• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Paving block atau bata beton menurut SNI adalah suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Paving block atau bata beton menurut SNI adalah suatu"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Paving Block

Paving block atau bata beton menurut SNI 03-0691-1996 adalah suatu komposisi bahan bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambah lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut. Sedangkan menurut SK SNI T-04-1990-F, paving block adalah segmen-segmen kecil yang terbuat dari beton dengan bentuk segi empat atau segi banyak yang dipasang sedemikian rupa sehingga saling mengunci. Paving block merupakan salah satu jenis beton non struktural yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan jalan, pelataran parkir, trotoar, taman dan keperluan lain. Bata beton terbuat dari campuran semen portland tipe I dan air serta agregat sebagai bahan pengisi (www.dikti.org).

1. Klasifikasi Paving Block

Berdasarkan SK SNI T-04-1990-F, klasifikasi paving block didasarkan atas bentuk, tebal, kekuatan dan warna. Klasifikasi tersebut antara lain : a. Klasifikasi berdasarkan bentuk

Bentuk paving block secara garis besar terbagi atas dua macam bentuk, yaitu :

(2)

1. Paving block bentuk segi empat 2. Paving block bentuk segi banyak

Gambar 1. Macam-macam Bentuk Paving Block

Pola pemasangan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pola yang umum dipergunakan ialah susun bata (strecher), anyaman tikar (basket weave), dan tulang ikan (herring bone). Untuk perkerasan jalan diutamakan pola tulang ikan karena mempunyai kuncian yang baik. Dalam proses pemasangannya, paving block biasanya ditutup dengan pasak yang berbentu topi uskup.

Gambar 2. Pola Pemasangan Paving Block

(3)

b. Klasifikasi berdasarkan ketebalan

Ketebalan paving block ada 3 macam, yaitu :

1. Paving block dengan ketebalan 60 mm, untuk konstruksi perkerasan lalu lintas ringan.

2. Paving block dengan ketebalan 80 mm, untuk konstruksi perkerasan lalu lintas sedang sampai berat.

3. Paving block dengan ketebalan 100 mm, untuk konstruksi perkerasan super berat.

c. Klasifikasi berdasarkan kelas penggunaannya

Pembagian paving block berdasarkan kelas penggunaannya, yaitu : 1. Mutu A, digunakan untuk jalan, dengan kuat tekan 35 Mpa – 40

Mpa.

2. Mutu B, digunakan untuk pelataran parkir dengan kuat tekan 17 Mpa – 20 Mpa.

3. Mutu C, digunakan untuk pejalan kaki dengan kuat tekan 12,5 Mpa – 15 Mpa.

4. Mutu D digunakan untuk taman dan penggunaan lain dengan kuat tekan 8,5 Mpa – 10 Mpa.

2. Standar Mutu Paving Block

Paving block untuk lantai harus memenuhi persyaratan SNI 03-0691-1996 tentang bata beton untuk lantai adalah sebagai berikut :

(4)

a. Sifat tampak paving block untuk lantai harus mempunyai bentuk yang sempurna, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan.

b. Bentuk dan ukuran paving block untuk lantai tergantung dari persetujuan antara pemakai dan produsen. Setiap produsen memberikan penjelasan tertulis dalam leaflet mengenai bentuk, ukuran dan konstruksi pemasangan paving block untuk lantai.

c. Penyimpangan tebal paving block untul lantai diperkenankan ± 3 mm. d. Paving block untuk lantai harus mempunyai kekuatan fisik sebagai

berikut :

Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block

Mutu Kegunaan

Kuat Tekan Ketahanan Aus Penyerapan Air

(Kg/cm²) (mm/menit) rata-rata maks

Rata² Min Rata² Min ( % )

A Perkerasan Jalan 400 350 0,009 0,103 3

B Tempat Parkir Mobil 200 170 0,13 1,149 6

C Pejalan Kaki 150 125 0,16 1,184 8

D Taman Kota 100 85 0,219 0,251 10

Sumber : SNI 03-0691-1996

e. Paving block untuk lantai apabila di uji dengan natrium sulfat tidah boleh cacat dan kehilangan berat yang diperbolehkan maksimum 1%. f. Toleransi ukuran yang disyaratkan adalah ± 2 mm untuk ukuran

(5)

B. Tanah

1. Definisi Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Adapun menurut R.F. Craig (Mekanika Tanah Edisi Ke-4), tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).

