• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberian pelatihan balance strategy exercise lebih baik daripada pelatihan core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada Lansia di Banjar Bumi Santi Denpasar Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberian pelatihan balance strategy exercise lebih baik daripada pelatihan core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada Lansia di Banjar Bumi Santi Denpasar Barat."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN PELATIHAN BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK DARIPADA PELATIHAN CORE STABILITY EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN

DINAMIS PADA LANSIA DI BANJAR BUMI SHANTI, DESA DAUH PURI KELOD, KECAMATAN DENPASAR BARAT

1

Ni Putu Renisa Apriani, 1 Ni Wayan Tianing, 2I Putu Adiartha Griadhi

1. Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, dan Universitas Udayana Denpasar Bali 2. Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali

ABSTRAK

Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan keseimbangan tubuh dalam posisi bergerak. Adanya latihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis antara lain dengan core stability exercise dan balance strategy exercise. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian pelatihan balance strategy exercise lebih baik daripada pelatihan core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan randomized pre and post test control group design dengan teknik pengambilan sampel secara sample random sampling. Sampel sebanyak 24 orang dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing 12 orang. Kelompok 1 sebagai kelompok perlakuan I dengan pelatihan core stability exercise, sedangkan kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan II dengan pelatihan balance strategy exercise. Keseimbangan dinamis lansia diukur dengan menggunakan TUGT (Timed Up and Go Test) sebelum dan sesudah pelatihan pada setiap kelompok. Uji normalitas dan homogenitas data diuji dengan menggunakan Saphiro-Wilk Test dan Levene’s Test.

Paired sample t-test digunakan untuk menganalisis data penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan keseimbangan dinamis yang signifikan pada kelompok perlakuan I sebesar 2,49 detik (p<0,05) dan pada kelompok perlakuan II sebesar 4,49 detik (p<0,05). Uji beda selisih dengan independent t-test menunjukkan adanya perbedaan peningkatan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II (p<0,05) dengan persentase peningkatan 19,35% pada kelompok perlakuan I dan peningkatan 36,06% pada kelompok perlakuan II.

Kesimpulannya balance strategy exercise lebih baik daripada core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.

Kata kunci : keseimbangan dinamis, core stability exercise, balance strategy exercise, lansia

GRANT OF BALANCE STRATEGY EXERCISE TRAINING BETTER THAN CORE STABILITY EXERCISE TRAINING IN IMPROVING THE DYNAMIC BALANCE ELDERLY IN BANJAR

BUMI SHANTI, DAUH PURI KELOD VILLAGE, DENPASAR WEST DISTRICT ABSTRACT

Dynamic balance is the maintenance of the balance of the body in a position to move. The existence of exercises that can be given to improve the dynamic balance among others, with core stability exercise and balance exercise strategy. The purpose of this study was to prove that the grant of balance strategy exercise training better than core stability exercise training in improving the dynamic balance elderly.

This study is a randomized experimental design with pre and post test control group design with sampling technique sample random sampling. A sample of 24 people divided into two groups of 12 people each. Group 1 as the first treatment group with core stability exercise training, while group 2 as the second treatment with balance exercise strategy training. Dynamic balance of elderly measured using TUGT (Timed Up and Go Test) before and after the training in each group. Normality and homogeneity test data is tested by using the Shapiro-Wilk test and Levene's Test.

Paired sample t-test was used to analyze the research data that showed a significant increase in dynamic equilibrium in the first treatment group of 2.49 seconds (p<0.05) and 4.49 seconds for the second treatment group (p<0.05). Different test difference with independent t-test showed the difference in improvement between the first treatment group and the second treatment group (p<0.05) with a percentage increase of 19.35% in the first treatment group and increased 36.06% in the second treatment group.

In conclusion balance strategy exercise better than the core stability exercises to improve dynamic balance in the elderly.

(2)

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sebagai makhluk sosial yang eksploratif dan potensial. Dengan menyadari sifat manusia tersebut, tentu manusia erat kaitannya dengan kesehatan. Hal ini dikarenakan dengan memiliki tubuh yang sehat akan membantu melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa memiliki keluhan-keluhan yang membatasi gerak seseorang. Hidup sehat berperan penting dalam kehidupan semua orang. Sehingga hal ini perlu diperhatikan secara seksama terutama kesehatan bagi para lansia (lanjut usia).

