• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KINERJA BIT DEVELOPMENT WELL TRAYEK LUBANG 17 DAN 12 SUMUR X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KINERJA BIT DEVELOPMENT WELL TRAYEK LUBANG 17 DAN 12 SUMUR X"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

87

17

” DAN 12

” SUMUR X

Bambang Yudho Suranta1 dan Faishal Hafizh2

1,2STEM Akamigas, Jl.Gajah Mada No.38, Cepu E-mail: yudho_bys@yahoo.com

ABSTRAK

Pemilihan bit merupakan faktor yang penting sebelum mengebor sumur. Bit yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik dan kekerasan batuan. Formasi batuan di lapangan Sukowati terdiri dari beragam jenis batuan dengan kekerasan lunak hingga sedang. Evaluasi bit difokuskan pada trayek lubang 17 ½” dan 12 ¼” di sumur X. Bit yang digunakan untuk mengebor sumur X adalah buatan pabrik Chuanke, tipe GS605, yang didesain untuk mengebor formasi dengan kekerasan batuan lunak sampai sedang. Analisis kinerja bit yang bertujuan untuk mengetahui apakah bit memberikan laju penembusan yang optimal terhadap formasi dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti cost per foot dan bit

hydraulic horse power. Laporan menganai dull grading juga menunjukkan bahwa alasan bit dicabut

adalah karena telah mencapai target kedalaman yang diinginkan. Oleh karena itu, evaluasi kinerja bit perlu dilakukan untuk memastikan apakah tipe bit tersebut dapat digunakan untuk pengeboran sumur selanjutnya.

Kata kunci: dull grading, PDC bit, cost per foot, bit hydraulics, footage

ABSTRACT

Bit selection is significant factor before drilling a well. It must be appropriate with the characteristics and hardness of rocks. The formations in Sukowati filed consist of various hardness rock level from soft to medium rock. Bit evaluation target is focused only at 17 ½” hole size and 12 ¼” hole size of the well X. The bits are manufactured by Chuanke, type GS605, which is designed for drilling formations from soft to medium rocks. Bit performance analysis, which objective is to know whether it gives optimum rate of penetration to the formation, can be done by some methodhs such as cost per foot and bit hydraulic horse power. Dull grading becomes a critical part after running a bit or re-running it to identify the condition of the bit after drilling. The analysis made by calculating parameters taken from filed data indicate that bits perform satisfied result. Dull grading report also shows that the reason for pulling out the bit is because it has reached total depth. Therefore,based on those criteria, bit performance evaluation should be made to ensure same type of the bit can be used for next well. Keywords: dull bit grading, PDC bit, cost per foot, bit hydraulic horse power, footage

1. PENDAHULUAN

Secara geologi, batuan di lapangan Sukowati memiliki karakter, yaitu carbonate

build-up yang berumur Early Miocene pada

formasi Tuban. Karakteristik batuan

carbo-nate build-up diketahui pada seismik dari

berhentinya carbonate build-up pada lapisan

Tuban shales, dengan top seal, yaitu shales

dan mudstones yang berada di formasi Ngrayong. Secara stratigrafi, sumur X

menembus formasi Lidah dan formasi Kawe-ngan yang terdiri dari formasi Mundu dan Ledok.

Formasi yang dituju adalah formasi Tuban yang merupakan formasi produktif dengan kedalaman vertikal atau true vertical

depth (TVD) mencapai 6518 ft dan

kedala-man terukur atau measure depth (MD) mencapai 7955 ft. Trayek casing yang dipakai adalah 8 ½ ” dan susunan formasi

(2)

88

claystone. Indikasi oil trace ditemukan pada

batuan limestone dan kandungan karbon juga ditemukan pada batuan claystone. Berikut adalah informasi secara umum mengenai sumur X:

Tabel 1. Well Summary 12) Sukowati Well X Data

Operator JOB Pertamina-Petrochina East Java

Well name Sukowati X Longitude 111o54o14.021oE Latitude 07o09o32.834”S Field Tuban Block,

East Java Basin Country Indonesia Classification Development Well Objectives Oil and Gas Reservoir Trap Type Stratigraphic (reef-carbonate

build up) Well Profile Directional Well Reference Depth Rotary Table (RT) RT-MSL Elevation 86 ft

RT-GL Elevation 30 ft GL-MSL Elevation 56 ft

Proposed TD 7,872’MD/6,450’TVD KB Actual TD 7955’MD/6518’TVD

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, kinerja bit hanya ditinjau melalui

footage. Footage adalah kedalaman yang

dapat diperoleh bit mulai dari dimasukkan hingga bit dicabut. Apabila bit footage kecil, maka kemungkinan bit tidak cocok dengan formasi yang ditembus dan harus dicabut karena menyebabkan kerugian waktu dan biaya.

Data geologi, khususnya stratigrafi, diperlukan sebagai pertimbangan dalam pemilihan bit. Data stratigrafi didapat pada saat pengeboran, yaitu dengan identifikasi sampel cutting oleh geologist. Sampel

cutting yang diambil setiap interval

kedalaman tertentu dapat memberikan

informasi mengenai litologi batuan di lapangan tersebut. Data stratigrafi diperoleh dari pengeboran sumur sebelumnya dan

dijadikan perkiraan stratigrafi untuk

pengeboran sumur selanjutnya. Perkiraan stratigrafi sumur X dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3.