Tanah memiliki beberapa sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering menjadi keras, sedangkan bila dibakar menjadi kuat dan padat.

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk

(6)

menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data dasar. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya.

Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1991).

Banyak sistem klasifikasi tanah yang sering digunakan antara lain : a. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini diusulkan oleh Prof. Arthur Cassagrande pada tahun 1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan dalam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000), yaitu:

(7)

Tabel 2. Simbol Pada Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol Kerikil Pasir Lanau Lempung Organik Gambut G S M C O Pt Gradasi Baik Gradasi Buruk Berlanau Berlempung WL<50% WL>50% W P M C L H Sumber : Bowles, 1989 Dimana :

W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik), P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk), L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50), H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).

1) Tanah berbutir kasar (Coarse-grained-soil), adalah tanah yang mempunyai persentase lolos saringan No.200 < 50%. Tanah berbutir kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini : a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan

pada saringan No. 4

b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200

2) Tanah berbutir halus (Fine-grained-soil), adalah tanah dengan persentase lolos saringan No.200 > 50%.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik (C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu terletak pada grafik plastisitas.

(8)

3) Tanah Organis

Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu kelompok Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang diinginkan. Tanah khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau bahan-bahan yang regas lainnya.

(9)

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS Ta na h be rb ut ir k as ar ≥ 50 % bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 Ker ik il 5 0% ≥ fr ak si k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il ) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as a n k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el Cu = D60 > 4 D10 Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Pa si r≥ 5 0% f ra ks i k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus Cu = D60 > 6 D10 Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60 SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La n au d an l em p u n g b at as ca ir ≤ 5 0% ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 60 50 CH 40 CL 30 Garis A CL-ML 20 4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean

clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La n au d an l em pu ng b at as ca ir ≥ 5 0% MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan

tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

Batas Cair (%) B at as P la st is (%)

(10)

b. Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association Of State Highway And Transportation Officials)

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-11 sampai dengan A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2, dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir kasar dimana 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah berbutir halus.

Secara garis besar sistem klasifikasi ini didasarkan pada :

1. Ukuran butiran ; kerikil adalah bagian tanah yang lolos saringan diameter 75 mm dan tertahan saringan No.200; pasir adalah tanah yang lolos saringan No. 10 dan tertahan No. 200; Lanau dan lempung adalah tanah yang lolos saringan No. 200.

2. Plastisitas, tanah berlanau mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Sedangkan tanah berlempung indeks plastisnya sebesar 11 atau lebih.

3. Bila dalam contoh tanah yang akan diklasifikasikan terdapat batuan yang ukurannya lebih besar dari 75 mm, maka batuan tersebut harus dikeluarkan dahulu tetapi persentasenya harus tetap dicatat.

(11)

Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51

Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL)

Indeks Plastisitas (PI) Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41 Tipe material yang

paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Min 36 NNNNNN

Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Maks 11 Min 41 Min 11 Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

Sumber: Das (1995).

Dan terakhir adalah sistem klasifikasi berdasarkan tekstur dan ukuran. Sistem klasifikasi berdasarkan tekstur dan ukuran ini dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika dan Klasifikasi Internasional yang dikembangkan oleh Atterberg. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil (Gravel), pasir (Sand), lanau (Silt) dan lempung (Clay) (Das, 1993). Sistem ini relatif sederhana karena hanya membagi tanah dalm beberapa kelompok, yaitu :

(12)

Pasir : Butiran dengan diameter 2,0 – 0,05 mm. Lanau : Butiran dengan diameter 0,05 – 0,02 mm.

Lempung : Butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,02 mm.

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan batu bata, dimana tanah liat mudah didapat karena banyak ditemukan di areal pertanian terutama persawahan. Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953). Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm. Tanah liat memiliki karakteristik tersendiri yaitu bila dalam keadaan basah akan mempunyai sifat plastis tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi keras. Sedangkan bila di bakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanah liat atau lempung ini sebagai bahan baku pembuatan batu bata dan gerabah.

Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil. Sifat lapisan tanah ini adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan memiliki daya dukung rendah.

(13)

Das (1994), menerangkan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai dengan sub-mikronis yang dari pelapukan unsur– unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo, 2003) :

a. Ukuran butiran halus, kurang dari 0,002 mm. b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi. d. Bersifat sangat kohesif

e. Kadar kembang susut yang tinggi. f. Proses konsolidasi lambat.

