARFIMA

Peduli Sangat peduli dan berusaha mengetahui cara menghargai perbedaan dalam masyarakat dengan cara membaca buku dan bertanya Peduli dan berusaha mengetahui cara menghargai

Dalam kegiatan sosialisasi tersebut dipaparkan 4 topik yaitu: (i) Rencana Isu Konferensi Tingkat Menteri WTO ke - IX 2013 yang disampaikan oleh Direktur Kerja Sama Multilateral;

Empat spesimen dibuat dengan desain yang tidak optimal, kekuatan geser sambungan tidak mencukupi dengan membuat tanpa penulangan transversal, untuk mewakili sambungan pada

Fungsi timbangan boulogne adalah untuk mengetahui berat nira mentah yang dihasilkan pada stasiun penggilingan sehingga dapat ditentukan berapa banyak bahan pembantu yang