Jumlah lanjut usia di dunia semakin bertambah sebagai hasil dari peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka kematian.1,2 Usia harapan hidup di Indonesia adalah 69,4 tahun.3 Rata-rata pertumbuhan lansia berusia 80 tahun atau lebih di dunia pertahun adalah 3,8% dan persentase tersebut 2 kali lebih tinggi daripada usia 60 tahun keatas. Sehingga pada tahun 2050 diperkirakan Indonesia menjadi Negara terbesar keenam dengan jumlah lansia berusia 80 tahun atau lebih setelah Cina, India, USA, Jepang, dan Brasil yaitu mencapai 10 juta.4 Lanjut usia adalah suatu kelompok populasi yang berisiko (at risk). Batasan lansia (lanjut usia) menurut WHO meliputi, usia pertengahan (middle age) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (eldery) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 76 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.5

Pada lansia akan mengalami proses penuaan dimana menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan pada jaringan untuk memperbaiki dirinya atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga akan tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya.6

Semakin bertambahnya usia pada lansia, cenderung akan mengalami berbagai gangguan fungsi dan gerak. Masalah-masalah pada lansia terjadi secara fisiologis maupun patologis yang mengganggu fungsi sistem inderanya. 7

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh. Kemampuan keseimbangan tentu dapat berkurang seiring penambahan usia karena terjadi perubahan pada sistem saraf pusat atau neurologis, sistem sensori seperti sistem visual, vestibular dan propiosepsi serta sistem muskuloskeletalnya.8

Berkurangnya keseimbangan pada lansia akan mempengaruhi kondisi lain seperti mengalami gangguan berjalan dan jatuh. Menurut WHO, prevalensi jatuh sekitar 28-35% dari penduduk usia 65 tahun keatas dan 32-42% pada usia 70 tahun keatas.9 Berdasarkan survei masyarakat AS, Tenetti (1992) mendapatkan sekitar 30% lansia yang berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.10

Jatuh secara singkat dapat diartikan sebagai kejadian yang dapat menyebabkan seseorang mendadak berada di posisi yang lebih rendah dari posisi semula dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka dan tanpa unsur kesengajaan. Selain jatuh, lansia sering mengalami gangguan berjalan

(gait disorders). Gangguan berjalan

sendiri merupakan terjadinya penurunan pada kecepatan berjalan atau berkurangnya kualitas pada gerakan, simetris tubuh dan kesatuan gerakan tubuh.11

(3)

Pelatihan ini baik untuk meningkatkan keseimbangan seseorang dan merupakan suatu program latihan untuk memperbaiki keseimbangan diantaranya dengan latihan penguatan (strengthening) kontrol keseimbangan, berjalan pada permukaan yang berbeda dan penguatan otot-otot

core pada umumnya.12

Menurut penelitian Suadnyana tahun 2014, core stability adalah kemampuan mengontrol posisi dan gerak dari trunk

sampai pelvic yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal. Pemberian latihan diberikan 3 kali seminggu selama 4 minggu dengan menunjukkan adanya peningkatan timed

up and go test (TUGT) dan mampu

meningkatkan keseimbangan dinamisnya.13

Selain itu, terdapat pula pelatihan lainnya seperti Balance Strategy

Exercise. Pelatihan Balance Strategy

Exercise adalah serangkaian gerakan

yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis melalui stretching maupun

strengthening.14 Menurut Jowir, 2009

balance exercise adalah latihan khusus

untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular atau keseimbangan tubuh. Balance strategy exercise dibagi menjadi 3 tahap gerakan, yaitu: ankle strategy exercise, hip strategy exercise,

dan stepping strategy exercise. Ankle

strategy exercise akan melatih aktivasi

otot-otot plantar fleksor dan dorsofleksor pada sendi pergelangan kaki untuk proses penggerakkan pusat massa tubuh. Hip

strategy exercise dapat melatih

penggunaan aktivasi otot fleksor hip dan otot trunkus (batang tubuh) untuk menggerakkan pusat massa tubuh secara cepat. Stepping strategy exercise yaitu latihan melangkah ke depan atau ke belakang untuk menggerakkan bidang tumpu agar pusat massa tubuh tetap berada di dalam bidang tumpu. Balance

strategy exercise berfungsi menjaga

sendi-sendi dan postur tubuh tetap baik.