Menurut Bowles (1991), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air terabsorpsi. lapisan-lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi plastisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.

(14)

b. Flokulasi dan Dispersi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto, ion-ion H+ dari air dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya memiliki pH > 7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.

c. Pengaruh zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah terkontaminasi.

Menurut Ambar Astuti (1997), berdasarkan badan (body) tanah liat dapat dibagi menurut struktur dan macam suhu pembakarannya, antara lain :

(15)

a. Earthenware (Gerabah)

Earthenware dibuat dari tanah liat yang menyerap air, dibakar pada suhu rendah dari 900-1060 0C. Dalam pembentukan mempunyai kekuatan cukup karena plastis, namun setelah dibakar kekuatannya berkurang dan sangat berpori. Karena itu kemampuan absorpsi air lebih dari 3%.

b. Terracotta

Terracotta adalah jenis bahan tanah liat merah juga. Dengan penambahan pasir atau grog/chamotte (tepung tanah liat bakar), badan ini dapat dibakar sampai suhu stoneware (1200-1300 0C).

c. Gerabah putih

Merupakan jenis gerabah berwarna putih, cukup plastis, badan kuat dan dapat dibakar pada suhu tinggi (12500C).

d. Stoneware (benda batu)

Stoneware dikatakan demikian karena komposisi mineralnya sama dengan batu. Penyerapan airnya 1 – 5%, jenis ini dapat dibakar medium (11500C) yaitu stoneware merah dan dapat dibakar suhu tinggi (12500C) yaitu jenis stoneware abu-abu.

e. Porcelain (porselen)

Porcelain adalah suatu jenis badan yang terstruktur halus, putih dan keras bila dibakar. Kemampuan absorpsinya 0 – 2%, sedangkan suhu bakar

(16)

tinggi (12500C) untuk jenis porselen lunak dan suhu bakar tinggi sekali (>14000C) untuk porselen keras.

Menurut Daryanto (1994), tanah liat (lempung) mempunyai sifat-sifat dan unsur kimia yang penting, antara lain :

a. Plastisitas

Plastisitas atau keliatan tanah ditentukan oleh kehalusan partikel-partikel didalamnya. Kandungan plastisitas tanah liat bervariasi, plastisitas berfungsi sebagai pengikat dalam proses pembentukan sehingga batu bata yang dibentuk tidak mengalami keretakan atau berubah bentuk. Tanah liat dengan plastisitas tinggi juga akan sukar dibentuk sehingga perlu ditambahkan bahan lain.

b. Kemampuan bentuk

Tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik, batu bata dan genteng harus memiliki kemampuan bentuk agar dapat berdiri tanpa mengalami perubahan bentuk baik pada waktu proses maupun setelah pembentukan serta dapat mempertahankan bentuknya.

c. Daya Suspensi

Daya suspensi adalah sifat yang memungkinkan suatu bahan tetap dalam cairan. Flokulan merupakan suatu zat yang akan menyebabkan butiran-butiran tanah liat berkumpul menjadi butiran-butiran yang lebih besar dan cepat mengendap.

(17)

d. Penyusutan

Tanah liat akan mengalami dua kali penyusutan, yakni susut kering (setelah mengalami proses pengeringan) dan susut bakar (setelah mengalami proses pembakaran). Penyusutan terjadi karena menguapnya air selaput pada permukaan dan air pembentuk atau air mekanis sehingga butiran-butiran tanah liat menjadi rapat. Pada dasarnya susut bakar dapat dianggap sebagai susut keseluruhan dari tanah liat sejak dibentuk, dikeringkan sampai dibakar. Tanah liat yang terlalu plastis pada umumnya memiliki persentase penyusutan lebih dari 15% sehingga mengalami resiko retak/pecah yang tinggi. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan pasir halus.

e. Suhu bakar

Suhu bakar berkaitan langsung dengan suhu kematangan, yaitu kondisi benda yang telah mencapai kematangan pada suhu tertentu secara tepat tanpa mengalami perubahan bentuk, sehingga dapat dikatakan tanah liat tersebut memiliki kualitas kemampuan bakar. Dalam proses pembakaran tanah liat akan mengalami proses perubahan (ceramic change) pada suhu sekitar 6000C, dengan hilangnya air pembentuk.

f. Warna bakar

Warna bakar tanah liat dipengaruhi oleh zat/bahan yang terikat secara kimiawi pada kandungan tanah. Warna pada tanah liat disebabkan oleh zat yang mengotorinya. Warna abu-abu sampai hitam mengandung zat

(18)

arang dan sisa-sisa tumbuhan, warna merah disebabkan oleh oksida besi (Fe). Perubahan warna batu bata merah dari keadaan mentah sampai setelah dibakar biasanya sulit dipastikan.