Tabel 2. Anticipated Stratigraphy 12)

Formasi Depth Batuan

Alluvium (Holocene) Surface to 640’ TVD KB a. sandstone b. calcareous siltstone Lidah (Pleistocene) 640’ to 1369’ TVD KB a. calcareous claystone b. sisipan limestone c. sandstone Kawengan (Pliocene): a. Mundu member b. Ledok member 1369’ to 4030’ TVD KB a. calcareous claystone b. limestone c. sandstone d. siltstone Wonocolo (Middle-Late Miocene) 4030’ to 5716’ TVD KB a. calcareous claystone b. limestone c. siltstone d. sandstone Ngrayong (Middle Miocene) 5716’ to 6081’ TVD KB a. claystone b. limestone c. sandstone Tuban (EarlyMiocene) 6081’ to 6450’ TVD KB a. carbonate build up b. limestone with algal foraminiferal c. packstones- wackstones

Tabel 3. Top Formation of Sukowati 13)

Formasi Well X Prog-nosis Well X by Sample and ROP Hi/Lo To KB=86’ KB=86’ Prog-nosis TVD ft MD ft TVD ft Ft Alluvium Surface Surface Surface Surface

Lidah 640 630 630 ±10’ Higher Kawengan (Mundu) 1368 1362 1362 ±7’ Higher Kawengan (Ledok) 3665 3240 2957 ±698’ Higher Wonocolo 4030 4598 3972 ±58’ Higher Ngrayong (Marker) 5716 6707 5560 ±156’ Higher Tuban Carbonate 6081 7350 6048 ±33’ Higher Total Depth 6450 7955 6518 ±98’ Lower

(3)

89

Oleh karena itu, karakteristik formasi perlu dianalisis untuk menentukan tipe bit yang sesuai, kemudian menentukan hidrolika

bit yang optimum agar diperoleh footage

yang tinggi dan pengangkatan cutting yang baik. Selain itu, dilakukan dull grading pada

bit yang telah digunakan dan analisis

terhadap kinerja bit dengan metode cost per

foot sebagai dasar pertimbangan apakah tipe

bit tersebut cocok digunakan untuk

mengebor sumur selanjutnya.

A. Polycrystalline Diamond Compact Bit

PDC bit adalah salah satu klasifikasi dari fixed cutter bit yang baik digunakan untuk formasi-formasi keras, seperti formasi pasir atau formasi karbonat. Bit ini memiliki

polycrystalline diamond yang ditanam langsung pada tungsten carbide body. Peng-gunaan PDC bit juga sesuai untuk formasi

shale dan sandy shale, walaupun sering

terjadi problem bit balling seperti pada formasi-formasi yang sangat lunak. Namun, optimasi bit hydraulics sangat berperan dalam mengurangi bit balling. Selain itu, bentuk atau profil crown dari PDC bit merupakan hal penting dalam desain bit.

Gambar 1. Bit Profile 3:194)

B. IADC Dull Grading System

Analisis dull bit grading menurut IADC system tidak hanya berupa pemilihan bit sebelum digunakan untuk mengebor, tetapi

juga evaluasi kerusakan bit setelah

digunakan. Evaluasi ini disebut IADC dull

bit grading dan digunakan untuk roller cutter bit maupun drag bit. Dalam IADC dull bit grading terdapat delapan kategori

untuk menentukan apakah bit harus diganti atau masih dapat digunakan. Dull bit grading

system membagi cutting structure dari bit

menjadi empat kategori, yaitu inner, outer,

dull characteristic dan location. Kemuadian

kategori berikutnya adalah bearing/seals,

gauge, other dull characteristic dan reason pulled. Setiap merek bit dari perusahaan

biasanya memiliki dull bit grading system yang masing-masing mengacu pada IADC

system.

C. Metode Cost Per Foot

Penentuan suatu biaya pengeboran yang umum digunakan adalah evaluasi efisiensi

bit run dalam suatu sumur. Sebagian besar

waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu sumur digunakan untuk pengeboran atau melakukan trip penggantian bit. Metode

cost per foot adalah metode perhitungan

untuk total biaya yang diperlukan untuk

mengebor suatu kedalaman lubang1). Selain

meninjau biaya bit, biaya sewa rig, drilling

time termasuk selama cabut dan masuk

rangkaian drill string.

D. Bit Hydraulics Horse Power (BHHP)

BHHP adalah salah satu metode dari bit

hydraulic untuk menentukan berapa rate

optimum dari pompa yang diperlukan agar laju penembusan (penetration rate) dapat ditingkatkan dan pengangkatan cutting menjadi lebih baik. Prinsip dasar dari metode ini menganggap bahwa semakin besar daya yang disampaikan fluida terdahap batuan

akan semakin besar pula efek

pembersihannya, sehingga metoda ini

berusaha untuk mengoptimumkan horse

power (daya) pada bit yang berasal dari

pompa di permukaan1).

2. METODE

Dalam mengevaluasi kinerja bit yang digunakan pada pengeboran sumur X trayek lubang 17 1/2” dan 12 1/4”, beberapa data yang dibutukan adalah daily drilling report (DDR), well program, dan final well report. DDR adalah laporan aktual mengenai operasi pengeboran yang direkapitulasi tiap hari,

well program adalah prosedur perencenaan

(4)

90

komplesi sumur, dan final well report adalah laporan yang berisi data-data aktual yang diperoleh selama proses pengeboran sampai selesai. Data-data tersebut dapat diperoleh atas izin company man dan operator data

unit.