Gerakan-gerakan ini berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak tubuh bagian bawah serta memantapkan kontrol postural yang pada akhirnya dapat meningkatkan keseimbangan postural pada lansia.15,16

Menurut penelitian Jun Hyun pada 26 orang lansia dengan riwayat jatuh dan diberikan perlakuan Ankle Strategy

Exercise dengan frekuensi 3 kali

seminggu selama delapan minggu, diperoleh hasil bahwa pemberian Ankle

Strategy Exercise dapat meningkatkan

keseimbangan dinamis lansia setelah dievaluasi menggunakan Berg Balance

Scale. Hal ini disebabkan karena, ankle

strategy exercise mampu memperbaiki

kecepatan berjalan, panjang langkah, dan waktu yang diperlukan ketika berjalan.17 Pada pelatihan Core Stability

Exercise dan pelatihan Balance Strategy

Exercise memiliki kesamaan mekanisme

kerja dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia diantaranya: mempertahankan limit of stability,

mengaktifkan sistem feedback pada

movement strategies, serta meningkatkan

dynamic stability. Akan tetapi, pelatihan

Balance Strategy Exercise memiliki

kelebihan dalam meningkatkan keseimbangan dinamis sehingga menjadikan pelatihan ini lebih efektif daripada Core Stability Exercise.18

(4)

Randomized Pre and Post Test Control

Group Design.

Memiliki kriteria inklusi yang terdiri dari lansia yang berusia 60-74 tahun, sehat berdasarkan assessment fisioterapi dengan hasil kategori normal, lansia mandiri, tanpa disertai keterbatasan fungsional dengan menggunakan index

barthel, lansia dengan tingkat aktivitas

fisik sedang yang dapat diukur dengan menggunakan International Physical

Activity Questionnaire (IPAQ), dan lansia

dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) normal dan overweight.

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah lansia yang mengalami gangguan kesehatan dan mampu menghambat pelaksanaan dari pelatihan dan pengukuran keseimbangan dinamis. Diperoleh populasi target dalam penelitian ini adalah lansia di Denpasar dengan populasi terjangkaunya adalah lansia berusia 60 hingga 74 tahun di Banjar Bumi Shanti, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Jumlah lansia seluruhnya adalah 60 orang.

Prosedur Penelitian

Pada setiap kelompok penelitian ditentukan dengan melakukan pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling, yang telah memenuhi persyaratan inklusi dan telah bersedia sebagai subjek penelitian dengan menandatangani informed

consent sebelum pelatihan. Dari 60 orang

lansia akan dipilih secara random

sebanyak 24 orang dan nantinya akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II yang masing-masing terdapat 12 orang lansia di dalamnya. Kelompok perlakuan I diberikan pelatihan core stability exercise

sedangkan kelompok perlakuan II diberikan pelatihan balance strategy

exercise. Kedua kelompok pelatihan akan

menggunakan pengukuran yang sama yaitu dengan timed up and go test

(TUGT) sebelum dan sesudah dilakukannya pelatihan dan ini dilakukan dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu selama lima minggu.

Pelatihan core stability exercise

terdiri dari 5 tahapan gerak yaitu seated abdominal contraction, seated oblique twist, leg lifts, bridge exercise, dan lying

spinal rotation sementara pelatihan

balance strategy exercise dibagi menjadi

3 tahap gerakan yaitu ankle strategy

exercise, hip strategy exercise, dan

stepping strategy exercise.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada kedua kelompok pelatihan.

Tabel 1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Kel Perlakuan I

Kel Perlakuan

II

N

Perse ntase

(%) N

Pers entas

e (%) Laki-laki 2 16,7 2 16,7 Perempuan 10 83,3 10 83,3 Total 12 100 12 100 Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan I, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (16,7%) dan perempuan sebanyak 10 orang (83,3%). Pada kelompok perlakuan II, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (16,7%) dan perempuan sebanyak 10 orang (83,3%).

Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: umur, berat badan, tinggi badan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kedua kelompok pelatihan.

(5)

Karakteristik

Nilai Rerata dan Simpang Baku

Kel Perlakuan I

Kel Perlakuan

II Umur 65,5±4,74 67,1±5,25

BB 62,8±2,99 56,8±5,46 TB 1,65±4,27 1,57±7,22 IMT 23,2±1,16 23,1±1,38 Berdasarkan tabel 2 di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian pada kelompok perlakuan I mempunyai rerata umur didapatkan (65,5±4,74) tahun dan pada kelompok perlakuan II memiliki rerata umur (67,1±5,25) tahun. Berat badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (62,8±2,99) kg dan pada kelompok perlakuan II (56,8±5,46) kg. Tinggi badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (1,65±4,27) m dan pada kelompok perlakuan II (1,57±7,22) m. Sedangkan untuk IMT pada kelompok perlakuan I didapatkan rerata (23,2±1,16) dan pada kelompok perlakuan II (23,1±1,38).