Berikut tabel perkiraan perubahaan warna tanah liat mentah setelah proses pembakaran.

Tabel 5. Perkiraan Perubahaan Warna Tanah Liat Setelah Proses Pembakaran

Warna Tanah Liat Mentah Kemungkinan perubahan warna setelah dibakar

Merah Merah atau coklat

Kuning tua Kuning tua, coklat atau merah

Coklat Merah atau coklat

Putih Putih atau putih kekuningan

Abu-abu atau hitam Merah, kuning tua atau putih

Hijau Merah

Merah, kuning, abu-abu tua Pertama merah lalu krem, kuning tua atau kuning kehijauan pada saat melebur.

g. Porositas

Porositas atau absorpsi adalah persentase penyerapan air oleh badan keramik atau batu bata. Persentase porositas ditentukan oleh jenis badan, kehalusan unsur badan, penambahan pasir, kepadatan dinding bahan, serta suhu bakarnya. Tanah liat poros biasanya fragile, artinya pada bentuk tertentu bila mendapatkan sentakan agak keras akan mudah patah/pecah.

(19)

h. Kekuatan Kering

Merupakan sifat tanah liat yang setelah dibentuk dan kondisinya cukup kering mempunyai kekuatan yang stabil, tidak berubah bila diangkat untuk keperluan finishing, pengeringan serta penyusunan dalam pembakaran. Kekuatan kering dipengaruhi oleh kehalusan butiran, jumlah air pembentuk, pencampuran dengan bahan lain dan teknik pembentukan.

i. Struktur Tanah

Merupakan perbandingan besar butiran-butiran tanah dengan bentuk butiran-butiran tersebut. Sifat liat, susut kering dan kekuatan kering sangat tergantung dari struktur tanah liatnya. Stuktur tanah liat dibedakan dalam dua golongan yaitu tanah liat sebagai struktur halus dan pasir sebagai struktur kasar.

j. Slaking

Merupakan sifat tanah liat yaitu dapat hancur dalam air menjadi butiran-butiran halus dalam waktu tertentu pada suhu udara biasa. Makin kurang daya ikat tanah liat semakin cepat hancurnya. Sifat slaking ini berhubungan dengan pelunakan tanah liat dan penyimpanannya. Tanah liat yang keras membutuhkan waktu lama untuk hancur, sedangkan tanah liat yang lunak membutuhkan waktu yang lebih cepat.

Perubahan yang akan terjadi pada tanah lempung pada saat proses pembakaran, antara lain :

(20)

a. Pada temperatur ± 1500C, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan paving block mentah.

b. Pada temperatur antara 4000C – 6000C, air yang terikat secara kimia dan zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

c. Tahap oksidasi, terjadi pembakaran sisa-sisa tumbuhan (karbon) yang terdapat di dalam tanah liat. Proses ini berlangsung pada suhu 650 – 8000C.

d. Pada temperatur diatas 8000C, terjadi perubahan-perubahan kristal dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga paving block menjadi padat dan keras.

e. Tahap pembakaran penuh. Bata dibakar hingga matang dan menjadi bata padat.

f. Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya mempengaruhi warna paving block.

g. Tanah lempung yang mengalami susut kering kembali mengalami susut yaitu susut bakar. Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung atau liat oleh pengaruh udara maupun air.

D. Kapur

Kapur merupakan salah satu jenis dari batuan. Batuan merupakan suatu produk alam gabungan dari hablur mineral yang menyatu dan memadat,

(21)

hingga memiliki derajat kekerasan tertentu yang terbentuk secara alamiah melalui proses pelelehan, pembekuan, pengendapan dan perubahan alamiah lainnya. Batuan dapat diklasifikasikan menurut komposisi kandungan mineral dari batuan tersebut, dimana penggunaan batu pada konstruksi bangunan dibedakan menjadi, batuan kapur dan batuan yang mengandung bahan utama silikat. Batuan kapur merupakan bahan bangunan yang sudah dikenal sejak zaman Mesir Kuno. Kapur ini lebih bersifat sebagai pengikat apabila dicampur dengan bahan lain dengan perbandingan tertentu, sebagai contoh kapur dicampur dengan pasir dan portland cement (PC). Bahan pengikat berfungsi menaikkan kekuatan ikatan atau dalam struktur mikro menaikkan kekuatan/gaya tarik atom/senyawa.