Dari beberapa data yang telah diperoleh, kemudian diolah lebih lanjut dan hanya diambil data yang dibutuhkan untuk analisis perhitungan berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan. Data tersebut meliputi bit

record, spesifikasi bit, bit hydraulic, litologi

batuan yang ditembus bit, spesifikasi pompa, dan dull bit grading. Spesifikasi bit secara detail dari pabrik pembuat diperoleh melalui media internet.

Dalam penentuan klasifikasi jenis bit, data mengenai spesifikasi bit dari pabrik pembuat sangat penting. Setiap perusahaan memiliki sistem klasifikasi yang berbeda-beda, tetapi mengacu pada sistem IADC yang sama. Berdasarkan data bit record, merek bit yang dipakai adalah Chuanke. Cara mengklasifikasikan jenis bit tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk karakter pertama, jenis bit dibagi menjadi drilling bit dan core bit. Untuk bit yang terbuat dari diamond, kode dinyatakan dengan huruf D untuk drilling bit dan C untuk core bit. Untuk tipe ballset dinyatakan dengan huruf S untuk drilling bit dan SC untuk core bit, sedangkan untuk tipe PDC dapat dinyatakan dengan huruf R, G, GS, BD untuk drilling bit, dan RC, GC untuk

core bit.

Gambar 2: PDC Bit Chuanke Classification 8)

2. Karakter ke dua menunjukkan ukuran

cutter dari bit yang dinyatakan dengan kode

angka. Kode tersebut terdiri dari nomor 3, 4, 5, dan 6 yang masing-masing mewakili tinggi dan diameter dari bit. Kemudian karakter ke tiga menunjukkan jumlah blade pada bit yang dinyatakan dengan dua digit angka, misalkan jumlah dari blade adalah 3, maka pada kode klasifikasi ditulis 03. Karakter terakhir adalah sufix atau feature dari bit yang dinyatakan dengan huruf.

Gambar 3. PDC Bit Chuanke Classification 8)

Setelah menentukan klasifikasi bit

berdasarkan panduan yang disediakan peru-sahaan, perlu juga untuk mengatahui sistem klasifikasi menurut IADC system. Aturan dari IADC system untuk klasifikasi fixed

cutter bit terdiri dari satu huruf dan tiga

angka. Huruf pertama menjelaskan cutter

type dan body material dari bit yang

dijelaskan sebagai berikut:

1. D – natural diamond/matrix body. 2. M – PCD/matrix body.

3. S – PCD/steel body. 4. T – TSP/matrix body. 5. O – other.

(5)

91

sedangkan angka ke dua menjelaskan nomor tipe bit atau dapat juga dinyatakan dalam

cutter size, dan angka ke tiga disebut dengan bit profile yang merupakan tipe body pada bit. Penjelasan secara ringkas mengenai

klasifikasi bit menurut IADC dapat dilihat pada gambar 4 dan gambar 5, dan untuk dull grading system pada tabel 4 dan tabel 5.

Gambar 4. IADC Fixed Cutter Classification 9)

Gambar 5. IADC PDC Bit Classification 8)

Dull bit grading dilakukan berdasarkan

aturan IADC dull grading system. Ada delapan bagian dari dull bit grading yang diperhatikan, yaitu inner row, outer row, dull

characteristic, location, bearing seal, gauge, other characteristic, reason pulled. Pada fixed cutter bit, inner row adalah dua per tiga

dari radius bit dan outer row adalah satu per tiga dari radius bit.

Gambar 6. Bit Dull Location 10)

Tabel 4. IADC Dull Bit Grading Chart Bagian Satu 11) Cutting Structure Inner Rows Outer Rows Dull Characteristic Location

Tabel 5. IADC Dull Bit Grading Chart Bagian Dua 11) B G Remarks Bearing/Seals Gauge 1/16 Other Characteristic Reason Pulled X In Gauge 1 Undergauge 1/16 Up to 1/16 2/16 1/16 to 2/16 3/16 2/16 to 3/16 4/16 3/16 to 4/16 0 : No Wear 8 : No Usable BT: Broken Teeth BU: Balled Up CR: Cored CT: Chipped Cutters ER: Erosion HC: Heat Checking JD: Junk Damage LN: Lost Nozzle LT: Lost Cutter WT: Worn Teeth C: Cone N: Nose T: Taper S: Shoulder G: Gauge A: All AReas Fixed Cutter Bit

(6)

92

Kemudian untuk menganalisis kinerja

bit, metode cost per foot digunakan dengan

cara menge-plot kurva cost per foot yang diperoleh dari Pers. 1 versus jam. Footage

dihitung dari selisih kedalaman tiap

bertambah satu jam. Rumus cost per foot yang digunakan adalah

CPF= ...(1)

Untuk indikasi awal, kurva ini akan mengalami penurunan dan akan terjadi kenaikan kurva jika telah mencapai break even. Jika setelah break even dilanjutkan, maka pengeboran tidak ekonomis lagi, sehingga bit perlu dicabut. Selain itu, peru-bahan formasi dan rate of penetration yang lambat merupakan pertimbangan untuk men-cabut bit. Selanjutnya, analisis yang dilakukan adalah hidrolika bit dengan metode BHHP. Untuk penentuan ukuran nozzle yang meru-pakan fungsi dari densitas lumpur, rate optimum dan kehilangan tekanan di bit dijabarkan dalam bentuk Pers.2 sebagai berikut: A = ...(2)

Sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu harus ditentukan besarnya faktor pangkat (Z) dan konstanta kehilangan tekanan (Kp) dengan menggunakan Pers. 3 atau Pers.4 dan Pers. 5 atau Pers. 6, yaitu: Z = ...(3)