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Skor TUGT

Data

Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk

Test HomogUji

enitas

(Levene

’s Test) Perlakua

n I

Perlakua n II

Me an p

Me an p

Skor TUG T Sebel

um Pelati

han 0,9

22 0,3

00 0,9

54 0,7

03 0,644

Skor TUG T Sesu

dah Pelati

han 0,8

87 0,1

08 0,9

57 0,7

44 0,746

Dari tabel 3 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan

Saphiro Wilk Test didapatkan pada skor

TUGT untuk kelompok perlakuan I sebelum pelatihan core stability exercise

yaitu p=0,300 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Pada kelompok perlakuan II pada skor TUGT yang didapatkan sebelum pelatihan

balance strategy exercise yaitu p= 0,703

(p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Untuk kelompok perlakuan I skor TUGT yang didapatkan sesudah pelatihan core stability exercise

yaitu p=0,108 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil analisis pada kelompok perlakuan II skor TUGT yang didapatkan sesudah pelatihan balance strategy exercise, nilai p=0,744 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal.

Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil uji homogenitas dengan menggunakan

Levene’s Test dari data skor TUGT

sebelum pelatihan pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II diperoleh nilai p=0,644 dimana p>0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada kedua kelompok memiliki data homogen. Data skor TUGT setelah pelatihan pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II menunjukkan nilai p=0,746 (p>0,05) yang berarti bahwa data bersifat homogen. Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas, maka uji yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah uji statistik parametrik. Tabel 4 Hasil Uji Independent Sample

t-test Sebelum Pelatihan

Sebelum Pelatihan

Beda

Rerata t p Perlakuan

I

12,87±1,23

2 0,7

72 0,4 49 Perlakuan

II

12,45±1,43 1

(6)

perlakuan I didapatkan rerata 12,87±1,232 dan kelompok perlakuan II didapatkan rerata 12,45±1,431. Nilai t=0,772 dan nilai p=0,449 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari perbaikan skor TUGT sebelum pelatihan pada kedua kelompok di Banjar Bumi Shanti. Ini berarti baik kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II memulai start

pada titik yang sama yaitu 0.

Tabel 5 Hasil Uji Paired Sample t-test

Kel Skor

TUGT N

Rera ta±S B

t p

Perla kuan I Sebelu m Latihan 12 12,8 7±1,

231 16, 78 1 0,0 00 Sesuda h Latihan 12 10,2 9±1, 057 Perla kuan II Sebelu m Latihan 12 12,4 5±1,

431 37, 07 5 0,0 00 Sesuda h

Latihan 12 7,96

± 1,24

0

Berdasarkan tabel 5 untuk menguji perbandingan rerata perbaikan skor TUGT pada kedua kelompok menggunakan uji Paired Sample t-test

memperlihatkan hasil perhitungan beda rerata peningkatan skor TUGT dengan nilai p=0,000 (p<0,05) pada selisih antara sebelum dan sesudah pelatihan. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna pada pelatihan Core Stability Exercise

dibandingkan dengan pelatihan Balance

Strategy Exercise terhadap perbaikan

skor TUGT pada lansia di Banjar Bumi Shanti.

Tabel 6 Hasil Uji Independent Sample t-test Sesudah Pelatihan

Sesudah Pelatihan

Beda

Rerata t P Perlakuan

I

10,39±1,09

9 5,06

5 0,0

00 Perlakuan

II 7,96±1,240

Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil beda rerata perbaikan skor TUGT yang dianalisis dengan Independent

Sample t-test sesudah pelatihan pada

kelompok perlakuan I didapatkan rerata 10,39±1,099 dan kelompok perlakuan II didapatkan rerata 7,96±1,240. Nilai t=5,065 dan nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari perbaikan skor TUGT sesudah pelatihan pada lansia di Banjar Bumi Shanti.

Tabel 7 Persentase Perbaikan Skor TUGT Kelompok Hasil Analisis Beda Rerat a Rerata Awal Persenta se Skor TUGT (%) Perlakuan I Perlakuan II 2,49 4,49 12,87 12,45 19,35 % 36,06 %

Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan menghitung beda rerata/rerata awal×100%, maka didapatkan persentase peningkatan rerata perubahan skor TUGT pada kedua kelompok. Diperoleh kelompok perlakuan II lebih besar daripada kelompok perlakuan I.