Kelebihan kapur sebagai bahan pengikat ini sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kapur sebagai berikut :

1. Kapur mempunyai sifat plastik yang baik, dalam arti tidak getas.

2. Sebagai bahan pengikat, kapur dapat mengeras dengan mudah dan cepat sehingga memberikan kekuatan ikat kepada dinding.

3. Mudah dikerjakan tanpa harus melalui proses pabrik.

Dalam kehidupan sehari-hari di pasaran dikenal beberapa jenis kapur yang digunakan sebagai bahan bangunan, yaitu :

1. Kapur tohor (Ca.O), yaitu hasil pembakaran batu kapur alam yang komposisinya sebagian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3).

(22)

2. Kapur udara, yaitu kapur padam yang diaduk dengan air. Setelah beberapa waktu campuran tersebut dapat mengeras di udara karena pengikatan karbon dioksida.

3. Kapur hidrolis, merupakan kapur padam yang diaduk dengan air, setelah beberapa waktu campuran dapat mengeras baik didalam air maupun di udara.

Kapur telah dikenal sebagai salah satu bahan stabilisasi tanah yang baik, terutama bagi stabilisasi tanah lempung yang memiliki sifat kembang-susut yang besar. Tanah yang lebih dikenal dengan “tanah mengembang” akan tetapi sifat kembang-susut tersebut akan banyak berkurang, bahkan dapat dihilangkan bila tanah tersebut dicampur dengan kapur (Ingles dan Metealf, 1972). Adanya unsur kation Ca²+ pada kapur dapat memberikan ikatan antar partikel yang lebih besar yang melawan sifat mengembang dari tanah .

E. Abu Sekam Padi

Abu sekam padi merupakan hasil dari sisa pembakaran sekam padi. Sekam padi merupakan salah satu limbah dari produk pertanian, sekam padi atau kulit padi adalah bagian terluar dari butir padi yang menjadi hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Bila sekam padi dibakar pada suhu terkontrol maka akan menghasilkan sisa pembakaran yang mempunyai sifat pozzolan yang tinggi. Abu sekam padi yang mengandung lebih dari 70% silika sehingga termasuk kedalam bahan pozzolan, merupakan bahan yang sudah populer digunakan untuk bahan tambah (admixture) dalam pembuatan beton, karena silika akan bereaksi dengan semen dan air membentuk kalsium

(23)

silikat hidrat yang dapat berfungsi sebagai perekat (Subakti, dalam Putra, 2006). Abu sekam padi yang memiliki ukuran butiran partikel yang tidak lolos ayakan 45 µm akan memiliki bentuk yang tidak teratur dan porositas internalnya sangat tinggi.

Berdasarkan studi literarur, diperoleh informasi bahwa abu sekam padi mengandung silika dalam bentuk amorphous dan mempunyai sifat pozzolan aktif. Adanya sifat pozzolan aktif ini menandakan bahwa abu sekam padi dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat. Abu sekam padi disini lebih sebagai bahan pengisi (filler), dimana bahan pengisi berfungsi menambah kekuatan dan kerapatan bahan.

F. Studi Literatur

Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan dapat dijadikan referensi tambahan dan dapat digunakan sebagai data sekunder, diantaranya adalah : 1. Rosyidi dan Suchriana (2000) menyebutkan bahwa penambahan kapur

dan abu sekam padi pada tanah lempung terbukti dapat meningkatkan penurunan berat volume kering maksimum dari 1,32 gr/cm3 menjadi 1,10 gr/cm3. Menurunnya berat volume kering maksimum ini menunjukkan tanah yang telah distabilisasi dengan kapur dan abu sekam padi memiliki sifat yang ringan.