Z = ...( 4)

Kp = ...( 5)

Kp = ...( 6)

Selain itu, data yang perlu diketahui juga adalah rate minimum, rate maksimum, tekanan maksimum pompa, daya maksimum pompa, dan densitas lumpur. Berikut adalah urutan perhitungan dengan konsep BHHP. Langkah pertama adalah menghitung Qopt dengan kondisi tekanan maksimum. Hitung kehilangan tekanan di bit dengan Pers.7 Pb = x Pm...(7)

Hitung rate optimum dengan persamaan berikut: Qopt = ...(8)

Perhatikan apakah Qopt lebih kecil dari rate maksimum (Qmax). Jika tidak terpenuhi maka, Qopt = Qmax, sehingga Pb = Pm – Kp x Qopt2 ...( 9)

Perhatikan apakah Qopt tersebut lebih besar dari rate maksimum (Qmax). Jika tidak terpenuhi, maka Qopt = Qmax Pb = Pm – Kp x Qopt2 ...( 10)

Hitung daya yang diperlukan di permukaan (Hps) Hps = ...(11)

Perhatikan apakah daya yang diperlukan di permukaan (Hps) tidak lebih besar dari daya maksimum pompa (Hpm). Jika tidak terpe-nuhi, coba dengan kondisi daya maksimum. Kemudian hitung luas nozzle total optimum dengan Pers.(12), yaitu: A = ...(12)

Jika kondisi tekanan tidak terpenuhi, maka coba dengan kondisi daya maksimum dengan menghitung kehilangan tekanan di bit dengan Pers.13 sebagai berikut: Pb = 1714 x – Kp x ...( 13)

(7)

93

Hitung rate optimum (Qopt) dengan per-samaan Qopt = Qmin dan hitung tekanan yang diperlukan di permukaan (Ps) dengan Pers.(14), yaitu:

Ps = ...( 14) Perhatikan apakah Ps lebih kecil dari tekanan maksimum pompa (Pm). Jika tidak terpe-nuhi, coba dengan kondisi pertengahan dengan menghitung luas nozzle total yang optimum dengan Pers.(15), yaitu:

A = ...( 15) Jika kondisi tekanan maksimum dan kondisi daya maksimum tidak terpenuhi, gunakan ondisi pertengahan dengan menghitung tekanan rate optimum (Qopt) dengan Pers.(16), yaitu:

Qopt = ...(16) Kemudian hitung kehilangan tekanan di bit dengan persamaan berikut:

Pb = Pm - Kp ...(17) Hitung luas nozzle total optimum dengan Pers.(18).

A = ...(18)

3. PEMBAHASAN

Berdasarkan final well report, trayek

casing 13 3/8” dan trayek casing 9 5/8”

dibor dengan menggunakan bit ukuran masing-masing 17 ½” dan 12 ¼”. Sebelum membahas evalusi kinerja bit, bit record perlu diketahui untuk menganalisis kondisi bit ketika digunakan untuk mengebor trayek tersebut mulai dari awal run in hole (RIH) sampai dengan pull out of hole (POOH). Rincian mengenai masing-masing trayek akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Trayek Lubang 17 ½”

Trayek lubang 17 ½” dibor dengan menggunakan PDC bit dengan merek

Chuanke, tipe GS605F, dan ukuran nozzle

10x13”. Bit tersebut digunakan untuk mengebor semen, casing shoe, dan formasi sampai total depth (TD) pada kedalaman 4006 ft. Formasi yang ditembus adalah formasi Mundu yang ditemukan pada kedalaman 1362 ft MD/TVD dan formasi Ledok yang ditemukan pada kedalaman 2957 ft TVD atau 3240 ft MD berdasarkan sampel cutting yang diambil. Formasi Mundu memiliki ketebalan 1595 ft dan terdiri dari dominan claystone dengan sisipan sandstone, siltstone, dan limestone,

sedangkan formasi Ledok mempunyai

ketebalan 1015 ft dan terdiri dari dominan

claystone dengan sisipan limestone dan siltstone. Bit tersebut mampu mencapai footage 2975 ft dengan bit time hours, yaitu

56.65 hours. Alasan bit dicabut adalah karena sudah mencapai total depth dari trayek.

B. Trayek Lubang 12 ¼”

Pada trayek ini digunakan dua bit berukuran 12 ¼” untuk mengebor formasi hingga TD pada kedalaman 7266 ft MD.

Running PDC bit dari kedalaman 4016 ft dan drill sampai TD pada kedalaman 7266 ft.

PDC yang digunakan adalah merek

Chuanke, tipe GS605F, dan ukuran nozzle

1x18”,6x16”. Formasi yang ditembus dengan

bit ini adalah formasi Wonocolo dan

Ngrayong. Formasi Wonocolo ditemukan pada kedalaman 4598 ft MD atau 3972 ft TVD dan memiliki ketebalan 1588 ft. Komposisi batuan pada formasi Wonocolo adalah dominan claystone dengan sisipan

limestone dan siltstone. Formasi Ngrayong

yang ditemukan pada kedalaman 6707 ft MD atau 5560 ft TVD memiliki ketebalan 488 ft dan dijadikan sebagai marker. Komposisi batuan pada formasi Ngrayong adalah dominan claystone dengan sisipan limestone dan siltstone yang tipis. Bit digunakan selama 88 jam dan footage yang dicapai 3250 ft. Alasan bit dicabut adalah karena