PEMBAHASAN

[image:6.612.106.296.226.433.2] [image:6.612.104.297.639.721.2]
(7)

keseimbangannya.19 Pengamatan yang sudah ada diketahui perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan mengalami peningkatan pada persentasenya yaitu 30% menjadi 50% pada perempuan dan pada laki-laki terjadi peningkatan dari 13% menjadi 30%.20 Hal ini disebabkan karena seiring bertambahnya usia baik perempuan maupun laki-laki akan mengalami penurunan kemampuan fungsi dan gerak yang akan mengakibatkan gangguan keseimbangan pada tubuhnya.21,22

Jumlah seluruhnya berjumlah 24 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rerata umur subjek pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II adalah lansia berumur diatas 60 tahun. Dengan adanya kelompok usia rata-rata hampir sama, dapat dikatakan bahwa proses degenerasi dan penuaan juga sama. Pada proses penuaan menunjukan bahwa otak menua mengalami penyusutan (atropi).23,24,25

Berat badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (62,8±2,99) kg dan pada kelompok perlakuan II (56,8±5,46) kg. Cenderung pada lansia akan mengalami penurunan terhadap berat badan. Hal ini karena hilangnya nafsu makan disebabkan oleh penyakit, yang artinya kondisi tersebut hanya berupa gejala dari sebuah penyakit. Nafsu makan akan kembali normal setelah penyakit tersebut pergi. Keadaan lain seperti stres, sedih dan cemas yang mana umum saat ini, juga bisa mempengaruhi nafsu makan normal.26

(8)

pada ekstremitas atau anggota gerak sehingga mengembangkan kapabilitas untuk mendukung atau menggerakkan ekstremitas. Dimana akan membantu memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai.28

Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktivasi otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ektremitas dapat dilakukan dengan efisien. Penelitian yang dilakukan oleh Nicole Kahle pada tahun 2009 menunjukkan bahwa latihan core

stability berperan dalam peningkatan

kekuatan otot-otot khususnya otot area lumbal sehingga core stability yang baik akan menstabilkan segmen vertebra yang menyebabkan gerak ekstremitas secara dinamis akan lebih efisien.29

Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Pelatihan Balance Strategy Exercise

Pada pengujian kelompok perlakuan II dengan pelatihan balance strategy

exercise maka diperoleh perbaikan skor

TUGT seperti yang tertera pada tabel 5 nilai mean sebelum pelatihan 12,45 detik (SD=1,431), sedangkan nilai mean sesudah pelatihan 7,96 detik (SD=1,240). Dengan menggunakan uji paired sample

t-test maka didapatkan nilai t=37,075 dan

p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara keseimbangan dinamis sebelum dan sesudah pelatihan balance strategy

exercise. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pelatihan balance strategy

exercise memberikan peningkatan yang

bermakna terhadap keseimbangan dinamis pada lansia.

Systematical review yang

dikemukakan oleh Horak (2006) dan metaanalisis Sibley dkk (2015) menyatakan bahwa terdapat 6 dasar penyusun sistem kontrol postural, terdiri dari: (1) kendala biomekanik, (2) strategi gerakan berupa respon balik (feedback),

perturbance atau gangguan dan

feedforward, (3) strategi sensoris

meliputi: sensory integration dan sensory

re-weighting, (4) orientasi ruang, (5)

kontrol dinamik, serta (6) proses kognitif terkait perhatian dan proses pembelajaran.30

Pelatihan balance strategy exercise

mengaktifkan sistem gerak volunter dan respon postural otomatis tubuh. Pada saat akan melakukan latihan ankle, hip, dan

stepping strategy exercise, maka tubuh

memberikan informasi sensoris melalui mekanoreseptor dengan adanya perubahan sensasi posisi tubuh dari persendian ke sistem saraf yang bermielin besar untuk diteruskan ke dalam sistem kolumna dorsalis lemniskus medialis dan berakhir pada girus postsentralis dari korteks serebri (area somatosensorik I) dan nantinya akan diolah di dalam korteks serebri.18

Pada sistem somatosensoris mampu memberikan respon balik ke korteks motorik melalui sistem sensorik radiks dorsalis dengan aturan sesuai ketepatan kontraksi ototnya. Sinyal akan muncul pada kumparan otot, organ tendon, dan reseptor taktil kulit yang menutupi otot dan menyebabkan timbulnya perubahan positif pada respon balik yang dapat merangsang kontraksi otot.31

Pada pelatihan balance strategy

exercise, utamanya ankle dan hip strategy

exercise terjadi peningkatan kekuatan

pada otot gastrocnemius, hamstring, otot-otot ekstensor batang tubuh, tibilias anterior, quadriceps, dan otot abdominal dimana otot-otot ini akan menyangga tubuh dari adanya keterbatasan stabilitas sehingga akan mengalami stabilnya tubuh saat melakukan gerakan pada pusat gravitasi dalam posisi anteroposterior dan mediolateral.32