2. Hasil penelitian John Tri Hatmoko dan Yohanes Lulie (UCS Tanah Lempung Ekspansif Yang Distabilisasi Dengan Abu Ampas Tebu dan Kapur, 2007) menunjukkan bahwa :

(24)

a. penambahan kapur pada tanah ekspansif menurunkan tekanan dan potensi pengembangan dengan angka yang cukup signifikan. Potensi pengembangan turun dari 12% pada tanah asli menjadi 1,12% pada tanah dengan kadar kapur 10%. Tekanan pengembangan turun dari 340 kPa pada tanah asli menjadi 105 kPa pada tanah dengan kadar kapur 10%.

b. Dengan bertambahnya kadar kapur, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar kapur 4%.

c. Semakin lama masa pemeraman semakin besar kuat tekan bebas. Namun, mulai masa pemeraman 14 hari kenaikan kuat tekan bebas tidak begitu besar, dapat dikatakan cenderung konstan.

3. Dalam Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Sudarsana, Ketut. Dkk, (2011) yang berjudul “Karakteristik Batu Bata Tanpa Pembakaran Terbut Dari Abu Sekam Padi dan Serbuk Batu Tabas” dikemukakan bahwa :

a. Kuat tekan batu bata terbesar 22,90 kg/cm2 diperoleh pada campuran I pada umur 28 hari dengan persentase campuran 60% tanah, 30% abu sekam padi, 0% serbuk batu tabas dan 10% semen.

b. Resapan air batu bata terendah 44,03% diperoleh pada campuran V pada umur 28 hari dengan persentase campuran 60% semen, 0% abu sekam padi, 30% serbuk batu tabas dan 10% semen.

4. Jurnal yang berjudul “Pengaruh Temperatur Pembakaran dan Penembahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata” oleh Miftakhul Huda dan Erna Hastuti (2012) memberikan penjelasan mengenai :

(25)

a. Batu bata yang berkualitas baik yaitu pada komposisi perbandingan tanah : abu (1 : 1,5).

b. Untuk menghasilkan batu bata yang berkualitas baik diperlukan temperatur tinggi dalam proses pembakaran antara 10000C – 10200C karena pada suhu tinggi batu bata mengalami ikatan partikel yang sempurna, partikel-pertikel mengalami perubahan bentuk yang saling mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi lebih kuat dan keras. c. Pada suhu tinggi antara 10000C – 10200C didapat kuat tekan terbesar

sebesar 30,5 kg/cm2, nilai densitas sebesar 1,188.104 kg/cm3, nilai porositasnya sebesar 11,2% dan nilai susur bakarnya sebesar 0,52%. 5. Hasil penelitian Christiawan dan Seno Darmanto (Perlakuan Bahan Bata

Merah Berserat Abu Sekam Padi, Universitas Diponegoro) menunjukkan bahwa :

1. Penambahan serat alam (abu sekam padi) pada campuran cenderung meningkatkan produksi bata sehubungan kenaikan volume campuran, dikarenakan bata berseta abu sekam padi mempunyai massa relatif lebih rendah dibandingkan dengan bata murni.

2. Disisi lain kenaikan kadar abu sekam padi dalam spesimen bata akan meningkatkan penyusutan bata yang ditandai dengan dimensi spesimen yang berkurang. Sehingga kuat tekan bata dengan pengisi abu sekam padi cenderung menurun dibandingkan dengan kuat tekan bata murni.

Gambar

Gambar 1. Macam-macam Bentuk Paving Block
Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block
Tabel 2. Simbol Pada Klasifikasi Tanah Unified
Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari data kelembaban udara yang didapatkan saat penelitian, dapat dilihat pada tabel 1 , terdapat 3 data kelembaban udara yang melebihi kelembaban udara ideal, hal ini

Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan nelayan perempuan yang menjadi buruh pada usaha budidaya rumput laut, buruh industri arang, dan pencari kerang yang ditemui

Tingginya persentase human error di kereta api Indonesia juga dialami oleh negara Asia lain, salah satunya adalah Korea yang memiliki persentase kecelakaan kereta api

pada komponen pallete Data Access klik DataSource, pindahkan kursor mouse pada form data module tempatkan disebelah komponen Table, dan klik.. Pada form properti

Kelebihan yang disukai adalah munculnya pengeta- huan lokal dan pembangunan dinamika lokal untuk menfasilitasi komunikasi antara orang dalam (penduduk setempat) dengan orang luar

Kariadi dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 60 orang yang terbagi dalam 3 stadium, dengan melihat data catatan medik pasien yang dilakukan pada bulan Maret 2010 - Mei 2010

penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Aditama, 2006). Tanggung jawab apoteker rumah sakit adalah: 1)

Maka dengan adanya kasus tersebut penulis tertarik untuk meneliti tradisi penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian yang terjadi di Kelurahan Titian Antui Kecamatan