(8)

94 Tabel 6. Bit Record Trayek Lubang

17-1/2” dan 12 1/4” 14)

Data Record Nilai dan Spesifikasi

Sequence No. 2 3 4

Bit NEW NEW RR

Size (inch) 17 ½” 12 ¼” 12 ¼”

Type PDC TCB PDC

Manufacture Chuanke - Chuanke Nozzles 10x13” 3x32” 1x18”, 6x16” S/N 11904833 0800957 0095 1616832 Depth in ft (MD) 1031 4006 4016 Depth Out ft (MD) 4006 4016 7266 Bit Run (ft) 2975 10 3250 Bit Time (hrs) 56.65 1.09 87.91 Avg.ROP (ft/hrs) 52.5 9.2 36.9 WOB (Klbs) 5-26 5-15 1-15 RPM 60-134 60-80 80-120 Flow Rate gpm 880-900 729 800 SPP (psi) 3000-3300 2390 2671-3438

C. Analisis Kinerja Bit Chuanke 17 ½”

Terhadap Formasi

Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, bit yang dipakai pada trayek lubang ini adalah PDC bit tipe GS605F. Berdasarkan kode tersebut, dapat diterjemahkan bahwa bit memilki tipe cutter PDC, dan tipe body material dari steel. Ukuran dari cutter bit, yaitu 19 mm dengan diamter cutter 3/4”, dan jumlah blade-nya 5 buah. Jika merujuk kepada sistem IADC, maka bit sesuai dengan kode S223 yang berarti body bit terbuat dari steel, cocok digunakan pada formasi lunak, dengan

medium bit profile. Selain itu, bit juga

dilengkapi dengan feature khusus, yaitu fast

drilling. Untuk lebih detailnya, spesifikasi

PDC bit Chuanke tipe GS605F dapat dilihat pada tabel 7.

Jika diterjemahkan berdasarkan sistem klasifikasi IADC, bit sesuai dengan kode IADC S223 yang berarti bit memiliki tipe

steel body dan PDC cutter berukuran

diantara 14-24 mm. Bit tersebut cocok untuk kekerasan formasi soft hingga medium, dan

profile dari bit adalah short taper. Untuk

melihat apakah jenis bit tersebut cocok untuk formasi yang ditembus, maka harus dilihat jenis batuan dan tingkat kekerasannya pada kedalaman formasi yang ditembus dengan bit.

Tabel 7. PDC Bit Chuanke GS605 8)

Bit Feature

1. Suitable in soft formation

2. Medium parabolic profile and light cutter density enhances the aggression of the bit

3. Patended cutter to promote longer bit life in the soft formations wit hard interbed layers

4. Optimized hydraulics design, improved bits cleaning ability and avoid balling

Bit Information

Size Nozzles Gage API CONN.

in No. In In 8-1/2 5-7 2-3 4-1/2 9-7/8 5-7 2-3 6-5/8 12-1/4 7-10 2-4 6-5/8 16 7-10 3-5 7-5/8 17-1/2 7-10 3-5 7-5/8

RECOMMENDED OPERATION PARAMETER

Hydraulic Flow Rate Rotation

Speed Weight On Bit 1/s gpm Rpm KN Klbs 25-38 400-600 60-350 13-66 3-15 30-44 475-700 60-350 13-90 3-20 38-60 600-950 60-350 13-100 3-22 60-90 950-1450 60-300 17-135 4-30 60-90 950-1450 60-300 17-135 4-30

D. Analisis Penggunaan Bit Chuanke 12 ¼” Terhadap Formasi

Bit yang digunakan pada kedalaman

4016 ft sampai 7266 ft dibor dengan tipe bit yang sama dengan bit pada trayek lubang 17 ½”, yaitu tipe GS605F. Namun, ukuran bit yang dipakai berbeda, yaitu 12 ¼”. Hal tersebut menandakan bahwa bit tipe tersebut masih ekonomis untuk digunakan di trayek lubang 12 ¼”, meskipun lapisan yang ditembus semakin dalam.

Berdasarkan data formasi batuan yang ditembus dengan bit 17 ½” dan bit 12 ¼” dengan tipe bit yang sama, yaitu GS605F, maka dapat diketahui bahwa lapisan batuan yang ditembus adalah limestone, claystone,

(9)

95

dan siltstone. Jenis batuan yang dominan ditembus dengan kedua bit adalah lapisan

claystone dan dengan mengamati tabel 8,

dapat diketahui bahwa bit tipe GS605 cocok untuk formasi soft dengan compressive

strength yang rendah dan high drillability

yang terdiri dari contoh tipe batuan seperti

marl salt, anhidrite, dan shale sand.