Respon postural otomatis tubuh didapat saat menjalani stepping strategy

exercise. Pelatihan ini akan

(9)

melangkah, maka akan terjadi penyesuaian terhadap peningkatan melangkah dan penurunan lebar pada langkah serta meningkatnya kecepatan saat berjalan.33

Pelatihan balance strategy exercise

meningkatkan keseimbangan dinamis lansia di Banjar Bumi Shanti, dengan adanya proses peningkatan kekuatan otot postural yang menghasilkan perbaikan pada keterbatasan stabilitas, respon otomatis postural yang dapat dilihat melalui proses feedback suatu gerakan yang berfungsi sebagai proteksi dan koreksi, serta mampu meningkatkan kontrol dinamik.33

Pelatihan Balance Strategy Exercise Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dinamis daripada Pelatihan Core Stability Exercise

Pada analisis kelompok perlakuan I dengan pelatihan core stability exercise

memiliki rerata selisih nilai sebelum dan sesudah pelatihan 2,49±0,50 dan kelompok perlakuan II dengan pelatihan

balance strategy exercise memiliki rerata

selisih nilai sebelum dan sesudah pelatihan 4,49±0,42. Dengan melakukan uji beda independent sample t-test yang tertera pada tabel 7 maka didapatkan selisih p=0,000 dimana p<0,05. Diperoleh kesimpulan yaitu adanya perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok terhadap peningkatan keseimbangan dinamis lansia. Persentase perbaikan skor pada nilai Timed Up and

Go Test (TUGT) di kelompok perlakuan

II sebesar 36,06% lebih tinggi daripada kelompok perlakuan I sebesar 19,35%. Maka dikatakan bahwa pelatihan Balance

Strategy Exercise lebih baik daripada

pelatihan Core Stability Exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.

Pelatihan Core Stability Exercise

dan pelatihan Balance Strategy Exercise

memiliki kesamaan proses mekanisme dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia antaralain:

mempertahankan limit of stability,

mengaktifkan sistem feedback pada

movement strategies, serta meningkatkan

dynamic stability. Akan tetapi, pelatihan

Balance Strategy Exercise memiliki

keunggulan dalam meningkatkan keseimbangan dinamis sehingga menjadikan pelatihan ini lebih efektif daripada Core Stability Exercise.18

Latihan core stability akan membantu memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada bagian lengan dan tungkai. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktivasi otot core

stability) yang optimal, maka mobilitas

pada ektremitas dapat dilakukan dengan efisien. Penelitian yang dilakukan oleh Nicole Kahle pada tahun 2009 menunjukkan bahwa latihan core stability

berperan pada peningkatan kekuatan otot-otot, khususnya otot area lumbal sehingga core stability yang baik akan menstabilkan segmen vertebra yang menyebabkan gerak ekstremitas secara dnamis akan lebih efisien.29

Pada awal pelatihan, neuron berada pada keadaan terfasilitasi, yaitu besarnya potensial membran mendekati ambang dengan tujuan untuk peletupan dibandingkan keadaan normal tetapi belum cukup mencapai batas peletupan. Pelatihan balance strategy exercise yang dilakukan dengan frekuensi tiga kali seminggu selama lima minggu berturut-turut dapat memberikan efek berupa adaptasi neural yang meliputi antara lain: sumasi spasial dan sumasi temporal pada sistem saraf. Adaptasi neural tersebut dapat menimbulkan sumasi serabut multipel yaitu adanya peningkatan jumlah unit motorik yang berkontraksi dengan cara bersama-sama. Meningkatnya jumlah unit motorik, maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot.18

Ketika terjadi percepatan linear pada pelatihan stepping strategy exercise,

(10)

mendorong ke luar badan sel, sehingga ion positif mengalir ke dalam sel dari cairan endolimfatik di sekelilingnya dan menimbulkan depolarisasi membran reseptor. Selanjutnya, sinyal-sinyal yang sesuai dikirimkan melalui nervus vestibularis ke nuklei vestibular untuk diolah di batang otak. Pada sistem ini, batang otak akan menghantarkan sinyal eksitasi yang kuat ke otot-otot antigravitasi melalui traktus vestibulospinalis medialis dan lateralis di dalam kolumna anterior medula spinalis. Dengan aktifnya otot-otot antigravitasi tubuh, maka tubuh akan memberikan respon dengan memberikan respon balik gerakan berupa koreksi ataupun proteksi terhadap tubuh akibat gangguan tertentu atau perubahan landasan tumpu.30