Tabel 8. Chuanke Bit Selection Guide Bagian 1 (8)

Jenis Data Spesifikasi

Formation ULTRA SOFT with stick layers and low Compres-sive strength SOFT with low compres-sive strength and high drillability SOFT to MEDIUM compres-sive strength and high drillability Rock type Gumbo

Clay Marl Marl Salt Anhydrite Shale Sand Shale Sand Chalk PDC Bit G574 AG574 G554 AG554 BD554 STR554 R574 G604 AG574 AG526 BD535 G526 BD605 STR605 G505 GS605F G544P STR535 AG527 G545 G536 STR434 G405 GS605T G535 G605 STR426 STR325 G435 Ballset bit - - - N.D Bit - - - IADC Classifi-cation: Rock Bits 111-126 417 116-126 417-447 126-127 417-447

Tabel 9. Chuanke Bit Selection Guide Bagian 2 8)

Jenis Data Spesifikasi

Formation

HARD DENSE with very high

compressive strength and abrasive ULTRAHEAD and ABRASIVE

Rock Type Sandstone

Shale Volcanic PDC Bit STR386 BD308 Ballset Bit S278, S280, S790, S281 S279, S280, S281 N.D Bit - - IADC Classification: Rock Bits 547-637 647-837

Tabel 10. Chuanke Bit Selection Guide Bagian 3 8)

Jenis Data Spesifikasi

Formation SOFT to MEDIUM with low compres-sive strength with non homo-genous layers MEDIUM to HARD with medium compres-sive strength and small abrasive layers HARD DENSE with high compres-sive strength but non abrasive

Rock type Shale Sandstone Limestone Shale Sandstone Limestone Siltstone Limestone Dolomite PDC Bit G535 G536XL G545H BD536 BD445 G445XL G406 G407 BD406 GS606 STR434 STR445 STR335 G536X BD606 BD506XL BD606KG BD445ZT G506 G447XL G535 BD447 STR447 STR386 BD449 BD606KG G408 BD407 BD408 G447XL G449XL BD447 BD449 STR447 STR386 BD409 STR382 Ballset bit S225 S725 S226 S248, S725 S725, S278, S280, S279, S281 N.D Bit D331, D41 D41, D24 D24 IADC Classifi-cation: Rock Bits 417-447 437-517 517-547

Setelah mengetahui bahwa bit yang digunakan sesuai dengan formasi yang ditembus, selanjutnya akan dianalisis kulitas kinerja bit dari masing-masing trayek berda-sarkan metode cost per foot. Pada perhitu-ngan ini, parameter tc dapat diasumsikan nol karena tidak ada hambatan ketika bit mengebor trayek tersebut. Nilai tc akan menunjukkan harga tertentu ketika terdapat problem pengeboran, seperti pipe stuck. Dengan menggunakan Pers.(1) dan data berikut, grafik cost per foot dapat dibuat.

(10)

96 Tabel 11. Bit Trayek Lubang 17 ½” 14)

Data Bit Nilai dan Spesifikasi

Bit No. RR PDC BIT, IADC S223 Well Sukowati X

Bit Cost US $ 63,617.50 Rig Cost US $ 1,770.83/hour Trip 1 hour/1000 ft Size 17½" Manufacture Chuanke Type GS605F Jet 1/32” 10x13 Serial No. 11904833

Gambar 7. Grafik CPF Trayek Lubang 17 ½”

Harga cost/foot yang ditunjukkan pada grafik tersebut bukan merupakan biaya sebenarnya, melainkan sebagai indikator kerja bit tiap jam. Jika pada grafik tersebut terjadi break

even, ditandai dengan arah grafik mulai

cenderung naik, maka bit harus dicabut.

Tabel 12. Bit Trayek Lubang 12 ¼” 14)

Data Bit Nilai dan Spesifikasi

Bit No. RR PDC BIT , IADC S223 Well Sukowati X

Bit Cost US $ 30,000 Rig Cost US $ 1,770.83/hour Trip 1 hour/1000 ft Size 12 ¼” Manufacture Chuanke Type GS605F Jet 1/32” 1x18, 6x16 Serial No. 1616832

Gambar 8. Grafik CPF Trayek Lubang 12 ¼”

Berdasarkan grafik cost per foot dapat dibuktikan bahwa penggunaan bit Chuanke GS605F untuk pengeboran trayek 17 ½” dan 12 ¼” cukup ekonomis. Walaupun nilai cost

per foot menunjukkan peningkatan yang

tidak begitu banyak pada kedalaman 3323 ft dengan bit running hour 32 jam untuk bit ukuran 17 ½”, dan kedalaman 5765 ft dengan bit running hour 31 jam untuk bit ukuran 12 ¼”, hal tersebut adalah wajar karena ROP semakin menurun dan lapisan yang ditembus semakin keras, sehingga mengindikasikan bahwa terjadi keausan pada

bit. Harga pada cost per foot bukan

merupakan biaya sebenarnya, malainkan biaya relatif yang menunjukkan kinerja dari

bit. Setelah bit dicabut, kondisi bit atau bit remark dapat dilihat pada tabel 13 untuk bit

17 ½” dan tabel 14 untuk bit 12 ¼”.

Tabel 13. Bit 17 ½” Chuanke Dull Grading Chart 15)

IADC DULL GRADING CHART BIT 17 ½”

Cutting Structure

B G Remarks

I O D L O R

1 6 BT N X I JD TD

Tabel 14. Bit 12 ¼” Chuanke Dull Grading Chart 15)

IADC DULL GRADING CHART BIT 12 ¼”

Cutting Structure B G Remarks I O D L O R 1 2 BT S X I NO TD 0 100 200 300 400 500 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Co st/ foo t Bit Hours 0 50 100 150 200 250 300 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Co st Per Fo o t Bit Hours

(11)

97 E. Perhitungan Bit Hydraulic

Tujuan dari perhitungan hidrolika bit adalah untuk menentukan rate optimum dan juga luas nozzle optimum. Konsep yang digunakan adalah konsep BHHP dan alur perhitungannya seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Data yang didapat dari lapangan untuk menghitung rate optimum adalah sebagai berikut.