Kemudian, stepping strategy

exercise akan meningkatkan kontrol

dinamik yang berkaitan dengan langkah dan lokomosi. Kontrol dinamik didapatkan dengan mengaktifkan dan meningkatkan kekuatan otot-otot yang digunakan saat melangkah, meliputi: otot-otot panggul (ekstensor, fleksor, abduktor, adduktor, dan rotator), otot-otot lutut (ekstensor dan fleksor), kaki dan pergelangan kaki, serta otot-otot postural tubuh (m. erector spinae dan m. rectus

abdominis). Melalui pelatihan

melangkah, maka akan terjadi proses adaptasi pada peningkatan panjang langkah serta penurunan lebar langkah dan peningkatan kecepatan berjalan.33

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jun Hyun pada 26 lansia yang memiliki riwayat jatuh dengan memberikan Ankle Strategy Exercise

selama 3 kali dalam seminggu selama delapan minggu membuktikan bahwa pemberian Ankle Strategy Exercise

mampu meningkatkan keseimbangan dinamis lansia setelah dievaluasi menggunakan Berg Balance Scale. Hal ini dikarenakan, pelatihan ini mampu memperbaiki panjang langkah lansia pada satu siklus gait (stride length), meningkatkan panjang langkah kaki yang

berbeda (step length), serta mempersingkat waktu dalam melangkah.17 Hal ini yang terjadi pada salah satu pelatihan pada balance

strategy exercise yang mampu

meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia di Banjar Bumi Shanti.

Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suadnyana (2014) di Banjar Bebengan, Desa Tangeb, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, pemberian intervensi core stability

exercise meningkatkan keseimbangan

dinamis dibandingkan dengan kondisi konvensional.13 Hal yang membedakan pada penelitian ini adalah penelitian ini membandingkan intervensi pada kedua kelompok dengan intervensi berbeda namun dengan tes pengukuran sama menggunakan Timed Up and Go Test

(TUGT). Terlihat dari hasil penurunan yang signifikan terjadi pada skor TUGT diantara kedua kelompok. Sehingga diperoleh hasil bahwa pemberian pelatihan balance strategy exercise lebih baik core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia di Banjar Bumi Shanti.

SIMPULAN

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pelatihan Core Stability Exercise

dan pelatihan Balance Strategy Exercise

sama-sama dapat meningkatkan keseimbangan dinamis, tetapi pelatihan

Balance Strategy Exercise lebih baik

dalam meningkatkan keseimbangan dinamis daripada pelatihan Core Stability

Exercise pada lansia di Banjar Bumi

Shanti.

SARAN

Dari kesimpulan yang telah dikemukakan maka saran yang dapat berikan adalah pelatihan core stability

exercise dan balance strategy exercise

(11)

serta teknik pada kedua pelatihan. Diharapkan penelitian-penelitian lanjutan menggunakan metode yang berbeda dengan upaya meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2012. Ageing. (diakses: 15 Januari 2015 ) Diunduh:

http://www.who.int/topics/ageing/en/ 2. Karcharnubarn, R. & Rees, P. 2009.

Population Ageing and Healthy Life

Expectancy in Thailand. (diakses: 15

Januari 2015) Diunduh dari: http://www.geog.leeds.ac.uk/fileadmi n/downloads/school/people/postgrads /r.karcharnurbarn/Population_Ageing _and_Health_Expectancy_in_Thailan d_draft_3_PHR.pdf

3. Menkokesra. 2011. Human

Development Index. (diakses: 15

Januari 2015) Diunduh dari: http://datakesra.menkokesra.go.id/site s/default/files/pendidikan_file/human _development_index_2011.pdf 4. United Nations Population Division.

2002. World Population Prospects:

The 2002 Revision. New York:

United Nations

5. Setiabudhi. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai

Aspek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

6. Constantinedes, P. 1994. General

Pathobiology. New York: Appleton

and Lange

7. Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan

Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:

Nuha Medika

8. Miller, C.A. 2004. Nursing for

Wellness in Older Adults: Theory and

Practice (4th ed.). Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkins 9. WHO. 2007. WHO Global Report on

Falls Prevention in Older Age.

Geneva: WHO Press

10.Tenetti, M.E. 1992. Falls, Injuries Due to Falls, and The Risk of

Admission to Anursing Home.

England: N.Engl.J.Med. p. 337:1279-1284

11.Farabi, A. 2007. Hubungan Tes

“Timed Up and Go” dengan

Frekuensi Jatuh Pasien Lanjut Usia.

Semarang: Universitas Diponegoro [Skripsi]

12.Berbudi, A. 2014. Core Stability and Balance Board Exercise better Improving Balance Compared with Balance Board Exercise in Students Age 18-24 years with Less Physical Activities. Sport and Fitness Journal, vol. 2, no. 1: p.134-149

13.Suadnyana, I.A.A. 2014. Core

Stability Exercise Meningkatkan

Keseimbangan Dinamis Lanjut Usia di Banjar Bebengan, Desa Tangeb,

Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung. Denpasar: Universitas

Udayana [Skripsi]

14.Kloos, A.D. & Heiss, D.G. 2007.