Tabel 15. Spesifikasi Pompa 16) Data Pompa Nilai Diameter liner pompa 6,5 inch SPM pompa kondisi 1 120 SPM pompa kondisi 2 70 Panjang stroke pompa 12 inch SPM pompa maksimum 130 Pump pressure kondisi 1 3389 psi Pump pressure kondisi 2 1153 psi Pump efficiency 97%

IHP maksimum 1734

Q maksimum 725 gpm

Pump pressure maksimum 3978 psi

Tabel 16. Data Bit Chuanke 15) Data Spesifikasi Nozzle Bit 17 ½” Bit 12 ¼”

Diameter Bit 17 ½” 12 ¼” Nozzle Size 10 x 13” 6 x 16”, 1x 8”

TFA 1,3 1,43

Cd 0,95

Untuk mendapatkan harga rate optimum, maka dibutuhkan data pompa pada kondisi yang berbeda. Kondisi pertama adalah kondisi maksimum dan kondisi ke dua adalah kondisi minimum yang masing-masing didapatkan dari drilling report berdasarkan kondisi saat pompa beroperasi. Untuk menghitung rate pompa gunakan persamaan berikut:

Q1 = 0.010206 x Ls x dL2 x (SPM1 +

SPM2) x pump eff...(19)

Jika rate optimum sudah ditemukan, maka luas nozzle optimum dapat dicari berdasar-kan tabel 17 dan tabel 18. Dari tabel tersebut luas kombinasi nozzle optimum dapat ditentukan. Hasil perhitungan bit hydraulic dapat dilihat pada tabel 19.

Tabel 17. Ukuran Nozzle dan Luas Nozzle Bagian 1 17) Nozzle Size 1 Nozzle 2 Nozzle 3 Nozzle 4 Nozzle 5 Nozzle 8/32” 0.0490 0.0981 0.1472 0.1963 0.2454 9/32” 0.0621 0.1242 0.1863 0.2485 0.3106 10/32” 0.0766 0.1533 0.2300 0.3067 0.3854 11/32” 0.0928 0.1856 0.2784 0.3712 0.4640 12/32” 0.1104 0.2208 0.3313 0.4417 0.5522 13/32” 0.1296 0.2592 0.3888 0.5184 0.6481 14/32” 0.1503 0.3006 0.4509 0.6013 0.7516 15/32” 0.1725 0.3451 0.5177 0.6902 0.8628 16/32” 0.1963 0.3926 0.5890 0.7853 0.9817 18/32” 0.2485 0.4970 0.7455 0.9940 1,2425 20/32” 0.3067 0.6135 0.9203 1.2271 1.5339 22/32” 0.3712 0.7424 1.1136 1.4848 1.8561 24/32” 0.4417 0.8835 1.3253 1.7671 2.2089 Tabel 18. Ukuran Nozzle dan Luas Nozzle

Bagian 2 17) Nozzle Size 6 Nozzle 7 Nozzle 8 Nozzle 9 Nozzle 10 Nozzle 8/32” 0.2945 0.3436 0.3926 0.4417 0.4908 9/32” 0.3727 0.4348 0.4970 0.5591 0.6212 10/32” 0.4601 0.5368 0.6135 0.6902 0.7669 11/32” 0.5568 0.6496 0.7424 0.8352 0.9280 12/32” 0.6626 0.7731 0.8835 0.9940 1.1044 13/32” 0.7777 0.9073 1.0369 1.1665 1.2962 14/32” 0.9019 1.0523 1.2026 1.3529 1.5032 15/32” 1.0354 1.2080 1.3805 1.5531 1.7257 16/32” 1.1780 1.3744 1.5707 1.7671 1.9634 18/32” 1.4910 1.7395 1.9880 2.2365 2.4850 20/32” 1.8407 2.1475 2.4543 2.7611 3.0679 22/32” 2.2273 2.5985 2.9697 3.3410 3.7122 24/32” 2.6507 3.0925 3.5342 3.9760 4.4178 Tabel 19. Hasil Perhitungan Bit Hydraulic

Parameter yang Dihitung Bit 17 ½” Bit 12 ¼” Q1 1205 gpm Q2 703 gpm Pb1 934 psi 772 psi Pb2 317 psi 262 psi Pp1 2455 psi 2617 psi Pp2 836 psi 891 psi Kp 0.00169 0.0018 Z 2 2 Pb maksimum 2652 psi Qopt 886 gpm 858 gpm Kondisi Terpenuhi karena Qopt<Qmax dan

Qopt>Qmin Hps 1028 HP 996 HP Kondisi Terpenuhi karena HPs<HPm

An 0.57 0.549 Kombinasi Nozzle 4 x 8”,6 x 9” 8 x 8”,2 x 10” TFA Kombinasi Nozzle 0.569 0.5459

(12)

98 4. SIMPULAN

Hasil evaluasi dari bit yang dipilih untuk mengebor trayek lubang 17 ½” dan trayek lubang 12 ¼” menunjukkan bahwa kinerja bit cukup baik. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa hasil analisis sebagai berikut.

1. Pada trayek lubang 17 ½”, bit dapat mengebor sampai mencapai footage 2975 ft dengan bit running hours 56,65 jam dan pada trayek lubang 12 ¼”, footage yang dicapai adalah 3250 ft dengan bit running hours 67,91 jam.

2. Analisis metode cost per foot pada gambar 7 dan gambar 8 menunjukkan trend yang normal, dan jika ditinjau dari dull bit grading, alasan bit dicabut adalah karena bit telah mencapai total depth. 3. Kinerja bit akan lebih baik apabila

kombinasi nozzle yang digunakan adalah 4x8”; 6x9” dengan TFA 0,569 untuk bit 17 ½” dan 8x8”; 2x10” dengan TFA 0,5459 untuk bit 12 ¼”

5. DAFTAR PUSTAKA

1. Rubiandini, Rudi. Teknik Operasi

Pemboran Volume 1. Bandung: Institute Teknologi Bandung; 2012.

2. Mitchell, Robert and Stefan Miska. Fundamental of Drilling Engineering. United States of America: Society of Petroleum Engineers; 2011.

3. Bourgoyne, Adam, dkk. Applied

Drilling Engineering. United States of

America: Society of Petroleum

Engineers; 1986.

4. Mudofir, Achmad. Drilling Bit. Cepu: Pusdiklat Migas; 1997.

5. Boryczko, Piotr. Drill Bit Selection and

Optimization in Exploration Well

6507/6-4A in the Nordland Ridge Area

[Thesis]. Norway: University of

Stavanger; 2012.

6. Akpojevwe, Vincent. Drilling Bit

Performance Optimization in Eldfisk Field [Thesis]. Norway: University of Stavanger; 2012.

7. Dea Asmara, Ramadhani. Evaluasi

penggunaan Polycrstalline Diamond

Compact Bit Trayek 8,5” Pada Opreasi Pemboran Lapangan Talang Jimar PT. Pertamina EP [Thesis]. Yogyakarta: UPN Veteran Yogyakarta; 2015.

8. Sichuan Chuanshi. Catalogue of

Chuanshi Chrida Diamond Bit.

http://www.ckbit.com. Diakses pada

tanggal 11 Mei 2015.

9. International Association of Drilling

Contractors. IADC Classification

System for PDC Drill Bits.

http://www.rock-drill-bit.com/iadc.html. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. 10. Drillingformula. Dull Bit Characteristic

Location. www.drillingformulas.com.

Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. 11. Petrowiki. PDC Bit Classification.

Petrowiki.org/PDC_bit_classification. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. 12. Sukowati Field. Well Proposal: Geology

and Geophysics. Sukowati: JOB-PPEJ; 2014.

13. Sukowati Field. Final Well Report. Geology: Top Formation of Sukowati. Sukowati: JOB-PPEJ; 2014.

14. Sukowati Field. Final Well Report. Drilling: Bit Record. Sukowati: JOB-PPEJ; 2014.

15. Sukowati Field. Daily Drilling Report: Bit Data. Sukowati: JOB-PPEJ; 2014.

16. HongHua America. Mud Pump

Spesification. www.hh-america.com.

Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. 17. Premium Rock Bit. Bit Nozzle Chart

Reference. www.premiumrockbit.com. Diakses pada tanggal 11 Mei 2015. Daftar Simbol

CPF = cost per foot, (US$/ft) Cb = harga bit, (US$) Ct = sewa rig per jam (US$) tb = waktu rotasi bit (jam ke) tc = waktu bit tidak berotasi (jam ke) tt = trip time (hours)

∆D = footage (ft) A = luas nozzle, (in2) ρm = densitas lumpur (ppg)

Qopt = laju optimum/flow rate optimum (gpm) Pb1 = presure loss di bit pada kondisi Q1 (psi)

(13)

99 Pb2 = pressure loss di bit pada kondisi Q2 (psi)

Kp = konstanta pangkat

Pp1 = paracitic pressure loss pada Q1 (psi) Pp2 = paracitic pressure loss pada Q2 (psi) Z = faktor pangkat

Q1 = flow rate pompa pada kondisi 1 (gpm) Q2 = flow rate pompa pada kondisi 2 (gpm) Pm = tekanan maksimum (psi)

Ps = tekanan di permukaan (psi) HPS = Horse Power di permukaan (hp) An = luas nozzle (in2)

Hpm = daya maksimum pompa (hp) Qmin = flow rate minimum (gpm) IHP = input horse power (hp) TFA = total flow area (in2)

Gambar

Tabel 1. Well Summary  12)
Gambar 1. Bit Profile  3:194)
Gambar 2: PDC Bit Chuanke  Classification  8)
Gambar 5. IADC PDC Bit Classification  8)
+5

Referensi

Dokumen terkait

KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT BERBASIS KEPERCAYAAN LOKAL (Studi Kasus pada Komunitas Penganut Ajaran Sunda Wiwitan di Kp. Kontrak NAMA PENELITI

[r]

Setelah berdiskusi, siswa mampu menerapkan dua kegiatan yang sesuai dengan sila kesatu dan kedua dari sila Pancasila dalam kehidupan sehari- hari dengan benar.. Setelah mengamati

Dokumen ini dibuat oleh fungsi kas sebagai bukti penyetoran kas yang diterima dari piutang ke bankd. Bukti setor dibuat 3 lembar dan diserahkan oleh fungsi

4) Penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, yakni bila seseorang karyawan tetap tahu kegunaan dari pekerjaan, dan juga sudah tahu betapa sangat pentingnya pekerjaannya. Maka

Promosi kesehatan yang dilakukan hendaknya lebih ditekankan pada peningkatan peran para ibu, misalnya dengan penyuluhan bersama antara petugas dari

beberapa fauna endemik yang hanya terdapat di satu wilayah, yaitu.. Tuatara ( Sphenodon punctatus ) sejenis amphibi purba yang hanya

MTs Unggulan Nurul Islam adalah lembaga yang berbasis pesantren, yang menjadikan akhlak sebagai Visi utama, sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Madrsaha