Exercise for Impaired Balance, dalam

Kisner, C. dan Colby, N. 2005, Therapeutic Exercise, Edisi kelima, Philadelpia, FA Davis Company 15.Jowir, R. 2009. Latihan

Keseimbangan. (diakses: 14

November 2011) Diunduh dari: http://seripayku.blogspot.com/2009/0 4/latihan-keseimbangan.html

16.Guccione, A. 2001. Geriatric

Physical Therapy. USA: Harcourt

(12)

Keseimbangan Lansia di Desa

Pamijen Sokaraja Banyumas. Depok:

Universitas Indonesia [Skripsi] 21.Chandler, J.M. 2000. Balance and

Falls in The Elderly: Issues In Evaluation and Treatment dalam Guccione, A.A.; Geriatric Physical

Therapy. Boston: Mosby

22.Irfan. 2010. Physionote. (diakses: 1 April 2014) Diunduh dari: http:// www.wordpress.com

23.Nugroho, W. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC. p. 19-28, 34- 35, & 37

24.Nelson, R T. & Banndy, W.D. 2004. Eccentric Training and Static Stretching Improve Hamstring Flexsibiliti of high School Males.

Journal of Athletic Training;

39(3):254-258. (diakses: 1 Juli 2015)

Diunduh dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti cles/PMC522148

25.Pudjiastuti & Utomo, B. 2003.

Fisioterapi pada Lansia. Jakarta:

EGC

26.Yusuf, R.S. 2010. Laporan

Pendahuluan Pengukuran Status

Nutrisi pada Lansia, Masase

Abdomen, Menghitung Bising Usus

dan Diet Tinggi Serat. Depok:

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

27.WHO. 2004. Global Database on

Body Mass Index. (diakses: 13 April

2014) Diunduh dari: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?intr oPage=intro_3.html

28.Kibler, W.B. 2006. The Role of Core Stability in Athletics Function. Sport Med, 36(3), pp.189-198

29.Kahle, N. 2009. The Effects of Core Stability Training on Balance Testing

in Young. The University of Toledo

30.Satria, H. 2015. Pelatihan 12 Balance

Exercise Lebih Meningkatkan

Keseimbangan Dinamis daripada

Balance Strategy Exercise pada Lansia di Banjar Bumi Shanti, Desa

Dauh Puri Kelod, Kecamatan

Denpasar Barat. Denpasar :

Universitas Udayana [Skripsi]

31.Guyton, A. & Hall, J. 2008. Fisiologi

Kedokteran. Singapore: Elsevier

32.Sibley, K. Beauchamp, M. Ooteghem, K. Straus, S. & Jaglal, S. 2015. Using the System Framework for Postural Control to Analyze the Components of Balance Evaluated in Standardized

Balance Measures: A Scoping

Review. American Congress of

Rehabilitation Medicine. 96: p. 122-132

33.Neumann, D. 2000. Kinesiology of

the Musculoskeletal System:

Foundation for Physical

Rehabilitation. Mosby: USA

Gambar

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Skor TUGT
Tabel 6 Hasil Uji Independent Sample t-test Sesudah Pelatihan

Referensi

Dokumen terkait

kti(itas antifagositosis ter)adi melalui dua mekanisme yaitu daerah berulang &#34; berikatan dengan faktor : sehingga menghambat akti(itas komplemen dan fibrinogen berikatan

FdiNd.byt€.

Hasil pendugaan menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan erat antara struktur, perilaku dan kinerja industri pakan ternak ayam dimana masuknya pesaing baru ke dalam industri

Kawasan rawan bencana alam geologi berupa gerakan tanah seluas 220.840,89 Ha meliputi; kawasan rawan gerakan tanah tinggi terdapat di kecamatan Bandar Pusaka,

Asumsi Arius adalah Allah yang tidak di ciptakan dan tidak melahirkan (agennetos agennetos agennetos agennetos). menjadikan konsepnya tentang Ketuhanan Anak adalah berbeda.

Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bukti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPRD Kabupaten sebagaimana

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan strategi koping pada perempuan Hindu Bali yang bekerja dan yang

Begitupun dalam penelitian oleh (Pratomo dan Ismail, 2006) terhadap bank-bank yang ada dalam industri perbankan syariah di Malaysia berhasil membuktikan secara signifikan